Pengaruh PDRB, Inflasi Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH PDRB, INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA UTARA

Skripsi

Diajukan Oleh :

SIMON TOMAN M 070501115

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Simon Toman M

NIM : 070501115

Program Studi : Strata – I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JudulSkripsi : Pengaruh PDRB, Inflasi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara

Tanggal :

Pembimbing

NIP: 196004181987031002 Drs. Murbanto Sinaga, MA


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Simon Toman M

NIM : 070501115

Program Studi : Strata – I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JudulSkripsi : Pengaruh PDRB, Inflasi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara

Tanggal : Ketua

NIP: 19710503 200312 1 003 Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

Tanggal : Dekan

NIP: 19550810 198303 1 004 Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari : Jumat

Tanggal : 10 Juni 2011

Nama : Simon Toman M

NIM : 070501115

Program Studi : Strata I Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JUDUL : Pengaruh PDRB, Inflasi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara

Ketua Program Studi Pembimbing

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

NIP: 197105032003121003 NIP: 196004181987031002 Drs. Murbanto Sinaga, MA

Penguji I Penguji II

Kasyful Mahalli, SE, M.Si Dra. Raina Linda Sari,M.Si NIP: 196711112002121001 NIP: 196309071988032002


(5)

ABSTRACT

This thesis is entitiled “Analysis of Effect of GDP, Infaltion and Invesment on Employment Opportunities in North Sumatra.” To get results, then examined several variabels, namely GDP, Inflation and Invesment. While the data variabels used in this research is secondary data with the period 1989 to 2008.

After processing the data through a computer program Eviews 5.1, then the results is that the GDP variable have a significant impact on employment oppurtunities in North Sumatra, while the rate of inflation and investment don’t have a significant influence on employment in North Sumatra. However, taken together these variable have a significant influence on employment in North Sumatra.

The goverment needs to improve access for investors to invest that will be able to support increased employment oppurtunities in North Sumatra. And the goverment also needs to suppress the rate of inflation and increased GDP to support sustainable regional development.

Keywords: Employment, GDP, Inflation, Investment


(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Inflasi Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara”. Untuk memperoleh hasilnya, maka diteliti beberapa variabel yaitu PDRB, tingkat inflasi dan Investasi. Sedangkan data variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan kurun waktu tahun 1989 sampai tahun 2008.

Setelah pengolahan data melalui program komputer Eviews 5.1, maka diperoleh hasil yaitu bahwa variabel PDRB membeikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara sedangkan tingkat inflasi dan Investasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. Akan tetapi, secara bersama-sama variabel-variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

Dengan demikian pihak pemerintah perlu meningkatkan akses agar investor menanamkan modalnya yang nantinya dapat menunjang peningkatan kesempatan kerja di Sumatera Utara. Dan pemerintah juga perlu menekan tingkat inflasi dan peningkatan PDRB untuk mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.

Kata kunci : Kesempatan Kerja, PDRB, Inflasi, Investasi


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan keselamatan dan kasih karunia serta memimpin dan memberkati penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh PDRB, Inflasi dan Investasi” ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program Strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan skripsi ini banyak dukungan yang diterima baik berupa doa, dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak yang sangat membantu penulis. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ariyo Pratomo, S.E, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E, M.Si Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(8)

6. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, M.A selaku dosen pembimbing yang telah memberikan koreksi, bimbingan dan arahan kepada penulis.

7. Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si sebagai dosen pembanding ketika seminar proposal dan menjadi dosen penguji skripsi dalam ujian komprehensif dan meja hijau penulis.

8. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan perkuliahan kepada penulis dan segenap staf administrasi dan staf pendukung di Fakultas Ekonomi dan Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

9. Para Staf dan pegawai Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam memperolah data.

10. Kedua Orang Tua penulis, Ayahanda Ir.Sihardjono Manurung dan Ibunda Talenta br. Pasaribu serta saudara penulis yaitu Dinarty Manurung,Sumantri Manurung dan Reynaldo Manurung yang selama ini menyayangi, mendukung serta membimbing langkah penulis.

11. kepada teman-teman EP, Henry sahat, ryan,sharah,meigi,reza,ayu,gea dan semua kawan-kawan yan tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat dan dukungan yang kalian berikan selama ini.

12. Kepada Einike S Purba juga yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga terima kasih untuk dukungan doa dan morilnya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata,


(9)

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Mei 2011 Penulis

Simon Toman M


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Hipotesis ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori-teori Ketenagakerjaan ... 9

2.1.1 Teori Klasik Adam Smith ... 9

2.1.2 Teori Malthus ... 9

2.1.3 Teori Keynes ... 10


(11)

2.2. Teori Tentang Tenaga Kerja ... 11

2.2.1. Faktor Yang Mempengaharui Permintaan Tenaga Kerja... 14

2.3. Definisi Kesempatan Kerja dan TPAK ... 17

2.4. Investasi ... 21

2.4.1. Defenisi Investasi ... 21

2.4.2. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 23

2.4.3. Keuntungan PMA Dalam Berinvestasi ... 25

2.4.4. Kerugian PMA Dalam Berinvestasi ... 27

2.4.5. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 28

2.4.6. Tujuan Investasi ... 29

2.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 30

2.5.1. Metode Perhitungan PDRB ... 30

2.5.2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Konstan ... 32

2.6. Inflasi ... 33

2.6.1. Pengertian Inflasi ... 33

2.6.2. Teori Inflasi ... 34

2.6.3. Jenis-Jenis Inflasi ... 37

2.6.4. Pengaruh Inflasi ... 37

2.7. Penelitian Terdahulu ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 40

3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 40


(12)

3.4. Model Analisis ... 41

3.5. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 42

3.5.1. Koefisien Determinasi (R-Squared) ... 42

3.5.2. Uji T-statistik ... 43

3.5.3. Uji F-statistik ... 44 3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 45

3.6.1. Uji Multikolinearitas ... 45

3.6.2. Uji Durbin – Watson (DW) ... 45

3.7. Defenisi Operasional ... 47

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 48

4.1.1 Kondisi Geografis ... 48

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 48

4.1.3. Potensi Wilayah ... 48

4.1.4. Jumlah Penduduk ... 49

4.1.5. Perindustrian Sumatera Utara ... 50

4.1.6. Koperasi ... 51

4.1.7. Konsumsi ... 51

4.1.8. Pemerintahan Sumatera Utara ... 51

4.1.9. Keuangan Daerah ... 52

4.1.10. Kebijaksanaan Pembangunan ... 52


(13)

4.3. Perkembangan Investasi Sumatera Utara... 55

4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara... 57

4.5. Ketenagakerjaan ... 58

4.6. Analisis Data ... 62

4.6.1. Intepretasi Model ... 62

4.6.2. Test of Goodness Fit (Uji Kesesuaian) ... 64

4.6.2.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 64

4.6.2.2. Uji F-statistik (overall) ... 64

4.6.2.3. Uji T-statistik ... 66

4.6.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 70

4.6.3.1. Uji Multikolinearitas ... 71

4.6.3.2. Uji Autokolerasi ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1.PDRB berdasarkan Harga Konstan Tahun 1989-2008 ... 54

4.2. Perkembangan Investasi Sumatera Utara Tahun 1989-2008 ... 56

4.3. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara Tahun 1989-2008 ... 58

4.4. Perkembangan Tenaga Kerja Yang Bekerja SUMUT Tahun 1989-2008 ...61


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kurva Penawaran Tenaga Kerja ... 12

2.2. Kurva Excess Supply of Labour ... 12

2.3. Kurva Excess Demand of Labour ... 13

2.4. Kurva Keseimbangan Tenaga Kerja ... 18

3.1. Kurva Uji Durbin-Watson (D-W) ... 46

4.1. Kurva Uji F - Statistik ... 66

4.2. Kurva Uji T - Statistik PDRB ... 68

4.3. Kurva Uji T – Statistik Inflasi ... 69

4.4. Kurva Uji T – Statistik Investasi ... 70

4.5. Kurva Hasil Regresi Uji D-W ... 74


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Perkembangan PDRB, Inflasi, Investasi dan Kesempatan Kerja Sumatera Utara Tahun 1989-2008.

