Adaptasi Alat Ukur Kepribadian Big Five Factor Marker dari International Personality Item Pool (IPIP)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

RIZKI FEBRIANTI MAHARANI

081301028

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Adaptasi Alat Ukur Kepribadian Big Five Factor Marker dari International Personality Item Pool (IPIP)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, November 2012

Rizki Febrianti Maharani NIM. 081301028


(3)

Rizki Febrianti Maharani dan Etty Rahmawati

ABSTRAK

Informasi individu yang digali melalui tes psikologi dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu aspek yang dinilai ialah kepribadian. Teori kepribadian yang luas dan mampu memprediksi serta menjelaskan banyak hal melalui faktor-faktornya ialah Big Five. Namun pengembangan alat ukur Big Five di Indonesia masih sedikit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasi Big Five Factor Marker

kedalam versi Indonesia dan menguji karakteristik psikometrinya. Subjek yang terlibat dalam penelitian sebanyak 500 orang dewasa penduduk kota Medan. Estimasi validitas konstruk menggunakan analisis faktor dan reliabilitas menggunakan formula alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS.

Ditemukan bahwa Big Five Factor Marker versi adaptasi menghasilkan jumlah faktor yang sama dengan versi aslinya. Hanya terdapat beberapa indikator perilaku yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan budaya. Rata-rata nilai muatan faktor (factor loading) ke 50 aitem Big Five Factor Marker adalah 0.3 dan reliabilitasnya 0.86. Oleh karena itu dapat dikatakan Big Five Factor Marker memiliki validitas kosntruk serta reliabilitas yang baik.

Kata Kunci: Adaptasi, Big Five Factor Marker, validitas konstruk, reliabilitas


(4)

iii

The Adaptation of Big Five Factor Marker Personality Test from International Personality Item Pool (IPIP)

Rizki Febrianti Maharani and Etty Rahmawati

ABSTRACT

Individual information explored through psychological tests can be used as a basis for decision making. One aspect that assessed is personality. One of the broad personality theory which has the ability to predict and explain many things through its factors is the Big Five theory. The development of this test, however, is still small in Indonesia.

This research was aimed to adapt the Big Five Factor Marker into Indonesian version and to examine the characteristics of its psychometric. The subjects involved in this research were the residents of Medan city totaled 500 adults. Estimation of construct validity used factor analysis and reliability used Cronbach alpha formula with the assistance of SPSS.

It was found that the Big Five Factor Marker adapted version produced the same number of factors as the original version. There were only a few indicators of different behaviors. Such differences may be caused by cultural differences. The average loading factor of the 50 items of the Big Five Factor Marker was 0.3 while the reliability was 0.86. Therefore it can be conclude that the Big Five Factor Marker have a good cosntruct validity and good reliability.

Keywords: Adaptation, Big Five Factor Marker, construct validity, reliability


(5)

melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga besar di Padang Sidimpuan terutama mama dan papa yang selalu ada memberikan dukungan dan kasih sayang. Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis menemui berbagai hambatan dan juga berbagai kemudahan yang semakin mempertebal rasa syukur penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Etty Rahmawati, M.Si sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, saran, kritikan serta motivasi dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian penelitian ini.

3. Kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi, psikolog dan Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, psikolog selaku dosen penguji sidang skripsi.

4. Ibu Prof. Tina Kariman, M.A, Ph.D sebagai ahli bahasa inggris yang bersedia memberikan professional judgement dalam penelitian ini.

5. Kak Juliana Irmayanti Saragih, M.Psi, psikolog dan Ibu Rodhiatul Hasanah, M.Psi, psikolog sebagai dosen di Fakultas Psikologi serta ahli dalam bidang psikologi kepribadian yang telah bersedia memberikan

professional judgement dalam penelitian ini.


(6)

v

7. Teman seperjuangan di fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, yang telah saling memeluk disaat gundah, mendukung disaat jatuh, saling tertawa bersama disaat bahagia. Fatma, Siti, Ervi, Nanda, Sani, Heni, Susi, Pipit, Rahma, Ajeng, Nisha, Mutia, Mina, Sari, Nana, Una, Lili, Tika, Kiki, Suki, Mila, Kak kem, Nandun, Yuyu, Moyang, Tania, terimakasih untuk kalian semua teman.

8. Terimakasih juga untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini hingga dapat terselesaikan.

Penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran yang ditujukan untuk penelitian ini untuk menyempurnakan dan memperbaikinya. Harapan penulis semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, November 2012

Penulis


(7)

LEMBAR PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR RUMUS... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9


(8)

vii

BAB II LANDASAN TEORI... 12

A. Kepribadian Big Five..... 12

1. Sejarah Perkembangan Kepribadian Big Five ... 12

2. Trait Kepribadian Big Five... 14

B. Big Five Factor Marker... 16

C. Adaptasi Alat Ukur... 17

1. Definisi Adaptasi Alat Ukur... 17

2. Tahap-tahap dalam Proses Adaptasi... 18

a. Penelaahan Koeksistensi Konstruk yang Diukur... 18

b. Tahap Alih Bahasa... 19

1) Seleksi dan Pelatihan Penerjemah... 20

2) Desain Penilaian dalam Mengadaptasi Tes... 21

c. Tahap Empirik: Memastikaan Kesetaraan Psikometrik... 22

1) Validitas... 23

a. Validitas Konten... 24

b. Validitas Kriteria... 24

c. Validitas Konstruk... 25

2) Reliabilitas... 27

3. Sumber-sumber Error dalam Adaptasi... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian... 30

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel... 31


(9)

D. Proses Adaptasi... 34

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 39

F. Metode Analisa Data... 41

1. Validitas Konstruk... 41

2. Reliabilitas... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Gambaran Sampel Penelitian... 45

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 46

1. Analisis Awal... 46

a. Normalitas Data... 46

b. Kecukupan Jumlah Sampel... 46

2. Hasil Analisis Faktor... 47

a. Ekstraksi Faktor... 47

b. Rotasi Faktor... 49

C. Reliabilitas... 54

D. Pembahasan... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan... 60


(10)

ix

1. Saran Praktis... 60

2. Saran Metodologis... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62

LAMPIRAN... 65


(11)

Tabel. 2 Aitem-aitem Big Five Factor Marker Hasil Terjemahan... 36

Tabel. 3 Aitem-aitem Big Five Factor Marker Hasil Adaptasi... 38

Tabel. 4 Blue Print Aitem Big Five Factor Marker... 40

Tabel. 5 Proporsi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia... 45

Tabel. 6 Hasil Analisis Uji Normalitas... 46

Tabel. 7 Hasil Analisis Tes KMO... 47

Tabel. 8 VariansMasing-masing Faktor... 49

Tabel. 9 Muatan Faktor Masing-masing Aitem... 50

Tabel. 10 Pengelompokan Aitem Berdasarkan Nilai Muatan Faktor... 51

Tabel. 11 Blue Print Aitem Setelah Ekstraksi... 52


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Grafik 1. Scree Plot... 48


(13)

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Deskripsi Usia Sampel... 66

Lampiran 2 Uji Normalitas... 69

Lampiran 3 Deskripsi Hasil Analisis Faktor... 71

Lampiran 4 Estimasi Reliabilitas Skor Komposit... 76


(15)

Rizki Febrianti Maharani dan Etty Rahmawati

ABSTRAK

Informasi individu yang digali melalui tes psikologi dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu aspek yang dinilai ialah kepribadian. Teori kepribadian yang luas dan mampu memprediksi serta menjelaskan banyak hal melalui faktor-faktornya ialah Big Five. Namun pengembangan alat ukur Big Five di Indonesia masih sedikit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasi Big Five Factor Marker

kedalam versi Indonesia dan menguji karakteristik psikometrinya. Subjek yang terlibat dalam penelitian sebanyak 500 orang dewasa penduduk kota Medan. Estimasi validitas konstruk menggunakan analisis faktor dan reliabilitas menggunakan formula alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS.

Ditemukan bahwa Big Five Factor Marker versi adaptasi menghasilkan jumlah faktor yang sama dengan versi aslinya. Hanya terdapat beberapa indikator perilaku yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan budaya. Rata-rata nilai muatan faktor (factor loading) ke 50 aitem Big Five Factor Marker adalah 0.3 dan reliabilitasnya 0.86. Oleh karena itu dapat dikatakan Big Five Factor Marker memiliki validitas kosntruk serta reliabilitas yang baik.

Kata Kunci: Adaptasi, Big Five Factor Marker, validitas konstruk, reliabilitas


(16)

iii

The Adaptation of Big Five Factor Marker Personality Test from International Personality Item Pool (IPIP)

Rizki Febrianti Maharani and Etty Rahmawati

ABSTRACT

Individual information explored through psychological tests can be used as a basis for decision making. One aspect that assessed is personality. One of the broad personality theory which has the ability to predict and explain many things through its factors is the Big Five theory. The development of this test, however, is still small in Indonesia.

This research was aimed to adapt the Big Five Factor Marker into Indonesian version and to examine the characteristics of its psychometric. The subjects involved in this research were the residents of Medan city totaled 500 adults. Estimation of construct validity used factor analysis and reliability used Cronbach alpha formula with the assistance of SPSS.

It was found that the Big Five Factor Marker adapted version produced the same number of factors as the original version. There were only a few indicators of different behaviors. Such differences may be caused by cultural differences. The average loading factor of the 50 items of the Big Five Factor Marker was 0.3 while the reliability was 0.86. Therefore it can be conclude that the Big Five Factor Marker have a good cosntruct validity and good reliability.

Keywords: Adaptation, Big Five Factor Marker, construct validity, reliability


(17)

A. Latar Belakang

Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan antar individu atau juga mengukur reaksi individu yang sama pada situasi yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997).

Penggunaan tes psikologi saat ini menjadi suatu bagian yang sangat penting dalam pengukuran terhadap individu. Tes psikologi berperan sebagai alat untuk menggali atribut psikologi individu. Terdapat tujuh jenis tes psikologi yang beragam tergantung tujuan pengukurannya. Pertama, tes intelegensi untuk mengukur kemampuan individu dalam cakupan umum. Kedua, tes bakat untuk mengetahui bakat atau potensi khusus seseorang. Ketiga, tes kreativitas untuk mengukur kapasitas individu untuk menemukan solusi yang tidak biasa dan tidak terduga khususnya dalam memecahkan masalah yang masih samar. Keempat, tes kepribadian untuk mengukur trait, kualitas, atau perilaku yang menunjukkan individualitas seseorang. Kelima, tes prestasi untuk mengukur pencapaian individu setelah mempelajari sesuatu. Keenam, tes inventori minat untuk mengukur kecenderungan seseorang pada aktifitas atau topik-topik tertentu. Dan terakhir, tes neuropsikologi untuk mendapatkan data mengenai keluhan gangguan kognitif (Gregory, 2004).


