Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

OLEH

ELKANA LUMBANTOBING 100501124

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i ABSTRAK

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara sejak Juli 2015. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yaitu memberikan kuesioner kepada sampel yang telah ditetapkan yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon. Metode yang digunakan unutk analisis data dalam penelitian ini adalah Indeks Gini dan Kurva Lorenz untuk menghitung tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan Microsoft Excel untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial dengan menggunakan indikator kesejahteraan keluarga yang diterbitkan BPS pada tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon berada pada tingkat ketimpangan kategori sedang yakni dengan indeks Gini sebesar 0, 39 dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dominan berada pada tingkat kesejahteraan sedang dengan persentase 63, 27% dan sebesar 30, 61% berada pada kategori tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan sisanya sebesar 6.12% berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah, sehingga dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar masyarakat Kecamatan Sipoholon tergolong dalam taraf hidup yang sudah sejahtera.

Kata Kunci: Ketimpangan Distribusi Pendapatan, Indeks Gini, Kurva Lorenz, Kesejahteraan Masyarakat, Kecamatan Sipoholon.


(3)

ii ABSTRACT

DISPARITY ANALYSIS OF INCOME DISTRIBUTION AND WELFARE SOCIETY

IN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA This study aims to determine the disparity level of income distribution and the level of welfare in the District Sipoholon in 2015. The study was conducted in the Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara since July 2015. The data used for this research is primary data which came from questionnaires from determined samples, that is District Sipoholon society. The methods used for data analysis are Gini Index and Lorenz Curve to calculate the level of disparity income distribution, and Microsoft Excell for measuring the level of social welfare by using family welfare indicators published by BPS in 2005.

The results showed the level of disparity income distribution of society in Kecamatan Sipoholon are at medium level category showed by gini index at 0,39. And the welfare of society are dominant at medium level category showed at 63,27%, 30,61% are at high level category of welfare and the remaining 6,12% are in the category of low welfare level, So it can be seen that in general, most of people in district sipoholon live in prosperous standard living.

Keywords : Inequality Income distribution, Gini index, Lorenz curve, Public Welfare, Kecamatan Sipoholon.


(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat saya karena hanya atas penyertaanNya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulis mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua Orangtua penulis, Bapak Edward A.S Lumbantobing dan Ibu Annalusi Simanjuntak, juga kakak dan adik penulis yang selalu mendoakan serta mendukung penulis baik dukungan moril maupun materi, menjadi motivasi penulis untuk lebih cepat dalam menyelesaikan studi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ac., Ak., CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

iv

5. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, M.Si selaku dosen pembanding yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran, kritikan dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini. 7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Staf Akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan - rekan mahasiswa stambuk 2010 Program S-1 Reguler Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan semoga skripsi ini dapat memberi kontribusi yang bermanfaat bagi para pembaca dan bidang akademik..

Medan, Oktober 2015

NIM :100501124


(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis ... 8

2.1.1. Distribusi Pendapatan ... 8

2.1.2. Ketimpangan Pendapatan ... 11

2.1.3. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini ... 13

2.1.4. Defenisi Kesejahteraan Masyarakat ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 23

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.3. Batasan Operasional ... 23

3.4. Defenisi Operasional ... 24

3.5. Skala Pengukuan Variabel ... 24

3.6. Populasi dan Sampel ... 25

3.7. Jenis Data ... 27

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.9. Teknik Analisis ... 28

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Sipoholon ... 32


(7)

vi

4.2. Keadaan Perekonomian Kecamatan Sipoholon ... 34

4.3. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 36

4.3.1. Umur Responden ... 36

4.3.2. Jenis Kelamin Responden ... 38

4.3.3. Jenis Pekerjaan Responden ... 38

4.3.4. Pendidikan Responden ... 40

4.4. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 40

4.4.1. Sumber dan Besarnya Pendapatan ... 40

4.4.2. Pengeluaran Responden (Rumah Tangga) ... 42

4.5. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menggunakan Indeks Gini dan Kurva Lorenz ... 44

4.6. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 50

4.6.1. Tingkat Pendapatan ... 51

4.6.2. Tingkat Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga ... 52

4.6.3. Keadaan Tempat Tinggal ... 54

4.6.4. Fasilitas Tempat Tinggal ... 55

4.6.5. Kesehatan Anggota Keluarga ... 57

4.6.6. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan ... 58

4.6.7. Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan ... 60

4.6.8. Kemudahan Memperoleh Fasilitas Transportasi ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70


(8)

vii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun

2010 - 2014 ... 4

1.2 Perkembangan Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012 - 2013 ... 4

1.3 Daftar Nama Desa dan Luas Wilayah di Kec. Sipoholon .. 6

3.1 Penyebaran Sampel di Setiap Desa ... 27

3.2 Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005 ... 31

4.1 Statistik Geografi Sipoholon ... 32

4.2 Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 33

4.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 35

4.4 Jumlah Pasar, Mini Market, Toko / Warung Kelontong, Restoran / Rumah Makan, Hotel / Penginapan, di Kecamatan Sipoholon ... 37

4.5 Data Umur Responden ... 36

4.6 Data Jenis Kelamin Responden ... 38

4.7 Data Pekerjaan Responden ... 39

4.8 Data Pendidikan Responden ... 40

4.9 Jumlah dan Rata - rata Pendapatan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 42

4.10 Data Perhitungan Tingkat Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio ... 46

4.11 Kriteria dan Skor Tingkat Pendapatan ... 51

4.12 Kriteria dan Tingkat Pendapatan 98 Responden (Rumah Tangga) ... 52

4.13 Kriteria dan Skor Tingkat Konsumsi / Pengeluaran ... 53

4.14 Tingkat Konsumsi / Pengeluaran 98 Responden (Rumah Tangga) ... 53

4.15 Keadaan Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga) ... 55

4.16 Indikator Fasilitas Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga) ... 56

4.17 Tingkat Kesehatan Anggota Keluarga Responden ... 58

4.18 Data Tingkat Kemudahan Responden Untuk Memperoleh Pelayanan Kesehatan... 59

4.19 Data Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2014 ... 60

4.20 Data Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid / Siswa di Kecamatan Sipoholon Tahun 2014 ... 61


(9)

viii

4.21 Data Tingkat Kemudahan Responden Memasukkan Anak

Ke Jenjang Pendidikan ... 61 4.22 Data Tingkat Kemudahan Responden Memperoleh

Fasilitas Transportasi ... 63 4.23 Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator

Keluarga Sejahtera Berdasarkan BPS 2005 ... 65 4.24 Data Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan


(10)

ix DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 21

3.1 Kurva Lorenz ... 29

4.1 Diagram Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan Di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 34

4.2 Diagram Umur Responden ... 37

4.3 Diagram Pekerjaan Responden ... 39

4.4 Diagram Pendidikan Responden ... 40


(11)

x DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 73 2 Data Responden ... 76 3 Data Jawaban Responden Terhadap Indikator Keluarga


(12)

i ABSTRAK

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara sejak Juli 2015. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yaitu memberikan kuesioner kepada sampel yang telah ditetapkan yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon. Metode yang digunakan unutk analisis data dalam penelitian ini adalah Indeks Gini dan Kurva Lorenz untuk menghitung tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan Microsoft Excel untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial dengan menggunakan indikator kesejahteraan keluarga yang diterbitkan BPS pada tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon berada pada tingkat ketimpangan kategori sedang yakni dengan indeks Gini sebesar 0, 39 dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dominan berada pada tingkat kesejahteraan sedang dengan persentase 63, 27% dan sebesar 30, 61% berada pada kategori tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan sisanya sebesar 6.12% berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah, sehingga dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar masyarakat Kecamatan Sipoholon tergolong dalam taraf hidup yang sudah sejahtera.

