BAB I I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan. Namun, demikian nilai filosofi hutan tersebut
terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan
sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata dan bahkan negara secara
sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Indonesia mempunyai hutan yang luas, akan tetapi keberadaan hutan sebagai paru-paru dunia akhir-akhir ini tidak dapat berfungsi seperti sediakala, dikarenakan
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Kondisi kehidupan bangsa Indonesia saat ini tidak beranjak maju. Berbagai persoalan yang selama ini mencuat
banyak yang tidak terselesaikan, bahkan beberapa diantaranya bertambah parah, salah satunya adalah kondisi lingkungan hidup yang bertambah buruk. Pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tidak sesuai daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumber daya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan
kuantitasnya dari waktu ke waktu. Kerusakan ini merupakan indikasi betapa buruknya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia termasuk di bidang
kehutanan. llegal logging di Indonesia dilakukan dalam berbagai bentuk dan taktik
Universitas Sumatera Utara
sehingga sulit untuk di identifikasi atau dilacak. Perbedaan pandangan atau belum adanya kesamaan persepsi dalam pemahaman illegal loging menyebabkan
beragamnya tafsiran terhadap besarnya dampak illegal logging. Sebagai akibat dari pengelolaan hutan dengan cara tersebut hutan di Indonesia
mengalami degradasi yang sangat tajam. Luas hutan berkurang drastis, sedangkan hutan yang tersisa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Merebaknya konflik
sosial sebagai akibat ketidakpastian status kawasan hutan, meningkatnya praktek penebangan liar, penyelundupan kayu, ketidakpastian hukum dan lemahnya stabilitas
keamanan telah menjadikan sektor kehutanan sebagai sebuah yang kontradiktif. Disatu sisi, sektor kehutanan secara makro masih dijadikan sebagai salah satu andalan
dalam upaya pemulihan ekonomi nasional melalui aktifitas ekspor, penyerapan tenaga kerja dan penyediaan peluang usaha masyarakat. Namun realitasnya iklim usaha
disektor kehutanan saat ini justru tidak memungkinkan setiap pelaku bisnis mampu mewujudkan target-target sosial, ekonomi dan lingkungan berskala lokal, nasional
maupun global. Pemerintah seharusnya segera mengambil sikap tentang hal ini, seperti
contohnya melakukan reboisasi penanaman kembali hutan-hutan yang telah gundul. Pemerintah juga harus selalu melakukan sosialisasi di daerah-daerah mengenai betapa
pentingnya hutan bagi kehidupan kita. Kesadaran juga sangat diperlukan dalam hal ini, karena tanpa kesadaran dari dalam diri kita, semua itu hanya akan menjadi angin
lalu. Jadi kita sebagai ciptaan Tuhan harus selalu menjaga dan melestarikan sesuatu yang telah di ciptakannya.
1
1
http:alannasanz.blogspot.com201103illegal-logging.html, diakses tanggal 24 Oktober 2014
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme perizinan pengelolaan hutan dapat mempresentasikan praktek usaha pemanfaatan hasil usaha kayu secara keseluruhan dan menyeluruh, mekanisme
perizinan yang profesional, transparan, dan tanggung gugat, minimal menghasilkan pemilik izin yang tangguh propisional, tangguh, serius dan berkomitmen terhadap
pengelolaan areal konsesinya, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu yang profesional dapat di praktekkan, namun praktek perizinan yang diskriminatif sarat
dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi, yang menghasilkan konglomerasi dan berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek.
2
2
Greenomic Indonesia ICW, Evolusi Mekanisme Perizinan Usaha Kayu Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman, Desember 2004, kertas kerja 06. hal 1
Perijinan pengelolaan hutan merupakan sarana yuridis administrasi untuk
mencegah dan menanggulangi pengendalian pencemaran lingkungan. Jenis dan prosedur perizinan lingkungan masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri,
sehingga menjadi hambatan bagi kegiatan dunia industri. Izin sebagai sarana hukum merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Pemegang ijin dilarang melakukan tindakan menyimpang dari ketentuan- ketentuan hukum administrasi negara tersebut. Dengan memberi izin, penguasa
memperkenankan pemohon melakukan tindakan-tindakan spesifik yang sebenarnya dilarang. Dengan kata lain izin adalah suatu perkenaan dari suatu larangan. Melalui
perizinan pengelolaan hutan, seorang warga negara diberikan suatu perkenaan untuk melakukan sesuatu aktivitas yang semestinya dilarang. Ini berarti, yang esensial dari
perijinan penebangan hutan adalah larangan suatu tindakan, kecuali diperkenakan
dengan izin. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan perizinan mutlak dicantumkan keluasan perkenaan yang dapat diteliti batas-batasnya bagi setiap kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
Perbaikan tata kelola hutan merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia. Sebagai negara pemilik hutan tropis yang besar, deforestasi dan degradasi
hutan juga merupakan ancaman besar dalam pengelolaan hutan. Dalam kerangka pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, izin merupakan instrumen
pengendali pemanfaatan sumber daya alam. Namun demikian, dalam kenyataannya, izin menjadi salah satu permasalahan dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
3
Perizinan pengelolaan hutan, inilah yang kerap kali menjadi persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari masyarakat biasa sampai pejabat, berkutat dengan
perizinan, karena perizinan berkaitan dengan kepentingan yang di ingikan oleh masyarkat untuk melakukan aktivitas tertentu dengan mendapat persetujuan atau
legalitas dari pejabat negara sebagai alat administrasi didalam pemerintahan suatu negara. Sebagai suatu bentuk kebijakan tentunya izin tidak boleh bertentangan dengan
Mekanisme perijinan pengelolaan hutan memiliki tumpuan prosedur hukum
administrasi Negara dalam penerbitan izin pengelolaan hutan. Untuk izin pengelolaan
hutan diberikan secara tertulis dalam bentuk penetapan organ pemerintahan.