(18)

2

Hasil tes psikologi digunakan sebagai dasar informasi dalam pengambilan keputusan. Informasi individu yang digali melalui suatu tes psikologi dapat menjadi prediktor yang meramalkan performa individu dalam suatu tugas. Oleh karena itu tes psikologi yang akan dipergunakan harus memenuhi kualitas psikometri yang baik agar dapat diterapkan dalam mengukur suatu atribut psikologi pada individu (Murphy, 2005).

Tes psikologi digunakan dalam konteks industri organisasi, pendidikan atau sekolah serta dalam konteks klinis. Dalam konteks industri organisasi tes psikologi memainkan peran yang sangat penting, terutama dalam proses perekrutan dan seleksi karyawan. Tes psikologi yang digunakan diantaranya tes kemampuan kognitif, tes situasional, serta tes kepribadian objektif dan proyektif. Tes psikologi dalam konteks pendidikan berperan untuk memeriksa intelegensi atau IQ, prestasi akademik, kepribadian, minat serta bakat. Dalam konteks klinis peran tes sebagai alat untuk memeriksa orang-orang yang mengalami masalah perilaku untuk kemudian menetapkan keputusan-keputusan terapeutik (Anastasi, 1997).

Tes intelegensi digunakan sebagai alat untuk mengukur kemampuan individu dalam cakupan umum. Dalam konteks industri organisasi tes intelegensi berperan dalam proses penyeleksian berdasarkan intelegensi. Proses seleksi selanjutnya, menekankan pentingnya tes kepribadian sebagai bagian dalam proses akhir pengambilan keputusan. Tes kepribadian menjadi penting dalam proses perekrutan karyawan karena posisi jabatan tertentu membutuhkan spesifikasi


(19)

orang-orang dengan karakteristik kepribadian tertentu yang tidak hanya dilihat berdasarkan kemampuan umum atau intelegensi (Jewell, 1998).

Para psikolog yang tertarik dalam bidang perilaku karir juga berpendapat bahwa kepribadian berhubungan dengan jenis karir yag dipilih seseorang dan bagaimana mereka berfungsi dalam pekerjaan tersebut. Orang dengan karakteristik tertentu akan memilih pekerjaan tertentu dan akan berfungsi dengan lebih baik dalam beberapa pekerjaan dibandingkan pekerjaan yang lain (De Fruyt & Salgado, dalam Pervin, 2005). Dalam konseling sekolah tes kepribadian berfungsi untuk memeriksa dan kemudian mengarahkan serta menangani anak-anak berdasarkan karakter pribadinya. Terlihat bahwa dalam bidang-bidang tersebut kepribadian individu menjadi salah satu faktor pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan.

Menurut Gordon W.Allport kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas (Barrick & Ryan, dalam Pervin, 2005). Banyak teori-teori kepribadian yang berkembang dalam menggambarkan perbedaan manusia. Masing-masing teori menggambarkan kepribadian berdasarkan satu perspektif tertentu, sehingga tidak bisa menggambarkan perbedaan manusia secara luas dan menyeluruh. Salah satu pendekatan dalam kepribadian yang diketahui dapat melihat perbedaan individual secara luas ialah Big Five Factor. Big Five Factor mengorganisir perbedaan individu dalam lima dimensi yang luas dan bipolar (John & Srivastava, 1999; McCrae & Costa, 2006). Kelima dimensinya


(20)

4

berupa unit dasar kepribadian atau trait, yang merupakan kecenderungan umum individu untuk merespons dengan cara tertentu (Pervin, 2005).

Sifat atau trait diperlakukan sebagai sesuatu yang benar-benar eksis dalam teori Big Five Factor, yaitu tiap faktor dipandang sebagai struktur psikologi yang dimiliki oleh tiap orang dalam tingkatan yang bervariasi. Sifat tersebut dianggap mempengaruhi secara kausal tiap perkembangan psikologi individual. Dalam teori

Big Five Factor, kelima faktornya merupakan disposisional dasar kecenderungan yang dimiliki oleh semua orang (Pervin, 2005).

Selama dua dekade terakhir, perkembangan Big Five Factor telah menjadi model paling menonjol untuk menggambarkan struktur sifat kepribadian. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak hal yang mampu diprediksi dan digambarkan oleh trait-trait dalam kepribadian Big Five Factor. Salah satu contohnya dalam bidang pekerjaan. Individu dengan tingkat Extraversion yang tinggi akan memilih dan lebih baik pada pekerjaan sosial dan hiburan dibandingkan dengan individu Introversion (Pervin, 2005).

Contoh lainnya dalam penggunaan model Big Five Factor ialah dalam memilih dan merencanakan perawatan psikologi individu (Harkness & Lilienfeld, dalam Pervin, 2005). Pemahaman terhadap kepribadian individual, membuat para terapis mampu untuk mengantisipasi masalah dan merencanakan serangkaian penanganan dalam perawatan psikologi individu (Sanderson & Clarkin, dalam Pervin, 2005). Prinsipnya disini ialah sebagaimana individu dengan kepribadian yang berbeda akan berfungsi lebih baik atau lebih buruk dalam pekerjaan yang berbeda, maka individu juga bisa lebih banyak atau lebih sedikit mendapatkan


(21)

keuntungan dari bentuk perawatan psikologi yang berbeda (Costa & McCrae, dalam Pervin, 2005).

Terlihat banyak aspek yang dapat diprediksi dan digambarkan dengan kepribadian Big Five Factor, namun pengembangan alat ukur kepribadiannya masih sedikit. Goldberg (1999) menyatakan bahwa progres ilmiah dalam pengembangan inventori kepribadian masih sangat lambat. Salah satu penyebabnya adalah fakta bahwa inventori kepribadian yang luas berkembang merupakan instrumen hak milik, diantaranya NEO PI-R (Neoriticsm, Extraversion, Openness, Personality Inventory- Revised) dan CPI (California Psychological Inventory), yang mengarah pada sedikitnya pembaharuan karena ketika akan dikembangkan peneliti membutuhkan izin serta biaya dalam penggunaan kuisionernya.

Di Indonesia sendiri ketersediaan inventori kepribadian masih sedikit (Halim, 2004). Di kota Medan, peneliti mewawancara psikolog di Biro Psikologi Persona, Sandra Dwi Anita, M.Psi. Sandra mengungkapkan tes kepribadian yang biasa digunakan ialah EPPS, Papi Kostick dan tes grafis seperti Wartegg, DAP, dan Baum. Dalam penggunaannya, pelaksanaan inventori kepribadian harus disertai wawancara dan observasi untuk melihat kesesuaian dan konsistensi hasil tes dengan hasil wawancara. Observasi dan wawancara juga dapat digunakan sebagai antisipasi kecurangan akibat banyaknya alat tes yang bocor dan beredar secara bebas (Sandra, komunikasi personal tanggal 29 November 2012, pukul 14.00)


(22)

6

Alat ukur kepribadian Big Five yang digunakan di Indonesia adalah NEO PI-R yang dikonstruksikan pada tahun 1992 oleh Costa dan McCrae. Terdiri dari 240 aitem pernyataan-pernyataan pendek berupa self-report pada orang pertama, contoh: Saya benar-benar seperti orang yang kebanyakan saya temui. Dan mengobservasi peringkat pada orang ketiga, contoh: Dia memiliki imajinasi yang sangat aktif. Aitem-aitemnya dievaluasi dengan lima poin skala mulai dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju” (McCrae & Costa, 2006).

Penggunaan alat ukur kepribadian Big Five maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer di Indonesia. Penelitian alat ukur kepribadian

Big Five secara psikometri juga belum banyak dilakukan (Mastuti, 2005). Melihat fenomena tersebut, adaptasi inventori yang memenuhi syarat kedalam bahasa dan budaya indonesia sangat berkontribusi pada perkembangan penelitian alat ukur kepribadian di Indonesia.

Pada tahun 1996 Goldberg mengusulkan suatu kolaborasi Internasional untuk mengembangkan inventori kepribadian yang mudah tersedia dan luas. Semua peneliti bebas menggunakan aitem dan menyebarkan penemuan mereka untuk memperbaruinya. Aitem-aitemnya dikembangkan dan kemudian disajikan pada website internet yang dikenal dengan International Personality Item Pool

(IPIP) (Gow, 2005).

IPIP berisi versi pengganti dari inventori yang luas digunakan. Sebagai contoh, sebuah versi IPIP dari NEO PI-R tersedia. Asosiasi antara versi hak milik (asli) dan IPIP telah dicatat dan hasilnya bentuk pendek dari IPIP NEO dengan NEO PI-R yang asli rentang korelasinya 0,70 - 0,82. Namun tingginya korelasi


(23)

tersebut tidak berarti bahwa versi IPIP dengan versi aslinya benar-benar setara (Costa & McCrae, dalam Gow, 2005). Selain berisi berbagai versi dari tes Big Five yang berkembang, Goldberg juga mengembangkan beberapa aitem dalam IPIP yang dikenal dengan Big Five Factor Marker yaitu suatutes untuk mengukur kepribadian berdasarkan Big Five Factor, kelima faktornya yaitu Extraversion vs Introversion, Agreeableness vs Antagonism, Conscientiousness vs Lack of Direction, Emotional Stability vs Neuroticism, dan Intellec atau Openness vs Closedness.

Big Five Factor Marker terdiri dari 50-100 aitem yang berupa pernyataan-peryataan pendek. Kesemua aitemnya dapat di download di internet untuk digunakan dalam penelitian. Awalnya pengembangan Big Five Factor Marker

oleh Goldberg ini terdiri dari 100 unipolar Big Five Factor Markers yang berisi kata sifat tunggal atau trait-descriptive. Namun kemudian, Goldberg mengusulkan bahwa kata sifat dapat diperbaiki untuk menciptakan aitem-aitem kuesioner yang menyediakan informasi yang lebih kontekstual daripada kata tunggal, tapi tetap masih lebih singkat daripada aitem dalam inventori kebanyakan lainnya (Gow, 2005).