Kata Kunci: Ketimpangan Distribusi Pendapatan, Indeks Gini, Kurva Lorenz, Kesejahteraan Masyarakat, Kecamatan Sipoholon.


(13)

ii ABSTRACT

DISPARITY ANALYSIS OF INCOME DISTRIBUTION AND WELFARE SOCIETY

IN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA This study aims to determine the disparity level of income distribution and the level of welfare in the District Sipoholon in 2015. The study was conducted in the Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara since July 2015. The data used for this research is primary data which came from questionnaires from determined samples, that is District Sipoholon society. The methods used for data analysis are Gini Index and Lorenz Curve to calculate the level of disparity income distribution, and Microsoft Excell for measuring the level of social welfare by using family welfare indicators published by BPS in 2005.

The results showed the level of disparity income distribution of society in Kecamatan Sipoholon are at medium level category showed by gini index at 0,39. And the welfare of society are dominant at medium level category showed at 63,27%, 30,61% are at high level category of welfare and the remaining 6,12% are in the category of low welfare level, So it can be seen that in general, most of people in district sipoholon live in prosperous standard living.

Keywords : Inequality Income distribution, Gini index, Lorenz curve, Public Welfare, Kecamatan Sipoholon.


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini merupakan pencapaian kinerja indikator makro yang baik, namun distribusi pendapatan yang merata merupakan hal yang sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah. Banyak negara-negara yang sedang berkembang saat ini mengarahkan kebijakan ekonomi nasional guna mengatasi kesenjangan ekonomi atau ketimpangan pendapatan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

Segala upaya atau tindakan yang dilakukan suatu negara termasuk Indonesia untuk mengatasi kesenjangan ekonomi sesungguhnya hanya upaya sistematis yang berguna memperkecil kesenjangan ekonomi yang terjadi, karena perbedaan sumber daya atau faktor-faktor lain setiap daerah adalah kunci dasar perbedaan tersebut. Menurut paham Neoklasik bahwa perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian proses penetasan pembangunan kebawah (trickle down) kemudian menyebar pada keseimbangan baru, dan apabila itu tidak mampu menurunkan tingkat kesenjangan dapat dilakukan sistem perpajakan dan subsidi.

Badan pusat statistik tahun 2014 mencatat sekurangnya 28.28 juta orang Indonesia berada pada garis kemiskinan atau 11,25 persen dari total seluruh warga Negara Indonesia. Hal ini sejalan dengan sistem pendistribusian pendapatan di wilayah kita memang tidak merata. Pembangunan ekonomi suatu daerah menjadi kunci munculnya pendapatan bagi masyarakatnya, sementara pembangunan


(15)

2

wilayah saat ini hanya bertumpu pada pengembangan beberapa wilayah saja. Jika hal ini terus berjalan maka akan memperlebar gap kesenjangan, dikarenakan ketimpangan pendapatan perkapita adalah hasil dari ketimpangan pembangunan yang tidak merata.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena distribusi pendapatan merupakan ukuran kemiskinan relatif. Ukuran distribusi pendapatan perorangan merupakan ukuran yang paling umum digunakan. Masalah yang umumnya dihadapi oleh negara - negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan, 2001). Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada dibawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti, pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur (Adiputra, 2011).

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan


(16)

3

kuantitatif tentang ketimpangan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni, besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi. Distribusi ukuran pendapatan merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni, Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini (Sulastri, 2011).

Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kelima dari 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Di tahun 2013 jumlah penduduk Kecamatan Sipoholon mencapai 22.898 dengan kepadatan penduduk 121,03 jiwa/ha. Kabupaten Tapanuli Utara sendiri merupakan salah satu Kabupaten yang terletak diwilayah dataran tinggi Sumatera Utara, berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada koordinat 1º20’00” -2º41’00” Lintang Utara (LU) dan 98005”-99016” Bujur Timur (BT).

Adapun kondisi perekonomian dari Kabupaten Tapanuli Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti ditunjukkan pada tabel berikut:


(17)

4 Tabel 1.1

Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 - 2014

Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013

PDRB Harga Konstan (Struktur

Perekonomian) (Rp.) 5,780,955 6,101,009 6,359,203 6,359,203 Pendapatan Perkapita (Rp.) 13,635,481 14,887,816 16,080,379 18,223,399

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5.56 5.54 5.95 6.01

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan PDRB, pendapatan per kapita, dan pertumbuhan ekonomi setap tahunnya. Hal ini menandakan pembangunan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara membaik setiap tahun.

Distribusi pendapatan sangat penting untuk pembangunan, karena berdampak terhadap kohesi masyarakat, berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan untuk setiap rata-rata pendapatan per kapita rakyat miskin, dan bahkan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Namun untuk Kabupaten Tapanuli Utara, terjadi peningkatan kemiskinan pula di tahun 2012 ke 2013 seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.2

Perkembangan Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012 - 2013 Indikator Kemiskinan 2012 2013

Penduduk Miskin 32,600 33,800

Tingkat Kemiskinan 11.55 11.68

Indeks Kedalaman

Kemiskinan (p1) 1.38 1.44

Indeks Keparahan

Kemiskinan (p2) 0.29 0.39

Garis Kemiskinan 284,166 276,803


(18)

5

Jika dilihat kembali pada tabel 1.1 di uraian pendapatan perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 ke 2013 terjadi peningkatan pendapatan, namun di tabel 1.2, tingkat kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara juga mengalami peningkatan di tahun 2012 ke 2013. Hal ini berarti masih sangat diperlukan kebijakan pemerataan pendapatan untuk mengurangi kemiskinan.

Masyarakat di Kecamatan Sipoholon dominan bermata pencaharian sebagai petani. Meskipun demikian terdapat pula pengelolaan terhadap sumber daya alam lain yang memunculkan iklim bisnis bagi perkembangan wisata daerah ini, seperti adanya pemandian air panas, pertambnagan batu kapur, pengelolaan gitar asli Sipoholon, serta usaha mikro pembuatan cendera mata asli Sipoholon.

Kecamatan Sipoholon memiliki luas wilayah 189,2 km² dengan total penduduk 22.729 jiwa dan tingkat kepadatan 120 jiwa/km², dan tersebar di 13 desa dan 1 kelurahan. Hal ini meningkat bila dibandingkan tahun 2010, Kecamatan Sipoholon memiliki populasi penduduk sebanyak 22.284 jiwa atau 111,96 jiwa/Km2, atau 4.762 Kepala Keluarga. Dari total 4.462 Kepala Keluarga, terdapat 1.628 Rumah Tangga Miskin atau sekitar 34,18%. Berikut adalah daftar nama desa di Kecamatan tersebut.


