limbah dumping, hilangnya biodiversity keanekaragaman hayati akibat pembukaan lahan maupun adanya air asam tambang. Sedangkan masa pasca
tambang, banyak perusahaan yang kemudian meninggalkan wilayah pertambangannya apabila tidak terdapat kandungan bahan tambang atau
cadangan telah habis. Oleh karena itu, kebijakan reklamasi pasca tambang harus memiliki aturan yang jelas serta pengawasan yang ketat dari aparat pemerintah.
7. Tumpang tindih lahan Pemanafaatan hutan
Pemasalahan lain yang tidak kalah penting dalam tumpang tindih antara lahan tambang dan kehutanan. Hutan merupakan rumah bagi ribuan organisme alami
dan tempat bagi senyawa-senyawa organik yang membusuk. Setelah melalui periode yang cukup panjang, senyawa organik yang membusuk tersebut
tertimbun di dalam tanah dan menghasilkan mineral-mineral organik yang berpotensi menjadi bahan tambang. Oleh karena itu, kawasan hutan merupakan
salah satu tempat paling strategis untuk pertambangan.
38
D. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Masalah Perizinan Pengelolaan Hutan
Berapa banyak masalah pengelolaan hutan yang diselesaikan. Salah satunya menyangkut proses perizinan yang melangkahi prosedur yang ada. Seluruh kebijakan
dan izin pengelolaan hutan harus dievaluasi. Namun, yang melakukan evaluasi tersebut bukan pihak yang menjadi bagian dari masalah dalam pengelolaan hutan.
Misalnya, pemerintah pusat memerintahkan pemerintah daerah Pemda untuk mengevaluasi izin yang sudah diterbitkan. Padahal, kepala daerah menjadi bagian dari
38
Ristyo Pradana, Kebijakan Kehutanan: Mencari Solusi Sistem Pengelolaan Hutan Indonesia, Fakultas kehutanan Universitas Hasanuddin, 2009, hal 5
Universitas Sumatera Utara
masalah karena kerap menerbitkan izin tanpa mengacu prinsip perlindungan kawasan hutan, lingkungan dan sosial.
39
1. Undang - Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pekerjaan pemberian izin oleh pemerintah pada dasarnya merupakan perbuatan hukum publik yang bersegi 1 satu yang dilakukan dengan ketentuan yang
berlaku di lingkungan instansi pemerintahan yang mengeluarkan izin tersebut. Sehingga membicarakan ketentuan-ketentuan mengenai masalah perizinan amat luas
sekalanya karena beranekaragamnya jenis izin yang dikeluarkan sesuai dengan kedudukan masing-masing instansi pemerintahan itu sendiri. Tetapi meskipun
demikian secara umum dapat dikatakan ketentuan ketentuan mengenai masalah perizinan tersebut merupakan pekerjaan pemerintah dalam bentuk nyata konkret
yang diwujudkan dalam perbuatan mengeluarkan ketetapan yang mempunyai ciri konkret artinya nyata mengatur orang tertentu yang disebutkan identitasnya sebagai
pemohon izin untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah agar seseorang tersebut dapat diberikan izin.
Ketentuan-ketentuan mengenai masalah perizinan pengelolaan hutan meliputi:
Kekayaan sumber daya alam hutan dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hak menguasai sumber daya
hutan oleh Negara menurut Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, memberikan wewenang kepada pemerintah untuk: a
mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, b menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan
hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan, dan c mengatur dan
39
http:www.hukumonline.comberitabacalt515c484426c60moratorium-izin-pengelolaan- hutan-harus-diperketat, html, diakses tanggal 6 Maret 2015
Universitas Sumatera Utara
menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Pasal 50 ayat 2. Membuang
benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan
hutan Pasal 50 ayat 3 huruf l; dan mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang
berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat 3 huruf m.