Pernyataan-pernyatan dalam Big Five Factor Marker berupa frasa pendek yang menjelaskan perilaku atau behavior-descriptive sehingga ketika digunakan secara luas lebih mudah diterjemahkan dalam bahasa yang berbeda di dunia daripada kata sifat tunggal atau trait-descriptive (Mlacic & Goldberg, 2007). Selain itu aitem yang disajikan juga sederhana sehingga mudah dipahami oleh responden. Masing-masing aitemnya direspon dengan memeringkatkan diri


(24)

8

mereka pada lima tingkatan, yaitu “sangat sesuai”, “sesuai”, “netral”, “tidak sesuai”, dan “sangat tidak sesuai”.

Big Five Factor Marker banyak dilaporkan dalam jurnal-jurnal pengembangan alat ukur. Big Five Factor Marker memiliki aitem yang sedikit, tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan beberapa inventori kepribadian lainnya, aitem-aitemnya yang berupa frasa memudahkan pengerjaan oleh responden. Kesemua aitem singkat dalam Big Five Factor Marker mampu mengukur lima faktor kepribadian Big Five, yaitu Surgency atau Extraversion,

Agreeableness, Conscientiousness, Emotional Stability atau kebalikan dari

Neuroticism, dan Intellec atau Openness (Guenelo & Chernyshenko, 2005).

Big Five Factor Marker juga dapat menghemat pelaksanaan pemeriksaan kepribadian. Teori Big Five yang mampu menggambarkan kepribadian secara luas memungkinkan untuk melakukan tes kepribadian hanya sekali saja. Karena praktiknya, pemeriksaan kepribadian menggunakan beberapa alat tes untuk melihat beberapa dimensi kepribadian tertentu. Ini disebabkan oleh satu tes kepribadian biasanya mengukur suatu dimensi kepribadian tertentu. Hal ini diungkapkan oleh Yunita sebagai psikolog di biro psikologi Persona (Yunita Zahra, M.Psi, komunikasi personal tanggal 11 Januari 2013, pukul 13.00).

Berdasarkan keluasan Big Five Factor yang mampu menggambarkan dan memprediksi banyak aspek dari traitnya, serta kebutuhan pengembangan inventori kepribadian Big Five di Indonesia, peneliti merasa perlu melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengadaptasi Big Five Factor Marker dari IPIP kedalam versi indonesia.


(25)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah Big Five Factor Marker yang telah diadaptasi kedalam versi Indonesia memiliki validitas konstruk dan reliabilitas yang baik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Mengadaptasi Big Five Factor Marker (IPIP) kedalam versi Indonesia dan menguji validitas konstruk serta reliabilitasnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan teoritis berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dalam bidang psikometri melalui suatu bentuk pelaporan pengadaptasian tes kepribadian beserta pengujian validitas konstruk serta reliabilitasnya.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan alat tes kepribadian berdasarkan teori Big Five Factor yaitu Big Five Factor Marker yang telah diadaptasi dalam versi Indonesia dan memiliki karakteristik psikometri yang baik.


(26)

10

E. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Menggambarkan tentang peranan teori kepribadian Big Five dalam menjelaskan perbedaan individu, kurangnya pengembangan inventori kepribadian

Big Five hingga perumusan masalah, tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penelitian.

Bab II Landasan Teori

Berisi teori Big Five serta tipe-tipe kepribadian Big Five, penjelasan mengenai Big Five Factor Marker serta IPIP, teori mengenai adaptasi alat ukur serta tata cara pengadaptasian, serta teori mengenai karakteristik psikometri yaitu validitas serta reliabilitas. Juga berisi mengenai sumber-sumber error dalam adaptasi.

Bab III Metodologi Penelitian

Berisi uraian tentang jenis penelitian, karakteristik populasi penelitian serta teknik pengambilan sampelnya. Juga berisi proses pengadaptasian Big Five Factor Marker serta penjelasan tentang teknik dan prosedur yang dilaksanakan dalam pengumpulan data serta analisa data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Berisi deskripsi data sampel, hasil analisis validitas konstruk serta reliabilitasnya. Serta berisi pembahasan validitas konstruk dan reliabilitas Big Five Factor Marker dalam versi Indonesia.


(27)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi rangkuman dari hasil penelitian dan beberapa saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian.


(28)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepribadian Big Five

1. Sejarah Perkembangan Kepribadian Big Five

Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John & Srivastava, 1999). Masing-masing tingkatan ini memiliki keunikan dalam memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya. Meskipun begitu, jumlah trait kepribadian dan skala kepribadian tetap dirancang tanpa henti-hentinya (Goldberg dalam John & Srivastava, 1999).

Psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan defenisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk meneliti sumber utama karakteristik kepribadian sehingga tidak hanya sekedar memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap individu berberbeda-beda dan unik (John & Srivastava, 1999).

Satu dari peneliti paling berpengaruh dalam menerapkan prosedur empiris membangun suatu taksonomi kepribadian adalah Raymond B. Cattel, yang memulai dengan suatu bacaan deskripsi-kepribadian dalam bahasa Inggris. Variabel Cattel ketika dianalisis menggunakan metode rotasi ortogonal, hanya memunculkan lima faktor (Digman & Takemoto-Chock, Fiske, Norman, Tupes &


(29)

Christal dalam Goldberg, 1990). Struktur lima faktor yang mirip, namun berdasarkan variabel set yang lain juga telah dilaporkan oleh Borgatta pada tahun 1964, Digman dan Inoyue pada tahun 1986, serta McCrae dan Costa pada tahun 1985. Lima faktor ini selanjutnya disebut Big Five. Faktor Big Five tersebut dinamai dan dinomori sebagai berikut: I. Surgency (atau Extraversion); II.

Agreeableness; III. Conscientoiusness; IV. Emotional Stability (kebalikan dari

Neuroticsm); dan V. Culture. Faktor kelima, yaitu culture diinterpretasikan secara alternatif oleh Digman & Takemoto-Chock pada 1981 serta Peabody & Goldberg pada 1989 sebagai Intellect. Dan oleh McCrae & Costa pada 1987 sebagai

Openness (Goldberg, 1990).

Pada 1981, Goldberg mengulas beberapa riset dan menyarankan bahwa ada kemungkinan setiap model penstrukturan perbedaan individual akan mencakup - pada level yang sama - segala sesuatu seperti dimensi Big Five. Dengan demikian faktor big five menjadi faktor eksistensi. Kata Big maksudnya merujuk kepada temuan bahwa tiap faktor menggolongkan banyak sifat tertentu (Pervin, 2005).

Dimensi Big Five tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava, 1999).

Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian


(30)

14

yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (Pervin, 2005).

2. Trait Kepribadian Big Five

Ada dua model faktor Big Five yang dikenal secara luas, yaitu oleh Goldberg dan McCrae. Kedua model ini sebanding, perbedaan minornya ialah pada penamaan (faktor Emotional Stability dan Intellect dalam model Goldberg disebut Neuroticism dan Openeness to experience dalam model McCrae dan Costa) serta dasar teoritis dari kedua model tersebut (Guenelo &Chernyshenko, 2005).

Ilustrasi makna dari berbagai faktor Big Five ialah sebagai berikut,

Neuroticism bertolak belakang dengan Emotional Stability dalam hal luasnya cakupan perasaan negatif, termasuk kecemasan, rasa sedih, rasa rapuh, dan ketegangan saraf. Keterbukaan terhadap pengalaman (Openess) mendeskripsikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individual dan kehidupan eksperiensial. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat yang interpersonal, maksudnya, sifat-sifat tersebut menggambarkan apa yang dilakukan orang kepada orang lain dan dengan orang lain. Dan Conscientiousness pada dasarnya mendeskripsikan perilaku berorientasi tugas dan tujuan dan kontrol impuls yang dipersyaratkan secara sosial (Pervin, 2005).

Faktor-faktor Big Five oleh Goldberg adalah Extraversion, Agreeableness,

Conscientiousness, Emotional Stability dan Intellect. Kelima faktor tersebut


(31)

merupakan faktor bipolar yang memiliki sisi berlawanan tiap faktornya.Goldberg mendefinisikan berbagai faktor Big Five dalam inventory of bipolar trait, yaitu (Pervin, 2005):

1. Extraversion vs Introversion. Individu dengan nilai tinggi (Extraversion) dikarakteristikan dengan senang berbicara, tegas, suka tantangan, energik, berani. Sedangkan individu dengan nilai rendah (Introversion) dikarakteristikkan sebaliknya.

2. Agreeableness vs Antagonism. Individu dengan nilai tinggi (Agreeableness) dikarakteristikkan dengan baik hati, kooperatif, tidak egois, dapat dipercaya, dermawan. Sedangkan individu dengan nilai rendah (Antagonism) dikarakteristikkan sebaliknya.

3. Conscientiousness vs Lack of Direction. Individu dengan nilai tinggi (Conscientiousness) dikarakteristikkan dengan terorganisir, bertanggung jawab, praktis, peduli, pekerja keras. Sedangkan individu dengan nilai rendah (Lack of direction) dikarakteristikkan sebaliknya.

4. Emotional Stability vs Neuroticsm. Individu dengan nilai tinggi (Emotional stability) dikarakteristikkan denganrileks, santai, stabil, puas, tidak emosional. Sedangkan individu dengan nilai rendah (Neuroticism) dikarakteristikkan sebaliknya.

5. Openness to new experience vs closedness. Individu dengn nilai tinggi (Openness to new experience) dikarakteristikkan dengan imajinatif, kreatif, ingin tahu, reflektif, rumit. Sedangkan individu dengan nilai rendah (Closedness) dikarakteristikkan sebaliknya.


(32)

16

Selain inventory bipolar Goldberg, kuesioner lain yang juga digunakan secara luas untuk mengukur Big Five ialah NEO-PI-R oleh Costa dan McCrae. Bukti menunjukkan bahwa skala NEO-PI-R juga sesuai dengan instrumen Big Five oleh Goldberg (John & Srivastava, Benet-Martinez & John, dalam Pervin, 2005). Walaupun demikian, penting diperhatikan adanya beberapa perbedaan berkaitan dengan segi mana yang ditekankan pada tiap instrumen.

