Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi

(1)

KECEMASAN MENGHADAPI ASSESSMENT CENTREBERDASARKAN KEPRIBADIAN BIG FIVE

DAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI

(Anxiety toward Assessment Centre Based on Big Five Personality and Perceived Organizational Support)

THESIS

Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Psikologi Sains

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Endang Sulistyawati 127049012

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI SAINS FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

(3)

(4)

Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi

Endang Sulistyawati dan Zulkarnain

ABSTRAK

Dalam era globalisasi, peranan sumber daya manusia semakin penting dalam meraih tujuan organisasi.Assessment centredalam pengelolaan sumber daya manusia merupakan salah satu metode evaluasi dan seleksi dalam promosi karyawan. Adanya proses evaluasi pada assessment centre, dapat menimbulkan kecemasan bagi karyawan. Tingkat kecemasan yang dirasakan karyawan dapat disebabkan oleh kepribadian dan persepsi dukungan organisasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi dengan kecemasan menghadapi assessment centre. Partisipandalam penelitian ini adalah karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk dan melibatkan 241 pekerja dengan posisi jabatan minimal setara dengan assistance manager. Pengambilan sampel menggunakan metode non probability dengan teknik incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kecemasan menghadapi assessment centre,big five inventory

dan skala persepsi dukungan organisasi. Analisis statistik menggunakan teknik korelasi pearson product moment. Hasil analisis menunjukkan kecemasan menghadapi assessment centre berhubungan negatif dengan trait extraversion,

openness to experience dan dukungan organisasi. Serta berhubungan positif dengan neuroticismdan conscientiousness. Implikasi dari penelitian ini adalah memberi kontribusi pada manajemen perusahaan untuk menumbuhkan rasa aman dan percaya diri karyawan dalam menghadapi assessment centre.

Kata Kunci : Assessment centre, kecemasan, kepribadian big five, dukungan organisasi.


(5)

Anxiety toward Assessment Centre Based onBig Five Personality and Perceived Organizational Support

Endang Sulistyawati and Zulkarnain ABSTRACT

In the eraof globalization, the role ofhuman resourcesis increasingly importantin achievingorganizational goals. Assessment centre in human resourcesmanagement isone of the methodsof evaluationand selectionin the promotionof employees. Evaluation process in assessment center process, may lead anxiety for employees. The level of anxiety is influencedbypersonalityand perceivedorganizational support. The purposeof thisstudywas to determine therelationbetween big fivepersonalityandperceived organizational supporttoemployees’ anxiety toward assessmentcenter. Participants in this study were 241 employees of Telecommunication Company with minimal equivalentto thepost of assistance manager. Sampling method was non-probability incidental sampling technique. Data was collected using anxiety toward assessmentcentrescale, big five inventoryand perceived organizational support scale and statistically analysis was using Pearson correlation. The analysis showed that anxiety toward assessment center anxiety were negatively related to extraversion, openness to experience and organizational support. Anxiety toward assessment center anxiety were positively related to neuroticism, and conscientiousness. The implication of this study is to contribute the management to foster a sense of security and confidence of employee in facing of assessment centre.

Keywords: Assessment centre, anxiety, big five personality, organizational support.


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Teriring rasa syukur yang teramat dalam kepada AllahSWT, bahwa pada akhirnya thesis dengan judul ‘Kecemasan Menghadapi Assessment Centre

Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi’ berhasil diselesaikan. Thesis ini merupakan hasil penelitian penulis terhadap salah satu pengelolaan sumber daya manusia dan disusun untuk memenuhi persyaratan kurikulum Sarjana Strata-2.

Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan thesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis menyampaikan rasa penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, Dosen Pembimbing, yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, bimbingan, arahan dan masukan dalam penulisan thesis ini.

3. Seluruh Dosen Magister Psikologi SainsUniversitas Sumatera Utara, yang telah membantu dan memberikan masukan kepada penulis.

4. Pimpinan dan staf Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara, dan staf Perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

5. Rekan-rekan kelas Magister Psikologi Sains Universitas Sumatera Utara, yang telah bersama menempuh tahapan pendidikan, dalam suka dan duka.


(7)

6. Bapak Kolonel Dr. Arief Budiarto, M.Psi, Psikolog dan Ibu Tiwin Herman, M.Psi, Psikolog, yang banyak memberikan dukungan dan referensi ilmiah dalam penelitian ini.

7. Para pihak yang telah bersedia membantu sebagai narasumber, subyek penelitian, dan semua pihak yang memberikan dukungan.

8. Keluarga tercinta, atas dukungan dan kerelaan waktunya, khususnya Suami tercinta Indrawan Ditapradana, serta anak-anak tersayang, Dentia, Dentabella, Dyan, dan Krisna.

Besar harapan penulis bahwa penelitian ini bermanfaat menambah referensi yang valid terhadap pengembangan sumber daya manusia di perusahaan. Pada skala yang lebih luas penulis juga berharap dapat menyumbangkan sedikit pemikiran untuk peningkatan sumber daya manusia Indonesia di berbagai bidang melalui ilmu psikologi.

Terakhir, penulis menyadari, bahwa thesis ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga perlu berbagai masukan untuk penyempurnaannya. Mohon maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan.

Terimakasih.

Medan, April 2014


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Keaslian Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Kecemasan Menghadapi Assessment Centre ... 14

1. Pengertian Kecemasan ... 14


(9)

3. Dimensi Kecemasan ... 18

4. Proses Terjadinya Kecemasan ... 20

5. Respons Terhadap Kecemasan ... 20

6. Tingkatan Kecemasan ... 22

7. Pengertian Assessment Centre ... 25

8. Promosi Jabatan ... 28

9. Kecemasan Terhadap Assessment Centre ... 28

10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 30

B. Kepribadian ... 33

1. Pengertian Kepribadian ... 33

2. Konsepsi Kepribadian ... 34

3. Pendekatan Trait dalam Kepribadian ... 37

4. Dimensi-Dimensi Big Five Personality ... 40

C. Dukungan Organisasi ... 44

1. Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi ... 44

2. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi ... 45

D. Kecemasan Terhadap Assessment Centre dan Kepribadian Big Five ... 47

E. Kecemasan Terhadap Assessment Centre dengan Dukungan Organisasi ... 55

F. Hipotesis Penelitian ... 58

BAB III METODE PENELITIAN ... 59

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 59


(10)

1. Kecemasan Menghadapi Assessment Centre ... 59

2. Big Five Personality ... 60

3. Persepsi Dukungan Organisasi ... 61

C. Populasi dan Sampel ... 62

1. Populasi ... 63

2. Sampel ... 63

3. Metode Pengambilan Sampel ... 63

4. Jumlah Partisipan dalam Sampel Penelitian ... 64

D. Metode Pengambilan Data ... 64

1. Metode Skala ... 64

2. Skala Kecemasan Menghadapi Assessment Centre . 65 3. Skala Big Five Personality ... 66

4. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 67

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 69

1. Validitas ... 69

2. Reliabilitas ... 71

F. Skala Penelitian ... 71

1. Skala Big Five Personality ... 71

2. Skala Kecemasan Menghadapi Assessment Centre . 74 3. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 76

G. Metode Analisa Data ... 77

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 79


(11)

B. Uji Normalitas ... 81

C. Uji Linieritas ... 85

D. Hasil Utama Penelitian ... 89

E. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik ... 92

F. Kategorisasi Kecemasan menghadapi assessment centre ... 95

G. Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 96

H. Kategorisasi Big Five Personality ... 97

I. Korelasi Antara Aspek Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap kecemasan Menghadapi Assessment Centre. .... 99

J. Pembahasan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

1. Saran Metodologis ... 111

2. Saran Praktis ... 112


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor Big Five personality dan Skala Ilustratif ... 39

Tabel 3.1 Definisi Operasional Dimensi Kecemasan Menghadapi assessment centre ... 60

Tabel 3.2 Definisi Operasional Dimensi Big FivePersonality ... 61

Tabel 3.3 Definisi Operasional Aspek Persepsi Dukungan Organisasi . 62 Tabel 3.4 Blue Print Skala Kecemasan Menghadapi Assessment Centre ... 66

Tabel 3.5 Blue Print Skala Big Five Personality ... 67

Tabel 3.6 Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 68

Tabel 3.7 Skala Big Five Personality ... 73

Tabel 3.8 SkalaKecemasan Menghadapi Assessment Centre ... 75

Tabel 3.9 SkalaPersepsi Dukungan Organisasi ... 77

Tabel 4.1 Gambaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79

Tabel 4.2 Gambaran Subyek Berdasarkan Usia ... 80

Tabel 4.3 Gambaran Subyek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 80