Karenanya dalam penerbitan izin pengelolaan hutan yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan
berakibat pada ketergantungan keseimbangan ekologis yang sulit direhabilitasi. Sumber daya hutan di kawasan hutan lindung, apabila dikonversi atau dialihfungsikan
menjadi pertambangan, sangat sulit untuk dilakukan rehabilitasi. Walaupun telah dilakukan reklamasi terhadap bekas tambangan, tentu hal ini tidak akan
mengembalikan fungsi hutan yang telah ada.
3
Feby Ivalerina Kartikasar, Maret Priyanta, Dewi Tresya dan Wulan Kusumawardhani, Perizinan Terpadu untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan di Indonesia, Penerbit ICEL Indonesian
Center for Environmental Law, Jakarta, 2012, hal xi
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan serta norma norma kehidupan yang ada dimasyarakat baik secara vertikal maupun horizontal.
Sjahran Basah dalam SF. Marbun dkk mengemukakan bahwa administrasi negara adalah alat perlengkapan negara baik di tingkat pusat dan daerah yang
menjalankan seluruh kegaiatan bernegara dalam menjalankan pemerintahan. Alat tersebut dapat berupa seorang petugaspejabat maupun badan pemerintahan. Alat
perlengkapan negara ini dilengkapi dengan wewenang untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan mengambil kebijakan-kebijakan. Wewenang mengambil kebijakan
tersebut bersumber dari undang-undang, peraturan pemerintah dan Peraturan daerah.
4
Pengelolaan hutan diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kemudian dijabarkan lebih lanjut pada Peraturan Daerah No. 21
Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Rencana pengelolaan hutan mengacu pada potensi dimiliki menurut izin kawasan kelola hutan
yang diberikan, di dalamnya telah dikaji aspek kelestarian hutan berdasarkan prinsip pengelolaan hutan. Kondisi yang dilahirkan dari Peraturan Daerah tersebut adalah
adanya kegiatan untuk melakukan pengelolaan hutan yang dimiliki Pemerintah Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama
sekali Pemerintahan Daerah atau Kabupaten. Menjadi pertanyaan dalam penelitian Dengan dasar tersebut maka keberadaan hutan adalah sebagai salah satu
sumber ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang sangat penting dalam menunjang wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan dasar tersebut maka amatlah
sangat penting untuk mengatur perihal ketertiban pelaksanaan pengelolaan hutan itu sendiri termasuk izin melakukan pengelolaan hutan.
4
SF Marbun Moh Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta, 2006, hal 81
Universitas Sumatera Utara
sudah siapkah Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam hal penertiban dan pemberian izin dalam pengelolaan hutan secara bijak.
Karena tanpa disadari bahwa otonomi daerah tersebut menemukan adanya kesan rnelahirkan raja-raja kecil di daerah. Dengan diserankan kepada daerah perihal
pengelolaan daerah maka akan terbuka hal-hal yang menjadi sebab penyelewengan kekuasaan untuk menguntungkan orang secara pribadi maupun satu kelompok
tertentu. Oleh sebab itu merasa tertarik membahas masalah kewenangan Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam hal
pengelolaan lingkungan hidup khususnya lagi dalam hal pemberian izin pengelolaan hutan, khususnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan bagi keselamatan
masyarakatnya. Praktik pengelolaan hutan khususnya di Provinsi Sumatera Utara dikaitkan
dengan lemahnya penegakan hukum, dimana pihak penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu. Untuk para cukong kelas
kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk menjerat mereka dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. sayangnya,
kehidupan masyarakat provinsi Sumatera Utara sangat memprihatinkan. Untuk menyelamatkan dunia, tak ada pilihan lain, kecuali memulai untuk tidak merusak
hutan dengan aktivitas penebangan komersial yang hanya meraup keuntungan sebesar-besarnya dan mengabaikan keseimbangan alam.
Dan dalam hukum administrasi negara juga akan diberikan sanksi secara administratif kepada pihak-pihak yang melanggar aturan yang telah dibuat.
Sedangkan administrasi negara itu sendiri sering dirumuskan sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat trapgewijs yang
diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan Pemerintah dalam arti luas
Universitas Sumatera Utara
Overheid, yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan kehakiman.
Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui dan mendalami permasalahan mengenai penebangan hutan tersebut, sehingga hal
itu melatar belakangi penulisan skripsi yang diberi judul: “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Pengelolaan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2002.”
B. Perumusan Masalah