Sebagai contoh, Costa dan McCrae menempatkan segi kehangatan pada

Extraversion sedangkan para periset Big Five lain menemukan kehangatan yang lebih berkaitan dengan Agreeableness (John & Srivastava dalam Pervin, 2005). Silang pendapat terjadi khususnya dalam konseptualisasi faktor kelima, Openness. Goldberg menekankan pengenalan intelektual dan kreatif dalam pengukuran faktornya, dan karena itu menamakannya Intellect (Kecerdasan) atau Imagination

(Imajinasi); McCrae mengkritik pandangan tersebut terlalu menyempitkan definisi faktor Openness. (Pervin, 2005)

B. Big Five Factor Marker

International Personality Item Pool (IPIP) diusulkan oleh Goldberg sebagai seorang scientific collaboratory untuk pengembangan pengukuran trait kepribadian dan perbedaan individual. Selama bertahun-tahun, website IPIP yaitu

http://ipip.ori.org/ telah menyediakan set pengukuran yang semakin meningkat, kesemuanya dalam domain publik, tersedia untuk peneliti seluruh dunia (Mlacic, 2007).

Big Five factor Marker dari IPIP merupakan kumpulan aitem-aitem oleh Godberg yang terdiri dari beberapa pernyataan pendek. Satu tujuan Goldberg pada


(33)

factor markers adalah untuk menyediakan suatu set aitem-aitem yang singkat yang dapat menghasilkan struktur target lima faktor, yang dapat dibandingkan dengan posisi teoritis alternatif dan kuesioner kepribadian lainnya (Guenole & Chernyshenko, 2005)

Aitem-aitem pada Big Five Factor Marker berupa pernyataan-pernyataan pendek dan sederhana yang diskor berdasarkan metode penskalaan Likert lima tingkatan yaitu “sangat tidak sesuai”, “tidak sesuai”, “netral”, “sesuai”, dan “sangat sesuai”. Big Five Factor Marker terdiri dari dua versi, yaitu versi pendek dan versi panjang. Versi pendek terdiri dari 50 aitem dan versi panjang terdiri dari 100 aitem.

C. Adaptasi Alat ukur

1. Definisi Adaptasi Alat Ukur

Istilah adaptasi sangat luas dan menunjukkan apa yang harus dilakukan ketika menyiapkan suatu tes yang dikonstruksi dalam satu bahasa dan budaya untuk digunakan dalam bahasa dan budaya berbeda. Adaptasi tes termasuk aktifitas dari menentukan apakah test dapat mengukur konstruk yang sama dalam bahasa dan budaya yang berbeda, memilih penerjemah, memutuskan akomodasi yang sesuai yang akan dibuat dalam mempersiapkan tes untuk digunakan dalam bahasa kedua, sampai mengadaptasi tes dan mengecek kesetaraannya dalam bentuk yang diadaptasi (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).


(34)

18

2. Tahap-tahap dalam Proses Adaptasi Berikut 3 tahapan dalam proses adaptasi: a. Penelaahan Koeksistensi Konstruk yang Diukur

Tahap pertama merupakan tahap studi untuk mencermati koeksistensi dari konstruk yang hendak diukur beserta operasionalisasinya di lingkungan sosial budaya asal dan lingkungan sosial budaya dimana tes psikologi tersebut akan digunakan. Penelaahan konstruk ini sangat penting karena adanya temuan bahwa budaya menjadi faktor penting yang mempengaruhi pemunculan perilaku. Sebagai konsekuensinya, perilaku tidak dapat diukur atau dianalisis secara terpisah dari budaya setempat. Bahkan alat tes yang “terbebas dari faktor budaya” atau “culture fair” sekalipun tetap merefleksikan adanya perbedaan budaya. Sehingga konteks budaya harus selalu dipertimbangkan dalam pengembangan maupun pengadaptasian tes psikologi yang pada awalnya berasal dari budaya yang berbeda (Supratiknya & Susana, 2010).

Konstruk merepresentasikan variabel abstrak yang diperoleh melalui hasil pengamatan maupun teori. Fungsi dari konstruk ini terutama adalah untuk menjelaskan kesatuan dari suatu proses pemunculan perilaku. Masalah pokok dalam adaptasi tes adalah bahwa suatu konstruk yang sama di dua atau lebih lingkungan budaya, sangat mungkin mempunyai perbedaan pada variabel spesifik yang digunakan untuk mengukur konstruk. Contohnya dalam pertanyaan “Do you usually enter into conversation with fellow passengers on a bus?” Pada instrumen dalam bahasa aslinya, pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk menjaring konstruk

introversion-extraversion. Tetapi di lingkungan sosial budaya yang berpandangan


(35)

bahwa menegur orang di bis merupakan tindakan yang dapat dianggap “ofensive”, pernyataan ini akan merefleksikan kontinum aggression-submission (Supratiknya & Susana, 2010).

b. Tahap Alih Bahasa

Tujuan utama dari tahap ini adalah menerjemahkan instrumen / alat ukur, dalam artian membuat material tes mudah dimengerti dan dapat digunakan dengan mengalih-bahasakannya ke bahasa di lingkungan budaya setempat. Menerjemahkan tidak berarti menggantikan setiap kata dengan kata lain yang berasal dari bahasa yang akan digunakan di dalam tes (Supratiknya & Susana, 2010).

Menerjemahkan tes adalah salah satu dari langkah-langkah dalam proses adaptasi tes, dan bahkan dalam langkah ini istilah adaptasi lebih cocok digunakan daripada menerjemahkan untuk menggambarkan proses yang sebenarnya terjadi. Ini karena penerjemah berusaha untuk menemukan konsep, kata-kata, dan pernyataan yang setara secara budaya, psikologis, dan linguistik dalam budaya dan bahasa kedua (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Jumlah frekuensi kata-kata dapat memberikan sumbangan dalam memproduksi adaptasi tes yang valid. Secara umum, menerjemahkan kata-kata dan ekspresi dengan kata-kata dan ekspresi yang kurang lebih sama dalam bahasa kedua sangat baik dalam upaya untuk mengendalikan kesulitan kata-kata pada lintas bahasa. Masalahnya adalah frekuensi daftar kata-kata dan ekspresi tersebut tidak selalu tersedia. Ini juga yang merupakan alasan untuk lebih memilih


(36)

20

penerjemah yang sudah mengenal budaya target dan bukan hanya bahasa (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Beberapa kata dan ekspresi tidak memiliki arti kata dan ekspresi yang setara dalam bahasa target. Bahkan mungkin kata-kata dan ekspresi tersebut tidak ada dalam bahasa target. Sehingga De-centering terkadang digunakan dalam mengadaptasi tes. De-centering merupakan pembuatan revisi bahasa dalam tes, sehingga materi yang setara dapat digunakan pada bahasa asal dan versi bahasa target. De-Centering mungkin dilakukan ketika sumber bahasa tes sedang dalam pengembangan pada waktu yang sama dengan bahasa target. Ini adalah situasi dimana tes ditujukan untuk digunakan dalam pengukuran Internasional dan beberapa tes yang dirangcang untuk digunakan diseluruh dunia (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Berikut beberapa tahapan dalam alih bahasa:

1) Seleksi dan pelatihan penerjemah

Mendapatkan jasa penerjemah yang kompeten sudah jelas sangat penting. Meskipun seringkali, peneliti mencoba untuk melalui proses translasi dengan penerjemah tunggal yang dipilih karena ia kebetulan tersedia- seorang teman, istri dari seorang rekan, seseorang yang bisa disewa murah, dan sebagainya. Seorang penerjemah tunggal dapat menampilkan, misalnya perspektif, pilihan untuk lebih menyukai kata-kata dan ungkapan tertentu, yang mungkin bukan yang paling cocok untuk menghasilkan adaptasi tes yang baik. Penerjemah ganda dapat melindungi terhadap bahaya penerjemah tunggal dan preferensi serta kekhasannya (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).


(37)

Selain itu, penerjemah harus lebih dari orang yang akrab dan kompeten dengan bahasa yang terlibat dalam terjemahan. Mereka harus mengetahui budaya dengan sangat baik, terutama budaya target (budaya diasosiasikan dengan bahasa dari tes yang diadaptasi) (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

2) Desain Penilain dalam Mengadaptasi Tes

Dua desain yang paling populer adalah forward translation dan backward translation. Dalam desain forward translation, seorang penerjemah, ataupun sekelompok penerjemah mengadaptasi tes dari bahasa asalnya ke bahasa target. Kemudian, kesamaan dari kedua versi tes ini dinilai oleh kelompok penerjemah lain. Revisi dapat dibuat pada versi tes bahasa target untuk memperbaiki masalah yang diidentifikasi oleh para penerjemah. Terkadang sebagai langkah terakhir, orang lain, meski tidak harus penerjemah, akan mengedit tes versi bahasa target untuk menghaluskan bahasa (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Keuntungan utama dari desai forward translation ini adalah penilaian dilakukan secara langsung tentang kesetaraan bahasa asal dan versi bahasa target tes. Sedangkan kelemahan utamanya dasosiasikan dengan tingginya tingkat kesimpulan yang harus dibuat penerjemah tentang kesetaraan dari kedua versi tes. Kelemahan lainnya termasuk (a) penerjemah mungkin lebih ahli dalam satu bahasa daripada bahasa lainnya, (b) penilaian kesetaraan tes melibatkan penilaian oleh orang yang bilingual, sehingga mereka dapat menggunakan dugaan berdasarkan pengetahuan mereka tentang kedua bahasa, (c) penerjemah bisa saja lebih baik tingkat pendidikannya daripada peserta (untuk siapa tes ini dimaksudkan) sehingga mereka melupakan beberapa masalah yang akan dihadapi


(38)

22

oleh peserta dan (d) pengembang tes tidak dalam posisi untuk menilai kesetaraan tes itu sendiri (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Desain back translation adalah desain penilaian yang dikenal paling baik dan paling populer. Dalam versinya yang paling populer, satu atau lebih penerjemah mengadaptasi tes dari bahasa asal ke bahasa target. Selanjutnya penerjemah yang berbeda mengadaptasi kembali tes yang telah diadaptasi (dalam bahasa target) kedalam bahasa asalnya. Kemudian, versi asli dan versi yang telah diadaptasi kembali dibandingkan dan dinilai kesetaraannya. Sejauh kedua versi tes dalam bahasa asal terlihat mirip, namun tetap memperhatikan kesetaraan dari tes versi bahasa asal dan bahasa target (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

Desain back-translation dapat digunakan untuk menyediakan pemeriksaan secara umum baik pada kualitas penerjemahan dan untuk mendeteksi setidaknya beberapa masalah yang terkait dengan terjemahan atau adaptasi yang buruk. Para peneliti menyukai desain ini karena memberikan mereka kesempatan untuk menilai tes versi asli dan versi yang sudah diterjemahkan kembali sehingga mereka dapat membentuk pendapat mereka sendiri tentang proses adaptasi. Hal ini tentu tidak mungkin dilakukan dalam desain forward-translation kecuali mereka mahir dalam bahasa tersebut (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005).

c. Tahap empirik: Memastikan Kesetaraan Psikometrik

Tujuan utama dari pengadaptasian tes psikologi adalah untuk mendapatkan versi yang secara psikometrik ekuivalen / setara tetapi menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa aslinya (Supratiknya & Susana, 2010).