Tabel 4.4 Gambaran Subyek Berdasarkan Masa Kerja ... 81

Tabel 4.5 Gambaran Subyek Berdasarkan Status Perkawinan ... 81

Tabel 4.6 Hubungan Kecemasan dengan Extraversion ... 86

Tabel 4.7 Hubungan Kecemasan dengan Agreeableness ... 87

Tabel 4.8 Hubungan Kecemasan dengan Neuroticism ... 87

Tabel 4.9 Hubungan kecemasan dengan Openness to Experience ... 88


(13)

Tabel 4.11 Hubungan kecemasan dengan Persepsi Dukungan organisasi ... 89

Tabel 4.12 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap

extraversion ... 90

Tabel 4.13 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap

agreeableness ... 90

Tabel 4.14 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap

neuroticisme ... 91

Tabel 4.15 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap

openness to experience ... 91

Tabel 4.16 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap

conscientiousness ... 92

Tabel 4.17 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product

MomentKecemasan menghadapi assessment centreterhadap Dukungan Organisasi ... 92 Tabel 4.18 Perbandingan Data Hipotetik dan Empirik

KecemasanMenghadapi assessment centre ... 93 Tabel 4.19 Perbandingan Data Hipotetik dan EmpirikPersepsi

Dukungan Organisasi ... 94 Tabel 4.20 Norma Kategorisasi Kecemasan Menghadapi Assessment

Centre ... 95 Tabel 4.21 Kategorisasi Data Kecemasan Menghadapi Assessment

centre ... 95 Tabel 4.22 Norma Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 96 Tabel 4.23 Kategorisasi Data Persepsi Dukungan Organisasi ... 96 Tabel 4.24 Gambaran Nilai Rata-Rata dan Standar Deviasi Big Five


(14)

Tabel 4.25 Kategorisasi Data Big Five Personality ... 98 Tabel 4.26 Hasil Analisis Korelasi Antara Aspek Persepsi Dukungan

Organisasi Dengan Kecemasan Menghadapi Assessment Centre ... 99


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Grafik QQ Plot Dimensi Extraversion ... 82

Gambar 4.2. Grafik QQ Plot Dimensi Agreeableness ... 82

Gambar 4.3. Grafik QQ Plot Dimensi Neuroticism ... 83

Gambar 4.4. Grafik QQ Plot Dimensi Openness to Experience ... 83

Gambar 4.5. Grafik QQ Plot Dimensi Conscientiousness ... 84

Gambar 4.6. Grafik QQ Plot Skala Kecemasan ... 84


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Responden ... 123 Lampiran 2 Perhitungan KMO dan MSA Dimensi Kecemasan dan

Dukungan Organisasi ... 141 Lampiran 3 Data Reliabilitas dan Indeks Diskriminasi Skala

Kepribadian Big Five ... 152 Lampiran 4 Kategorisasi Kepribadian Big Five ... 155 Lampiran 5 Kuesioner Penelitian ... 159 Lampiran 6 Korelasi Kecemasan dengan Kepribadian Big Five dan


(17)

Kecemasan Menghadapi Assessment Centre Berdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi

Endang Sulistyawati dan Zulkarnain

ABSTRAK

Dalam era globalisasi, peranan sumber daya manusia semakin penting dalam meraih tujuan organisasi.Assessment centredalam pengelolaan sumber daya manusia merupakan salah satu metode evaluasi dan seleksi dalam promosi karyawan. Adanya proses evaluasi pada assessment centre, dapat menimbulkan kecemasan bagi karyawan. Tingkat kecemasan yang dirasakan karyawan dapat disebabkan oleh kepribadian dan persepsi dukungan organisasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi dengan kecemasan menghadapi assessment centre. Partisipandalam penelitian ini adalah karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk dan melibatkan 241 pekerja dengan posisi jabatan minimal setara dengan assistance manager. Pengambilan sampel menggunakan metode non probability dengan teknik incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kecemasan menghadapi assessment centre,big five inventory

dan skala persepsi dukungan organisasi. Analisis statistik menggunakan teknik korelasi pearson product moment. Hasil analisis menunjukkan kecemasan menghadapi assessment centre berhubungan negatif dengan trait extraversion,

openness to experience dan dukungan organisasi. Serta berhubungan positif dengan neuroticismdan conscientiousness. Implikasi dari penelitian ini adalah memberi kontribusi pada manajemen perusahaan untuk menumbuhkan rasa aman dan percaya diri karyawan dalam menghadapi assessment centre.

Kata Kunci : Assessment centre, kecemasan, kepribadian big five, dukungan organisasi.


(18)

Anxiety toward Assessment Centre Based onBig Five Personality and Perceived Organizational Support

Endang Sulistyawati and Zulkarnain ABSTRACT

In the eraof globalization, the role ofhuman resourcesis increasingly importantin achievingorganizational goals. Assessment centre in human resourcesmanagement isone of the methodsof evaluationand selectionin the promotionof employees. Evaluation process in assessment center process, may lead anxiety for employees. The level of anxiety is influencedbypersonalityand perceivedorganizational support. The purposeof thisstudywas to determine therelationbetween big fivepersonalityandperceived organizational supporttoemployees’ anxiety toward assessmentcenter. Participants in this study were 241 employees of Telecommunication Company with minimal equivalentto thepost of assistance manager. Sampling method was non-probability incidental sampling technique. Data was collected using anxiety toward assessmentcentrescale, big five inventoryand perceived organizational support scale and statistically analysis was using Pearson correlation. The analysis showed that anxiety toward assessment center anxiety were negatively related to extraversion, openness to experience and organizational support. Anxiety toward assessment center anxiety were positively related to neuroticism, and conscientiousness. The implication of this study is to contribute the management to foster a sense of security and confidence of employee in facing of assessment centre.

Keywords: Assessment centre, anxiety, big five personality, organizational support.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada organisasi saat ini, sumber daya manusia tidak lagi sebagai alat produksi, akan tetapi memiliki peran yang sangat penting agar organisasi tetap eksis dan berkembang. Di era globalisasi dengan persaingan bisnis yang ketat, kedudukan sumber daya manusia dijadikan sebagai penggerak dan penentu berlangsungnya proses produksi dan segala aktivitas organisasi. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang profesional semuanya menjadi tidak bermakna (Tjutju & Suwatno, 2008). Selanjutnya Tjutju dan Suwatno (2008) menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik. Dapat dikatakan, kemajuansuatu organisasi ditentukan pula bagaimana kualitas dan kapabilitas sumber daya manusia di dalamnya.

Moran dan Brightman (2000) mengemukakan bahwa keterlibatan sumber daya manusia sangat menentukan kesuksesan proses perubahan organisasi, karena sumber daya manusia tersebut merupakan subyek penting yang akan melaksanakan proses perubahan dan hasil dari proses perubahan yang direncanakan. Sejalan dengan pendapat Moran dan Brightman (2000) tersebut, Hussey (2000) juga menjelaskan beberapa faktor yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan yaitu perubahan teknologi yang terus meningkat,


(20)

persaingan yang intensif dan global, tuntutan pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis dan tuntutan dari pemegang saham yang meminta lebih banyak nilai. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahanakan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Semakin baik sumber daya manusia yang ada di perusahaan, maka akan semakin baik pula kualitas kinerja perusahaannya tersebut.

Menyadari pentingnya peran sumber daya manusia dalam kegiatan perusahaan, maka perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia sebaik mungkin, karena kunci sukses suatu perusahaan bukan hanya pada keunggulan teknologi dan tersedianya dana, tapi sektor manusianya. Dengan demikian, pentingnya peran strategik dari kapabilitas organisasional adalah untuk mencipta, memelihara dan memperluas keunggulan bersaing(Chandler, 1990; Mahoney, 1995). Oleh karenanya pendayagunaan sumber daya manusia merupakan sebuah usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan serta mengembangkan kemampuan yang terbaik dari sebuah perusahaan untuk menjadi kompetitor yang mampu bersaing dan dapat memenangkan pasar, melalui tenaga kerja yang dimiliki.

Salah satu metode yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia guna mengevaluasi dan mengembangkan karyawannya sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan organisasi adalah metode assessment centre. Menurut Thornton dan Rupp (2006) penggunaaan assessment centre untuk tiga tujuan dalam sumber daya manusia yaitu: a) memutuskan siapa yang akan dipilih atau dipromosikan; b) mendiagnosis kekuatan dan kelemahan dalam pekerjaan yang berhubungan


(21)

dengan ketrampilan sebagai langkah awal dilakukannya pengembangan; c) mengembangkan ketrampilan kerja yang sesuai. Sementara itu Flippo (1994)

menyatakan bahwa dua tujuan pokok dari sebuah assessment centre adalah pengambilan keputusan seleksi dan promosi serta identifikasi kekuatan dan kelemahan para calon-calon untuk maksud pengembangan.