(19)

6 Tabel 1.3

Daftar Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Sipoholon

No Desa Km Rasio Luas Terhadap

Kecamatan (%)

1. Rura Julu Toruan 26 13,79

2. Rura Julu Dolok 11 6,28

3. Lobusingkam 36 19,43

4. Situmeang Hasundutan 18 9,73

5. Simanungkalit 13 7,06

6. Hutauruk Hasundutan 6 3,64

7. Hutauruk 6 3,66

8. Kelurahan Situmeang Habinsaran 17 9,24

9. Sipahutar 3 1,69

10. Pagarbatu 17 9,24

11. Tapian Nauli 5 2,74

12. Hutaraja Simanungkalit 3 1,87

13. Hutaraja 3 1,89

14. Hutaraja Hasundutan 18 9,74

Jumlah 189,20 100

Sumber: Kecamatan Sipoholon dalam angka 2014

Berdasarkan uraian di atas, Kecamatan Sipoholon merupakan Kecamatan yang memiliki banyak potensi dalam peningkatan perekonomian, namun masih dapat dilihat juga bahwa masih terdapat keluarga miskin sekitar 34,18 %.

Oleh sebab itu, dari penjelasan di atas maka penulis merasa perlu membuat judul penelitian yaitu “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang kajian penelitian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan Sipoholon


(20)

7

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan

Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain ialah:

1. Bagi pemangku kebijakan dapat dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan lansung maupun tidak langsung dengan Ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Bagi Fakultas Ekonomi dapat menjadi referensi ilmiah yang berkontribusi pada pengembangan dunia pendidikan yang berkaitan dengan judul penelitian.

3. Bagi penulis merupakan sarana dalam menuangkan buah pikiran yang berkaitan dengan dengan judul penelitian.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi penulisan penelitian yang berkaitan dengan judul dan topik penelitian ini.


(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Adapun uraian pada tinjauan pustaka yang diuraikan adalah uraian teori-teori penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teori-teoritis kajian mengenai Ketimpangan dan Distribusi Pendapatan serta kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga akan menghasilkan hipotesa dan kerangka berpikir teoritis.

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan nasional adalah hal yang mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000).

Dalam kajian distribusi pendapatan, laju pertumbuhan ekonomi juga memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang berhubungan dengan masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan (Todaro, 2000).

A. Argumen tradisional

Argumen tradisional memfokuskan lebih di dalam pengelolaan faktor-faktor produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendapatan yang sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat. Akibat dari pengaruh teori


(22)

9

dan kebijakan perekonomian pasar bebas, penerimaan pemikiran seperti itu oleh kalangan ekonom pada umumnya dari negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit menunjukan bahwa mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Mereka tidak saja menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai syarat yang pantas dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu dianggap syarat yang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup.

B. Argumen tandingan

Argumen tandingan karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara berkembang tidak bisa dinomorduakan, karena hal itu merupakan suatu kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Dalam argumen tandingan tersebut terdapat lima alasan yaitu:

1. Ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang begitu luas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehinggamasyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap perolehan kredit. Berbagai faktor ini secara bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih besar.


(23)

10

2. Berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh data-data empiris yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi dalam sejarah pertumbuhan ekonomi negara maju, orang-orang kaya di negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan kemampuan atau kesediaannya untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam perekonomian domestik.

3. Rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin yang berwujud berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi dan pendidikannya yang rendah justru akan menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

4. Upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin akan merangsang meningkatnya permintaan terhadap barang-barang produksi dalam negeri seperti bahan makanan dan pakaian.

5. Dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta banyak insentif atau rangsangan-rangsangan materiil dan psikologis yang pada gilirannya akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa promosi pertumbuhan ekonomi secara cepat dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan serta penanggulangan ketimpangan pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling bertentangan sehingga yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan yang lain. Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui


(24)

11

apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, dapat digunakan kategorisasi dalam kurva Lorenz atau menggunakan koefisien Gini.

2.1.2. Ketimpangan Pendapatan

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan yang digunakan untuk tujuan analisis (Todaro dan Smith, 2006). Dua ukuran yang pada umumnya digunakan dalam menganalisa distribusi pendapatan tersebut adalah size distribution of income (distribusi ukuran pendapatan) dan functional or factor share distribution of income (distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per

faktor produksi). Size distribution of income secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Berdasarkan ukuran ini, cara mendapatkan penghasilan tidak dipermasalahkan, apa yang lebih diperhatikan dari ukuran ini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya. Selain itu, lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, manufaktur, perdagangan, jasa) juga diabaikan. Sedangkan functional or factor share distribution of income berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan nasional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit - unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan


(25)

12

laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukan merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini. Guna mengukur ketimpangan pendapatan di antara penduduk, ukuran yang digunakan berdasarkan pada ukuran size distribution of income. Namun, karena data pendapatan sulit diperoleh, maka pengukuran ketimpangan atau distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat empat ukuran yang merefleksikan ketimpangan distribusi pendapatan yaitu koefisien Gini (Gini Ratio), Ukuran Bank Dunia, Indeks Theil dan Indeks-L.

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincoln Arsyad,1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di Negara Sedang Berkembang :

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja


(26)

13

tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.

8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

2.1.3. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan - lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata (Lincolin Arsyad,1997)


(27)

14

Indeks Gini atau Gini ratio dikemukakan oleh C.GINI yang melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi.

Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:

k Pi ( Qi + Qi – 1)

G = 1 -

i-1 10.000

Keterangan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan

Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan.

2.1.4. Defenisi Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan adalah suatu kegiatan kondisi agregat dari kepuasan individu-individu yang mengantarkan pemahaman yang kompleks. Pertama tentang lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kedua, intensitas substansi tersebut dapat direpresentasikan secara agregat. Meskipun tidak ada suatu batasan yang tegas tentang kesejahteraan itu sendiri. Akan tetapi kesejahteraan


(28)

15

menyangkut pada pendidikan, kesehatan, diperluas pada perlindungan sosial seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua sampai keterbebasan dari kemiskinan (Ismail, 2013).

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek yaitu: (1) dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagainya; (2) dengan melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya; (3) dengan melihat pada integrasi dan kedudukan social (social status).

Menurut Todaro kesejahteraan W = ( Y,I,P ) dimana W adalah kesejahteraan, Y adalah pendapatan perkapita, I adalah ketimpangan, P adalah kemiskinan absolute dimana ketiga variabel ini mempunyai tingkat signifikan yang berbeda-beda dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Todaro, 2006).

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indicator yang dapat dijadikan ukuruan, antara lain adalah :


(29)

16

1. Tingkat pendapatan keluarga;

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan; 3. Tingkat pendidikan keluarga;

4. Tingkat kesehatan keluarga, dan

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga. Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain : (1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004).

Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.


(30)

17 2.2. Penelitian Terdahulu

T. Makmur, Safrida dan Kharisma Jayanth (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Ketimpangan Distribusi pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa Di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar” menghasilkan bahwa:

1. Dari hasil analisis menggunakan koefisien Gini (Gini Ratio) dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai pedagang dan PNS. Apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks Gini sebesar 0,386 ini artinya pada Kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai ketimpangan distribusi pendapatannya sedang.

2. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan diukur dengan ketentuan apabila 40% penduduk pendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan seluruhnya maka digolongkan pendapatan tinggi sedang atau kurang merata, kelompok rumah tangga yang berada pada kategori ini adalah petani. Dan kelompok rumah tangga pedagang, PNS dan buruh berada pada kategori sedang, karena menerima lebih dari 12% pendapatan. Lebih lanjut apabila dilihat secara keseluruhan untuk secara keseluruhan Kecamatan Peukan Bada memperlihatkan bahwa pendapatan masyarakat di wilayah masih kurang merata atau ketimpangan sedang,


(31)

18

Hal ini menunjukkan bahwa 40% penduduk pendapatan rendah menerima 11,4% pendapatan per tahun, itu artinya ketimpangan di Kecamatan Peukan Bada masih kurang merata atau ketimpangannya sedang.

Halim, Salmiah, dan Satia (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Distribusi Pendapatan Dari Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi” menghasilkan bahwa: 1. Selain menjadikan usaha tani kopi Arabika sebagai sumber mata

pencaharian utama, petani sampel juga menekuni berbagai cabang usaha lain sebagai sumber mata pencaharian tambahan seperti, usaha tani nonkopi Arabika dan kegiatan produktif lain diluar usahatani. Pendapatan petani sampel dari usahatani kopi Arabika mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan petani selama tahun 2011 sebesar 65,68%

2. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel menurut indikator koefisien Gini (Gini Ratio) berada dalam kategori menengah dengan nilai Gini Ratio sebesar 0,36. Sedangkan menurut indikator Bank Dunia (World Bank), tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel berada dalam kategori rendah karena kelompok 40% petani yang berpendapatan terendah menguasai lebih dari 17% jumlah keseluruhan pendapatan petani, sebesar 19,26%.

3. Menurut kriteria garis kemiskinan Sajogyo (1988), jumlah petani kopi Arabika miskin di Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah sebanyak 9 keluarga atau sekitar 21,43%. Sementara itu menurut kriteria garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS; 2010), jumlah petani kopi


(32)

19

Arabika miskin di Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah sebanyak 7 keluarga atau sekitar 16,67%, sedangkan selebihnya sebanyak 35 keluarga atau sekitar 83,33% berada dalam kategori tidak miskin.

Retnosari (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat” menyimpulkan bahwa:

1. Faktor tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien positif. Hal ini menandakan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan rasio Gini berjalan searah dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Semakin tinggi tingkat ketimpangan pendapatan, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat akan semakin meningkat pula.

2. Pengaruh variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diantaranya; pertama, faktor laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat ternyata memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga laju pertumbuhan penduduk meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas Robert Maltus; kedua, faktor pengeluaran pemerintah Jawa Barat memiliki pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini menunjukan pengaruh pengeluaran pemerintah yang signifikan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, yang artinya kebijakan alokasi


(33)

20

pengeluaran pemerintah tepat sasaran; ketiga, investasi dalam negeri periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga jika investasi dalam negeri periode sebelumnya meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin meningkat.

Yasa dan Arka (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antardaerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali” menyimpulkan bahwa disparitas pendapatan antardaerah provinsi bali yang diukur dengan indeks williamson dalam periode 2001-2012 mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 0,29 yang berarti disparitas tergolong dalam kriteria rendah. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan antardaerah. Disparitas pendapatan antardaerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi Bali melalui disparitas pendapatan antardaerah, atau dengan kata lain disparitas pendapatan antar daerah merupakan variabel mediasi dalam pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi Bali.

Sugiharto (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik” menyimpulkan bahwa Berdasarkan indikator BPS tahun 2005


(34)

21

diketahui bahwa nelayan di Desa Benua Baru Ilir yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 3 responden (15%) dengan jumlah skor 20. Nelayan yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 17 responden (85%) dengan jumlah skor berkisar 17-19. Berdasarkan ketiga indikator tersebut secara umum diketahui bahwa taraf hidup nelayan di Desa Benua Baru Ilir tergolong sejahtera.

2.3. Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pendapatan Kecamatan Sipoholon Ketimpangan Pendapatan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Pendapatan Konsumsi atau Pengeluaran rumah Tangga

Keadaan atauTempat Tinggal Kesehatan Anggota Keluarga Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Penddikan Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Fasilitas Tempat Tinggal


(35)

22

Untuk menganalisis ketimpangan pendapatan masyarakat Kecamatan Sipoholon, maka terlebih dahulu harus diketahui pola distribusi pendapatannya. Sedangkan untuk menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon digunakan 8 indikator berdasarkan BPS 2005 dimana salah satu indikatornya adalah pendapatan dan 7 indikator lainnya yaitu, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

2.4. Hipotesis Penelitian

Melihat dari penjelasan dan uraian diatas dapat diambil hipotesis bahwa antara distribusi pendapatan dan ketimpangan serta kesejahteraan adalah:

1. Terdapat ketimpangan (kesenjangan ekonomi) distribusi pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. 2. Terdapat tingkat kesejahteraan masyarakat yang berbeda - beda di


(36)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan tentang kondisi Kecamatan Sipoholon ditinjau dari kesenjangan ekonomi yang ada serta kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah setiap desa yang berada di Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara dan waktu penelitaian adalah Maret 2015 sampai dengan selesai.

3.3. Batasan Operasional

Sesuai dengan judul dari penelitian ini “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara” maka dapat disimpulkan bahwasanya penelitian ini hanya berfokus pada menganalisis ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Kecamatan Sipoholon. Kemudian diteruskan mengkaji kesejahteraan yang dirasakan masyarakat. Adapun indikator kesejahteraannya sesuai dengan indikator keluarga sejahtera berdasarkan BPS 2005 yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.


(37)

24 3.4. Defenisi Operasional

1. Distribusi pendapatan adalah hal yang mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu wilayah di kalangan penduduknya. Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu: distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.

2. Ketimpangan pendapatan adalah tidak meratanya pendapatan yang diperoleh oleh individu atau rumah tangga.

3. Kesejahteraan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya.

4. Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan

nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Sedangkan Koefisien Gini melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi.

3.5. Skala Pengukuran Variabel

1. Perhitungan ketimpangan di peroleh melalui Pendapatan masyarakat, yang dimana pengukurannya dinyatakan dalam rupiah (Rp).


(38)

25

2. Pengukuran indikator kesejahteraan dinyatakan atas skala pengukuran skala likert seperti yang peneliti sajikan dalam kuisioner atas pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi sesuai dengan indikator kesejahteraan menurut BPS tahun 2005.

3.6. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi yaitu sekumpulan objek yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian (penelaahan) dengan ciri mempunyai karekteristik yang sama. Penelitian ini menggunakan jenis populasi terhingga, dimana populasi terhingga ialah sekumpulan objek yang akan di jadikan sebagai kajian penelitian dengan jumlah tertentu. Adapun jenis lain populasi ialah populasi tak terhingga, dimana objek dengan kajian jumlahnya tidak terhitung (Andi, 2008).

Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bahan penelaahan dengan harapan dari contoh yang diambil dari populasi dapat mewakili terhadap populasinya. Dimana dalam menggunakan istilah sampling, yaitu cara pengambilan sampel baik dari jumlah dan modelnya mewakili populasinya (Andi, 2008). Adapun sampel penelitian menggunakan judgement sampling yang merupakan bagian purposive sampling. Dan untuk mendapat

sampel yang baik bagi penelitian ini, peneliti menetukan kriteria sampel dalam penelitian sebagai berikut:


(39)

26

1. Responden berada di usia dewasa.

2. Responden berdomisili di Kecamatan Sipoholon. 3. Responden mampu memahami kuisioner penelitian.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan

Dari hasil rumus diatas maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Maka total jumlah sampel dalam penelitian ini ada 98, 241 atau dibulatkan 98 sampel dari 5.587 banyak populasi. Dan ini dengan tingkat kesalahan 0,1% dan tingkat kepercayaan 90%.


(40)

27 Tabel 3.1

Penyebaran Sampel di Setiap Desa

NO Desa Jumlah Rumah

tangga

Jumlah Sampel

1 Rura Julu Toruan 12 0,211

2 Rura Julu Dolok 10 0,176

3 Simanungkalit 508 8,933

4 Hutauruk 829 14,58

5 Situmeang Habinsaran 639 11,24

6 Situmeang Hasundutan 367 6,43

7 Lobu Singkam 604 10,62

8 Pagar batu 836 14,7

9 Sipahutar 415 7,297

10 Hutaraja 399 7,016

11 Tapian Nauli 185 3,253

12 Hutaraja Hasundutan 292 5,134

13 Hutaraja Simanungkalit 202 3,552

14 Hutauruk Hasundutan 289 5,082

Jumlah 5.587 98,24

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

3.7. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam kajian penelitian ini adalah data primer, dimana data ini diperoleh melalui penelitian langsung melalui kuesioner yang diberikan kepada objek penelitian yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon. Adapun data sekunder yang saya gunakan dalam kajian penelitian ialah saya peroleh melalui instansi resmi yang dipublikasikan. Adapun instansi tersebut adalah BPS (Badan Pusat Statistik) dan Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara.

3.8. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui;

1. Kuesioner


(41)

28

2. Wawancara

Merupakan teknik pengambilan informasi dan data dengan mengajukan pertanyaan dengan wawancara langsung antara penulis dengan responden. Dan hasil informasi yang diperoleh, diterima langsung oleh peneliti.

3. Instansi dan Lembaga Terkait

Data yang diperoleh melalui dokumen instansi- instansi atau kelembagaan yang menyajikan data seperti yang diperlukan dalam kajian penelitian ini. Adapun instansi yang turut membantu dalam penyediaan data penelitian ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS).

3.9. Teknik Analisis

Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama adalah menggunakan metode Koefisien Gini (Gini Ratio), untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan.

Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:

k Pi ( Qi + Qi – 1)

G = 1 -

i-1 10.000

Keterangan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan

Ide dasar perhitungan koefisien Gini sebenarnya berasal dari upaya pengukuran luas suatu kurva yang menggambarkan distribusi pendapatan


(42)

29

untuk seluruh kelompok pendapatan. Kurva tersebut dinamakan kurva Lorenz yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Guna membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu vertikal (Gambar 3.1).

D

B C

Sumber: Todaro dan Smith (2006)

Gambar 3.1

Kurva Lorenz

Pada Gambar 3.1, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir. Sedangkan Koefisien Gini atau Gini Ratio adalah rasio (perbandingan) antara luas bidang A yang diarsir tersebut dengan luas segitiga BCD. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa bila pendapatan didistribusikan secara merata dengan sempurna, maka semua titik akan terletak pada garis diagonal. Artinya, daerah yang diarsir akan bernilai nol


(43)

30

karena daerah tersebut sama dengan garis diagonalnya. Dengan demikian angka koefisiennya sama dengan nol. Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, maka luas daerah yang diarsir akan sama dengan luas segitiga, sehingga Koefisien Gini bernilai satu. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa suatu distribusi pendapatan dikatakan makin merata bila nilai Koefisien Gini mendekati nol (0), sedangkan makin tidak merata suatu distribusi pendapatan maka nilai Koefisien Gini-nya makin mendekati satu. Adapun kriteria klasifikasi penggunaan indeks Gini (Gini Ratio) menurut H.T. Oshima dalam Suseno (1990) adalah sebagai berikut:

a. Bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : Ketimpangan rendah (ringan) b. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 – 0,40 : Ketimpangan sedang c. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 : Ketimpangan tinggi

Untuk menjawab rumusan masalah kedua adalah dengan menggunakan indikator keluarga sejahtera berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005. Adapun indikatornya yaitu:


(44)

31 Tabel 3.2

Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005 No. Indikator

Kesejahteraan

Kriteria Skor

1 Pendapatan Tinggi ( > Rp 10.000.000) 3

Sedang (Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000)

2 Rendah ( < Rp 5.000.000) 1 2 Konsumsi atau

pengeluaran rumah tangga

Tinggi ( > Rp 5.000.000) 3 Sedang (Rp 1.000.001 - Rp 5.000.000)

2 Rendah ( < Rp 1.000.000) 1

3 Keadaan tempat tinggal Permanen (11-15) 3

Semi permanen (6 -10) 2

Non permanen (1 - 5) 1

4 Fasilitas tempat tinggal Lengkap (34 - 44) 3

Cukup (23 - 33) 2

Kurang (12 - 22) 1

5 Kesehatan anggota keluarga

Bagus ( <25%) 3

Cukup (25% - 50%) 2

Kurang ( >50%) 1

6 Kemudahan

mendapatkan pelayanan kesehatan

Mudah (16 - 20) 3

Cukup (11 - 15) 2

Sulit (6 - 10) 1

7 Kemudahan

memasukkan anak kejenjang pendidikan

Mudah (7 - 9) 3

Cukup (5 - 6) 2

Sulit (3 - 4) 1

8 Kemudahan

mendapatkan fasilitas transportasi

Mudah (7 - 9) 3

Cukup (5 - 6) 2

Sulit (3 - 4) 1

Sumber: BPS 2005

Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut: Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24

Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19 Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 8-13


(45)

32 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Sipoholon

Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara terletak di wilayah dataran tinggi antara 900-1200 meter diatas permukaan laut. Kecamatan Sipoholon berada pada ketinggian 300-500 di atas permukaaan laut. Letak geografis Sipoholon adalah 2o00-2o06 Lintang Utara dan 98o45-98o58 Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Sipoholon adalah 189.20 Km2 dan jarak Kecamatan Sipoholon 6 km menuju ibukota Kabupaten.

Kecamatan Sipoholon terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan. Sekitar 5 kantor desa di Kecamatan Sipoholon memiliki ketinggian antara 900-999 m dpl (35,71 persen), dan 9 desa berada di ketinggian diatas 1000 m dpl (64,29 persen).

Tabel 4.1

Statistik Geografi Sipoholon

Uraian Tahun 2013

Ketinggian dpl ( 900 –1200 ) m

Luas Wilayah 189,20 Km2

Curah Hujan 1331 mm

Hari Hujan 73 hari

Sumber: Kecamatan Sipohlon Dalam Angka 2014

Kecamatan Sipoholon memiliki batas - batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siborong - borong dan

Kecamatan Pagaran


(46)

33

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parmonangan.