(39)

Berikut Karakteristik Psikometrik dalam suatu tes:

1) Validitas

Validitas dapat disefinisikan sebagai kesesuaian antara skor tes dengan kualitas tes dalam mengukur. Validitas juga dapat didefinisikan sebagai jawaban dari “ apakah tes mengukur apa yang seharusnya diukur”. Pada 1985 American Educational Research Association (AERA), American Psychological Association

(APA), dan National Council on Measurement in Education (NCME) mempublikasikan buku berjudul Standard for Educational and Psychological Testing. Standar yang terdapat dalam buku tersebut direvisi pada 1999, didalamnya terdapat suatu set petunjuk tes psikologi yang telah disetujui oleh banyak kelompok profesional (Kaplan, 2005).

Terlepas dari beberapa kemungkinan definisi validitas, komite gabungan dalam penyusunan buku tersebut menyatakan bahwa validitas adalah fakta-fakta yang digunakan sebagai kesimpulan suatu skor tes. Terdapat tiga tipe fakta: (1) konstruk, (2) kriteria, (3) konten atau isi. Banyak nama lain untuk perbedaan aspek validitas, namun kebanyakan aspeknya dapat dilihat dari kategori ini (Kaplan, 2005).

Standar terbaru menekankan bahwa validitas adalah konsep kesatuan yang merepresentasikan seluruh fakta mendukung interpretasi suatu pengukuran. Persetujuan umum menyatakan untuk berhati-hati pada pembagian validitas atas beberapa subkategori seperti validitas konten, validitas prediksi, dan validitas kriteria. Meskipun mengkategorisasikan perbedaan tipe validitas adalah hal baik,


(40)

24

namun penggunaan kategori tidak mengimplikasikan bahwa ada perbedaan bentuk validitas (Kaplan, 2005).

Berikut dipaparkan beberapa jenis validitas:

a. Validitas Konten / Isi

Validitas konten merupakan cakupan representasi dari konsep tes. Misalnya tes dalam suatu mata pelajaran, validitas konten menyajikan kesesuaian antara aitem-aitem tes dengan informasi yang ada pada setiap materi dalam mata pelajaran tersebut. Karena batasan-batasan antara validitas konten dan validitas tipe lainnya tidak didefinisikan secara jelas, validitas konten bukan merupakan sesuatu yang bisa dipisahkan dari tipe validitas lainnya (Anastasi dalam Kaplan, 2005). Namun, validitas konten lebih unik karena tipe validitas ini lebih menekankan pada logika daripada statistika (Kaplan, 2005).

Menentukan apakah tes telah dikonstruk dengan baik adalah cara untuk melihat validitas konten. Misalnya apakah aitem-aitemnya adalah sampel yang sesuai dari keseluruhan konten. Menetapkan validitas konten dalam suatu tes membutuhkan logika yang baik, intuisi, serta ketekunan karena konten dari setiap aitem harus dievaluasi dengan hati-hati. Penetapan validitas konten dibuat oleh penilaian ahli (expert judgment). Metode statistik seperti analisis faktor juga telah digunakan untuk menentukan apakah aitem sesuai dengan domain konseptual (Sireci dalam Kaplan, 2005).


(41)

b. Validitas Kriteria

Validitas kriteria menjelaskan seberapa baik suatu tes dapat disamakan dengan kriteria tertentu. Ini diperlihatkan dengan tingginya korelasi antara skor suatu tes dengan suatu skor pengukuran kriteria. Kriteria adalah standar tes yang dibandingkan. Misalnya tes digunakan untuk memprediksi pasangan mana yang akan memiliki kesuksesan pernikahan dan pasangan mana yang akan bercerai.Kesuksesan pernikahan adalah kriteria, namun kesuksesan pernikahan tidak dapat begitu sajadiketahui pada saat pasangan mengikuti tes prapernikahan. Alasan adanya validitas kriteria adalah sebagai “stand-in” dalam pengukuran psikologi. Misalnya dalam pernikahan, tes pranikah disajikan sebagai “stand-in”

dalam mengestimasi kebahagiaan pernikahan dimasa depan (Kaplan, 2005).

c. Validitas Konstruk

Validitas konstruk menekankan pada suatu rangkaian aktivitas dimana peneliti secara simultan mendefinisikan beberapa konstruk dan mengembangkan instrumen untuk mengukurnya. Proses ini dibutuhkan ketika tidak ada kriteria atau konten secara umum yang diterima untuk mendefinisikan kualitas yang ingin diukur (Cronbach & Meehl, Sackett, dalam Kaplan 2005). Perhatian validitas konstruk fokus pada peran teori psikologis dalam konstruksi tes dan pada kebutuhan untuk membuat hipotesa yang nantinya dapat dibuktikan atau tidak dalam proses validasi (Anastasi, 1997).

Mengumpulkan fakta mengenai apa makna dari suatu tes termasuk dalam validitas konstruk. Ini dilakukan dengan menampilkan hubungan antara suatu tes


(42)

26

dengan tes lainnya. Pada saat hubungan tersebut didemonstrasikan, satu makna dapat ditambahkan kedalam tes. Setelah serangkaian studi, makna dari tes berangsur-angsur mulai terbentuk. Pengumpulan fakta mengenai validitas konstruk merupakan suatu proses terus menerus yang mirip dengan mengumpulkan fakta-fakta pendukung untuk suatu teori ilmiah yang kompleks (Kaplan, 2005).

Dikembangkan sebagai suatu cara dalam mengidentifikasi trait psikologi, faktor analisis juga relevan dalam prosedur validitas konstruk. Intinya, faktor analisis adalah suatu teknik statistik untuk menganalisis hubungan timbal balik data perilaku (behavior). Misalnya, 20 tes telah diberikan kepada 300 orang, langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung korelasi masing-masing tes dengan seluruh tes. Pemeriksaan tabel hasil dari 190 korelasi mengungkapkan kelas-kelas tertentu diantara tes-tes tersebut, sehingga menyarankan adanya lokasi untuk trait-trait yang umum. Selanjutnya, jika beberapa tes seperti perbendaharaan kata, analogi, lawan kata, dan melengkapi kalimat memiliki korelasi tinggi satu dengan lainnya dan berkorelasi rendah dengan tes lainnya, secara sementara dapat disimpulkan terdapat faktor pemahaman verbal. Dikarenakan menganalisis daftar korelasi sulit dan meragukan, teknik statistik yang lebih seksama telah dikembangkan untuk menempatkan faktor-faktor umum yang dibutuhkan untuk dihitung korelasinya (Anastasi, 1997).

Jumlah variabel atau kategori pada masing-masing performa individu dalam tes asli dikurangi hingga membentuk sejumlah faktor-faktor kecil atau trait

umum dalam proses analisis faktor. Dalam contoh diatas, lima atau enam faktor


(43)

mungkin cukup untuk menghitung korelasi diantara ke 20 tes tersebut. Skor masing-masing individu dapat dideskripsikan dalam lima atau enam faktor, bukan 20 skor aslinya. Tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk menyederhanakan deskripsi perilaku (behavior) dengan mengurangi kategori variabel tes awal menjadi beberapa faktor umum atau trait-trait (Anastasi, 1997).

Setelah faktor-faktor diidentifikasi, kemudian dijelaskan susunan faktorial tesnya. Masing-masing tes dapat dikarakteristikkan dalam istilah faktor utamanya yang menentukan skornya, bersamaan dengan bobot atau muatan masing-masing faktor dan korelasi tes dengan masing-masing faktor. Korelasi seperti ini dilaporkan sebagai validitas faktorial (factorial validity) tes. Jika faktor pemahaman verbal berkorelasi 0.66 dengan tes perbendaharaan kata, validitas faktorial dari tes perbendaharaan kata sebagai suatu alat ukur trait pemahaman verbal adalah 0.66 (Anastasi, 1997).

2) Reliabilitas

Suatu pengukuran dikatakan reliabel jika menghasilkan skor tes yang konsisten dan stabil yang tidak banyak dipengaruhi oleh random error. Konsep reliabilitas mendasari perhitungan error of measurement dari skor tunggal, dimana tingkat fluktuasi yang biasanya terjadi dalam skor tunggal individu sebagai akibat dari faktor penyimpangan atau yang tidak diketahui dapat diprediksi (Anastasi, 1997).

Konsep reliabilitas telah digunakan dalam mencakup beberapa aspek dari skor konsistensi. Dalam pengertian luasnya, reliabilitas tes mengindikasikan perbedaan individual yang terlihat dalam skor tes yang disebabkan oleh


(44)

“benar-28

benar” berbeda dalam karakteristiknya dibawah pertimbangan disebabkan oleh eror. Teknisnya, pengukuran reliabilitas tes memungkinkan untuk memperkirakan proporsi error varians dari total varians dalam skor tes (Anastasi, 1997).