Adanya evaluasi dalam pelaksanaan metode assessment centre, menjadi hal yang dikhawatirkan oleh karyawan, terutama yang digunakan untuk tujuan promosi jabatan.Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (2014) juga mengungkapkan bahwa sebagian pegawai mempersepsi assessment centre sebagai momok, sehingga cenderung kurang disukai, bahkan cenderung berusaha untuk dihindari karena dianggap dapat menghambat peluang karir seseorang. Bagi karyawan, harapan untuk dipromosikan pada suatu posisi tertentu dapat saja menjadi pupus karena tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan, berdasarkan evaluasi assessment centre (Kemenkumham, 2014). Hal ini dapat dipahami karena menurut Hasibuan (2003) promosi memberikan peran penting bagi setiap karyawan bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Promosi sangat didambakan oleh setiap karyawan karena dipandang sebagai penghargaan atas keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang (Siagian, 2003).

Flippo (1994) mengungkapkan promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Biasanya perpindahanjabatanyang lebih tinggi disertaidengan peningkatan


(22)

gaji/upah dan lainnya. Dari sekian banyak jumlah pegawai, mereka menunggu kesempatan untuk mendapatkan promosi. Sementara itu, perpindahan seseorang pada jabatan baru dapat terjadi apabila organisasi yang bersangkutan mengalami ekspansi ataupun karena adanya lowongan yang harus segera diisi. Seseorang tidak mungkin promosi atau mutasi, sejauh posisi di atasnya masih terisi atau posisi di unit lain tidak ada yang kosong. Akibatnya satu posisi kosongakanmenjadi incaran banyak orang dan karir seseorangpun tidak dapat berjalan cepat sejalan dengan prestasi yang dicapai seseorang (Human Resource Assessment Service News PT. Telkom, 2009). Situasi ketidakjelasan waktuakan penghargaan prestasi karyawan berupa promosi jabatan dapat menimbulkan kecemasan.Sepertiyang diungkapkan oleh Lubis (2009), bahwa individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.

Kecemasan (anxiety) sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang jelas. Hal tersebut diungkapkan oleh Stuart dan Sundeen (1998) yang menjelaskan kecemasan sebagai respon emosional terhadap perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Terkadang, seseorang menghadapi kecemasan sebagai sebuah tantangan sehingga mempersiapkan sesuatu untuk menghadapinya. Hal ini yang akan memberikan hasil yang positif. Tetapi terkadang pula, kecemasan membuat seseorang tidak berdaya, dan merasa tidak mampu menghadapi kecemasan itu sehingga ingin lari dari masalahnya dengan mengembangkan defence mechanism (mekanisme pertahanan diri/ego).


(23)

Kecemasan dapat digambarkan sebagai state anxiety dan trait anxiety

(Spielberger, 1983; Zulkarnain & Novliadi, 2009) state anxiety berupa reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman, keadaan ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subyektif. Sedangkan trait anxiety adalah ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman. Individu yang memiliki trait anxiety tinggiakan memiliki state anxiety

yang tinggi pula (Zulkarnain & Novliadi,2009). Kelvens(1997) menyatakan bahwa baik stateanxiety dan trait anxiety berhubungan dengan kepribadian seseorang. Dalam hal ini, seseorang yang cemas karena faktor state anxiety dapat dikatakan berhubungan dengan kepribadiannya yang cemas. Begitu juga dengan seseorang yang cemas karena faktor trait anxietyakan memiliki kecemasan yang berhubungan dengan kepribadiannya.

Salah satu bentuk karakteristik kepribadian (personality trait) adalah kepribadian big five. Kepribadian big five memiliki lima sifat (trait) dasar. Pervin, Cervone dan John (2005) menjelaskan kepribadian big five sebagai pendekatan teori faktor, dimana lima kategori faktor tersebut dapat dimasukkan dalam

emotionaly, activity dan sociability factor. Kelima dimensi dasar ini sering diartikan sebagai model kepribadian big five dan cenderung stabil sepanjang rentang kehidupan (Pervin, Cervone & John, 2005). Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Goldberg (1993); Pervin, Cervone dan John (2005) ada lima faktor kepribadian merupakan tampilan karakteristik kepribadian (personality trait) yang terdiri dari neuroticsm, extraversion, openness, agreeableness dan


(24)

conscientiousness. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa kepribadian mempengaruhi beberapa variabel dalam pekerjaan seorang karyawan. Variabel tersebut adalah stres kerja, burnout, cara mengatasi konflik dan performa kerja seorang karyawan (Ingarianti, 2012). Selain itu, kepribadian individu dapat mempengaruhi perilaku yang ditampilkannya. Studi yang dilakukan oleh Iskandar dan Zulkarnain (2013) menunjukkan bahwa kepribadian

big five memiliki dampak terhadap penyesalan pasca konsumen melakukan proses pembelian. Kepribadian big five merupakan dimensi-dimensi dari kepribadian yang didesain untuk melihat temperamen kepribadian seseorang dalam hidupnya. Diasumsikan faktor kepribadian ikut mendasari sifat yang spesifik dari seseorang. Kepribadian memang merupakan hal yang unik dan merupakan suatu pola yang relatif stabil dari perilaku, pikiran dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang (Baron, 2000).

Selain sifat-kepribadian dari individu, faktor lain yang berperan terhadap perilaku karyawan adalah bagaimana karyawan memandang situasi yang ada sesuai dengan persepsinya. Dalam suatu organisasi,carakaryawan memandang situasi yang berlaku, seringkali memiliki arti lebih penting untuk memahami perilaku daripada situasi itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Winardi (2004) yang menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses kognitif, dimana individu memberikan arti terhadap lingkungan. Dalam menghadapi suatu lingkungan yang tidak pasti, individu cenderung mengalami kecemasan, berupa ketakutan terhadap hal yang tidak menyenangkan akan terjadi (Haber & Runyon 1984). Lingkungan kerja yang tidak pasti juga akan memunculkan perasaan negatif, sehingga


(25)

karyawan menjadi kurang produktif (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002). Selanjutnya,Rhoades dan Eisenberger (2002) menjelaskan bahwa persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi berhubungan negatif dengan suasana kerja yang tidak menyenangkan dan tekanan psikologis secara umum.

Rhoades dan Eisenberger (2002) mengungkapkan dukungan organisasi menyangkut kesiapan organisasi untuk memberikan bantuan pada peningkatan usaha-usaha yang dilakukan individu dan seberapa besar menilai kontribusi individu dan memperhatikan kesejahteraan karyawan (Eisenberger, et al., 2002). Dalam beberapa penelitian, bentuk dukungan organisasi yang dijadikan indikator dalam menilai persepsi dukungan organisasiadalah keadilan (fairness), dukungan dari atasan (supervisor support), imbalan dari organisasi (organizational rewards) dan kondisi pekerjaan (job condition) (Essenberger et al., 1986). Bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting untuk kebutuhan socioemotional mereka seperti respect (penghargaan), caring (kepedulian), kesempatan pelatihan, dan

tangible benefits seperti gaji dan tunjangan kesehatan. Hasil penelitian menemukan bahwa persepsi dukungan organisasidapatmemenuhi kebutuhan

socioemotional pekerja sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik (Armeli, Eisenberger, Fasolo, & Lynch, 1998). Pada penelitian tersebut persepsi dukungan organisasidapat memenuhi kepercayaan karyawan terhadap organisasi, bahwa organisasi dapat diandalkan untuk memberikan simpati dan dukungan nyata ketika karyawan mendapat tekanan.

Salah satu perusahaan di Indonesia yang sudah mempraktekkan metode


(26)

Tbk. Metode ini dianggap lebih obyektif dalam memberikan penilaian terhadap karyawan. Penerapan metode assessment di PT. Telkom, Tbk. merupakan

pioneer di Indonesia, diresmikan oleh Direktur Utama PT. Telkom, Tbk saat itu Cacuk Sudaryanto pada tanggal 10 November 1990. Sejak itu, PT. Telkom, Tbk sudah mulai mengembangkan dan menggunakan metode assessment untuk tujuan seleksi, promosi dan rencana pengembangan sumber daya manusia (Website

SDM, Telkom, Tbk., 2013).

Menurut data yang ditampilkan PT. Telkom, Tbk, selama tahun 2009, telah dilakukan promosi terhadap 1.804 karyawan dan mutasi sebanyak 1.132 karyawan. Pelaksanaan promosi dilakukan dengan menggunakan metode

assessment toolsdan job tender. Berdasarkan data yang ada, dapat dikatakan bahwa tidak sedikit promosi jabatan di PT. Telkom, Tbk dilakukan menggunakan metode assessment centre. Setiap tahunnya assessment centre digunakan secara konsisten hingga saat ini sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan guna mempromosikan karyawannya pada posisi tertentu maupun dalam pengembangan karir (Website SDM, Telkom, Tbk, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widianingrum dan Kurniawan(2007),menunjukkan penggunaan asessment centre yang dilakukan di PT. Telkom, Tbk Jakarta selatan berpengaruh positif terhadap pengembangan karir pekerja. Selain itu, karyawan juga bisa menerima penggunaan metode

assessment centre sebagai salah satu alat bantu untuk melaksanakan pengembangan karir.