Kecamatan Sipoholon terdiri dari 14 desa/kelurahan. Keempatbelas desa/kelurahan terbagi atas 43 dusun dan 7 lingkungan. Desa/kelurahan paling banyak jumlah dusun/lingkungan yaitu Desa Hutaraja Hasundutan dan Kelurahan Situmeang Habinsaran (7 dusun dan 7 lingkungan) dan yang paling sedikt jumlah dusunnya yaitu Desa Rura Julu Toruan dan Desa Hutaraja (masing-masing 2 dusun).

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

No Desa Jumlah

Penduduk

1 Rura Julu Toruan 15

2 Rura Julu Dolok 13

3 Lobusingkam 2456

4 Situmeang Hasundutan 1486

5 Simanungkalit 2107

6 Hutauruk Hasundutan 1102

7 Hutauruk 3483

8 Situmeang Habinsaran 2753

9 Sipahutar 1688

10 Pagarbatu 3155

11 Tapian Nauli 717

12 Hutaraja Simanungkalit 847

13 Hutaraja 1637

14 Hutaraja Hasundutan 1270

Jumlah 22729


(47)

34

Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2013

Gambar 4.1

Diagram Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

Jumlah penduduk di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2013 sebanyak 22.729 jiwa yang mencakup sebesar 49,14 persen penduduk laki - laki dan 50,86 persen penduduk perempuan.

4.2. Keadaan Perekonomian Kecamatan Sipoholon

Usaha industri yang terdapat di Kecamatan Sipaholon sebanyak 197 usaha yang terdiri dari 2 usaha industri kecil dan 195 usaha industri rumah tangga. Pada tahun 2013, Jumlah usaha industri kecil tidak berubah jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 2 usaha industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 orang. Pada tahun 2013 jumlah industri rumah tangga bertambah menjadi 195 usaha industri dari 172 usaha industri pada tahun 2012. Demikian juga jumlah tenaga kerja meningkat menjadi 259 orang pada tahun 2013 dari 228 orang pada tahun 2012.


(48)

35

Pendapatan regional Kecamatan Sipoholon bersumber dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak di Kecamatan Sipoholon sendiri bersumber dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, pajak daerah hotel dan restoran, dan penerimaan pasar. Pajak bumi dan bangunan menghasilkan realisasi penerimaan yang lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yaitu sebesar 11%. Jumlah ini menurun dibanding tahun 2012 yakni sebesar 25,48%. Penerimaan pajak daerah hotel dan restoran juga lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yakni sebesar 77%. Berikut ditampilkan target dan realisasi penerimaan pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013.

Tabel 4.3

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

Jenis Pajak Target dan Realisasi Nilai Pajak Bumi dan

Bangunan

Target 168.285.346

Realisasi 18.989.442

% 11

Penerimaan Pajak Daerah Hotel dan

Restoran

Target 3.923.000

Realisasi 3.037.000

% 77

Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2014

Berdasarkan hasil pendataan potensi desa 2014, di Kecamatan Sipoholon ada sebanyak 1 pasar, 262 warung/kedai makanan dan minuman, 95 toko/warung kelontong serta 1 hotel melati.


(49)

36 Tabel 4.4

Jumlah Pasar, Mini Market, Toko/Warung Kelontong, Restoran/Rumah Makan, Hotel/Penginapan di Kecamatan Sipoholon

Uraian 2013

Pasar 1

Mini Market 0

Restoran/Rumah Makan 0 Warung/Kedai Makanan

dan Minuman 262

Toko/Warung Kelontong 95

Hotel 1

Penginapan 0

Sumber: Profil Desa/Kelurahan Kecamatan Sipoholon 2014

Berdasarkan data Tabel 4.4, Kecamatan Sipoholon masih termasuk kecamatan yang memiliki aktivitas perekonomian yang sederhana. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penerimaan pajak daerah hotel dan restoran di Kecamatan Sipoholon masih tergolong rendah.

4.3. Gambaran Umum Responden Penelitian 4.3.1. Umur Responden

Umur responden yang terendah adalah 27 tahun dan umur responden yang tertinggi adalah 70 tahun. Bila dirata - ratakan umur responden berkisar 45 tahun. Berikut ditampilkan data umur responden.


(50)

37 Tabel 4.5

Data Umur Responden

Tingkat Umur (Tahun)

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

26 - 30 7 7.14

31 - 35 10 10.20

36 - 40 15 15.31

41 - 45 17 17.35

46 - 50 18 18.37

51 - 55 19 19.39

56 - 60 6 6.12

61 - 65 3 3.06

66 - 70 3 3.06

Jumlah 98 100

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.2

Diagram Umur Responden

Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa rentan umur responden antara 51 - 55 adalah responden terbanyak, yakni mencapai 20%. Disusul kemudian responden yang berumur 46 - 50 yang berjumlah 19%. Sedangkan umur responden terkecil adalah pada rentang umur antara 61 - 65 dan 66 - 70 yaitu sama - sama sebanyak 3%.


(51)

38 4.3.2. Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden mayoritas berjenis kelamin laki - laki dengan. jumlah 68 orang yang berarti mencakup 69,39% dari total responden. Sedangkan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang yang berarti mencakup 30,61% dari total responden.

Tabel 4.6

Data Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan

Jumlah Responden 68 30

Persentase (%) 69.39 30.61 Sumber: Data Diolah

4.3.3. Jenis Pekerjaan Responden

Dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, responden dominan memiliki pekerjaan sebagai petani, dan minoritas memiliki profesi profesional yaitu sebagai pengacara. Responden sebagai petani sejumlah 44 orang yaitu sebesar 44,90% dari total responden. Setelah petani diikuti pekerjaan sebagai pengusaha sebanyak 18 orang, pedagang sebanyak 12 orang, selanjutnya PNS/pensiunan sebanyak 9 orang, sedangkan paling sedikit pekerjaan responden sebagai profesional yaitu pengacara sebanyak 1 orang yang berarti memiliki persentase 1,02% dari total responden.


(52)

39 Tabel 4.7

Data Pekerjaan Responden

Sumber: Data Diolah

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.3

Diagram Pekerjaan Responden

No. Jenis Pekerjaan

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Petani 44 44.90

2 Buruh / Tukang 2 2.04

3 Pedagang 12 12.24

4 Pengusaha 18 18.37

5 PNS / Pensiunan 9 9.18

6 Pegawai Swasta 6 6.12

7

Profesional (pengacara,

dokter) 1 1.02

8

Jasa (Supir, jaga toko,

becak) 6 6.12


(53)

40 4.3.4. Pendidikan Responden

Dilihat berdasarkan pendidikan, seluruh responden mengenyam dan menamatkan pendidikan formal. Namun dari sisi jumlah, responden yang menamatkan jenjang pendidikan SMA merupakan yang terbanyak yakni mencapai 35,71%, disusul kemudian dengan responden yang menamatkan jenjang pendidikan sarjana muda/D3/ lebih tinggi yakni sebesar 29,59%. Selanjutnya responden yang menamatkan jenjang pendidikan SD memiliki tingkat persentase yang terendah yaitu 6,12%.