2 Hasil Estimasi Regresi Model. Regresi PDRB, Inflasi dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Sumatera Utara.

3 Uji Multikolinearitas. Regresi PDRB, Inflasi dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Sumatera Utara.


(17)

ABSTRACT

This thesis is entitiled “Analysis of Effect of GDP, Infaltion and Invesment on Employment Opportunities in North Sumatra.” To get results, then examined several variabels, namely GDP, Inflation and Invesment. While the data variabels used in this research is secondary data with the period 1989 to 2008.

After processing the data through a computer program Eviews 5.1, then the results is that the GDP variable have a significant impact on employment oppurtunities in North Sumatra, while the rate of inflation and investment don’t have a significant influence on employment in North Sumatra. However, taken together these variable have a significant influence on employment in North Sumatra.

The goverment needs to improve access for investors to invest that will be able to support increased employment oppurtunities in North Sumatra. And the goverment also needs to suppress the rate of inflation and increased GDP to support sustainable regional development.

Keywords: Employment, GDP, Inflation, Investment


(18)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Inflasi Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara”. Untuk memperoleh hasilnya, maka diteliti beberapa variabel yaitu PDRB, tingkat inflasi dan Investasi. Sedangkan data variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan kurun waktu tahun 1989 sampai tahun 2008.

Setelah pengolahan data melalui program komputer Eviews 5.1, maka diperoleh hasil yaitu bahwa variabel PDRB membeikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara sedangkan tingkat inflasi dan Investasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. Akan tetapi, secara bersama-sama variabel-variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

Dengan demikian pihak pemerintah perlu meningkatkan akses agar investor menanamkan modalnya yang nantinya dapat menunjang peningkatan kesempatan kerja di Sumatera Utara. Dan pemerintah juga perlu menekan tingkat inflasi dan peningkatan PDRB untuk mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.

Kata kunci : Kesempatan Kerja, PDRB, Inflasi, Investasi


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut. Hal ini di Indonesia yang salah satunya sebagai negara yang berkembang masih mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara industri maju dalam pembagunan ekonominya yang masih mengharuskan pemerintah untuk mengambil peranan sebagai motor penggerak pembagunan ekonomi nasional.

Pembangunan ekonomi di negara berkembang memiliki kesamaan dengan negara-negara maju yang dimana membutuhkan beberapa faktor yang menjadi modal pembangunan, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal, dan tingkat teknologi. Tetapi kenyataannya di negara-negara berkembang faktor dari pertambahan penduduk menjadi faktor tambahan pertumbuhan ekonomi.

Pertambahan jumlah penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Apabila laju pertumbuhan sama dengan tingkat pertambahan penduduk maka akan terjadi stagnasi ekonomi. Dan apabila pertumbuhan lebih lambat dari pertambahan penduduk maka akan terjadi kemunduran dalam ekonomi.

Penduduk yang bertambah akan juga memperbesar jumlah tenaga kerja yang ada, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu negara menambah jumlah produksinya.


(20)

Bertambahnya jumlah penduduk juga akan mendorong bertambahnya jumlah lapangan kerja yang tidak dapat disangkal lagi bahwa ini merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi dalam pembangunan. Lapangan kerja sendiri berfungsi sebagai wahana untuk menempatkan tenaga kerja dalam posisi sentral pada pembagunan. Lapangan kerja merupakan sumber pendapatan bagi angkatan kerja yang bekerja (Sayuti Hasibuan,1996:99).

Angkatan kerja adalah bagian dari penduduk yang berumur 15 keatas, atau tidak sekolah lagi dan mampu bekerja secara aktif mencari pekerjaan atau dalam status sedang bekerja. Mengetahui tentang berbagai karakteristik angkatan kerja harus diakui merupakan hal yang pokok. Namun juga harus diketahui bahwa pentingnya mengamati gerak perubahan dari total angkatan kerja secara keseluruhan.

Pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang tidak dapat di imbangi dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam menciptakan kesempatan kerja yang baru, pada akhirnya akan menyebabkan semakin tingginya jumlah pencari kerja. Dan hal ini apabila tidak diatasi dengan baik oleh pemerintah maka berbagai masalah akan timbul sperti meningkatnya jumlah pengangguran yang mengarah kepada kemiskinan sehingga terjadi kemerosotan dalam ekonomi.

Sementara kebijakan-kebijakan yang tepat dibutuhkan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kestabilan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tidak disertai dengan perbaikan struktur perekonomian yang kokoh, dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dalam negeri, tingkat inflasi yang tinggi, neraca pembayaran yang kurang seimbang akibat banyaknya keuntungan dari perusahaan penanam modal asing yang ditarik kembali ke negerinya, serta kesenjangan antar penduduk dan regional yang semakin mencolok. Dari sisi penawaran uang semakin tidak


(21)

terkendali karena ekspansifnya dunia perbankan memberikan kredit, akibat penurunan suku bunga.

Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi akan menurun, dan sebagai akibatnya investasi sektor swasta tertekan sampai kebawah tingkat keseimbangan(yang disebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan). Karenanya, sejauh inflasi menuntun kearah tingkat bunga yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, inflasi dapat memperkecil investasi dan pertumbuhan.

Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan kesempatan kerja menjadi semakin mengecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan kecil. Dari sini terlihat bahwa pemerintah harus menjalankan kebijakan makro yang tepat. Untuk menjaga tingkat inflasi agar tidak tinggi maka jumlah uang yang beredar di masyarakat juga harus dikendalikan.

Kemudian pertumbuhan PDRB sendiri, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi merupakan penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena disamping mendorong kenaikan output secara signifikan, juga meningkatkan permintaan input sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima oleh masyarakat (Makmun dan Yaksin,2003).

Investasi adalah meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru,pembukaan tanah baru dan sebagainya.


(22)

Investasi juga di artikan sebagai pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri-industri.

Jenis investasi sendiri meliputi investasi swasta dan pemerintah, tetapi faktor yang menentukan lokasi kedua jenis investasi tidak selalu sama. Umumnya pemerintah harus memperhatikan beberapa faktor, seperti pengembangan suatu daerah tertentu karena alasan politis dan strategis. Namun demikian kedua investasi diatas pada akhirnya akan dapat menambah kesempatan kerja dan memberi sumbangan dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi dan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan.

Pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan jelas memerlukan dana yang besar. Salah satu prasyarat utama untuk mencapai tujuan pembangunan adalah cukup tersedianya dana investasi. Kebutuhan dana investasi dapat dibiayai dari dalam negeri. Namun kenyataannya Sumatera Utara masih menghadapi masalah keterbatasan modal dalam negeri yang dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan. Hal tersebut tercermin dari ”saving-investment gap” dan untuk menutupi ini, pinjaman luar negeri salah satu sumber pembiayaan. Pertumbuhan PMDN mengalami kenaikan yang cukup stabil.

Kehancuran ekonomi yang dibuat oleh pemerintah yang dibuat oleh pemerintah Orde Lama dapat bangkit kembali dikarenakan adanya PMA yang mampu mendorong tumbuhnya kembali pertumbuhan ekonomi. Tentu saja ini juga berdampak bagi penurunan jumlah pinjaman luar negeri.

Peran penting PMA sebagai penggerak pembangunan ekonomi yang pada pemerintahan Orde Baru tidak dapat disangkal. Selama periode tersebut, pertumbuhan arus masuk PMA ke


(23)

Indonesia memang sangat pesat terutama pada dekade 80-an dan bahkan mengalami akselarasi sejak tahun 1994.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak terhadap kondisi perekonomian Indonesia, dan juga berdampak pada nilai tukar rupiah, inflasi yang tinggi, dan menurunya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Dua tahun setelah krisis ekonomi, pertumbuhan investasi di Indonesia masih sangat rendah padahal investasi sangat berpengaruh terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Keterkaitan antara investasi dan kesempatan kerja seperti dijelaskan diatas dapat juga terjadi di Sumatera Utara. Karena Sumatera Utara merupakan salah satu barometer perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu tujuan investasi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Investasi dan Inflasi Terhadap Kesempatan Kerja di Sumatera Utara”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka ada beberapa perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara? 3. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara?


(24)

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dimana kebenarannya masih harus diuji. Dari permasalahan di atas maka penulis memberikan hipotesa sebagai berikut :

1. PDRB mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. 2. Inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. 3. Investasi mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan penulis terutama mengenai PDRB, investasi, inflasi dan kesempatan kerja.


(25)

3. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan di bidang ketenagakerjaan khususnya dalam rangka penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi angkatan kerja.


(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1. Teori-teori Ketenagakerjaan

2.1.1. Teori Klasik Adam Smith

Adam smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain,

alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

2.1.2. Teori Malthus

Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung.

Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi perkepala dan satu-satunya cara untuk menghindari hal tersebut adalah melakukan kontrol atau pengawasan pertumbuhan penduduk. Beberapa jalan keluar yang ditawarkan oleh malthus adalah dengan menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak.


(27)

Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.

2.1.3. Teori Keynes

John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.

Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunya harga-harga.

Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor ( marginal value of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.


(28)

2.1.4. Teori Harrod-domar

Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.

2.2. Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja seperti yang sudah dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan judul ini adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut penawaran yang lebih besar dari permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.

upah riil (W)

Gambar 2.1 : Kurva Penawaran Tenaga Kerja We

Ne

E

Penawaran Tenaga Kerja (SL)

= supplay of labour

Permintaan Tenaga Kerja ( DL)

= Demand for labour


(29)

Gambar 2.2 : Kurva Excess supply of labour

Gambar 2.3 : Kurva Excess Demand of labour Keterangan Gambar :

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor) DL

W1

N2

N1

SL

W

N Excess supply

of labour

W2

Excess demand

W SL

DL

N 3 N4

E E


(30)

Penjelasan gambar:

(1). Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, Titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.

(2). Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

(3). Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2.

2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah

Yang mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan adalah tingkat upah para tenaga kerja. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi (scale effect) dimana sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk


(31)

mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan.

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin pengemasan produk makanan yang dulunya berbasis tenaga kerja manusia dan beralih ke mesin-mesin dan robot akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja manusia lebih rendah untuk memproduksi makanan tersebut.

c. Produktivitas tenaga kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 50 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 9 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 25 karyawan dengan waktu 9 bulan.


(32)

Kita mengetahui bahwa kekuatan permintaan tenaga kerja dalam pekerjaan tertentu sebagian bergantung pada produktivitas (MP). Perusahaan mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang menentukan produktivitas pekerja. Tetapi dua cara serikat buruh dapat mempengaruhi ouput per jam pekerja adalah berpartisipasi dalam komite manajemen produktivitas tenaga kerja gabungan—yang seringkali disebut “lingkaran kualitas”—dan “codetermintation”, yang terdiri dari partisipasi langsung para pekerja dalam pengambilan keputusan perusahaan. Yang sebelumnya juga terkadang disebut “demokrasi buruh”. Tujuan kedua pendekatan tersebut adalah memperbaiki komunikasi internal dalam perusahaan dan meningkatkan produktivitas melalui penekanan lebih melalui kerjasama lebih dan insentif profit.

Dalam banyak kasus, serikat buruh telah menolak partisipasi dalam lingkaran kualitas dan codetermintation, memperdabatkan bahwa program-progam ini memperlancar proses tawar menawar dan memperkecil otoritas serikat. Dalam contoh lainnya, serikat setuju untuk berpartisipasi dalam basis eksperimental. Sampai pada saat pendekatan mereka meningkatkan marginal product tenaga kerja, permiontaan tenaga kerja akan meningkat, sehingga meningkatkan prospek serikat untuk menegoisiasi peningkatan upah.

d. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya alam dan lainlain, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang


(33)

atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri air minum, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.

2.3. Defenisi Kesempatan Kerja dan TPAK

Kesempatan kerja didefenisikan sebagai keadaan yang mencerminkan sampai berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut secara aktif dalam kegiatan perekonomian suatu negara.

Dalam analisis pasar tenaga kerja secara makro yang ingin dianalisis adalah permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian yang merupakan gabungan dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan dan gabungan penawaran oleh para pekerja. Dengan demikian kurva permintaan tenaga kerja dalam perekonomian dapat diwujudkan dalam menjumlahkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan.

Gambar 2.4 Kurva Keseimbangan Tenaga Kerja W

Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja

Kelebihan Permintaan Tenaga Kerja

NS

ND W1


(34)

Keterangan:

Kurva ND menggambarkan permintaan tenaga kerja dalam perekonomian. Kurva ini merupakan jumlah dari semua kurva permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan yang ada dalam kegiatan. Kurva Ns menggambarkan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian dan dibentuk dengan menjumlahkan kurva penawaran tenaga kerja dari semua pekerja dalam kegiatan ekonomi.

Keseimbangan di pasar tenaga kerja akan tercapai apabila permintaan tenaga kerja di pasar sama dengan penawarannya. Keadaan ini tercapai pada Eo yaitu pada tingkat upah Wo dan tingkat kesempatan kerja No kedudukan keseimbangan ini dapat dibuktikan dengan melihat keadaan yang akan berlaku pada tingkat upah yang lain,misalnya pada W1 atau W2.