(27)

Pengembangan karir di PT. Telkom, Tbk berfokuskan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.Masalah karir memang menjadi sorotan pegawai dan menimbulkan ketidakpuasan. Apalagi dengan struktur organisasi yang baru, pergerakan karir setiap orang menjadi sulit, dan terbatas. Seseorang tidak mungkin promosi atau mutasi, sejauh posisi di atasnya masih terisi atau posisi di unit lain tidak ada yang kosong. Akibatnya satu posisi kosong akan menjadi incaran banyak orang dan karir seseorangpun tidak dapat berjalan cepat sejalan dengan prestasi yang dicapai seseorang. Kondisi ini tentu menimbulkan rasa tidak puas pada pegawai (HRAS Telkom, Tbk., 2013). Struktur organisasi yang baru mempersempit karyawan dalam memperoleh kesempatan promosi seperti yang telah diidam-idamkannya. Oleh karenanya penerapan metode assessment centre dalam promosi jabatan menjadi hal yang mencemaskan pada sebagian karyawan. Disatu sisi bagi karyawan merupakan sebuah kesempatan ketika memperoleh promosi jabatan yang diidam-idamkannya, disisi lain penerapan metode assessment centre dalam promosi jabatan menimbulkan ketidakpastian akan keberhasilannya. Situasi ketidakpastian akan keberhasilan dalam promosi jabatan menimbulkan kecemasan bagi karyawan.

Seorang karyawan dalam kondisi ketidakpastian menghadapi evaluasi melalui metode assessment centre, maka akan mempersepsikan sejauhmana dukungan organisasi yang akan diterima olehnya. Terlebih kesempatan untuk memperoleh promosi jabatan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap karyawan. Untuk itu perlu diketahui apakah terdapat korelasi antara kecemasan menghadapi assessment centre dengan dukungan organisasi yang dipersepsikan


(28)

karyawan sesuai dengan kepribadiannya. Kebijakan-kebijakan organisasi yang telah dirasakan oleh karyawan selama ini dalam perilaku organisasi, apakah dapat mempengaruhi perasaan seorang karyawan dalam menghadapi promosi jabatan melalui metode asessement centre.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi terhadap kecemasan karyawan menghadapi assessment centre?

2. Bagaimana gambaran persepsi dukungan organisasi dari karyawan?

3. Bagaimana gambaran kecemasan karyawan menghadapi assessment centre?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi terhadap kecemasan karyawan menghadapi

assessment centre pada promosi jabatan.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan kepribadian big five dengan kinerja karyawan sudah pernah ditemukan dalam beberapa jurnal ilmiah. Diantaranya adalah kepribadian big five yang dikaitkan dengan Organizational Citizenship Behavior, kepribadian big five dengan kepuasan kerja karyawan, kepribadian big


(29)

five dengan burn out, kepribadian big five dengan obsesif kompulsif karyawan dan banyak lagi yang mungkin belum diketahui oleh peneliti. Demikian pula dengan penelitian tentang kecemasan sudah beberapa kali ditemukan oleh peneliti, diantaranya penelitian mengenai kecemasan yang dikaitkan dengan ujian nasional, ataupun dengan test di sekolah.

Penelitian dengan topik “Kecemasan Menghadapi Assessment CentreBerdasarkan Kepribadian Big Five dan Persepsi Dukungan Organisasi” sepengetahuan peneliti belum pernah dijumpai pada penelitian-penelitian sebelumnya. Keaslian penelitian ini merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan referensi dari buku-buku, jurnal-jurnal,dan sumber lain yang berkaitan dengan judul penelitian. Untuk penelitian ini, sumber responden yang diambil adalah dari PT. Telkom Indonesia, Tbk. Dalam penelitian ini menekankan bagaimana kecemasan yang dirasakan oleh karyawan dalam melaksanakan proses assessment centre guna promosi jabatan, yang ditinjau berdasarkan kepribadian big five karyawan dan persepsi yang dimiliki karyawan mengenai dukungan perusahaan.

E. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :

Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti akan memeproleh pengetahuan dan informasi yang lebih, mengenai kecemasan karyawan dalam menghadapi assessment centre pada promosi jabatan berdasarkan kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi.Hasil penelitian ini diharapkan akan


(30)

melengkapi bahan penelitian selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga berguna untuk pengembangan ilmu.

Manfaat Praktis :

2. Dengan adanya penelitian ini dapat diharapkan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk mengambil langkah-langkah strategis melalui kebijakan-kebijakan organisasi yang berkaitan dengan karyawan dalam mengikuti assessment centre.

3. Selain itu, akan diperoleh gambaran mengenai tingkat kecemasan karyawan menghadapi assessment centre dalam promosi jabatan berdasarkankepribadian

big five dan persepsi dukungan organisasi.

4. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar karyawan dapat memahami secara tepat mengenai proses pelaksanaan assessment centre dan manfaatnya khususnya dalam promosi jabatan.

5. Kepada pihak atasan agar dapat memahami kondisi para anggotanya yang berkaitan dengan assessment centre, sehingga dapat melakukan pembinaan yang tepat kepada para anggotanya tersebut menuju sasaran perusahaan.

F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab pendahuluan ini, menguraikan mengenai pentingnya Sumber Daya Manusia di sebuah perusahaan, latar belakang pentingnya melakukan

assessment centre yang merupakan salah satu metode penilaian kinerja, kecemasan karyawan dalam menghadapi promosi jabatan melalui assessment


(31)

centre, kepribadian big five dan persepsi dukungan organisasi karyawan. Selain itu dalam bab ini juga mengangkat masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam Bab II, menghimpun mengenai teori yang berkaitan dengan penelitian ini, meliputi teori kecemasan, assessment centre, promosi jabatan, kepribadian big five, persepsi dukungan organisasi, serta dinamikanya yang berkaitan dengan kecemasan dalam menghadapi assessment centre.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam Bab III, menjelaskan mengenai definisi variabel, definisi variabel operasional, populasi dan sampel penelitian serta teknik sampling yang digunakan, alat ukur dan metode analisis data.

BAB IVANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab IV, menjelaskan mengenaiGambaran Umum Subyek Penelitian,uji normalitas, uji linieritas, hasil utama penelitian, nilai empirik dan nilai hipotetik, kategorisasi kecemasan menghadapi assessment centre,

kategorisasi persepsi dukungan organisasi, kategorisasi big five personality,

korelasi antara aspek persepsi dukungan organisasi terhadap kecemasan menghadapi assessment centre dan pembahasan.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab V, menjelaskan mengenai kesimpulandan saranberdasarkan penelitian yang sudah dilakukan.


(32)

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan Menghadapi Assessment Centre 1. Pengertian Kecemasan

Beberapa pengertian mengenai kecemasan ini telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Antara lain dikemukakan oleh Atwater (1983) mendefinisikan kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ancaman bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Sedangkan Taylor (1995) mengemukakan bahwa, kecemasan adalah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan yang merupakan reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa tidak aman. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, kecemasan menurut Hilgard (1996) adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang terkadang dialami oleh individu dalam tingkat yang berbeda-beda.

Selanjutnya, Nevid (2005) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif (gelisah atau cemas) bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Jika seseorang mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut mengalami kecemasan, yaitu ketakutan yang


(34)

tidak menyenangkan, atau suatu pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi (Haber & Runyon 1984).

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wiramihardja (2005) bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Kecemasan juga merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Kaplan, Sadock, & Grebb 1997; Fauziah & Widuri, 2007). Kecemasan dianggap abnormal jika kecemasan itu terjadi dalam situasi yang dapat diatasi dengan sedikit kesulitan oleh kebanyakan orang. Artinya, jika kebanyakan orang lain dapat mengatasi suatu kesulitan yang sama dengan lebih mudah, sedangkan seseorang merasakan kesulitan itu sebagai masalah yang sangat besar yang dirasa membuat dirinya tidak mampu untuk mengatasinya (Zulkarnain & Novliadi, 2009).

Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Rochman (2010) menjelaskan kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu


(35)

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis.

Berdasarkan beberapa pendapat yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan ketakutan atau kehawatiran yang bersifat subyektif dari seseorang akibat situasi yang dirasakan mengancam, karena ketidakpastian dimasa mendatang serta akan terjadi sesuatu yang buruk yang dapat menimpa dirinya. Kecemasan sendiri merupakan hal yang normal, akibat dari perubahan, perkembangan, pengalaman baru serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan dianggap abnormal jika kecemasan itu terjadi dalam situasi yang dapat diatasi dengan sedikit kesulitan oleh kebanyakan orang.