Tabel 4.8

Data Pendidikan Responden

No. Pendidikan Terakhir

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Tidak Bersekolah 0 -

2 Tamat SD 6 6.12

3 Tamat SMP / Sederajat 28 28.57 4 Tamat SMA / Sederajat 35 35.71 5 Sarjana Muda / D3 / lebih tinggi 29 29.59

Jumlah 98 100.00

Sumber: Data Diolah

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.4


(54)

41 4.4. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden 4.4.1. Sumber dan Besarnya Pendapatan

Sumber pendapatan adalah perolehan pendapatan yang digunakan para responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kehidupannya. Sumber pendapatan dalam penelitian ini sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat yaitu terdiri dari responden yang bersumber pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai petani, pedagang, pegawai negeri/pensiunan, pengusaha, dan buruh.

Berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan bahwa kondisi pendapatan yang diterima berdasarkan jenis pekerjaan responden , yaitu dominan sebagai petani sebanyak 44 orang dengan total pendapatan yaitu Rp. 91.000.000,- setiap bulan dengan rata - rata pendapatan sebesar Rp. 2.070.000,- setiap bulan, pengusaha sebanyak 18 orang dengan total pendapatan Rp. 131.500.000,- setiap bulan dan rata - rata pendapatan sebesar Rp. 7.310.000,- setiap bulan. Diikuti oleh jenis pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 12 orang dengan total pendapatan Rp. 39.700.000,- setiap bulan dan rata - rata pendapatan sebesar 3.310.000,- setiap bulan. Sedangkan jenis pekerjaan sebagai profesional (pengacara/dokter) hanya terdapat satu responden dengan tingkat pendapatan sebesar Rp. 9.000.000,- per bulan. Secara rinci, berikut ditampilkan tabel jumlah dan rata - rata pendapatan responden berdasarkan jenis pekerjaan.


(55)

42 Tabel 4.9

Jumlah dan Rata - rata Pendapatan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan

Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Jumlah Pendapatan (Rp)

Rata - rata Pendapatan

(Rp)

1 Petani 44 44.9 91.000.000 2.070.000

2 Buruh / Tukang 2 2.04 3.000.000 1.500.000

3 Pedagang 12 12.24 39.700.000 3.310.000

4 Pengusaha 18 18.37 121.500.000 6.750.000

5 PNS / Pensiunan 9 9.18 67.000.000 7.440.000

6 Pegawai Swasta 6 6.12 28.100.000 4.680.000

7

Profesional (pengacara,

dokter) 1 1.02 9.000.000 9.000.000

8

Jasa (Supir, jaga toko,

becak) 6 6.12 11.000.000 1.830.000

Jumlah 98 100 370.300.000 37.140.000

Sumber: Data Diolah

4.4.2. Pengeluaran Responden (Rumah Tangga)

Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi dua kelompok yaitu konsumsi makanan dan bukan makanan (perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, transportasi, pajak dan asuransi dan keperluan untuk pesta/upacara).

Konsumsi tersebut tanpa memperhatikan asal barang (membeli atau hasil sendiri atau pemberian) dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha rumah tangga atau diberikan kepada pihak lain.

Penghasilan sebuah rumah tangga sebagian besar dibelanjakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan rumah tangga. Dalam ilmu ekonomi disebut dibelanjakan untuk konsumsi. Konsumsi itu tidak hanya makanan saja melainkan mencakup semua barang dan jasa yang dibutuhkan untuk hidup. Pengeluaran


(1)

79

74

Parasian Banjarnahor

Sipahutar

1

57

2

2

1

6

3

75

Wesliara Sitinjak

Hutaraja

1

55

3

5

6

4

2

76

Saur Maruli Pasaribu

Hutaraja

1

70

3

4

5

4

0

77

R. Boru Sibagariang

Hutaraja

1

58

3

4

1

5

0

78

N Sibagariang

Hutaraja

1

63

3

2

1

4

1

79

Tiramin Br. Hutabarat

Hutaraja

1

60

3

5

1

3

0

80

Hendra Pasaribu

Hutaraja

1

31

3

3

4

3

3

81

A. Pasaribu

Hutaraja

1

49

3

4

1

5

4

82

Suto Panggabean

Tapian Nauli

1

28

1

3

1

0

0

83

Lamhot Siregar

Tapian Nauli

1

40

2

3

1

3

3

84

T. Boru Hutasoit

Tapian Nauli

1

55

2

3

1

5

1

85

Hendra Sibagariang

Hutaraja Hasundutan

1

53

2

3

1

4

4

86

Sabam Pasaribu

Hutaraja Hasundutan

1

54

2

2

1

5

3

87

Lina Boru Manalu

Hutaraja Hasundutan

1

38

2

3

1

2

2

88

Patar Sinaga

Hutaraja Hasundutan

1

27

2

3

1

1

1

89

Maringotan Sibagariang

Hutaraja Hasundutan

1

42

2

3

1

2

2

90

Erwin Nababan

Hutaraja Simanungkalit

1

29

2

4

7

2

2

91

Yanti Tamba

Hutaraja Simanungkalit

1

35

2

5

7

2

2

92

Jepas Pasaribu

Hutaraja Simanungkalit

1

40

2

3

1

3

3

93

Lamhot Sibagariang

Hutaraja Simanungkalit

1

55

2

3

1

3

2

94

Takkas Simanjuntak

Hutauruk Hasundutan

1

51

2

5

5

3

2

95

Belfry Lumbantobing

Hutauruk Hasundutan

1

43

2

5

5

2

2

96

L Boru Sirait

Hutauruk Hasundutan

1

61

2

5

4

5

0

97

Parada Situmorang

Hutauruk Hasundutan

1

32

2

5

6

1

1


(2)

80

LAMPIRAN III

Data Jawaban Responden Terhadap Indikator Keluarga Sejahtera Menurut BPS 2005

No. Pendapatan Pengeluaran

Kondisi Tempat Tinggal

Fasilitas Tempat Tinggal Kesehatan Anggota Keluarga

Pelayanan

Kesehatan Pendidikan Transportasi

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1

Rp3,000.000

Rp2,000.000

2 1 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 1 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3

Rp4,000.000

Rp2,500.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 3 2 4

Rp3,000.000

Rp2,700.000

3 3 2 2 1 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 1 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 1 2 2 3 5

Rp4,000.000

Rp3,700.000

3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 2 1 3 2 3 3 3 1 2 2 2 2 2 3 3 1 1 2 3 6

Rp3,500.000

Rp3,000.000

3 1 2 2 3 3 1 3 2 3 1 2 1 2 2 2 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 7

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 3 2 8

Rp3,000.000

Rp1,800.000

3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 9

Rp4,000.000

Rp3,500.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 10

Rp2,500.000

Rp2,200.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 11

Rp3,000.000

Rp2,500.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 3 2 12

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 2 1 3 3 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 3 2 1 2 2 2 13

Rp1,500.000

Rp1,300.000

3 2 2 2 1 3 2 3 3 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 14

Rp11,000.000

Rp9,000.000

3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 1 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 15

Rp4,000.000

Rp4,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 1 3 3 3 16

Rp5,500.000

Rp4,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 1 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 17

Rp7,000.000

Rp5,500.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 18

Rp9,000.000

Rp6,000.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3


(3)