Sementara Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan selanjutnya disebut ‘UU Kehutanan´ tidak mendefinisikan secara jelas illegal
logging dan hanya menjabarkan tindakan-tindakan illegal logging. Kategori illegal logging menurut Pasal 50, antara lain:mengerjakan dan atau menggunakan dan
atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah ilegal, merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan, membakar hutan, dan
lain-lain. Dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: 1 perizinan, apabila kegiatan tersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah
kadaluarsa, 2 praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging yang sesuai peraturan, 3lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin, menebang di
kawasankonservasilindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan, 4 produksi kayu, apabila kayunya sembarangan jenis dilindungi, tidak ada batas
diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, 5
Universitas Sumatera Utara
dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, 6 pelaku, apabila orang- perorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau melakukan
kegiatan pelanggaran hukum dibidang kehutanan, dan 7 penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu diseludupkan.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan yang terdiri dari 12 Bab dan 114 Pasal ini dititikberatkan pada pemberantasan perusakan hutan yang dilakukan secara
terorganisasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, terdiri atas dua orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada
suatu waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tetapi tidak termasuk kelompok masyarakat yang melakukan perladangan tradisional.
Pengecualian terhadap kegiatan perladangan tradisional diberikan kepada masyarakat yang telah hidup secara turun-temurun di dalam wilayah hutan
tersebut dan telah melakukan kegiatan perladangan dengan mengikuti tradisi rotasi yang telah ditetapkan oleh kelompoknya.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.
40
Pembangunan hutan berkelanjutan memerlukan upaya yang sungguh- sungguh karena masih terjadi berbagai tindak kejahatan kehutanan, seperti
pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin. Kejahatan
40
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 1 angka 1
Universitas Sumatera Utara
itu telah menimbulkan kerugian negara dan kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup yang sangat besar serta telah meningkatkan pemanasan
global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional. Akhir-akhir ini perusakan hutan semakin meluas dan kompleks. Perusakan
itu terjadi tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi. Perusakan hutan telah berkembang menjadi
suatu tindak pidana kejahatan yang berdampak luar biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun internasional. Perusakan hutan
adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang
bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses
penetapannya oleh Pemerintah.
41
Kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Oleh karena itu, penanganan perusakan hutan harus dilakukan secara luar biasa. Pencegahan perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat, badan hukum,
danatau korporasi yang memperoleh izin pemanfaatan hutan.
42
Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.
43
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu,
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
44
41
Ibid, Pasal 1 angka 3
42
Ibid, Pasal 7
43
Ibid, Pasal 1 angka 4
44
Ibid, Pasal 1 angka 9
Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah izin usaha yang diberikan oleh Menteri
Universitas Sumatera Utara
untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan
pemasaran.
45
3. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup UU PPLH Melalui pengawasan yang konsisten dan teratur maka berbagai bentuk
pelanggaran izin dan peraturan perundang-undangan yang berpotensi mencemari dan merusak lingkungan dapat dicegah sedini mungkin. Dengan demikian
pengawasan merupakan jantung dari penegakan hukum administratif. Perangkat pengelolaan lingkungan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL dan
izin terutama izin lingkungan atau izin yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan pemantauan atau
pengawasan penaatan dalam kemasan penegakan hukum administrasi. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup disebutkan bahwa upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal
instrumen pengawasan dan perizinan. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa pengawasan yang dilakukan oleh birokrasipemerintahPemda merupakan
jantung dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan perizinan, baku mutu limbahemisi atau baku mutu lingkungan dan kewajiban yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan merupakan perangkat administrasi yang digunakan sebagai tolok ukur pelaksanaan pengawasan pemerintah. Undang-Undang
45
Ibid, Pasal 1 angka 11
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur Jenis-Jenis Sanksi Administratif dan Kewenangan Pejabat Pengawas baik pengawas di
tingkat pusat maupun daerah. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan 4 empat jenis sanksi administratif yaitu: a
teguran tertulis; b paksaan pemerintah; c pembekuan izin lingkungan; atau d pencabutan izin lingkungan. Dalam Undang-Undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup juga dijelaskan bentuk-bentuk paksaan pemerintah antara lain penghentian sementara kegiatan produksi dan penutupan
saluran pembuangan air limbah atau emisi.
46
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03Menhut-II2005 tentang Pedoman
Versifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dan Atau pada Hutan Tanaman
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu IUPHHK pada hutan alam adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari
pemanenan atau penebangan hutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengelolaan dan pemasaran hasil hutan kayu.
47
Sedangkan Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu IUHHK pada hutan tanaman adalah lahan,
perbenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengelolaan dan pemasaran hasil hutan kayu.