2. Konsepsi Kecemasan

Bentuk kecemasan sebagai suatu respon dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu kecemasan sebagai state anxiety dan trait anxiety (Spielberger, 1983; Zulkarnain & Novliady, 2009). State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi dan waktu tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman. Keadaan ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif.

State anxiety ini berubah-ubah intensitasnya dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Menurut Haris dan Haris (1984) kecemasan sesaat dalam situasi dan waktu tertentu terbagi lagi ke dalam dua dimensi yaitu somatic anxiety dan


(36)

Selanjutnya, Jarvis (2006) ; Videman (2007) mengungkapkan, ketika seseorang merasa cemas, maka akan mengalami perubahan fisiologis berhubungan dengan stimulasi yang tinggi, termasuk peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, sakit perut, bernafas dengan cepat dan muka memerah. Perubahan fisiologis tersebut berhubungan dengan somatic anxiety. Ketika seseorang mengalami somatic anxiety, maka ia juga dapat mengalami

cognitive anxiety. Cognitive anxiety berhubungan dengan pikiran-pikiran yang menemanisomaticanxiety. Pemikiran tersebut meliputi kekuatiran, meragukan diri sendiri dan gambaran akan kekalahan dan dipermalukan (Videman, 2007). Sedangkan trait anxiety adalah ciri atau karakteristik seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman. Semakin kuat trait anxiety, semakin mungkin seseorang akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi pada state anxiety

dalam situasi yang mengancam (Videman, 2007). Dalam hal ini, seseorang yang cemas karena faktor state anxiety dapat dikatakan berhubungan dengan kepribadiannya yang cemas. Begitu juga dengan seseorang yang cemas karena faktor trait anxiety akan memiliki kecemasan yang berhubungan dengan kepribadiannya. Setiadarma (2000) mengatakan bahwa kecemasan bawaan adalah faktor kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk mempersepsi sesuatu keadaan sebagai situasi yang mengandung ancaman atau situasi yang mengancam.

Kecemasan pada taraf tertentu dapat mendorong meningkatnya performa, yang disebut sebagai facilitating anxiety, yaitu seseorang yang


(37)

cemas mendapat hasil ujian yang buruk membuat ia belajar dan mempersiapkan diri menghadapi ujian. Dalam hal ini kecemasan yang dimiliki memberikan efek positif yaitu menjadi pendorong untuk belajar dengan rajin. Sedangkan bila kecemasan sangat besar, justru akan mengganggu, dalam hal ini disebut debilitating anxiety (Fauziah & Widury, 2006). Pada debilitating anxiety ini terjadi dalam bentuk tidak dapat tidur, gelisah, sering pergi ke toilet pada saat menjelang dilaksanakan ujian atau ketika sedang mengerjakan ujian.

3. Dimensi Kecemasan

Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan jika individu mengalami perasaan gelisah, gugup, atau tegang dalam menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, berarti orang tersebut tengah mengalami kecemasan, yaitu perasaan yang tidak menyenangkan dan merupakan pertanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Haber dan Runyon (1984) menjelaskan terdapat 4 dimensi kecemasan yaitu:

1. Dimensi Kognitif (dalam pikiran seseorang)

Dimensi kognitif yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam pikiran seseorang sehingga ia mengalami perasaan risau dan khawatir. Kekhawatiran ini dapat terjadi mulai dari tingkat khawatir yang ringan lalu panik, cemas, dan merasa akan terjadi malapetaka, kiamat, serta kematian. Saat individu mengalami kondisi ini ia tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mengambil keputusan, dan mengalami kesulitan untuk tidur.


(38)

Termasuk dimensi kognitif antara lain menjadi sulit tidur di malam hari, mudah bingung, dan lupa.

2. Dimensi Motorik (dalam tindakan seseorang)

Dimensi motorik yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk tingkah laku seperti meremas jari, jari-jari & tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, menggeliat, menggigit bibir, menjentikkan kuku, gugup, dan mengambangkan Tics. Biasanya orang yang cemas menunjukkan pergerakan secara acak.

3. Dimensi Somatis (dalam reaksi fisik/biologis)

Dimensi somatis yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam reaksi fisik biologis seperti mulut terasa kering, kesulitan bernafas, jantung berdebar, tangan dan kaki dingin, diare, pusing seperti hendak pingsan, banyak berkeringat, tekanan darah naik, otot tegang terutama kepala, leher, bahu, dan dada, serta sulit mencerna makanan.

4. Dimensi Afektif (dalam emosi seseorang)

Dimensi afektif yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk emosi, perasaan tegang karena luapan emosi yang berlebihan seperti dihadapkan pada suatu teror. Luapan emosi ini biasanya berupa kegelisahan atau kekhawatiran bahwa ia dekat dengan bahaya padahal sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Termasuk dimensi afektif antara lain yaitu merasa tidak pasti, menjadi tidak enak, gelisah, dan menjadi gugup (nervous).


(39)

Ada limaproses terjadinya kecemasan pada individu (Spielberger, 1972) yaitu:

a). Evaluated Situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga ancaman tersebut dapat menimbulkan kecemasan. b). Perception of Situation, yaitu situasi yang mengancam diberi penilaian

oleh individu, dan biasanya penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman individu.

c). Anxiety State of Reaction, yaitu individu menganggap ada situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi emosional sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah.

d). Cognitive Reappraisal Follows, yaitu individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri (defence mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya.

e). Coping, yaitu individu menggunakan jalan keluar dengan dengan menggunakan defence mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.

5. Respons Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan ada 4 aspek yaitu:


(40)

1) Kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2) Pernafasan, meliputi: nafas sangat pendek, nafas sangat cepat, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskuler, meliputi: refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor frigiditas, wajah tegang, kelemahan umum kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal, meliputi: kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Traktus urinarius, meliputi: tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

6) Kulit, meliputi: wajah kemerahan sampai telapak tangan, gatal, rasa panas, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon Perilaku

Respon perilaku yang sering terjadi yaitu: gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang kordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik dari masalah, menghindar, hiperventilasi.


(41)

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupsi, hambatan berfikir bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar visual, takut pada cedera dan kematian.

d. Respon Afektif

Mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous, ketakutan, alarm, teror, gugup, gelisah.

6. Tingkatan Kecemasan

Selanjutnya Suliswati (2005) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

1) Respon Fisiologis

Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.


(42)

Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.

3) Respon perilaku

Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. 1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3) Respon Perilaku

Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman.

c. Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan.


(43)

1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

3) Respon Prilaku

Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking. d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.

1) Respon Fisiologis

Nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi.

3) Respon Perilaku

Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak,

blocking, presepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik, emosional dan kognitif atau intelektual.


(44)

7. Pengertian Assessment Centre

Saat ini metode assessment centre marak dilakukan dalam organisasi untuk menjawab kebutuhan organisasi melaksanakan proses evaluasi guna keperluan rekrutmen, seleksi, pengembangan, promosi dan mempersiapkan karyawan dalam mengembangkan karirnya di perusahaan. Heneman (2000) mengartikan assessment centre sebagai sekumpulan prediksi yang digunakan untuk meramalkan keberhasilan karyawan terutama yang ditunjuk untuk mereka yang akan duduk dalam jabatan-jabatan tinggi/strategis. Shermon (2004) menjelaskan bahwa assessment centre adalah metode untuk mengukur kompetensi dalam menerapkan rencana pekerjaannya.

Proses seleksi telah berevolusi dengan mengkombinasikan banyak perangkat seleksi lain seperti wawancara, prosedur pengujian yang bervariasi dan latihan-latihan yang dikembangkan untuk situasi tertentu yang mensimulasikan aspek-aspek tertentu dari pekerjaan (Middlemist, Hitt & Greer, 1983; Siregar, 2004). Proses penilaian yang dikombinasikan ini disebut sebagai “assessment centre” dikatakan sebagai centre/pusat karena prosedur penilaian ini telah sering dilakukan dengan periode satu hari hingga satu minggu pada lokasi-lokasi yang jauh dari tempat kerja atau assessment centre

merupakan suatu proses dimana pesertanya berpatisipasi dalam latihan keahlian dan mempergunakan keahlian mereka untuk melaksanakan aktivitas tertentu yang dinilai.