Pada 1937 Kuder dan Richardson mengembangkan metode untuk mengevaluasi reliabilitas dalam administrasi tes tunggal. Formula Kuder digunakan untuk menghitung reliabilitas dari tes yang aitem-aitemnya dikotomi (benar-salah) yang diskor 0-1. Namun ada banyak tipe tes yang tidak memiliki jawaban benar-salah, seperti tes kepribadian yang tidak ada jawaban benar maupun salah. Individu biasanya diminta untuk merespon dimana dirinya berada dalam suatu kontinum. Untuk menggunakan metode Kuder-Richardson dalam aitem jenis ini, Cronbach mengembangkan suatu formula untuk mengestimasi

internal consistency tesnya yang dikenal dengan coefficient alpha (Kaplan, 2005). Pengukuran internal konsistensi mengevaluasi aitem-aitem dalam tes yang mengukur kemampuan atau trait yang sama. Reliabilitas tes akan rendah jika tes dirancang untuk mengukur beberapa trait. Misalnya, suatu domain merepresentasikan trait atau karakteristik tunggal, dan masing-masing aitem adalah sampel individual dari karakteristik umum. Ketika aitem tidak mengukur karakteristik yang sama, tes tidak akan konsisten secara internal (Kaplan, 2005).

3. Sumber-sumber Error dalam Adaptasi

The American Educational Research Association (AERA), American Psychological Association (APA), dan National Council on Measurement in Education (NCME) dalam Standards for Educational and Psychological Testing

menyediakan arahan yang cermat untuk para spesialis pengukuran pendidikan dan


(45)

psikolog yang memilih, mengembangkan, dan menggunakan alat ukur pendidikan dan tes psikologi. Tiga diantaranya sangat relevan dalam konteks adaptasi tes:

1. Ketika seorang pengguna tes membuat perubahan besar dalam format tes, cara administrasi, instruksi, bahasa, atau konten, pengguna harus memvalidasi ulang penggunaan tes untuk kondisi yang diubah atau memiliki alasan yang mendukung klaim bahwa validasi tambahan tidak diperlukan atau tidak mungkin dilakukan.

2. Ketika satu tes diterjemahkan dari satu dialek atau bahasa pada dialek atau bahasa lainnya, reliabilitas dan validitas untuk penggunaan dalam kelompok bahasa yang akan diuji harus ditetapkan.

3. Ketika dimaksudkan bahwa dua versi dari tes dual-bahasa sebanding, bukti komparatif tes harus dilaporkan.

Standar tersebut menyediakan suatu kerangka untuk mempertimbangkan sumber kesalahan atau error yang mungkin timbul dalam upaya untuk mengadaptasi tes dari satu bahasa dan budaya ke bahasa dan budaya lain. Sumber-sumber error atau ketidakabsahan yang timbul dalam adaptasi tes dapat disusun kedalam tiga kategori luas: (a) perbedaan budaya / bahasa, (b) masalah teknis,desain, dan metode, serta (c) interpretasi hasil. (Hambleton, Merenda, & Spielberger 2005)


(46)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian adaptasi alat ukur Big Five Factor Marker dari IPIP menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, situasi atau kejadian. Penelitian deskriptif merupakan akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan ataupun menguji hipotesis (Suryabrata, 2009).

Penelitian ini akan mendeskripsikan karakteristik psikometri yaitu validitas konstruk dan reliabilitas Big Five Factor Marker yang telah diadaptasi kedalam versi Indonesia. Validitas konstruk akan dianalisis menggunakan analisis faktor eksploratori dan uji reliabilitas menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan formula alpha Cronbach. Keduanya akan dianalisis dengan bantuan SPSS 16.0 for windows.


(47)

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan kasus yang menjadi perhatian. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil berdasarkan teknik pengambilan sampel tertentu (Shaughnessy & Zechmeister 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota Medan dengan karakteristik berusia dewasa. Usia dewasa dipilih karena merupakan titik akhir dari perkembangan kepribadian. Pada masa tersebut, kepribadian telah terbentuk dan relatif konsisten dibandingkan pada masa anak-anak (Pervin, 2005). Masa dewasa dimulai pada usia 18 tahun sampai usia 60 tahun (Hurlock, 1991). Berdasarkan keterangan tersebut, sampel penelitian merupakan penduduk kota medan dengan karakteristik berusia 18-60 tahun.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Convenience Sampling. Ini merupakan teknik pemilihan sampel yang didasarkan pada ketersediaan dan kemauan individu untuk menjadi responden (Shaughnessy & Zechmeister 2012). Banyaknya responden yang diperlukan menurut Gable dalam konteks uji coba aitem adalah sekitar 6 sampai 10 kali lipat banyaknya stimulus yang digunakan (Azwar, 2010). Berkaitan dengan pengujian validitas konstruknya yang menggunakan analisis faktor, ukuran sampel menjadi penting dan harus dipertimbangkan karena koefisien korelasi dapat berubah-ubah berdasarkan ukuran sampel, terlebih pada sampel yang berukuran kecil atau


(48)

32

sedikit. Selain itu reliabilitas analisis faktor bergantung pada ukuran sampelnya. Sehingga dalam analisis faktor setidaknya memiliki 10-15 subjek per variabel atau per aitem (Field, 2009). Dalam penelitian ini terdapat 50 aitem sehingga jumlah sampel adalah sebanyak 50 x 10 = 500 responden.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah Big Five Factor Marker yang diambil dari IPIP. Big Five Factor Marker yang digunakan ialah versi pendek yang terdiri dari 50 aitem yang mencakup 5 faktor bipolar. Faktor-faktornya adalah:

1. Faktor I (Extraversion vs Introversion) 2. Faktor II (Agreeableness vs Antagonism)

3. Faktor III (Conscientiousness vs Lack of Direction) 4. Faktor IV (Emotional Stability vs Neuroticism) 5. Faktor V (Intellect vs Closedness)

Bentuk asli Big Five Factor Marker terdiri dari sekumpulan pernyataan-pernyataan sederhana yang diskor/dinilai dengan metode likert 5 tingkatan yaitu mulai dari 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = netral, 4 = sesuai dan 5 = sangat sesuai. Aitem-aitem tersebut diawali kata “I” untuk setiap pernyataannya. Versi pendek Big Five Factor Marker yang terdiri dari 50 aitem disajikan dalam tabel 1 berikut.


(49)

Tabel 1. Aitem Big Five Factor Marker Versi Asli

Faktor Aitem

(+) (-)

I Alpha = 0.87

Am the life of the party Don't talk a lot Feel comfortable around

people

Keep in the background Start conversations Have little to say Talk to a lot of different

people at parties

Don't like to draw attention to myself

Don't mind being the center of attention

Am quiet around strangers II

Alpha = 0.82

Am interested in people Am not really interested in others

Sympathize with others' feelings

Insult people

Have a soft heart Am not interested in other people's problems

Take time out for others Feel little concern for others Feel others' emotions

Make people feel at ease III

Alpha = 0.79

Am always prepared Leave my belongings around Pay attention to details Make a mess of things

Get chores done right away Often forget to put things back in their proper place

Like order Shirk my duties

Follow a schedule Am exacting in my work IV

Alpha = 0.86

Am relaxed most of the time Get stressed out easily Seldom feel blue

Worry about things Am easily disturbed Get upset easily Change my mood a lot Have frequent mood swings Get irritated easily


(50)

34

Lanjutan Tabel 1. Aitem Big Five Factor Marker Versi Asli

Faktor Aitem (+) Aitem (-)

V Alpha = 0.84

Have a rich vocabulary Have difficulty understanding abstract ideas

Have a vivid imagination Am not interested in abstract ideas

Have excellent ideas Do not have a good imagination

Am quick to understand things

Use difficult words Spend time reflecting on things

Am full of ideas

Tabel 1 merupakan aitem-aitem Big Five Factor Marker dalam versi aslinya. Tabel 1 terdiri dari dua kolom yaitu positif dan negatif. Kolom positif berisi aitem-aitem yang menunjukkan karakteristik Big Five. Sedangkan kolom negatif berisi aitem-aitem yang menunjukkan karakteristik kebalikan dari Big Five. Angka romawi menunjukkan urutan serta nama faktor seperti yang tercantum sebelumnya. Dalam tabel juga dicantumkan karakteristik psikometrinya dalam versi asli, yaitu nilai alphanya.

D. Proses Adaptasi

Proses adaptasi merupakan proses yang mencakup dari awal pemilihan alat ukur, apakah alat ukur tersebut mengukur konstruk yang sama dalam bahasa dan budaya yang berbeda, sampai pada tahap mengecek kesetaraannya dalam bentuk yang diadaptasi. Proses adaptasi ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:


(51)

1. Mempersiapkan alat ukur dan memilih Big Five Factor Marker. Alat ukur tersebut dipilih karena pentingnya dan kebutuhan akan alat ukur Big Five di Indonesia seperti yang dijelaskan dalam Bab I.

2. Menetapkan 50 aitem / versi pendek Big Five Factor Marker dari IPIP.

Pemilihan penggunaan versi pendek yang terdiri dari 50 aitem berdasarkan pertimbangan untuk menghasilkan alat ukur yang tidak terlalu banyak jumlah aitemnya namun dapat mengukur tipe-tipe kepribadian Big Five. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menetapkan menggunakan versi pendek Big Five Factor Marker yang terdiridari 50 aitem.