Apabila tingkah upah adalah W1, akan berlaku kelebihan penawaran kerja (berarti sebagian tenaga kerja menganggur). Penyesuaian yang sebaliknya akan berlaku apabila upah terlalu rendah misalnya, apabila tingkat upah adalah W2, akan berlaku kelebihan permintaan tenaga kerja berkurang. Pada akhirnya permintaan dan penawaran tenaga kerja akan mencapai titik keseimbangan dititik E0.

Penduduk suatu negara dibagi 2 golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berada pada batas usia kerja. Tenaga kerja dibagi kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan umum, untuk sementara sedang tak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan yakni orang-orang yang


(35)

kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiun, penderita cacat).

Angkatan kerja dapat dibagi lagi kedalam dua sub kelompok yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan pada saat disensus atau disurvei memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan tidak sedang bekerja. Penganggur ialah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan (pengangguran terbuka).

Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) atau sering disebut dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPK sendiri dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki atau wanita di kota, kelompok tenaga terdidik, kelompok umur 10-15 di desa dan lain-lain.

Semakin besar TPK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin besar jumlah angkatan kerja dan akibatnya TPK semakin kecil ( Simanjuntak,1998:97 ).

Indikator yang digunakan untuk mengitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah Rasio antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK dirumukan sebagai berikut:

Angkatan Kerja Tenaga Kerja


(36)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tidak hanya dapat disajikan untuk menghitung TPAK penduduk usia kerja dengan spesifikasi yang lebih khusus seperti umur, jenis kelamin, atau tempat tinggal.

2.4. Investasi

2.4.1 Definisi Investasi

Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham atapun sejumlah deviden di masa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut.Setelah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin atau bangunan), maupun aset finansial (deposito, saham ataupun obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umumnya dilakukan. Bagi investor yang lebih pintar dan lebih berani menanggung resiko. aktivitas investasi yang mereka lakukan juga bisa mencakup investasi pada aset-aset finansial lainnya yang lebih kompleks seperti warrants, option dan futures maupun ekuitas intwernasional.

Aset finansial adalah klaim berbentuk surat berharga atas sejumlah aset-aset pihak penerbit surat berharga tersebut. Sedangkan sekuritas yang mudah diperdagangkan adalah aset-aset finansial yang bisa diperdagangkan dengan mudah dan dengan biaya transaksi yang murah pada pasar yang terorganisir.

Pihak-pihak yang melakukan kegiatn investasi disebut investor. Investor pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang


(37)

melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.

Dalam teori ekonomi makro yang dibahas adalah investasi fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi investasi dapat lebih dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal. Stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu perekonomian pada saat tertentu.

a. Investasi Dalam Bentuk Barang Modal dan Bangunan

Yang tercakup dalam investasi barang modal dan bangunan adalah

pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan/gedung yang baru. Karena daya tahan madal dan bangunan umumnya

lebih dari setahun, seringkali investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk harta tetap (fixed investment).

Di Indonesia, istilah yang setara dengan fixed investment adalah pembentukan modal tetap domestic bruto (PMTDB). Supaya lebih akurat, jumlah investasi yang perlu diperhatikan adalah investasi bersih yaitu PMTDB dikurangi penyusutan.

b. Investasi Persediaan

Perusahaan seringkali memproduksi barang lebih banyak daripada target

penjualan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Tentu saja investasi persediaan diharapkan meningkatkan penghasilan/keuntungan. Persediaan barang tersebut dikatakan sebagai investasi yang direncanakan atau investasi yang diinginkan karena telah direncanakan. Selain barang jadi, investasi dapat juga dilakukuan dalam bentuk persediaan barang baku dan setengah jadi.


(38)

2.4.2 Penanaman Modal Asing (PMA)

PMA yang terkandung dalam Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana diubah dan ditambah oleh Undang-Undang No.11 tahun1 970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No.1 tahun 1967 mencakup unsur pokok (Bank Indonesia, 1995;98-100), yaitu:

a. Penanaman modal secara langsung;

b. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan di Indonesia; c. Resiko ditanggung pemilik modal/investor (pasal 1).

Dimana pengertian modal asing tersbut terdiri dari:

1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari devisa Indonesia dan disetujui pemerintah untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

2. Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik asing dan bahan-bahan dari luar negeri ke dalam wilayah RI yang tidak dibiayai dari devisa Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang dapat ditransfer, tetapi digunakan untuk membiayai

perusahaan di Indonesia (pasal 2).

Menurut Undang-Undang tersebut, jenis PMA bisa secara penguasaan penuh atas bidang usaha yang bersangkutan (100% asing) ataupun kerjasama/patungan dengan modal Indonesia. Kerjasama dengan modal Indonesia tersebut dapat terdiri dari: hanya dengan pemerintah (misalnya pertambangan) atau pemerintah maupun swasta nasional. Jangka waktu PMA di Indonesia tidak boleh melebihi 30 tahun dan bidang usaha yang terbuka atau tertutup bagi PMA adalah pelabuhan, listrik umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkit tenaga atom, mass-media, dan bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan industri militer.


(39)

PMA dapat berupa penanaman modal langsung (FDI) atau portofolio. Investasi langsung biasanya melibatkan kontrol manajemen dari pihak asing sedangkan investasi portofolio meliputi pembelian surat-surat berharga dan jenis investasi ini tidak melibatkan pengawasan pihak asing terhadap perusahaan domestik.

Negara-negara berkembang sebagian besar memberikan insentif untuk PMA dan menyalurkannya untuk penggunaan-penggunaan yang diinginkan. Pada saat yang sama, mereka juga mengenakan berbagai hambatan terhadap PMA untuk menghindari dominasi asing dan memegang sumber daya alam mereka kembali.

Menurut Todaro, argumen yang mendukung penanaman modal asing sebagian besar berasal dari analisis neoklasik tradisional yang memusatkan pada berbagai determinan pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal asing merupakan sesuatu yang sangat positif, karena hal tersebut mengisi kekurangan tabungan yang didapat dari dalam negeri, menambah cadangan devisa, memperbesar penerimaan pemerintah, dan mengembangkan keahliann manajerial bagi negara penerimanya. Semua ini merupakan faktor-faktor kunci yang dibutuhkan untuk mencapai target pembangunan. PMA ini dapat mengatasi dua kesenjangan (two gap) yaitu ‘kesenjangan tabungan-investasi’ (saving gap) dengan pemberian sumbangan finansial jika terjadi kurang memenuhinya mobilisasi tabungan domestik, dan juga mengatasi ‘kesenjangan devisa’ atau ‘kesenjangan perdagangan luar negeri’ (trade gap) dengan peranannya dalam mengisi kesenjangan antara target jumlah devisa yang dibutuhkan dan hasil-hasil aktual devisa dari ekspor ditambah dengan bantuan luar negeri netto. Menurut argumen ini, arus-arus masuk modal swasta asing tersebut bukan hanya dapat menghilangkan sebagian atau seluruh defisit yang terdapat didalam neraca pemabayaran, akan tetapi dapat juga menghilangkan defisit dalam


(40)

jangka panjang (secara permanen) bila perusahaan asing tersbut dimungkinkan untuk hadir di negara yang bersangkutan guna menghasilkan devisa dari hasil-hasil ekspornya secara netto.