48
46
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 25
47
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03Menhut-II2005 tentang Pedoman Versifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dan Atau pada Hutan Tanaman, Pasal 1
angka 1
48
Ibid, Pasal 1 angka 2
Maksud verifikasi Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu IUHHK pada hutan alam dan
atau hutan tanaman adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum atas Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu IUHHK yang diterbitkan oleh Gubernur
Universitas Sumatera Utara
atau BupatiWalikota dengan tujuan agar pemanfaatan hutan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
49
Satu atau lebih fungsí pokok hutan dan satu wilayah administrasi atau lintas wilayah administrasi pemerintahan. Dalam hal satu Kesatuan Pengelolaan
Hutan KPH, dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan, penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH. Ketentuan mengenai tata cara penetapan
Kesatuan Pengelolaan Hutan. 6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan dalam
upaya menjaga kelestarian hutan, yang dilakukan antara lain, dengan menata hutan dan menyusun rencana pengelolaan hutan, serta memanfaatkan hutan dalam
rangka menjaga kelestarian hutan.
50
Berdasarkan ketentuan dari Peraturan Pemerintah bahwa hasil kegiatan disusun rencana pengelolaan hutan, yang dilakukan dengan mengacu pada
rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupatenkota, memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan. Rencana
pengelolaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek.
51
Kemudian Pemegang izin, dalam melakukan kegiatan usaha pemanfaatan aliran air dan pemanfaatan air pada hutan lindung, harus membayar biaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
52
49
Ibid, Pasal 2
50
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Pasal 6
51
Ibid, Pasal 13 ayat 1 dan 2
52
Ibid, Pasal 25 ayat 3
Universitas Sumatera Utara
Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, wajib: menyusun rencana kerja untuk seluruh areal kerja dan melaksanakan kegiatan nyata di lapangan
untuk paling lambat 6 enam bulan sejak diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu, 1 satu bulan sejak diberikan izin pemungutan hasil hutan, 1 satu tahun untuk Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu IUPHHK dalam hutan alam,
Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu restorasi ekosistem dalam hutan alam maupun hutan tanaman; atau 6 enam bulan sejak diberikan izin penjualan
tegakan hasil hutan dalam hutan hasil rehabilitasi.
53
Apabila pada saat berakhirnya izin, pemegang izin tidak mengajukan permohonan perpanjangan, pemberi izin menerbitkan keputusan hapusnya izin.
54
Izin yang diberikan oleh gubernur ditembuskan kepada Menteri, bupatiwalikota, dan kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, dan izin yang diberikan
oleh bupatiwalikota ditembuskan kepada Menteri, gubernur, dan kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan.
55
Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, selain melaksanakan kegiatan pemanfaatan hutan, wajib melaksanakan pengelolaan
hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari.
56
Memuat Pasal 129 Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan administrasi dikenakan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan
Kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran, pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu restorasi ekosistem dalam
hutan alam pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran pemegang Izin
53
Ibid, Pasal 71 ayat 1
54
Ibid, Pasal 81 ayat 3
55
Ibid, Pasal 96 1
56
Ibid, Pasal 96 2
Universitas Sumatera Utara
Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran, pemegang Izin
Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat HTR dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang melakukan pelanggaran dan pemegang
Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu yang melakukan pelanggaran.
57
Pasal 128 ayat 1 bahwa Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan administrasi, penghentian sementara kegiatan di lapangan,
denda danpengurangan jatah produksi; atau pencabutan izin. Ayat 2 Sanksi administratif dijatuhkan oleh pemberi izin sesuai dengan kewenangannya masing-
masing, kecuali sanksi administratif berupa denda, dijatuhkan oleh Menteri. Ayat 3 bahwa Sanksi administratif berupa denda merupakan penerimaan negara
bukan pajak PNBP yang disetorkan ke Kas Negara.
58
5. Peraturan Daerah No.21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Di Propinsi
Sumatera Utara Keberadaan hutan sangat penting dalam kehidupan dan pelestarian
lingkungan sehingga perlu ditingkatkan pengelolaannya dalam rangka mewujudkan peran dan fungsinya secara optimal. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan berupa
pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, secara optimal, berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
59
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada hutan lindung dan hutan produksi.
