Beberapa fungsi diatas sangat penting untuk diterapakan dalam pengelolaan hutan sistem masyarakat. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa masyarakat punya
cara tersendiri dalam memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam yang ada di hutan, mereka tetap memperhatikan budaya yang diwarisi dari para pendahulunya dan
juga kearifan lokal masyarakat sangat mendukung dengan langkah-langkah yang mereka lakukan dalam pengelolaan hutan,beberapa hal diantaranya : melindungi
sumber air dengan melestarikan pepohonan yang banyak mengandung kadar air, tidak menebang pohon di area kemiringan yang rawan longsorbanjir, menanam pohon
yang produktif hanya diambil buahnya serta menanam tanaman yang bisa mendatangkan satwa.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian dan menyelamatkan fungsi hutan antara lain : membuat kesepakatan adat
yang dibuat oleh para tokoh masyarakat yangn melibatkan semua lapisan masyarakat, yang isinya membuat peraturan yang harus ditaati dan sanksi bagi yang melanggar
beberapa kesepakatan adat diantaranya : tidak menebang pohon yang berfungsi untuk penyerapan air, mengolah lahan dengan tidak menggunakan bahan kimia, bersdia dan
sanggup menjaga serta melestarikan hutan, serta mewajibkan setiap masyarakat untuk menanam pohon yang produktif.
C. Permasalahan Pengelolaan Hutan Indonesia
Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak
mampu lagi menjadi penyangga bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan ini menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang semakin
terganggu. Pengelolaan hutan saat ini lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi semata, dan bahkan Negara secara sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Kebijakan-
kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepetingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah, sehingga pengelolaan hutan yang
semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejaterahkan masyarakat hanya mensejahterahkan segelintir orang.
37
Secara keseluruhan, pengelolaan hutan Indonesia mengalami krisis yang bersifat multidimensional, mulai dari deforestasi kawasan hutan hingga konflik
Selama lebih dari tiga dasawarsa kepemimpinan di era baru. Keadaan hutan Indonesia memiliki potret yang menyedihkan pengelolaan kawasan hutan yang
eksploitatif menjadikan hutan dan sumber daya alam yang ada didalamnya sebagai obyek eksploitasi untuk mengejar pembangunan ekonomi tanpa memperdulikan
kerentanan 41 tahun 1999 sebenarnya telah mencoba mengubah paradigma pengelolaan hutan yang tadinya sangat eksploitatif ke arah pengelolaan yang juga
menitikberatkan perlindungan sumber daya hutan dan pemberian akses pemanfaatan kawasan hutan bagi masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan UU No.5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mencoba mengembangkan kewajiban Pemerintah dan peran serta masyarakat dalam upaya
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian terpenting dari unsur pembentuk lingkungan hidup. Namun, tampaknya komitmen Pemerintah dalam
kedua undang-undang tersebut hanya berhenti sebatas regulasi semata tanpa ada aplikasi yang memadai.
37
http:antromedan.blogspot.com201104hutan-desa.html, diakses tanggal 24 Oktober 2014
Universitas Sumatera Utara
horizontal di masyarakat. Beberapa permasalahan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Deforestasi
Deforestasi di Indonesia sebenarnya berangkat dari warisan suatu sistem politik dan ekonomi korup yang menganggap bahwa sumber daya alam, khususnya
hutan merupakan sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi sebanyak- banyaknya demi mengejar keuntungan pribadi, tanpa memperdulikan akibatnya
terhadap kelestarian ekosistem kawasan hutan. Pemanfaatan kawasan hutan selama ini telah membawa ancaman deforestasi yang cukup mengejutkan.
Deforestasi disebabkan karena berbagai hal, diantaranya kebakaran hutan, penebangan liar illegal logging, penambahan hutan secara ilegal, konversi hutan
untuk tempat tinggal, industri serta kegiatan pembangunan lainnya dan kesalahan pengelolaan. Dengan angka deforestasi hutan yang sedemikian besar, tidak dapat
dipungkiri bahwa kegiatan pemanfaatan hutan selama ini telah membawa kepada hilangnya ekosistem kawasan hutan.
2. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan umumnya terjadi di hutan Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan diduga terjadi, baik secara disengaja maupun secara alami. Secara alami,
kebakaran hutan diduga sebagai konsekuensi adanya endapan kayu asing. Namun, belakangan ini diketahui bahwa kebakaran hutan lebih disebabkan oleh
faktor deforestasi yang sangat tinggi. Kebakaran hutan secara sengaja pada umumnya lebih untuk kegiatan perladangan maupun pembukaan lahan untuk
tujuan lainnya. Kebakaran hutan tidak dapat disangkal menimbulkan kerugian yang cukup besar, baik dari segi ekonomi maupun konservasi yang meliputi
Universitas Sumatera Utara
rusaknya habitat dan ekosistem hutan, pencemaran udara, gangguan penerbangan, gangguan kesehatan, kematian maupun rusaknya harta benda.