Selanjutnya dijelaskan pula selain dua kesenjangan tersbut, kesenjangan ketiga yang dikatakan dapat diisi oleh modal swasta asing adalah kesenjangan antara target penerimaan pajak pemerintah dan jumlah pajak aktual yang dapat dikumpulkan. Ini terjadi dengan adanya tambahan pendapatan pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan keikutsertaan mereka secara finansial dalam kegaitan-kegiatan mereka di dalam negeri, sehingga pada akhirnya akan dapat turut memobilisasikan sumber-sumber finansial.

2.4.3. Keuntungan Penanaman Modal Asing Dalam Berinvestasi

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya Penanaman Modal Asing antara lain: a. Produksi beberapa produk kebutuhan rakyat dengan tujuan untuk ekspor (dengan

penggunaan bahan baku yang umumnya berasal dari Indonesia akan meningkatkan kuantitas dan kualitasnya).

b. Bila produksi mengalami kegagalan maka seluruh resiko ditanggung oleh penanam modal dalam investasi langsung (investor asing).

c. Tenaga kerja Indonesia akan memperoleh kesempatan kerja dan dapat membiasaka diri dengan teknologi modern.

d. Terbukanya kesempatan untuk membangun perusahaan nasional yang sejenis, sehingga akan dapat meningkatkan pembangunan, terutama pembangunan di daerah pera pekerja yang bekerja diperusahaan asing tersebut telah memiliki pengalaman dan keterampilan dalam membangung perusahaan nasional yang sejenis, yang mungkin lebih baik dan


(41)

terarah bagi peningkatan pembangunan di daerah-daerah lainnya sehingga mereka dapat menjadi pioner pelaksana proyek-proyek mutakhir di daerah-daerah.

e. Devisa akan meningkat jumlahnya, selain akan meningkatkan nilai tukar rupiah dalam negeri, dana untuk pembangunan juga meningkat.

f. Langsung memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi dan organisasi yang mutakhir kenegara yang dituju.

g. Mendorong perusahaan lokal untuk berinvestasi lebih banyak pada industri pendukung atau dengan bekerjasama dengan perusahaan asing.

h. Sebagian laba pada umumnya ditanamkan kembali pada pengembangan atau modernisasi industri terkait.

i. Kemungkinan terjadi pelarian modal berkurang.

2.4.4. Kerugian Penanaman Modal Asing Dalam Berinvestasi

a. Penyediaan sejumlah modal oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam kenyataannya malah justru menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestikdi negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian-perjanjian produksi ekslusif antara pihak perusahaan multinasional dengan pihak pemerintah di negara tuan rumah.

b. Tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah.

c. Terhambat atau terganggunnya perkembangan perusahaan-perusahaan domestik yang sebenarnya bisa menjadi pemasok barang sejenis.

d. Terpacunya tingkat konsumsi domestik sehingga justru menurunkan minat masyarakat setempat untuk menabungkan atau menginvestasikan tambahan pendapatan


(42)

e. Dalam jangka panjang PMA dapat mengurangi penghasilan devisa baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun neraca modal.

f. Kecilnya kontribusi yang didapatkan bagi penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak yang disebabkan oleh adanya konsesi-konsesi pajak yang bersifat liberal, pemberian fasilitas penanaman modal yang berlebihan, subsidi-subsidi terselubung, serta proteksi yang diberikan oleh pemerintah negara tuan rumah.

2.4.5. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Pengertian PMDN yang terkandung dalam Undang-Undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencakup kriteria sebagai berikut (Bank Indonesia ,1995;103):

a. Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia;

b. Dimiliki oleh negara ataupun swasta nasional dan swasta asing yang berdomisili di Indonesia;

c. Guna menjalankan suatu usaha;

d. Modal tersebut tidak termasuk dalam pengertian pasal 2 Undang-Undang No.1 tahun 1967 tersebut diatas (Pasal 1 ayat 1)

PMDN merupakan bagian dari penggunaan kekayaan yang dapat dilakukan secara langsung oleh pemilik sendiri atau secara tidak langsung, antara lain melalui pembelian obligasi, saham , deposito, dan tabungan yang jangka waktunya minimal tahun.

Menurut Undang-Undang tersebut, perusahaan yang dapat menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara perusahaan nasional dan perusahaan asing, dimana perusahaan nasional dapat dimiliki seluruhnyaa oleh negara dan atau swasta nasional ataupun sebagai usaha


(43)

gabungan antara negara dan atau swasata nasional dengan swasta asing dimana sekurang-kurangnya 51% modal dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Pada prinsipnya semua bidang usaha terbuka untuk swasta/PMDN kecuali bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak dan strategis.

2.4.6. Tujuan Investasi

Pada dasarnya tujuan orang melakukan investasi adalah untuk mengahasilkan sejumlah uang. Tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang.

Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan. Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kemungkinan kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut, jika diinvestasikan akan memberikan harapan meningkatnya kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang diperoleh dari meningkatnya kesejahteraan investor tersebut.

Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seorang melakukan investasi, antara lain adalah:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang.

Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatnya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.


(44)

Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.

3. Dorongan untuk menghemat pajak

Beberapa negara di dunia banyak melakukan pemberian fasilitas perpajak kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.

2.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian (Mankiw,2007:23).

2.5.1. Metode Perhitungan PDRB 1. Metode Langsung

A. Pendekatan produksi

Pendekatan dengan cara ini dimaksudkan untuk menghitung netto barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi selama setahun disemua wilayah. Barang dan jasa yang di produksi ini dimulai dari harga produsen yaitu harga yang belum termasuk biaya transport dan pemasaran karena biaya transport akan dihitung sebagai pendapatan sektor transport, sedang biaya pemasaran akan dihitung sebagai pendapatan sektor perdagangan.

Nilai barang dan jasa pada harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto (NPB), sebab masih termasuk didalamnya biaya-biaya barang dan jasa-jasa yang dipakai dan dibeli dari sektor lain.


(45)

Untuk menghindari perhitungan dua kali (double account), maka biaya-biaya barang dan jasa-jasa harus dikeluarkan sehingga diperoleh nilai produksi netto atau disebut juga nilai tambah bruto (termasuk penyusutan dan pajak tidak langsung).

B. Pendekatan Pendapatan

PDRB dirumuskan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi (berupa gaji dan upah, bunga, sewa dan laba) yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun, berdasarkan pengertian diatas, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, anak keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

C. Pendekatan Pengeluaran

PDRB dihitung jumlah seluruh komponen pengeluaran akhir, meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan swasta yang tidak mencari keuntungan, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto serta ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) didalam suatu wilayah/region dengan jangka tertentu/setahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dan barang dan jasa yang diproduksi.

2. Metode Tidak Langsung

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan yang paling besar tergantung atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain,


(46)

karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.

2.5.2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan

Pendapatan regional suatu propinsi dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan itu dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

- Kenaikan pendapatan yang benar-benar dapat menaikkan daya beli penduduk (kenaikan riel). - Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan pendapatan yang

disertai kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan semacam ini merupakan kenaikan pendapatan yang semu (tidak riel).