60
57
Ibid, Pasal 129
58
Ibid, Pasal 128 ayat 3
59
Op.Cit, Peraturan Daerah No.21 Tahun 2002, Pasal 1 angka 31
60
Ibid, Pasal 17 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
Jenis usaha dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan adalah: a budidaya jamur; b budidaya tanaman obat herbal; c budidaya tanaman hias; d budidaya
tanaman pangan; e budidaya perlebahan; f budidaya persuteraan alam; g budidaya hijauan pakan ternak; h budidaya payau; i budidaya penangkaran satwa dan
tumbuhan; J budidaya rotan dan k budidaya lainnya yang tidak merusak ekosistem sumber daya alam hutan.
61
Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan pada hutan lindung dan hutan produksi.
62
Jenis usaha dalam rangka pemanfaatan jasa lingkungan adalah a usaha pemanfaatan air, b usaha wisata alamrekreasi, c usaha
olahraga tantangan, d perdagangan karbon, usaha penyelamatan hutan dan lingkungan.
63
Pemanfaatan hasil hutan kayu dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat diiakukan pada hutan produksi.
64
Jenis usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pengolahan dan pemasaran hasil hutan.
65
Jenis usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, adalah a pemanfaatan rotan, sagu, nipah, bambu meliputi
kegiatan penebangan, permudaan, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil, b pemanfaatan getah, kulit kayu, daun, buah atau biji meliputi
kegiatan pemanenan, pemelihataan pengolahan dan pemasaran hasil.
66
Kegiatan pemanfaatan hasil hutan wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a mengikuti aturan teknis yang berlaku, b setiap produksi yang dihasilkan
wajib dilaporkan kepada Gubernur melalui Dinas, c setiap yang diproduksi dan atau yang akan diangkut wajib dilakukan pemeriksaan berupa pengukuran dan atau
pengujian hasil hutan oleh petugas yang berwenang, d terhadap setiap hasil hutan
61
Ibid, Pasal 17 ayat 2
62
Ibid, Pasal 18 ayat 1
63
Ibid, Pasal 18 ayat 2
64
Ibid, Pasal 19 ayat 1
65
Ibid, Pasal 19 ayat 2
66
Ibid, Pasal 19 ayat 3
Universitas Sumatera Utara
yang diangkut, dimiliki, dan atau dikuasai wajib disertai dengan bukti legalitas hasil hutan berupa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan SKSHH atau Surat Angkutan
Tumbuhan dan Satwa.SATS, e khusus bagi Pengusaha Industri Pengolahan Hasil Hutan wajib mendaftarkan dan melaporkan kepada Gubernur melalui Dinas
mengenai keberadaannya serta penerimaan hasil hutan sebagai bahan baku, hasil produksi, dan pemasaran serta hasil hutan yang diterima berasal dari sumber-sumber
yang sah.
67
Tata cara pemanfaatan hasil hutan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
68
1. Pada kawasan suaka alam dan pelestarian alam, pengelolaannya diarahkan
untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga lebih dapat mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu lingkungan hidup. Dalam peraturan daerah Propinsi Sumatera Utara No.21 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan hutan di propinsi Sumatera Utara tiada ada diatur tentang pemanfaatan hutan konservasi. Padahal pada hutan konservasi dapat dimanfaatkan atau dilakukan
pula kegiatan sebagai berikut:
2. Pada suaka alam dan pelestarian alam, pengelolaannya disesuaikan dengan
fungsi kawasan, sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa
beserta ekosistemnya, untuk pemanfaatan secara lestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, untuk pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya.
67
Ibid, Pasal 19 ayat 4
68
Ibid, Pasal 19 ayat 5
Universitas Sumatera Utara
3. Pada kawasan suaka alam dan pelestarian alam dapat dimanfaatkan untuk
keperluan, a penelitian dan pengembangan, b ilmu pengetahuan, c pendidikan, pelatihan, penerangan, penyuluhan dan, d kegiatan penunjang
budidaya dan budaya. 4.
Pada kawasan pelestarian alam dapat pula dilakukan kegiatan wisata alamrekreasi.