(45)

Sejalan dengan itu, menurut Prihadi (2004) istilah assesment centre,

digunakan untuk menyebut sebuah proses, prosedur atau metode pendekatan untuk menilai dan mengukur kompetensi orang. Secara praktis, assesment centre dapat dipahami sebagai proses penilaian (evaluation) atau rating yang canggih dan didesain secara khusus untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya bias, sehingga peserta dalam proses ini mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengungkapkan potensi dan kompetensinya. Thornton dan Rupp (2006) mengartikan assessment centre merupakan suatu prosedur yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk mengevaluasi atribut perilaku atau kemampuan yang relevan terkait dengan efektivitas organisasi.

Selanjutnya Thornton dan Rupp (2006) mengungkapkan bahwa

assessment centre memiliki tingkat akurasi keberhasilan yang tinggi dalam meramalkan karyawan di masa depan. Dalam prosesassessment centre yang diukur adalah respon-respon behavioral dari para peserta, sehingga peserta diminta untuk menampilkanperilakuyang kompleksdalam beberapa skenario situasi penting yang menyerupai situasi organisasi (Thorton & Rupp, 2006).Untuk dinyatakan berhasil, peserta harusmenampilkan beberapaperilaku yang dimunculkan secara konsisten sesuai dengan perilaku pada pekerjaan dari berbagai simulasi yang diberikan. Selanjutnya dalam proses assessment centre terdapat integration of observation, yaitu bagaimana para assessor

mengintegrasikan potongan-potongan informasi penilaian yang dimiliki dari setiap assessor. Para assessor mengintegrasikan pengamatan mereka dan kemudian mengintegrasikan evaluasi dimensi untuk menentukan rating


(46)

keseluruhan, kemudian mereka mengamil keputusan. Metode assessment centre menggunakan proses integrasi dalam menentukan keputusan, merupakan proses menjadi bagian dalam assessment centre dan telah dibuktikan keunggulannya dalam beberapa penelitian. Fokus dari assessment centre adalah bukti perilaku aktual yang ditunjukkan peserta asesmen yang dapat diamati dan dievaluasi oleh asesor terlatih, berdasarkan multi-kriteria dalam beberapa simulasi langsung terkait situasi kerja sesungguhnya (Thornton & Rupp, 2006).

Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan di atas, maka disimpulkan bahwa assessment centre merupakan metode yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk melakukan evaluasi terhadap kompetensi individu berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan menggunakan beragam simulasi guna menampilkan perilaku yang dapat diamati oleh assessor/penilai dan bertujuan untuk meramalkan keberhasilan pegawai dalam jabatan-jabatan tinggi/strategis. Metode assessment centre sendiri memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam meramalkan keberhasilan kinerja karyawan dimasa yang akan datang.


(47)

Menurut Manullang (2001) promosi berarti penaikan jabatan yakni menerima kekuasaan dan tanggungjawab lebih besar dari kekuasaan dan tanggung jawab sebelumnya. Pemberian promosi pada seorang karyawan berarti bahwa karyawan tersebut naik ke posisi yang lebih tinggi dalam struktur organisasi suatu perusahaan. Promosi memberikan peranan penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan oleh karyawan. Manullang (2001) juga menambahkan bahwa dengan promosi berarti adanya kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan bersangkutan untuk menjabat suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan memberikan status sosial, wewenang, dan tanggungjawab serta penghasilan yang semakin besar bagi karyawan tersebut.

Promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji, gaji bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besarnya kekuasaan dan tanggungjawab seseorang bertambah juga balas jasa dalam bentuk uang yang diterimanya (Arun Manoppa & Mirzas Saiyadim, 1979).

9. Kecemasan MenghadapiAssessment Centre

Kecemasan erat kaitannya dengan emosi manusia yang ditandai adanya beberapa gejala seperti kekhawatiran, kegelisahan, ataupun ketidak tenteraman karena adanya ketidakpastian. (Libert dan Morris 1967) mengungkapkan, seseorang yang akan mengikuti ujian/test dapat mengalami suatu kecemasan, atau biasa disebut dengan kecemasan terhadap test (Liebert & Morris 1967). Kecemasan bukan saja bergantung pada “variabel manusianya” tetapi juga


(48)

rangsang yang membangkitkan kecemasan (Endler & Hunt, 1969; Zulkarnain & Novliadi, 2009). Dalam hal ini salah satu rangsang yang membangkitkan kecemasan adalah situasi saat ujian, karena menurut Djiwandono (2002), timbulnya kecemasan yang paling besar adalah pada saat seseorang menghadapi test atau ujian. Dalam organisasi, salah satu metode evaluasi kinerja karyawan adalah melalui assessment centre. Prihadi (2004) mengemukakan bahwa assessment centre digunakan untuk menilai dan mengukur kompetensi seseorang melalui beberapa proses yang termasuk di dalamnya berupa test.

Sejalan dengan hal tersebut, Ormrod (2006) mengemukakan bahwa kecemasan terhadap test adalah perasaan cemas yang berlebihan mengenai sebuah test atau penilaian secara menyeluruh. Perasaan cemas yang mengganggu seseorang ketika ia menghadapi ujian tersebut, karena adanya kekhawatiran, ketidakpastian terhadap performa yang ditampilkannya apabila tidak diterima dengan baik hasilnya. Sena, Lowe, dan Lee (2007) menjelaskan bahwa kecemasan test didefinisikan sebagai respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi assessment centre merupakan suatu perasaan kekhawatiran, kegelisahan dan ketidaktenteraman yang dirasakan individu dalam menghadapi ujian/test atau penilaian menyeluruh


(49)

berupa proses assessment centre dalam menilai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu yang dianggap penting bagi keberhasilan kinerja.

10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Nevid, Rathus dan Greene (2005), kecemasan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Sosial Lingkungan

Meliputi pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis, mengamati respon takut pada orang lain, dan kurangnya dukungan sosial.

b. Faktor Biologis

Meliputi predisposisi genetis, ireguaritas dalam fungsi neurotransmiter,

dan abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya atau yang menghambat tingkah laku repetitif.

c. Faktor Behavioral

Meliputi pemasangan stimuli aversif dan stimuli yang sebelumnya netral, kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau menghindari stimuli fobik, dan kurangnya kesempatan untuk pemunahan karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti.

d. Faktor Kognitif dan Emosional

Meliputi konflik psikologis yang tidak terselesaikan (Freudian atau teori psikodinamika), faktor-faktor kognitif seperti prediksi berlebihan


(50)

tentang ketakutan, keyakinan-keyakinan yang self defeating atau irasional, sensivitas berlebih terhadap ancaman, sensivitas kecemasan, salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh, dan self efficacy yang rendah.

Menurut Suliswati, (2005) ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu :

a. Faktor predisposisi yang meliputi :

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akanmenimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani kecemasan akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap


(51)

konflik yang dialami karena mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine

dapat menekan neurotransmitter gamma amino butyric acid

(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor presipitasi meliputi:

1) Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi :

a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal. b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian


(52)

terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

Dalam penelitian ini, variabel kecemasan yang digunakan berdasarkan teori dari Haber dan Runyon (1984), dimana menjelaskan terdapat 4 dimensi kecemasan yaitu dimensi kognitif, motorik somatif dan afektif. Selanjutnya respon-respon kecemasan yang muncul pada individu disusun berdasarkan teori Stuart dan Sundeen (1998). Terdapat 4 aspek respon kecemasan yang dijabarkan oleh Stuart dan Sundeen (1998) yaitu respon fisiologis, respon perilaku, respon kognitif dan respon afektif.

B. Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

Dalam studi kepustakaan yang dilakukan oleh Allport (Hall & Lindzey, 2005) menemukan bahwa hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapatnya bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.


(53)

Selanjutnya, penyesuaian diri diartikan sebagai proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal (Scheneider, 1964; Desmita, 2009). Sejalan dengan itu Pervin, Cervone dan John (2005) mengemukakan bahwa kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Kepribadian memang merupakan hal yang unik dan merupakan suatu pola yang relatif stabil dari perilaku, pikiran dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang (Baron, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah karakteristik didalam diri individu, relatif menetap, bertahan, dengan caranya yang unik yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu dalam menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Konsepsi Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Pemilahan klasik kemungkinan penyebabnya memisahkan antara nature (bawaan) dan nurture (yang didapat dari asuhan/belajar). Pada satu sisi, bisa jadi seperti saat ini karena bawaan


(54)

biologis, artinya: karena fitur biologis yang diwarisi. Pada sisi lain, kepribadian bisa jadi merefleksikan pengasuhan; yaitu pengalaman ketika dibesarkan sebagai anak (Pervin, Cervone, & Jhon, 2005) Selanjutnya, Pervin, Cervone, & Jhon (2005) menjelaskan konsepsi mengenai kepribadian, yaitu:

a. Determinan Genetik

Faktor genetik memainkan peran utama dalam menentukan kepribadian dan perbedaan individual. Salah satu caranya adalah mengidentifikasikan kualitas kepribadian tertentu yang diperkirakan memiliki basis biologis. Kualitas seperti ini seringkali dianggap sebagai aspek dari temperamen, istilah yang menunjuk pada kecenderungan emosional dari perilaku berbasis biologis yang tampak jelas pada masa kanak-kanak awal. Karakteristik temperamen yang dipelajari dalam cara ini perilaku yang menunjukkan ketakutan dan perasaan terganggu sebagai reaksi terhadap situasi baru, seperti ketika bertemu dengan orang asing.

b. Determinan Lingkungan.