81

19

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 1 2 2 2 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 20

Rp2,000.000

Rp1,500.000

3 2 2 3 1 3 2 3 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 21

Rp3,000.000

Rp2,600.000

3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 22

Rp8,000.000

Rp6,000.000

3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 3 23

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 24

Rp1,500.000

Rp1,300.000

3 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 25

Rp7,000.000

Rp5,000.000

3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 3 26

Rp6,000.000

Rp5,000.000

3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 1 1 3 1 2 2 3 27

Rp4,500.000

Rp4,500.000

3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 1 3 3 2 1 2 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 28

Rp9,000.000

Rp7,000.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 1 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 3 29

Rp15,000.000

Rp15,000.000

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3 3 3 30

Rp12,000.000

Rp8,000.000

3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 31

Rp4,000.000

Rp3,500.000

3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 3 3 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 32

Rp3,000.000

Rp2,800.000

3 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 3 2 33

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 1 3 2 3 3 2 2 3 3 34

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 1 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 1 3 2 2 2 2 3 3 3 35

Rp3,000.000

Rp2,800.000

3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 3 3 3 1 2 2 2 3 3 1 2 1 1 2 2 3 1 1 2 3 3 36

Rp2,000.000

Rp1,500.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 3 3 3 37

Rp2,000.000

Rp2,000.000

2 1 2 2 3 2 1 3 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 38

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 2 2 2 3 3 1 2 2 2 39

Rp1,000.000

Rp1,000.000

3 2 2 2 1 2 2 3 2 3 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 40

Rp2,000.000

Rp1,800.000

3 2 2 1 3 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 41

Rp7,000.000

Rp5,500.000

3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 1 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 3 1 2 2 42

Rp2,500.000

Rp2,200.000

3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 3 43

Rp1,500.000

Rp1,300.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1


(4)

82

44

Rp1,000.000

Rp1,000.000

2 1 2 1 3 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 45

Rp1,500.000

Rp1,300.000

2 2 2 2 3 1 2 3 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 3 1 1 2 1 1 2 2 2 3 1 2 2 1 46

Rp1,500.000

Rp1,500.000

2 1 2 1 3 1 2 3 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 47

Rp1,000.000

Rp1,000.000

2 1 2 1 3 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 48

Rp1,000.000

Rp800.000

2 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 3 2 2 3 49

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 3 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 50

Rp2,000.000

Rp2,000.000

2 1 2 3 3 1 2 3 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 1 2 1 1 2 2 3 2 1 2 2 1 51

Rp2,000.000

Rp2,000.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 3 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 52

Rp1,500.000

Rp1,400.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 53

Rp6,500.000

Rp5,000.000

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 1 1 2 3 3 54

Rp5,500.000

Rp4,500.000

3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 55

Rp4,000.000

Rp4,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 1 2 2 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 1 3 3 2 56

Rp2,000.000

Rp2,000.000

2 1 2 2 3 1 2 3 2 3 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 1 57

Rp4,500.000

Rp4,000.000

3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 1 1 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 58

Rp2,500.000

Rp2,300.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 3 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 59

Rp4,600.000

Rp4,000.000

3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 1 3 1 2 1 3 2 3 3 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 60

Rp6,000.000

Rp5,000.000

3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 61

Rp3,000.000

Rp2,500.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 62

Rp4,000.000

Rp4,000.000

3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 1 1 2 2 2 1 2 2 3 3 2 1 1 1 2 2 2 1 1 3 2 2 1 63

Rp6,000.000

Rp4,700.000

3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 1 3 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 2 64

Rp3,000.000

Rp2,500.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 1 3 3 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 65

Rp2,000.000

Rp1,800.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 1 66

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 1 1 1 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 67

Rp3,000.000

Rp2,000.000

3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 1 3 2 2 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 68

Rp4,000.000

Rp3,700.000

3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 1 3 2 2 1 2 2 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3


(5)

83

69

Rp7,000.000

Rp6,000.000

3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 2 2 1 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 3 3 70

Rp15,000.000

Rp15,000.000

3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 71

Rp2,200.000

Rp2,100.000

3 2 2 2 3 2 1 3 3 2 2 2 1 3 2 2 1 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 72

Rp8,000.000

Rp7,000.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 1 3 2 2 1 3 2 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 3 73

Rp2,000.000

Rp1,800.000

3 2 2 2 3 2 1 3 2 3 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 1 1 1 2 2 3 2 2 2 2 2 74

Rp1,500.000

Rp1,500.000

2 1 2 3 3 2 2 3 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 3 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 75

Rp6,000.000

Rp5,500.000

3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 76

Rp2,000.000

Rp1,700.000

3 3 2 3 1 3 2 3 2 2 2 1 1 2 3 2 1 2 2 3 1 3 3 3 2 2 2 1 3 3 1 1 3 3 77

Rp1,500.000

Rp1,200.000

3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 1 1 2 2 3 1 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 78

Rp1,000.000

Rp800.000

3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 79

Rp1,000.000

Rp800.000

3 1 2 2 3 1 1 3 2 2 2 1 1 2 2 2 1 3 2 2 3 3 1 2 2 2 1 2 3 3 1 2 3 3 80

Rp2,000.000

Rp1,700.000

3 2 2 3 1 3 2 3 2 3 2 1 1 3 2 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 1 1 3 3 81

Rp6,000.000

Rp5,000.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 1 2 3 3 82

Rp1,000.000

Rp800.000

2 1 2 3 1 2 2 3 2 2 2 1 1 2 3 2 1 1 1 2 3 2 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 83

Rp2,000.000

Rp1,700.000

3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 84

Rp1,500.000

Rp1,500.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 85

Rp1,000.000

Rp1,000.000

2 1 2 2 3 1 2 3 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 3 1 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 86

Rp1,500.000

Rp1,400.000

2 1 2 3 3 1 2 3 2 3 2 1 1 1 3 2 1 1 1 2 3 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 87

Rp1,500.000

Rp1,300.000

2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 1 1 3 2 1 2 1 2 3 1 1 2 1 1 2 2 3 2 1 1 2 2 88

Rp1,500.000

Rp1,400.000

2 1 2 2 1 2 2 3 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 89

Rp1,500.000

Rp1,500.000

2 1 3 3 3 1 2 3 2 3 1 1 1 2 3 2 1 2 1 2 3 1 1 2 1 1 2 2 3 2 1 2 2 2 90

Rp3,000.000

Rp2,500.000

3 1 2 1 1 1 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 3 3 1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 3 2 91

Rp3,000.000

Rp2,600.000

3 1 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 92

Rp2,500.000

Rp2,200.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 3 3 1 3 3 2 93

Rp2,000.000

Rp2,000.000

3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 1 2 3 3


(6)

84

94

Rp11,000.000

Rp9,000.000

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 95

Rp8,000.000

Rp6,000.000

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 96

Rp2,000.000

Rp1,500.000

3 2 2 3 1 2 3 3 3 2 2 1 1 3 2 2 1 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 3 2 97

Rp9,000.000

Rp8,000.000

3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 1 3 2 3 1 3 2 2 3 3 3 2 1 1 2 2 1 1 2 2 3 3 98

Rp7,000.000

Rp6,000.000

3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 1 2 1 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2