Ketentuan-ketentuan tentang perizinan ini sangat menyangkut perihal kepentingan Hukum Administrasi Negara, khususnya dalam penegakan Hukum
Administrasi Negara. Tentang isi dan ruang lingkup atau lapangan Hukum Adrninistrasi Negara secara tegas baru pada tahun 1926 diuraikan secara konkrit oleh
Van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul : Omtrek van het administratifrecht. Setelah mengadakan peninjauan yang luas tentang pembidangan hukum terutama di
negara-negara Perancis, Jerman dan Amerika, Van Vollen Hoven telah menggambarkan suatu skema mengenai Hukum administrasi Negara di dalam
kerangka Hukum seluruhnya. Berdasarkan kesimpulan tersebut yang kemudian terkenal dengan sebutan
Residu Theorie, Van Vollenhoven dalam skemanya itu menyajikan pembandingan seluruh materi hukum tersebut sebagai berikut :
1. Straatrecht materielHukum Tata Negara Material, meliputi
a. Bestuur pemerintahan. b. Reschtspraak peradilan.
c. Politic kepolisian. d. Regeling perundang-undangan.
2. Burgelijkerecht materialHukum Perdata materiel. 3. Strarecht MaterielHukum Pidana Materiel.
Universitas Sumatera Utara
4. Administratirfrecht materiel dan formil, meliputi : a.
Besturrecht Hukum pernerintahan. b.
Justitiefrecht Hukum peradilan yang meliputi 1.
Staatrechterlijke rechspleging preadilan tata negara. 2.
Administratief rechtplegingPeradilan administrasi Negara. 3.
Burgelijke rechtplegingHukum Acara Perdata. 4.
StaatrechtHukum Negara 8.
PolitierechtHukum Kepolisian. 9.
RegellarsrechtHukum Proses perundang-undangan.
69
Kemudian menurut Prajudi Atmosudirjo, bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup studi Hukum Administrasi Negara meliputi :
a. Hukum tentang dasar
- dasar dan prinsip -
prinsip umum daripada Administrasi Negara Grondbeginelen en grondbegrippen.
2. Hukum tentang organisasi dari Administasi Negara.
3. Hukum mengenai aktivitas- aktivitas dari administrasi negara, terutama yang
bersifat juridis. 4.
Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara, terutama mengenai kepegawaian negara dan k.euangan negara.
5. Hukum administrasi pemerintahan daerah dan wilayah yang dibagi menjadi :
a. Hukum administrasi kepegawaian
b. Hukum administrasi keuangari
69
Victor Situmorang, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara,Penerbit Bina Pustaka, Jakarta, 1988, hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
c. Hukum Administrasi perusahaan negaradaerah.
70
Pada uraian di atas penulis sudah menggambarkan pengertian hukum administrasi negara dan juga ruang lingkup hukum administrasi negara. Hanya saja
dengan menggambarkan kedua pokok bahasan tersebut belumlah dapat ditangkap esensi dari keberadaan administrasi negara bila tidak diikuti dengan penjelasan
perbuatan-perbuatan dari administrasi negara, terutama yang berdimensi yuridis. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu ciri dari administrasi negara itu adalah
merupakan suatu fungsi aparatur pemerintah sebagai suatu organisasi yang menyelenggarakan kepentingan umum. Bila kepentingan urnum ini kita misalkan saja
tentang penanganan masalah ketenagakerjaan seperti yang dilakukan oleh Kantor Departemen Tenaga Kerja, maka disitu kelihatan bahwa pada pokoknya pelaksanaan
tugas penanganan masalah ketenagakerjaan tadi adalah merupakan pelaksanaan dari prinsip-prinsip dasar dari Hukum Administrasi Negara. Oleh karena itu mata rantai
tentang pengertian atau pemahaman terhadap hukum administrasi negara itu semakin jelas. Berikut ini penulis mencoba memberikan gambaran sampai sejauhmana
keleluasaan dari pelaksanaan fungsi aparatur Pemerintah sebagai salah satu esensi dari Hukum Administrasi itu sendiri. Agar aparatur pemerintah sebagai bagian dari unsur
administrasi negara dapat melaksanakan fungsinya, maka kepadanya harus diberikan keleluasaan. Keleluasaan ini langsung diberikan oleh undang-undang itu sendiri
kepada penguasa setempat. Hal seperti ini biasanya disebut dengan kekeluasaan delegasi kepada pemerintah seperti Gubernur, BupatiWalikota untuk bertindak atas
dasar hukum dan atau dasar kebijaksanaan. Di samping keleluasaan tadi, kepada aparatur pemerintah selaku pelaksana fungsi dalam administrasi negara juga diberikan
suatu pembatasan agar pelaksanaan perbuatan-perbuatannya itu tidak menjadi apa
70
Ibid, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
yang disebut sebagai onrechtmatig overheaddaat. Setidaknya perbuatan itu tidak boleh melawan hukum baik formil maupun materiil. Tidak boleh melampaui
penyelewengan kewenangan menurut undang-undang kornpetentie. Adapun bentuk-bentuk dari perbuatan administrasi negaraPemerintah itu secara garis besar
dapat dibagi atas : 1.