Oleh karena itu berdasarkan kenyataan diatas, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riel) maka faktor inflasi harus dieliminir.

Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas harga konstan.

2.6. Inflasi

2.6.1. Pengertian Inflasi

Banyak pengertian inflasi yang dapat kita jumpai pada beberapa sumber. Dari beberapa sumber tersebut ada yang menyatakan Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang.Selain itu ada pula yang menyatakan Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum.Dikatakan tingkat harga secara umum


(47)

karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya.Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik harganya.Kenaikan satu dua barang saja bukan merupakan inflasi,kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang lainya.Inflasi dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga ,yaitu adanya kecenderungan bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus.

Definisi yang sama dari inflasi tersebut didefinisikan oleh ekonom Parkin dan Bade: menurut mereka inflasi adalah pergerakan kearah atas dari tingkatan harga. Ini berlawanan dengan deflasi, pergerakan menurun dari tingkatan harga. Batasan anatara inflasi dan deflasi adalah stabilitas harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut. Untuk

pengukuran tingkat inflasi sendiri yang paling umum dipakai adalah indeks harga barang konsumsi (Consumtion Price Index atau CPI) dan GNP Deflator. Besarnya tingkat inflasi menjadi sangat penting bagi investor dalam menentukan real rate of return ( Agus Zainul,2007).

2.6.2. Teori-teori Inflasi

Ada tiga kelompok yang mengemukakan teori inflasi yaitu: A. Teori Kuantitas

Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh :

1. Volume uang yang beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang yang beredar lebih besar dari kesanggupan


(48)

output untuk menyerapnya(volume uang lebih besar dari pada pendapan nasional). Bila jumlah uang yang beredar tidak ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.

2. Adanya perkiraan masyarakat akan kenaikan harga (Expectation)

Kalau perkiraan masyarakat akan ada perubahan harga walaupun ada penambahan uang (tidak besar) tidak akan menyebabkan inflasi, karena perubahan harga yang terjadi masih kecil. Apabila akan ada perubahan harga yang cukup besar dan penambahan uang yang beredar, maka penambahan uang yang beredar tersebut akan dibelanjakan masyarakat, karena masyarakat ingin menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi dengan meningkatnya harga juga diiringi dengan penambahan uang yang beredar. Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang akan datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya akan diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

B. Teori Keynes

Keynes menyoroti factor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makronya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan pendapatannya(aktifitas ekonominya). Terjadinya inflasi melalui perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia(pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflationary gap, yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional yang


(49)

lebih besar, secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Karena permintaan total melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, maka harga-harga naik sehingga timbullah inflasi.

C. Teori Strukturalis

Teori ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya struktur(pengalaman) perekonomian Negara-negara Amerika latin. Ada dua factor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan inflasi dalam Negara berkembang berdasarkan teori strukturalis ini yaitu:

1. Ketidakelastisan penerimaan ekspor.

Yaitu ekspor berkembang secara lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya harga barang-barang komoditi Negara-negara berkembang(hasil alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri. Adanya perkembangan ekspor yang lamban juga merupakan penyebab adanya kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan(terutama barang modal untuk mengubah struktur perkonomian). Akibatnya Negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan yang menekankan pemakaian produksi dalam negeri(untuk memajukan industri dalam negeri) dan sebelumnya diimpor (walaupun hasil produksi dalam negeri lebih mahal harganya karena kurang efisien). Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga yang lebih tinggi. Disamping itu, bila proses subsitusi impor ini makin meluas , kenaikan biaya produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang naik. Dengan demikian terjadi inflasi dalam perekonomian yang berkepanjangan.


(50)

Berakibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenaikan harga bahan makanan ini mengakibatkan tuntutan kenaikan upah kaum buruh atau pekerja yang dampaknya akan menaikkan biaya produksi. Jika demikian, otomatis harga hasil produksi (pertanian dan industri) akan naik lagi, sehingga kenaikan harga barang menuntut kembali tingkat upah untuk dinaikkan.Begitu seterusnya, proses ini hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali. Akan tetapi, factor structural perekonomian tidak bisa menghentikan kenaikan harga bahan makanan, sehingga akan terjadi dorong-mendorong antara upah dan kenaikan harga,dan tidak akan berhenti sampai struktur perekonomian dapat diubah.

2.6.3. Jenis-jenis Inflasi

Pengelompokan inflasi dari segi parah atau tidaknya, menitikberatkan pada seberapa besar laju tingkat inflasi dalam suatu periode tertentu. Disini Inflasi dapat dibedakan menjadi 4 tingkat yaitu :

1. Inflasi ringan yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun. 2. Inflasi sedang yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya terletak antara 10%-30% per tahun. 3. Inflasi berat yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya 30%-100% per tahun.

4. Hyper inflasi yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun. 2.6.4. Pengaruh Inflasi

Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa pengaruh sebagai berikut :

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab distribusi


(51)

pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah atau tidaknya pengaruh inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi itu bersifat dapat diantisipasi ataukah tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Inflasi yang tidak dapat diantisipasi sudah barang tentu mempunyai akibat yang jauh lebih serius terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan inflasi yang dapat diantisipasi.

b) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini disebut sebagai “Efficiency Effect of inflation”.

c) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan,dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut “output and employment effect of Inflation”.

d) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan menaik dimasa mendatang , maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan.


(52)

2.7. Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Novita Linda yang berjudul Analisis pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara, dijelaskan bahwa Investasi PMDN tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya investasi di Sumatera Utara maka akan meningkatkan juga PDRB Sumatera Utara. selanjutnya PMA tahun sebelumnya juga berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi PMA Sumatera Utara tahun sebelumnya akan meningkatkan PDRB Sumatera Utara. Nilai koefisien regresi investasi PMA sebesar 0,0421 berarti bahwa setiap peningkatan investasi PMA 100% maka menyebabkan peningkatan PDRB Sumatera Utara sebesar 4,21 persen, cateris paribus.

Selanjutnya pengaruh tenaga kerja sendiri juga memberikan pengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja sebesar 2,8784 persen, berarti bahwa setiap peningkatan tenaga kerja 1 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 2,8784 persen, cteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi PDRB Sumatera Utara.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Propinsi Sumatera Utara untuk melihat pengaruh PDRB, Inflasi dan Investasi terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.

3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan (Library Reseacrh). Library Reseacrh adalah penelitian yang dilakukan menggunakan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah seperti artikel atau jurnal-jurnal ilmiah serta laporan-laporan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari kantor Biro Pusat Statistik Medan yang terdiri dari data tentang PDRB, Investasi, Inflasi dan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data runtun waktu (time series) dari tahun 1988-2008.

3.3. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer Eviews 5.0 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.


(54)

3.4. Model Analisis

Untuk menghitung besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linier sederhana.

