4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara
Perkembangan suatu daerah dapat dilihat dari kenaikan harga-harga barang dan jasa Inflasi di daerah tersebut. Pada dasarnya Inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi permintaan dan
penawaran. Namun dalam kenyataan tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya seperti tataniaga dan kelancaran dalam arus lalu lintas barang serta peranan kebijakan pemerintah.
Tingkat Inflasi yang sangat tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan
perekonomian suatu Negara. Disamping memperkecil nilai riil dari pendapatan juga akan memperlambat perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Inflasi di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pada tahun 1992 inflasi Sumatera Utara turun menjadi 4,56 dari tahun 1991 sebesar 8,99 dan pada tahun 1993 inflasi kembali naik
menjadi 9,75. Penurunan perlahan terjadi pada tahun 1994 dan 1995 walaupun tingkat inflasi masih tinggi yakni 8,28 dan 7,24. Sejak krisis moneter memporakporandakan perekonomian
bangsa Indonesia mulai tahun 1997, inflasi sumatera utara naik menjadi 13,1 dan puncaknya pada tahun 1998 setelah kejadian lengsernya Presiden Soeharto sehingga keamanan di Indonesia
termasuk Sumatera Utara menjadi sedikit terganggu sehingga mengakibatkan meroketnya inflasi hingga 83,56 melebihi tingkat inflasi nasional sebesar 77,63.
Seiring dengan membaiknya perekonomian, laju inflasi di Sumatera Utara juga cukup rendah. Inflasi tahun 2003 sebesar 4,23 lebih rendah dari pada tahun sebelumnya 2002 yang
sebesar 9,59.
Tabel 4.3 Perkembangan inflasi di Sumatera Utara dari tahun 1989-2008.
Tahun Inflasi
1989 7,94
1990 7,56
1991 8,99
1992 4,56
1993 9,75
1994 8,28
1995 7,24
1996 8,7
1997 13,1
1998 83,56
1999 1,37
2000 5,73
2001 14,79
2002 9,59
2003 4,23
2004 6,8
2005 22,41
2006 6,11
2007 6,6
2008 10,72
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2008
4.5 Ketenagakerjaan
Jumlah penduduk yang berkembang cepat akan sangat mempengaruhi struktur ketenagakerjaan. Struktur umur penduduk Indonesia dikatakan tergolong muda jelas akan
mempengaruhi penyediaan lapangan pekerjaan dimasa yang akan datang. Dewasa ini, bekerja tidak hanya diartikan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga merupakan
sarana untuk meningkatkan status sosial dan jati diri. Selain itu dengan bekerja, diharapkan ia tidak lagi menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bangsa.
Bertolak dari kenyataan diatas maka pemerataan kesempatan bekerja bagi setiap penduduk merupakan suatu hal yang cukup penting untuk diwujudkan dan hal ini pula lah yang
menjadi tujuan utama pembangunan. Masalah yang paling mendesak di Indonesia adalah masalah lapangan pekerjaan bagi semua penduduk yang banyak memasuki pasaran tenaga kerja.
Karena itu kebijaksanaan tenga kerja yang utama adalah membuka kesempatan kerja sebanyak mungkin.
Tahun 1992 penduduk 10 tahun keatas Sumatera utara 7,76 juta jiwa, dengan jumlah angkatan kerja 4,23 juta jiwa, dan 4,09 juta jiwa yang bekerja,dengan tingkat partisipasi
angkatan kerja TPAK sebesar 54,48. Data yang ada dari tahun ke tahun untuk tenaga kerja yang bekerja, dan TPAK Sumatera utara terus meningkat pada era 90 an.
Jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja pada Agustus 2008 adalah sebanyak 6,09 juta jiwa yang terdiri dari 5,54 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar
554.539 jiwa mencari pekerjaan dan tidak bekerja. Penduduk yang bekerja disektor pertanian yaitu 47,12, sektor kedua yang menyerap
tenaga kerja adalah perdagangan , hotel dan restauran yaitu 20,20. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa baik jasa perorangan, jasa
perusahaan dan jasa pemerintahaan yaitu sebesar 12,04. Sementara penduduk yang bekerja disektor industri hanya 8,08. Dan sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah
lapangan usaha listrik, gas dan air minum hanya 0,17. Kondisi tenaga kerja Sumatera Utara pada tahun 2008 semakin baik dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka TPT tahun 2008
sebesar 9,10.
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK
sebesar 66,90. Tahun 2007 menjadi 67,49 dan 2008 menjadi 68,33. Angkatan kerja Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD kebawah.
Persentase angkatan kerja golongan ini mencapai 37,89. Angkatan kerja setingkat SMTP dan SMTA sekitar 23,80 dan 32,90 sedangkan sisanya 5,4 diatas SMTA. Dengan rendahnya
pendidikan angkatan kerja memungkinkan produktifitas juga belum optimal. Jika dilihat dari status pekerjaannya sepertiga 31,57 penduduk di Sumatera Utara
adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dibantu anggota keluarga mencapai 15,92, penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 19,48. Hanya 3,43
penduduk Sumatera Utara yang jadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap dan bukan anggota keluarganya. Sementara itu, angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK
Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar 68,33.
Tabel 4.4 Perkembangan tenaga kerja yang bekerja Sumatera Utara tahun 1989-2008.
Tahun Tenaga kerja yang bekerja
1989 4318792
1990 3820329
1991 4726201
1992 4099809
1993 4193152
1994 4318993
1995 4931980
1996 4575651
1997 4542766
1998 4855296
1999 5037500
2000 4947539
2001 4928355
2002 4835793
2003 5008214
2004 4870829
2005 4902733
2006 4859647
2007 5082797
2008 5540263
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera utara
4.6. Analisis Data