3. Menerjemahkan aitem. Proses penerjemahan aitem menggunakan desain

forward translation, yaitu seorang penerjemah mengadaptasi tes dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Kemudian, kesamaan dari kedua versi tes ini dinilai oleh penerjemah lain. Revisi dapat dibuat pada versi tes bahasa Indonesia untuk memperbaiki masalah yang diidentifikasi oleh para penerjemah. Dalam desain ini, penerjemah dan profesional yang berperan dalam pemberian penilaian adalah:

a. Penerjemah yang menguasai bahasa inggris dan bahasa indonesia. Dalam penelitian ini Prof. Tina Kariman, MA, Ph.D berperan sebagai penerjemah yang merupakan dosen bahasa inggris di Universitas Negeri Medan. Pada proses penerjemahan aitem, kata “I” pada setiap aitem diterjemahkan menjadi kata “aku”. Berikut hasil terjemahan aitemnya:


(52)

36

Tabel 2. Aitem-aitem Big Five Factor Marker Hasil Terjemahan

Faktor Aitem

(+) (-)

I Aku senang berpesta Aku tidak banyak bicara Aku merasa senang disekitar

orang-orang

Aku dibelakang-belakang saja Aku yang memulai percakapan Tidak ada yang mau aku

katakan Aku banyak berbicara kepada

orang-orang yang berbeda di pesta

Aku tidak suka menarik perhatian

Aku tidak masalah menjadi pusat perhatian

Aku pendiam disekitar orang yang tidak kukenal

II Aku suka pada orang-orang Aku tidak tertarik dengan orang lain

Aku simpati kepada perasaan orang lain

Kusakiti hati orang lain

Hatiku lembut Aku tidak tertarik pada masalah orang lain

Kusediakan waktuku untuk orang lain

Aku tidak memeperhatikan orang lain

Aku rasakan emosi orang lain Aku membuat orang lain santai

III Aku selalu bersedia Kutinggalkan barang-barangku dimana-mana saja

Aku memperhatikan hal-hal yang kecil

Aku memberantakkan barang-barang

Aku senang berjumpa dengan orang

Aku sering lupa meletakkan barang ditempatnya kembali Aku suka keteraturan Aku menghindar terhadap

tugasku

Aku mengikuti jadwal

Aku senang dalam pekerjaanku


(53)

Lanjutan Tabel 2. Aitem-aitem Big Five Factor Marker Hasil Terjemahan

Faktor Aitem (+) Aitem (-)

IV Aku orangnya santai Aku dengan mudah stress Aku jarang merasa kesepian

Aku khawatir tentang hal-hal Aku mudah sekali terganggu Aku mudah sekali tersinggung Suasana hatiku banyak berubah Aku sering berubah suasana hati

Aku mudah tersinggung Aku selalu merasa sepi

V Aku punya banyak perbendaharaan kata-kata

Aku mempunyai kesulitan dalam memahami ide-ide yang abstrak

Aku mempunyai imajinasi yang jelas

Aku tidak tertarik pada ide-ide yang abstrak

Ide-ideku hebat Aku tidak memiliki imajinasi yang bagus

Aku cepat memahami hal / keadaan

Aku memakai kata-kata yang sulit

Aku mempergunakan waktuku untuk meninjau kembali hal-hal yang pernah kulakukan

Aku penuh dengan ide

b. Ahli yang mengerti dan memahami konstruk dan konsep kepribadian terutama

Big Five Factor. Terdapat 3 ahli yang mengerti konstruk psikologi dalam memberikan penilaian dalam penelitian ini, yaitu dua orang ahli dalam bidang psikologi kepribadian serta satu orang ahli dalam bidang psikometri. Ketiganya merupakan dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Kata “I” diawal pernyataan untuk setiap aitem diadaptasi menjadi “saya adalah orang (yang)....”. Tabel 3 berikut menyajikan hasil penilaian oleh ketiga ahli tersebut.


(54)

38

Tabel 3. Aitem-aitem Big Five Factor Marker Hasil Adaptasi

Faktor Aitem

(+) (-)

I

Menghidupkan suasana pesta Tidak banyak bicara Merasa nyaman disekitar orang

banyak

Tidak suka tampil didepan umum

Memulai suatu percakapan Tidak memiliki banyak topik untuk dibicarakan

Berbicara dengan siapa saja dalam pesta

Tidak suka menarik perhatian Tidak keberatan menjadi pusat

perhatian

Pendiam disekitar orang yang tidak dikenal

II

Tertarik untuk mengenal orang lain

Tidak tertarik untuk mengenal orang lain

Simpati pada perasaan orang lain Menyinggung orang lain Berhati lembut Tidak tertarik pada masalah

orang lain Menyediakan waktu untuk orang

lain

Kurang peduli pada orang lain

Merasakan emosi orang lain

Membuat orang lain merasa tenang

III

Mempersiapkan segala sesuatunya

Meninggalkan barang dimana-mana

Memperhatikan secara detail Membuat barang berantakan Tidak menunda pekerjaan Sering lupa mengembalikan

barang ditempat asalnya Suka keteraturan Melalaikan tugas

Mengikuti jadwal

Gigih dalam bekerja


(55)

Lanjutan Tabel 3. Aitem-aitem Big Five Factor Marker hasil adaptasi

Faktor Aitem (+) Aitem (-)

IV

Santai Mudah stress

Jarang merasa sedih

Mengkhawatirkan banyak hal Mudah terganggu

Mudah kecewa

Sering mengubah suasana hati Suasana hatinya mudah berubah

Mudah kesal

Sering merasa sedih

V

Memiliki banyak perbendaharaan kata

Sulit memahami ide-ide abstrak Memiliki imajinasi yang konkret Tidak tertarik pada ide-ide

abstrak

Memiliki ide hebat Tidak memiliki imajinasi yang baik

Cepat dalam memahami sesuatu Menggunakan kata-kata sulit Meluangkan waktu untuk merenung

Penuh dengan ide

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Beberapa prosedur yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian adalah: 1. Melakukan adaptasi alat ukur

Adaptasi mencakup proses menerjemahkan aitem dan meminta pendapat oleh profesional untuk melihat kesetaraannya. Sebelum aitem disebar, aitem disusun sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk booklet. Aitem yang telah siap disebar tampak pada tabel 3 yang merupakan hasil penilaian akhir oleh para


(56)

40

yang merupakan blue print aitem. Aitem disajikan dalam bentuk likert dan responden diminta untuk menuliskan angka yang menunjukkan gambaran dirinya.

Tabel 4. Blue Print Aitem Big Five Factor Marker

Faktor Aitem Jumlah

(+) (-)

I 1, 6, 11, 16, 21 26,31,36,41,46 10

II 2, 7, 12, 17, 22, 27 32, 37, 42, 47 10

III 3, 8, 13, 18, 23, 28 33, 38, 43, 48 10

IV 4, 9 14, 19, 24, 29, 34, 39, 44,

49

10

V 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 40, 45, 50 10

Total 50

2. Mengumpulkan data

Pengumpulan data dilakukan secara mandiri dan bekerjasama dengan biro psikologi di kota Medan. Biro psikologi tersebut adalah biro psikologi Persona serta Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

3. Pengujian karakteristik psikometri

Data akan dianalisis menggunakan metode analisis faktor eksploratori untuk menguji validitas konstruk. Dan untuk melihat reliabilitas melalui estimasi reliabilitas skor komposit (gabungan). Untuk reliabilitas masing-masing faktornya diuji menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan formula alpha Cronbach. Analisis faktor eksploratori dan formula alpha Cronbach dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows.


(57)

4. Pembahasan hasil adaptasi

Hasilnya terkait dengan karakteristik psikometri Big Five Factor Marker

yang telah diadaptasi yaitu validitas konstruk dan reliabilitasnya.

F. Metode Analisa Data

1. Validitas Konstruk

Validitas aitem dianalisis menggunakan metode analisis faktor. Analisis faktor merupakan suatu metode untuk menjelaskan varians pada variabel yang diamati untuk melihat faktor laten yang mendasari. Faktor laten atau variabel laten merupakan hal-hal yang tidak dapat secara langsung diukur namun dapat diukur melalui indikator-indikator atau aspek pembentuknya (Field, 2009).

Beberapa tujuan analisis faktor ialah untuk memahami struktur suatu set variabel, untuk menyusun kuesioner yang mengukur suatu variabel pokok, serta untuk mereduksi suatu set data menjadi ukuran yang lebih kecil namun tetap mempertahankan sebanyak mungkin informasi asli (Field, 2009).

Salah satu tipe analisis faktor adalah analisis faktor eksploratori. Analisis faktor eksploratori adalah suatu teknik untuk mereduksi variabel dengan mengidentifikasi jumlah dari konstruk laten dan struktur faktor pokok dari sekumpulan variabel-variabel. Sehingga dapat terlihat berapa faktor yang terbentuk dari indikator-indikator atau variabel yang dianalisis (Suhr, 2006).


(58)

42

Berikut tahapan dalam analisis faktor:

a. Tahap awal dalam Exploratory Factor Analysis ialah memastikan bahwa data yang diperoleh bersifat interval. Selanjutnya memastikan bahwa variabelnya berdistribusi normal sehingga memungkinkan untuk menggeneralisasikan hasil analisis pada sekelompok sampel (Field, 2000). Setelah itu, melihat ukuran sampel, karena korelasi dalam analisis faktor bersifat tidak resisten sehingga bisa mempengaruhi reliabilitas dari analisis faktornya. Dalam SPSS terdapat pilihan yang sesuai untuk memeriksa apakah ukuran sampel cukup besar yaitu

Kaiser-Meyer-Olkin measure of sampling adequacy (KMO-test). Dengan nilai batasan KMO 0,5, apabila nilai KMO > 0,5 maka sampel dikatakan memadai. b. Tahap kedua ialah menentukan prosedur analisis. Analisis menggunakan

metode principal componet analysis (PCA). Dalam prinsip PCA, diasumsikan

communality pada awalnya bernilai 1. Total varians dari variabel dapat dihitung dengan mean dari komponennya atau faktornya, sehingga tidak ada

error varians.

c. Tahap selanjutnya ialah mengekstraksi faktor-faktor dengan melihat nilai

eigenvalue. Faktor-faktor yang bermakna ialah yang memiliki nilai eigenvalue

> 1.

d. Tahap selanjutnya ialah merotasi faktor. Dalam situasi tertentu, apabila k buah faktor yang dilibatkan dalam analisis cukup banyak, maka terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan hasil analisis faktor. Hal ini dikarenakan adanya tumpang tindih variabel-variabel yang dapat diterangkan oleh k buah faktor bersama tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka dilakukan rotasi faktor. Rotasi


(59)

faktor merupakan transformasi ortogonal dari faktor yang telah terbentuk agar tidak terjadi keadaan variabel yang tumpang tindih dalam menerangkan faktor bersama atau komponen bersama yang dapat dilihat dari nilai loading faktornya.

Beberapa konsep dalam analisis faktor (Field, 2009):

1. Communality. Merupakan proporsi varian variabel yang dimiliki oleh variabel lainnya (common variance). Bernilai 1 jika suatu variabel tidak memiliki variannya sendiri (specific varian). Bernilai 0 jika suatu variabel memiliki sendiri variannya.

2. Eigenvalue. Merupakan total varian yang dapat dijelaskan masing-masing faktor.

3. Factor Loading. Merupakan korelasi antara faktor dan variabel. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 500 sehingga nilai muatan yang signifikan adalah lebih besar dari 0.29.