Faktor lingkungan berperan penting dalam perkembangan kepribadian. Faktor lingkungan yang terbukti penting dalam studi perkembangan kepribadian diantaranya; kultur, kelas sosial, keluarga dan teman sebaya. 1). Kultur

Setiap kultur memiliki pola pranata perilaku, ritual dan keyakinan sendiri-sendiri. Berbagai praktikkultur ini yang merefleksikan keyakinan religius dan filosofis, memberikan jawaban tentang pertanyaan penting berkaitan dengan karakteristik alamiah diri, peran


(55)

seseorang dalam komunitasnya, dan nilai serta prinsip terpenting dalam hidup. Sejalan dengan itu, Mastuti (2005) mengungkapkan diantara faktor lingkungan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepribadian adalah pengalaman individu sebagai hasil dari budaya tertentu. Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sangsi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual, dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum (Mastuti, 2005).

2). Faktor kelas sosial

Faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan, tugas yang diembannya, dan hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain. 3). Faktor Keluarga

Faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga. Tiappola perilaku orang tua mempengaruhiperkembangan kepribadian anak. Orang tua mempengaruhi perilaku anak melalui 3 cara utama : a). Melalui perilaku mereka sendiri; mereka menghadirkan situasi

yang menghasilkan perilaku tertentu pada diri anak (misalnya, frustrasi yang mengarah pada agresi).

b). Mereka berperan sebagai model peran untuk identifikasi. c). Mereka memilih perilaku yang disetujui.


(56)

Teman sebaya juga menjadi hal yang berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Dalam seting sosial luar rumah, pengalaman dengan teman sebaya mungkin berpengaruh lebih besar pada gaya kepribadian. Kelompok teman sebaya berfungsi mensosialisasikan aturan dan perilaku yang diterima dan memberikan pengalaman yang akan berpengaruh jangka panjang pada perkembangan kepribadian individu. Pertemanan memiliki efek tertentu pada perkembangan kepribadian.

3. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori

trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait

dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait

didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetapdari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain (Mastuti, 2005). Pervin, Cervone dan John (2005) mengungkapkan bahwa salah satu unit analisis yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian adalah sifat atau ciri kepribadian (trait personality). Selanjutnya Pervin, Cervone dan John (2005) menambahkan bahwa susunan trait merujuk pada konsistensi respons individual kepada berbagai situasi.

Costa dan McCrae (1998) mengembangkan teori kepribadian big five. Teori ini didasarkan pada model lima faktor kepribadian sebagai representasi


(57)

struktur trait yang merupakan dimensi utama dari kepribadian. Trait

kepribadian merupakan dimensi dari kepribadian yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dantingkah laku, yang bersifat menetap dan ditampilkan individu sebagai respons terhadap berbagai situasi lingkungan (Westen, 1999). Taksonomi kepribadian lima besar merupakan asesmen yang komprehensif dari kepribadian dimana individu mempersepsikan bagaimana dirinya sendiri serta bagaimana hubungan dirinya dengan orang lain. Penilaian dalam kepribadian limabesar tidak menghasilkan satu trait tunggal yang dominan, tetapi menunjukkan seberapa kuat setiap trait dalam diri seseorang. Kelima trait kepribadian tersebut adalah: neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, serta conscientiousness (Pervin, Cervone, John, 2005).

Selanjutnya Pervin, Cerveron dan John (2005) mengilustrasikan arti dari faktor-faktor tersebut. Dalam tabel berikut dipaparkan mengenai daftar sifat seseorang yang merupakan skor tinggi secara individual dan rendah pada faktor lain. Kepekaan emosi yang merupakan neuroticism dengan sisi lain dari perasaan negatif termasuk kecemasan, sedih, mudah tersinggung, dan gugup. Faktor Keterbukaan atas pengalaman digambarkan dengan luasnya, kedalaman dan kompleksitas dari mental individu dalam pengalaman hidup. Khusus faktor

extraversion dan faktor agreeableness kedua sifat tersebut lebih bersifat interpersonal, yang berarti perbuatan seseorang dalam kaitannya dengan orang lain. Faktor conscientiousness diterangkan awal mula adalah berkaitan dengan


(58)

tugas dan perilaku sebagai tujuan akhir dan pengendalian diri sebagai faktor sosial.

Tabel 2.1.

Faktor Kepribadian Big Five dan Skala Ilustratif

Karakteristis Skor Tinggi Skala Sifat Karakteristik Skor Rendah Cemas, takut, emosional,

tidak aman, tidak sebanding, murung

Neuroticism

Mengukur emosi yang tidak stabil. Identifikasi rata-rata individu penyebab stress psikologis, ide-ide yang tidak realistik, dorongan hati dan mengatasi respon-respon penyeusian yang buruk.

Kalems, relaks, tidak emosional, keras, pasti, kepuasan diri

Sosial, aktif, banyak bicara, orientasi personal, optimis,

senang bercinta, pengasihan

Extraversion

Mengukur kuantitas dan insentitas dari interaksi interpersonal, level aktifitas, kebutuhan untuk stimulasi dan kapasitas kesenangan

Segan, sederhana, tidak mewah, diam, menarik diri

Ingin tahu, tertarik sesuatu hal di luar, kreatif, keaslian, penuh imajinatif, tidak tradisional

Openness to Experience

Mengukur secara proaktif, apresiatif terhadap pengalaman untuk pencarian, toleransi untuk eksplorasi terhadap sesuatu yang belum dikenal.

Konvensional,

kembali ke masa lalu, tidak memiliki ketertarikan, tidak artistik, tidak bersifat analitik.

Lembut, alamiah, kepercayaan, senang membantu, pemaaf, mudah dibohongi, tulus hati.

Agreeableness

Mengukur kualitas interpersonal yang berorientasi secara berkelanjutan dari belas kasihan hingga antagonis dalam pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan langkah-langkah.

Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, menaruh dendam, tidak kenal belas kasihan, mudah tersinggung,

manipulatif

Mengorganisasi, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin diri, teliti,

seksama, tertib, ambisius, tekun dalam berusaha

Conscientiousness

Mengukur pendidikan seseorang dalam organisasi, keras hati, motivasi diri dalam mencapai tujuan, ketergantungan yang berbeda, memilih orang-orang dengan sentimental

Tidak bertujuan, tidak percaya, malas, teledor, kemauan rendah


(59)

a. Extraversion (E)

Faktor pertama adalah extraversion, faktor ini menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia (Costa & McCrae, 1992; Pervin Cervone & John, 2005). Faktor extraversion ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, karena

extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial.

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain.

Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat extraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.

b. Agreeableness (A)

Trait agreeableness menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nilai dari sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku (Costa & McCrae, 1992; Pervin Cervone & John, 2005).


(60)

Agreeableness memiliki adaptasi yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor

agreeableness tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kecenderungan: suka membantu, pemaaf, dan penyayang.

Individu yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi cenderung menghindar dari usaha langsung untuk memutuskan konflik dengan orang lain. Sedangkan orang-orang dengan tingkat

agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Robbins 2001; Mastuti, 2005).

c. Neuroticism (N)

Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami

stress, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptive (Costa & McCrae, 1992; Pervin, Cervone & John, 2005). Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah.