Analisis regresi tersebut merupakan metode analisis yang digunakan selain untuk mengetahui hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Adapun pendekatan analisis regresi yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), dimana :

Y = β0 + β1X1+ β2X2 +β3X3+µ

Keterangan :

Y = Kesempatan Kerja

β0 = Intercept

β1β2β3 = Koefisien regresi

X1 = PDRB (dalam ribu rupiah)

X2 = Inflasi ( % )

X3 = Investasi (dalam Juta Rupiah)

µ = Term of error

Bentuk hipotesis diatas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Artinya jika terjadi kenaikan pada X1 ( PDRB ), maka Y ( kesempatan kerja di Sumatera Utara ) mengalami kenaikan, cateris paribus.

∂Y

∂X1 > 0


(55)

Artinya jika terjadi kenaikan pada X2 ( Inflasi ), maka Y (kesempatan kerja di Sumatera Utara ) mengalami penurunan, cateris paribus.

Artinya jika terjadi kenaikan pada X3 ( Investasi ), maka Y (kesempatan kerja di Sumatera Utara ) mengalami kenaikan, cateris paribus.

3.5. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1. Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen.

Besarnya koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0<R2<1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependennya.

3.5.2. Uji t-statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel. Dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1 = 0, masing-masing variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya

Ha : b1≠ 0, masing-masing variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya.

Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan menurut hipotesis diatas, yaitu : ∂Y

∂X2 < 0

∂Y

∂X3 > 0


(56)

1. H0 diterima jika –t-tabel < t-stat < t-tabel, hal ini berarti variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.

2. H0 ditolak jika t-tabel > t-stat atau t-stat > t-tabel, hal ini berarti variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya secara signifikan.

Nilai t hitung diperoleh dengan rumus :

t hitung = ( b1 – b )

Sb1

Dimana :

b1 = koefisien variabel independen ke-1

b = nilai hipotesis nol

Sb1 = simpangan baku dari variabel independen ke-1

3.5.3. Uji F-statistik

Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : b1 = b2 = b3 ……….bk = 0 (tidak ada pengaruh)


(57)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel . Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F hitung =

Dimana :

R2 = koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = jumlah sampel

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1. Multikolinerity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linear) diantara independen variabel. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square , F hitung , t hitung serta standar error. Kemungkinan adanya multikolinearity jika nilai R-square dan , F hitung tinggi, sedangkan nilai t hitung banyak yang tidak signifikan (uji tanda yang berubah tidak sesuai dengan yang ditetapkan).

R2 / (k-1) (1-R2) / (n-k)


(58)

3.6.2. Uji Durbin-Watson (Uji D-W)

Uji Durbin-Watson (uji D-W) digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat Autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati.

Uji Durbin-Watson dirumuskan, sebagai berikut :

D hit =

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut : Ho : ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu, diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai. Hipotesis yang digunakan adalah :

∑(et - et-1) 2 ∑2et


(59)

(+) 0 dl du 2 (-) 4 – du 4 – dl 4

ρ = 1 ρ = 1 ρ = 1s

Gambar 3.1 Kurva Uji Durbin-Watson Keterangan :

Ho : tidak ada korelasi

D < dl : tolak Ho (ada korelasi positif)

d >4-dl : tolak Ho (ada korelasi negatif)

du<d<4-du : terima Ho (tidak ada korelasi)

dl ≤ d ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

(4-du) ≤ d ≤ (4-dl) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.7. Defenisi Operasional

1. Kesempatan Kerja (Y) adalah total angkatan kerja 20 tahun terakhir yang ikut aktif dalam kegiatan perekonomian di Sumatera Utara yang dihitung dalam satuan jiwa.

2. PDRB (X1) adalah salah satu indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi sumatera utara dinyatakan dalam jutaan rupiah.

autokorelasi


(60)

3. Inflasi (X2) adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang secara umum dan terus-menerus dan diukur dalam persen.

4. Investasi (X3) adalah penggunaan modal yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri yang digunakan untuk pembiayaan usaha pada berbagai sektor perekonomian dalam miliar rupiah.


(61)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara

4.1.1. Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 – 40 LU dan 980 – 1000 BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Naggroe Aceh Darrusalam, sebelah timur berbatasan dengan negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Berdasarkan kondisi dan letak alam, Sumatera Utara dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi dan Pantai Timur.

4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas mencapai 35,80C. Sebagian daerahnya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya mencapai 13,00C.

4.1.3. Potensi wilayah

Wilayah Sumatera Utara memiliki kekayaan barang tambang seperti belerang, pasir kuasa, belerang, kaolin, diatome, emas batubara, minyak dan gas bumi. Kegiatan perekonomian yang terpenting di Sumatera Utara adalah sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budidaya ekspor dari perkebunan, tanaman pangan, pertenakan, perikanan dan kehutanan.


(62)

Sedangkan sektor industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri yang memproduksi barang- barang kebutuhan dalam negri dan ekspor, meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia, industri kecil dan kerajinan.

Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdangangan internasional ditunjang oleh adanya pelabuhan laut Belawan, Sibolga, dan Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung, dan labuhan Bilik.

4.1.4. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 10,26 juta jiwa, dan Tahun 2000 meningkat menjadi 11,51 juta jiwa. laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20% per tahun dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37% pertahun dan laju pertumbuhan penduduk 2005-2006 mencapai 1,57%.

Penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah sekitar 6.318.990 jiwa dan penduduk laki-laki sebesar 6.324.504 jiwa. Jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 6,94 juta jiwa (54,89%) lebih besar dibandingkan dengan daerah perkotaan sebesar 5,70 juta jiwa (45,11%).

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun tahun 1993-2006. jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa (12,31%) dari total penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk miskin hanya 1,23 juta jiwa (10,92%), namun karena terjadi krisis moneter jumlah penduduk miskin meningkat 16,74% dari total penduduk Sumatera Utara yaitu 1,97 juta jiwa.

Pada tahun 2003 terjadi penurunan secara absolut menjadi 1,89 juta jiwa atau sebesar 15,89%. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi 1,80 juta jiwa


(63)

(14,93%) pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,76 juta jiwa (14, 28%), namun akibat kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat jadi 1,98 juta jiwa (15,66%), dan pada 2007 penduduk miskin menjadi 1,77 juta jiwa (13,90%).

4.1.5. Perindustrian Sumatera Utara

Jumlah industri besar dan sedang di Sumatera Utara pada tahun 2008 tercatat sebanyak 1.145 perusahaan yang berarti mengalami penurunan sebanyak 36 perusahaan atau sekitar 3,05% jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang berjumlah 1.181 perusahaan. Pada tahun 2008 nilai output industri besar dan sedang mencapai Rp 81,41 triliun rupiah dengan nilai tambah atas dasar harga pasar sebesar Rp 24,32 triliun rupiah.

Nilai tambah terbesar pada tahun 2008 terdapat pada golongan industri makanan, minuman dan tembakau yaitu Rp 16,50 triliun rupiah. Kemudian diikuti oleh industri kimia, batu bara, karet dan plastik sebesar Rp 3,17 triliun rupiah dan industri kayu dan perabot rumah tangga sebesar Rp 1,36 triliun. Nilai tambah terkecil pada tahun yang sama terdapat pada industri pengolahan lainnya sebesar Rp 24,10 milyar rupiah.