Perbuatan membuat peraturan 2.
Perbuatan melaksanakan peraturan. Sementara itu menurut Van Poelje perbuatan administrasi negaraPemerintah
itu adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan faktor Feitlijke handeling.
2. Berdasarkan hukum recht handeling. a.
Perbuatan hukum privat. b.
Perbuatan hukum publik, yang kemudian perbuatan ini dapat dibagi atas : 1 Perbuatan hukum publik yang sepihak
2 Perbuatan hukum publik yang berbagai pihak. Kemudian Amrah Muslimin mengatakan bahwa dalam bidang eksekutif ada 2
dua macam tindakanperbuatan administrasi negarapemerintah, yakni : 1.
Tindakan-tindakanperbuatan-perbuatan yang secara tidak langsung menimbulkan akibat-akibat hukum.
2. Tindakan-tindakanperbuatan-perbuatan yang secara langsung menimbulkan
akibat-akibat hukurn. Pendapat lain tentang perbuatan hukum dari administrasi negara ini adalah
seperti yang dikemukakan oleh Prajudi Admosudirjo. Menurutnya perbuatan itu dibagi ke dalam 4 empat macam perbuatan hukum administrasi negara, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Penetapan beschiking, administrative dicretion. Sebagai perbuatan sepihak
yang bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa negara yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu. Perbuatan hukum
tersebut harus sepihak eenzijdig dan harus bersifat administrasi negara. Artinya realisasi dari suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata kasual,
individual. 2.
Rencana Planning. Salah satu bentuk dari perbuatan Hukum Administrasi Negara yang menciptakan hubungan-hubungan hukum yang mengikat antara
penguasa dan para warga masyarakat. 3.
Norma jabatan Concrete Normgeving. Merupakan suatu perbuatan hukum rechtshandeling dari penguasa administrasi negara untuk membuat agar supaya
suatu ketentuan undangundang rnempunyai isi yang konkret dan praktis serta dapat diterapkan rnenurut keadaan waktu dan tempat.
4. Legislasi Semu Pseudo Wetgeving. Adalah pencipataan dari aturan-aturan
hukum oleh pejabat administrasi negara yang berwenang sebenamya dimaksudkan sebagai garis-garis pedomanpe laksanam policy kebijaksanaan suatu ketentuan
undang-undang akan tetapi dipublikasikan secara meluas.
71
Memperhatikan batasan, ruang lingkup serta perbuatan-perbuatan dari Administrasi Negara di atas jelaslah bahwa Hukum Administrasi Negara itu adaiah
merupakan suatu perangkat ketentuan yang memuat sekaligus meniberikan cara bagaimana agar organ-organ di dalam suatu organisasi yang lazim disebut negara
dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya demi terwujudnya suatu tujuan yang dikehendaki bersarna. Dalam praktek kehidupan sehari-hari acapkali kita
menyebutkan bahwa peristiwa-peristiwa pada saat kewenangan aparatur pemerintah
71
Ibid, hal 12
Universitas Sumatera Utara
itu direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu Keputusan Pemerintah. Selanjutnya menurut Hukum Administrasi Negara bahwa Pemerintah itu mempunyai
tugas-tugas istimewa, yakni tugas yang dapat dirumuskan secara singkat sebagai suatu tugas Penyelenggaraan Kepentingan Umum.
E. Kaitan Antara Izin Pengelolaan Hutan dengan Hukum Administrasi Negara