(1)

16 25 8 7 13 66 67

16 25 8 7 14 66 67

16 27 9 8 14 75 87

14 24 8 8 14 59 72

16 26 8 8 11 60 71

17 26 11 8 16 69 68

14 27 10 9 14 7 89

16 24 9 8 14 72 71

17 26 6 7 12 69 92

15 28 9 9 12 61 108

15 25 8 8 14 70 83

17 31 5 6 13 80 88

15 20 8 12 11 55 85

16 28 7 7 12 86 88

16 26 9 7 9 66 78

16 25 8 8 14 76 70

16 25 8 8 14 76 70

20 33 4 4 14 86 64

20 33 4 4 16 86 64

20 33 4 4 16 86 63

20 33 4 4 16 75 87

14 27 11 10 16 67 81

16 25 8 8 14 76 70

15 25 8 10 14 71 65

16 28 12 9 15 57 89

17 23 8 8 14 74 51

16 26 16 6 12 54 83

17 28 8 6 16 66 67

16 24 11 9 12 61 87

15 22 8 8 12 72 84

15 23 11 9 13 65 86

18 26 11 7 12 52 94

13 25 13 9 15 7 71

15 25 9 9 14 63 75

17 27 10 9 14 72 77

13 22 12 9 11 54 82

15 27 14 12 13 69 89

16 26 7 11 8 68 74

17 26 11 10 11 57 79

13 26 14 10 11 64 71

17 27 12 6 15 64 63

14 25 10 9 13 52 47

16 25 9 8 11 72 70

16 27 12 7 13 64 63

16 22 8 8 14 70 68

16 24 8 8 12 68 71

15 25 9 9 14 74 77

19 29 11 8 16 49 78


(2)

18 22 8 10 13 62 102

14 22 8 9 14 61 73

15 25 10 8 14 69 76

17 24 13 9 13 77 75

16 28 7 8 13 60 69

15 26 6 8 10 72 46

15 25 11 10 13 65 87

20 29 7 6 15 80 77

15 27 10 10 13 65 80

16 28 8 8 14 72 81

15 29 11 8 13 58 74

15 28 8 9 12 72 71

16 24 10 8 13 50 77

14 27 12 13 13 65 94

13 24 11 8 14 58 77

14 25 12 11 12 64 78

14 28 17 8 15 51 88

15 23 14 9 15 51 90

14 26 17 8 14 52 88

14 29 16 9 15 50 64

14 29 12 7 16 50 79

14 24 16 8 15 51 85

14 25 11 9 15 53 85

14 26 16 8 18 54 78

13 24 16 4 14 52 75

15 24 12 9 15 53 94

15 23 16 9 16 50 96

13 22 17 11 15 52 81

17 25 17 8 18 52 97

13 23 14 9 14 52 82

15 22 18 10 15 48 78

13 24 16 10 14 51 85

14 26 11 8 18 52 82

14 24 16 8 15 52 81

14 25 11 9 15 52 90

14 26 16 8 18 51 99

13 24 16 4 14 53 73

15 24 12 9 15 49 75

15 23 16 9 16 54 90

13 22 17 11 15 49 82

17 25 17 8 18 52 86

13 23 14 9 14 49 83

15 22 18 10 15 51 98

13 24 16 10 14 48 76

14 26 11 8 18 54 72


(3)

LAMPIRAN 5. KUESIONER PENELITIAN

IDENTITAS

Inisial

:

Jenis kelamin

:

Usia

:

Pendidikan terakhir :

Lama bekerja

:

Status

:

menikah

single

PETUNJUK PENGISIAN

Bapak/Ibu akan diberikan sejumlah pernyataan, mohon baca dan pahami baik–

baik setiap pernyataan tersebut. Bapak/Ibu diminta untuk memilih salah satu pilihan

yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Bapak/Ibu yang

sesungguhnya. Tidak ada jawaban yang salah dan data yang diperoleh akan dijaga

kerahasiannya.

Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang paling

menggambarkan diri Bapak/Ibu, pilihan jawaban yang tersedia yaitu Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Biasa Saja (BS), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS)

Contoh :

No. Pernyataan SS S BS TS STS

Saya merasa yakin dengan kemampuan yang saya miliki X

Jika Bapak/Ibu ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban

yang salah dan berikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap sesuai.

No. Pernyataan SS S BS TS STS


(4)

BAGIAN 1

Seberapa kuatkah Anda setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini?

Berikan tanda silang (X) pada kolom yang tersedia.

No. Pernyataan SS S BS TS STS 1 Saya senang berbicara dengan banyak orang.

2 Saya sering bersikap kritis terhadap orang lain. 3 Saya banyak menghabiskan waktu untuk

merenung.

4 Menurut saya, saya mampu mengelola dengan baik perasaan saya dalam mengatsai stress.

5 Saya mengerjakan tugas-tugas hingga tuntas. 6 Saya cenderung seorang yang pendiam.

7 Saya dapat merasakan kesulitan yang dialami orang lain, dan rasanya ingin sekali membantu. 8 Terkadang dalam bekerja saya cenderung kurang

teliti.

9 Saya mampu memunculkan ide-ide baru.

10 Saya menyukai jenis pekerjaan yang bersifat rutin. 11 Saya tetap berusaha walau orang lain sudah

menyerah

12 Saya kerap bermasalah dengan orang lain jika mereka tidak sependapat.

13 Terkadang saya mudah merasa cemas jika berada dalam kondisi menekan.

14 Saya dapat mengendalikan perasaan saya pada situasi yang menjengkelkan.

15 Saya cenderung bekerja sesuai dengan perencanaan yang telah saya susun.

16 Terkadang saya merasa mudah menyerah pada persoalan yang sulit.

17 Saya senang membantu orang lain.

18 Saya merasa kurang teratur dalam bekerja.

19 Saya cenderung ingin tahu berbagai hal yang sifatnya baru/berbeda.

20 Saya merasa bahwa saya kurang berminat dibidang seni.

21 Sayasiap menerima tugas, meskipun berat dalam penyelesaiannya

22 Terkadang saya bersikap kasar pada orang lain. 23 Suasana hati saya mudah berubah, tergantung

situasi.

24 Saya mampu bersikap tenang walau berada pada situasi yang menegangkan.

25 Saya tekun dalam menyelesaikan tugas yang rumit.

26 Saya merasa, bahwa saya seorang yang sabar dalam situasi menekan.

27 Saya mudah memaafkan kesalahan orang lain. 28 Dalam bekerja, perhatian saya mudah terganggu. 29 Saya senang berkreasi dengan membuat sesuatu


(5)

No. Pernyataan SS S BS TS STS yang belum ada sebelumnya.

30 Dalam bekerja, saya cenderung mengikuti ide-ide yang disampaikan orang lain.

31 Saya mampu mengungkapkan pemikiran saya tanpa melukai hati orang lain.

32 Saya tidak mudah mempercayai pendapat yang disampaikan orang lain.

33 Saya sering merasa khawatir pada situasi yang tidak saya pahami.

34 Saya tidak mudah gugup.

35 Menurut saya, bekerjasama dengan orang lain lebih memudahkan dalam menyelesaikan tugas. 36 Terkadang saya merasa sulit menyampaikan

pendapat di depan banyak orang.

37 Saya mudah mempercayai apa yang disampaikan orang lain

38 Saat ini saya merasa kurang bergairah dalam bekerja.

39 Dalam menghadapi permasalahan yang sulit saya berusaha untuk tetap berpikir positif.

40 Saya cenderung mengikuti saja aturan yang sudah ada sebelumnya.


(6)

166

LAMPIRAN 6. KORELASI KECEMASAN DENGAN KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN PERSEPSI DUKUNGAN

ORGANISASI

Correlations

kecemasan agreebleness Neuroticism Extraversion

Openness to experience Conscentiousnes s Dukungan Organisasi penghargaan organisasi dukungan atasan keadilan prosedural

kecemasan Pearson Correlation 1 .081 .131*

-.291** -.210** .220** -.367** -.327** -.415** -.280**

Sig. (2-tailed) .208 .042 .000 .001 .001 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

agreebleness Pearson Correlation .081 1 .082 -.007 .090 .287**

-.194**

-.204**

-.161*

-.171**

Sig. (2-tailed) .208 .205 .912 .164 .000 .002 .001 .013 .008

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

Neuroticism Pearson Correlation .131*

.082 1 -.469**

-.299**

.402**

-.138*

-.121 -.070 -.191**

Sig. (2-tailed) .042 .205 .000 .000 .000 .032 .061 .279 .003

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

Extraversion Pearson Correlation -.291** -.007 -.469** 1 .411** -.409** .411** .406** .347** .381**

Sig. (2-tailed) .000 .912 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

Openness to experience Pearson Correlation -.210** .090 -.299** .411** 1 -.289** .249** .242** .260** .188**

Sig. (2-tailed) .001 .164 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .003

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

Conscentiousness Pearson Correlation .220**

.287**

.402**

-.409**

-.289**

1 -.386**

-.391**

-.336**

-.337**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

Dukungan Organisasi Pearson Correlation -.367**

-.194**

-.138*

.411**

.249**

-.386**

1 .949**

.892**

.928**

Sig. (2-tailed) .000 .002 .032 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

penghargaan organisasi Pearson Correlation -.327** -.204** -.121 .406** .242** -.391** .949** 1 .765** .848**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .061 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

dukungan atasan Pearson Correlation -.415** -.161* -.070 .347** .260** -.336** .892** .765** 1 .724**

Sig. (2-tailed) .000 .013 .279 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

keadilan prosedural Pearson Correlation -.280**

-.171** -.191** .381** .188** -.337** .928** .848** .724** 1

Sig. (2-tailed) .000 .008 .003 .000 .003 .000 .000 .000 .000

N 241 241 241 241 241 241 241 241 241 241

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

165