4. KMO measure of sampling adequacy. Indeks yang digunakan untuk menguji kesesuaian analisis faktor. Sampel dikatakan cukup memadai jika nilai KMO nya lebih besar dari 0,5

2. Reliabilitas

Big Five Factor Marker terdiri dari 5 faktor besar yang masing-masing faktor memiliki skor tersendiri yang memberikan sumbangan dalam menentukan


(60)

44

skor akhir. Skor akhir merupakan skor komposit (gabungan) yaitu penjumlahan dari skor setiap bagian atau faktor dengan memperhitungkan besarnya bobot masing-masing. Reliabilitas Big Five Factor Marker dilihat berdasarkan reliabilitas skor kompositnya. Reliabilitas skor komposit ditentukan oleh reliabilitas skor komponennya (Azwar, 2009).

Estimasi skor komposit menggunakan formula Mosier (dalam Azwar, 2009):

=

1

∑ ∑

∑ (∑ ) (1)

Keterangan:

wj : bobot relatif komponen j wk : bobot relatif komponen k sj : deviasi standar komponen j sk : deviasi standar komponen k

rjj’ : koefisien reliabilitas tiap komponen

rjk : keofisien korelasi antara dua komponen yang berbeda

Reliabilitas skor masing-masing komponen Big Five Factor Marker

dianalisis menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan formula alpha Cronbach. Analisis ini dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0 for windows.


(61)

Hasil analisis karakteristik psikometri yaitu validitas konstruk dan reliabilitas Big Five Factor Marker dari IPIP akan dideskripsikan dalam bab ini.

A. Gambaran Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan penduduk kota medan dengan karakteristik berusia dewasa, yaitu 18-60 tahun. Jumlah keseluruhan sampel penelitian ialah 500 sampel. Perhitungan jumlah interval kelas data sampel berdasarkan usia disajikan dalam lampiran 1. Berikut disajikan proporsi sampel berdasarkan usianya:

Tabel 5. Proporsi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

18-22 243 48.6

23-27 84 16.8

28-32 46 9.2

33-37 15 3

38-42 19 3.8

43-47 4 0.8

48-52 55 11

53-57 33 6.6

58-62 1 0.2


(62)

46

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Analisis Awal a. Normalitas Data

Pengujian asumsi normalitas dilakukan agar hasil analisis faktor yang diperoleh dapat digeneralisasikan pada sampel terpilih (Field, 2009). Analisis dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. Data dikatakan tersebar secara normal apabila dalam analisis Kolmogorov Smirnov signifikansinya diatas 0.05.

Hasil analisis dalam penelitian disajikan dalam tabel 6. Terlihat nilai signifikansinya sebesar 0.070, ini artinya data dalam penelitian ini terdistribusi mengikuti kurva normal.

Tabel 6. Hasil Analisis Uji Normalitas

Statistik Nilai signifikansi Keterangan

Kolmogorov-Smirnov

0.070 Berdistribusi normal

b. Kecukupan jumlah sampel

Kecukupan jumlah sampel dianalisis menggunakan tes KMO ( Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy). Kaiser menyatakan nilai KMO yang diterima ialah lebih besar dari 0.5. Nilai KMO yang berada dalam rentang 0.5-0.7 termasuk dalam kategori mediocre (cukup), nilai dalam rentang 0.7-0.8 termasuk dalam kategori good (baik), nilai dalam rentang 0.8-0.9 termasuk dalam kategori great (sangat baik), dan nilai diatas 0.9 termasuk dalam kategori superb

(hebat) (Field, 2009).


(63)

Hasil analisis dalam penelitian ini tampak pada tabel 7. Terlihat dengan jumlah sampel 500 orang, nilai KMO nya sebesar 0.823. Nilai KMO berada pada posisi 0.823 termasuk dalam kategori sangat baik (great).

Tabel 7. Hasil Analisis Tes KMO

Statistik Nilai Keterangan Kaiser-Meyer-Olkin

Measure of Sampling Adequacy

0.823 Great (sangat baik)

2. Hasil Analisis Faktor a. Ekstraksi Faktor

Ekstraksi faktor merupakan suatu cara untuk mengumpulkan dan melihat berapa faktor yang terbentuk dari korelasi antar aitem. Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dilakukan dengan menggunakan scree plot. Scree plot lebih baik digunakan dalam keadaan sampel besar yaitu lebih besar dari 200. Cattel menyatakan titik potong faktor terdapat pada point of inflexion pada scree plot. Point of inflexion merupakan titik dimana garis vertikal berubah secara drastis sebelum membentuk garis horizontal yang lebih landai. Selanjutnya, jumlah faktor yang terpilih ialah dengan melihat titik-titik sebelum point of inflexion tanpa mengikutsertakan faktor pada titik point of inflexion (Field, 2009).

Penelitian ini menggunakan sampel besar yaitu berjumlah 500 orang, sehingga scree plot digunakan untuk mengekstraksi berapa faktor yang muncul. Grafik 1merupakan scree plot yang memperlihatkan point of inflexion yang jatuh pada titik ke-6 (atau faktor ke-6). Tanpa mengikutsertakan faktor dimana


(64)

48

terjadinya point of inflexion, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang terekstraksi berjumlah lima faktor.

Grafik 1. Scree Plot

Selain scree plot, ekstraksi faktor dapat dilakukan dengan melihat nilai total varians yang dapat dijelaskan masing-masing faktor atau disebut juga

eigenvalue. Berdasarkan kriteria Kaiser faktor-faktor yang bermakna ialah yang memiliki nilai eigenvalue >1 (Field, 2009). Pada lampiran 3 dilampirkan tabel

eigenvalue dari hasil analisis faktor. Hasilnya terdapat lima faktor yang terekstraksi. Berikut varians yang dapat dijelaskan masing-masing faktor:

Point of inflexion


(65)

Tabel 8. Varians Masing-masing Faktor

Faktor Varians (%)

Faktor 1

(Conscientiousness vs Lack of Direction)

9.740 Faktor 2

(Emotional Stability vs Neuroticsm) 8.892 Faktor 3

(Intellect vs closedness) 7.154 Faktor 4

(Extraversion vs Introversion) 7.107 Faktor 5

(Agreeableness vs Antagonism) 5.018

Total

37.912

Tabel 8 memperlihatkan varians masing-masing faktor serta keseluruhan varians yang dapat dijelaskan kelima faktor. Total varians kelima faktor tersebut ialah 37.912 %. Ini artinya Big Five Factor Marker dengan 50 aitemnya menjelaskan 37.912 % kepribadian manusia berdasarkan teori Big Five.

b. Rotasi Faktor

Rotasi faktor merupakan transformasi ortogonal dari faktor yang telah terbentuk agar tidak terjadi keadaan variabel yang tumpang tindih dalam menerangkan faktor bersama atau komponen bersama yang dapat dilihat dari nilai muatan faktornya. Stevens (dalam Field, 2009) menyatakan signifikansi muatan faktor tergantung dengan ukuran sampelnya, untuk sampel 300 nilai muatan yang signifikan adalah lebih besar dari 0.29 dan untuk sampel 600 nilai muatan yang signifikan ialah lebih besar dari 0.21. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 500 orang, sehingga nilai muatan yang signifikan ialah diatas 0.29.


(1)

LAMPIRAN 4


(2)

Estimasi reliabilitas skor komposit menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

wj : bobot relatif komponen j wk : bobot relatif komponen k sj : deviasi standar komponen j sk : deviasi standar komponen k

rjj’ : koefisien reliabilitas tiap komponen

rjk : keofisien korelasi antara dua komponen yang berbeda

Estimasi masing-masing bobot relatif komponen, dilihat berdasarkan jumlah aitem dan total varians yang dijelaskan masing-masing faktor. Terlihat masing-masing faktor memberikan sumbangan yang sama pada keseluruhan tes maka bobot relatif komponen masing-masing faktor adalah 1. Koefisien korelasi diantar 5 faktor Big Five menghasilkan 10 kombinasi korelasi.


(3)

Berikut output korelasi dari spss:

faktor1 faktor2 faktor3 faktor4 faktor5 faktor1 1.000 .287 .205 .217 .070 faktor2 .287 1.000 .051 .208 .219 faktor3 .205 .051 1.000 .343 .209 faktor4 .217 .208 .343 1.000 .263 faktor5 .070 .219 .209 .263 1.000

Uji reliabilitas masing-masing faktor dilakukan menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan formula alpha Cronbach. Standar deviasi dan rebilitas masing-masing faktornya dianalisis menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows.

Berikut output spss standar deviasi dan koefisien reliabilitasnya:

Standar Deviasi faktor

N Mean Std. Deviation faktor1 500 56.38 7.294 faktor2 500 31.36 5.159 faktor3 500 30.05 3.956


(4)

Reliabilitas Faktor Faktor 1

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .824 15

Faktor 2

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .705 10

Faktor 3

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .670 9

Faktor 4

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .758 12

Faktor 5

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .587 4


(5)

Estimasi Reliabilitas Skor Kompositnya sebagai berikut:

= (1)2 (7.294)2 + (1)2 (5.159)2 + (1)2 (3.956)2 + (1)2 (5.753)2 + (1)2 (2.392)

= 53.202 + 26.615 + 15.649 + 33.097 + 5.721 = 134.284

= (1)2 (7.294)2 (0.824) + (1)2 (5.159)2 (0.705) + (1)2 (3.956)2 (0.670) + (1)2 (5.753)2 (0.758) + (1)2 (2.392)2 (0.587)

= (53.202) (0.824) + (26.615) (0.705) + (15.649) (0.670) + (33.097) (0.758) + (5.721) (0.587)

= 43.838 + 18.763 + 10.484 + 25.087 + 3.358 = 101.53

= (1) (1) (7.294) (5.159) (0.287) + (1) (1) (7.294) (3.956) (0.205) + (1) (1) (7.294) (5.753) (0.217) + (1) (1) (7.294) (2.392) (0.070) + (1) (1) (5.159) (3.956) (0.051) + (1) (1) (5.159) (5.753) (0.208) + (1) (1) (5.159) (2.392) (0.219) + (1) (1) (3.956) (5.753) (0.343) + (1) (1) (3.956) (2.392) (0.209) +


(6)

= 50.357

Sehingga skor komposit reliabilitas Big Five Factor Marker:

=

= 1- 0.139