3. Kebijakan otonomi daerah
Instrumen kebijakan perimbangan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemeruntah Daerah, baik dalam UU No.22 tahun 2009 maupun UU No.32 tahun
2004 telah memberikan porsi kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Hal ini tentu
saja memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, termasuk dalam sektor kehutanan. Namun, sayangnya,
orientasi pemanfaatan hutan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak mengutamakan unsur konservasi dan kelestarian ekosistem. Pemanfaatan hutan
seringkali disalahartikan sebagai eksploitasi besar-besaran seluruh sumber daya hutan yang tentunya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah.
4. Konflik Agraria
Konflik agraria terjadi akibat adanya sengketa penggunaan lahan kehutanan yang terjadi antara masyarakat adat, para transmigran. Kegiatan perkebunan, kegiatan
pertambangan maupun kegiatan kehutanan itu sendiri. Konflik antara masyarakat sekitar kawasan hutan yang mengklaimkan hak-haknya atas tanah dan
sumberdaya hutan dengan pemerintah maupun perusahaan pertambangan dan perkebunan telah meningkat secara konsisten sepanjang lima belas tahun terakhir.
Masyarakat sekitar kawasan hutan yang selama turun-temurun melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan menuntut haknya terhadap akses
kawasan hutan yang telah diberikan konsesi baik kepada perusahaan pertambangan maupun perkebunan. Tidak adanya batas lahan yang jelas serta
wilayah kosesi yang terlalu luas menjadi faktor utama penyebab konflik
Universitas Sumatera Utara
horizontal tersebut. Konflik atas pemanfaatan terhadap hutan dan sumber daya alam tersebut akan tetap terjadi konflik laten, kecuali jika ada satu usaha serius
dan terorganisir untuk merasionalisasi kawasan hutan negara melalui strategi tindakan yang jelas.
5. Penebangan Liar Illegal Loging dan Penambangan Liar Ilegal Mining
Timbulnya kegiatan penebangan liar lebih banyak dilatarbelakangin oleh lemahnya penegakan hukum dan buruknya sistem perekonomian. Ketika krisis
ekonomi melanda tahun 1998, terjadi putusan hubungan kerja besar-besaran yang menyebabkan masyarakat kemudian beralih mencari nafkah dengan melakukan
kegiatan penebangan hutan ilegal logging. Selain itu, kegiatan penebangan liar juga tidak jarang dilakukan oleh perusahaan besar yang tidak memiliki izin.
Diduga kerugian negara akibat penebangan liar mencapai miliaran rupiah, belum lagi kerugian akibat hilangnya tegakan serta habitat satwa liar. Khususnya
penambangan liar pada umumnya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar hutan maupun perusahaan pertambangan skala kecil yang tidak memiliki
izin usaha. Namun, tidak jarang pula dilakukan oleh perusahaan besar yang bersekongkol dengan aparat pemerintah setempat. Contoh paling nyata kegiatan
penambangan liar adalah tambang biji emas di kawasan daerah aliran sungai atau biasa disebut dengan penambangan emas tanpa izin.
6. Kerusakan Lingkungan
Kegiatan pertambangan seringkali menjadi penyebab rusaknya kelestarian lingkungan dikawasan hutan. Kerusakan tersebut terjadi baik pada masa
penambangan maupun pasca tambang. Dampak lingkungan ini sangat terkait dengan penerapan teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Pada
masa penambangan, permasalahan seringkali berkaitan dengan pembuangan
Universitas Sumatera Utara
limbah dumping, hilangnya biodiversity keanekaragaman hayati akibat pembukaan lahan maupun adanya air asam tambang. Sedangkan masa pasca
tambang, banyak perusahaan yang kemudian meninggalkan wilayah pertambangannya apabila tidak terdapat kandungan bahan tambang atau
cadangan telah habis. Oleh karena itu, kebijakan reklamasi pasca tambang harus memiliki aturan yang jelas serta pengawasan yang ketat dari aparat pemerintah.
7. Tumpang tindih lahan Pemanafaatan hutan
Pemasalahan lain yang tidak kalah penting dalam tumpang tindih antara lahan tambang dan kehutanan. Hutan merupakan rumah bagi ribuan organisme alami
dan tempat bagi senyawa-senyawa organik yang membusuk. Setelah melalui periode yang cukup panjang, senyawa organik yang membusuk tersebut
tertimbun di dalam tanah dan menghasilkan mineral-mineral organik yang berpotensi menjadi bahan tambang. Oleh karena itu, kawasan hutan merupakan
salah satu tempat paling strategis untuk pertambangan.
38
D. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Masalah Perizinan Pengelolaan Hutan