4.1.6. Koperasi

Pada tahun 2008 jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) tercatat 552 unit yang berarti mengalami kenaikan sebesar 6,7% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 517 unit. Jumlah anggota Koperasi Unit Desa tahun 2008 mengalami kenaikan juga dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 202731 orang menjadi 208370 orang.


(64)

4.1.7. Konsumsi

1. Pengeluaran Penduduk

Pengeluaran rata-rata perkapita dalam sebulan menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2008 terlihat bahwa pengeluaran rata-rata sebulan penduduk Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar Rp 391.767 yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan Rp 211.773 dan untuk bukan makanan Rp 179.993. Persentase pengeluaran makanan Sumatera Utara tahun 2008 sebesar 100% , untuk non makanan sebagian besar digunakan untuk biaya perumahan, bahan bakar, penerangan dan air minum, barang-barang tahan lama aneka barang dan jasa juga sebesar 100%.

4.1.8. Pemerintahan Sumatera Utara

Administrasi pemerintahan provinsi Sumatera Utara pada bulan juni 2008 terdiri atas 21 kabupaten dan 7 kota. Selanjutnya kabupaten/kota tersebut terdiri atas 389 kecamatan. Pada administrasi yang paling bawah, kecamatan terdiri atas kelurahan untuk daerah perkotaan (urban) dan desa untuk daerah pedesaan (rural). Secara umum keseluruhan provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.769 desa/kelurahan.

4.1.9. Keuangan Daerah

Realisasi penerimaan Sumatera Utara pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp 3225,8 milyar rupiah yang terdiri dari Penerimaan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 2181,3 milyar rupiah, penerimaan dana perimbangan sebesar Rp 1039,0 dan other receipt Rp 5,5 milyar rupiah dan sisanya dari penerimaan lainnya.


(65)

Adapun realisasi pengeluaran rutin pada tahun tersebut adalah 2967,3 milyar rupiah. Pengeluaran terbanyak tercatat sebesar 683,3 milyar rupiah untuk belanja bagi hasil kepada provinsi, kabupaten, Kota dan pemerintah desa, yang berarti 63,31% dari seluruh pengeluaran rutin. Sementara realisasi pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Utara pada tahun 2008 mencapai 3.176,33 milyar rupiah. Sedangkan tahun 2007 nilainya hanya 1.640,48 milyar rupiah.

4.1.10. Kebijaksanaan Pembangunan

Sejak Juni 1993 kebijaksanaan pembangunan di Sumatera Utara, sebagaimana yang digariskan dalam pola dasar pembangunan daerah Sumatera Utara yang merupakan penjabaran GBHN 1993 dan Repelita VI bertujuan untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, meletakkan dasar yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya dan meningkatkan peran serta dan tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan.

Dalam upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah Sumatera Utara senantiasa diarahkan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional yang seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Skala prioritas pembangunan daerah Repelita V ditetapkan pembangunan sektor industri sebagai prioritas pertama yang diikuti sektor pertanian dan sektor pariwisata sebagai sektor kedua dan ketiga, sedangkan sektor lainnya dibangun secara seimbang. Pada Pelita VI yang merupakan kelanjutan dari Pelita V, titik berat pembangunan daerah Sumatera Utara sesuai


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Agus Zainul. 2007. Inflasi, Kurva Yield, dan Durasi: Kajian Teori dalam

Perspektif Praktis. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10

Desember.

Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar. Jakarta, Erlangga.

Hasibuan, Sayuti. 1996. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta :

Jhingan, M.L. 2008. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta:

PT.Raja Grafindo Persada.

Mankiw, N. Gregory , 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Makmun dan Akhmad Yasin, 2003. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDB Sektor

Pertanian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 3 September.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam

Ekonometrika. Medan: USU Press.

Suroto.1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Cetakan 3 Edisi 2.

Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: proses, masalah, dan dasar kebijakan. Edisi

Kedua, Cetakan ke-1, Jakarta: Kencana

Simanjuntak, Payaman.J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia Edisi 2001. Jakarta

: LPFE UI.


(2)

Sitompul, Novita.L. 2007. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB

Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Sekolah Pascasarjana. Medan.

Sumatera Utara dalam angka, Medan : Badan Pusat Statistik (BPS)

Tambunan, T. 2002. Perekonomian Indonesia, Jakarta.

Todaro, Michael.P. 1998. Pembangunan Ekonomi Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Todaro, Michael.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, Jilid 1.

Erlangga. Jakarta.


(3)

LAMPIRAN 1

Perkembangan variabel Kesempatan Kerja (Y), PDRB (X1), Inflasi (X2) dan Investasi (X3)

Sumatera Utara

Tahun

PDRB

Inflasi (%)

Investasi

Kesempatan Kerja (jiwa)

1989

5478875

7,94

72453,2

4318792

1990

5934566

7,56

81642,1

3820329

1991

6364634

8,99

80350,1

4726201

1992

6832672

4,56

30682,7

4099809

1993

18215459

9,75

98990,5

4193152

1994

19942024

8,28

63685,3

4318993

1995

21753806

7,24

117945

4931980

1996

23714738

8,7

71810,7

4575651

1997

25065405

13,1

54518,7

4642766

1998

22332690

83,56

36069,4

4855296

1999

22910086

1,37

64255,6

5037500

2000

69154112

5,73

103825

4947539

2001

71908359

14,79

84853,8

4928353

2002

75189141

9,59

117182

4835793

2003

78805609

4,23

118079

5008214

2004

83328949

6,8

52931,8

4870829

2005

87897791

22,41

62789,5

4902733

2006

93347404

6,11

116073

5491696

2007

99792273

6,6

127847

5082797


(4)

LAMPIRAN 2

1. Hasil Regresi

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 05/26/11 Time: 13:31 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 13.97172 0.418505 33.38482 0.0000

LX1 0.066532 0.015892 4.186532 0.0007

LX2 -0.002011 0.019626 -0.102456 0.9197

LX3 0.022676 0.041289 0.549200 0.5905

R-squared 0.624812 Mean dependent var 15.37090

Adjusted R-squared 0.554465 S.D. dependent var 0.093752

S.E. of regression 0.062578 Akaike info criterion -2.527946

Sum squared resid 0.062656 Schwarz criterion -2.328800

Log likelihood 29.27946 F-statistic 8.881772


(5)

LAMPIRAN 3

1. Uji Multikolinearitas

a. X1= f(X2,X3)

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 05/31/11 Time: 21:09 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.197925 6.364794 0.345325 0.7341

LX2 0.255412 0.293044 0.871582 0.3956

LX3 1.287052 0.547390 2.351252 0.0310

R-squared 0.247918 Mean dependent var 17.25333

Adjusted R-squared 0.159438 S.D. dependent var 1.041691

S.E. of regression 0.955045 Akaike info criterion 2.883365

Sum squared resid 15.50589 Schwarz criterion 3.032724

Log likelihood -25.83365 F-statistic 2.801965


(6)

b. X2 =f(X1,X3)

Dependent Variable: LX2 Method: Least Squares Date: 05/31/11 Time: 21:10 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.879600 4.895375 1.405327 0.1779

LX1 0.167471 0.192146 0.871582 0.3956

LX3 -0.676400 0.483164 -1.399940 0.1795

R-squared 0.106364 Mean dependent var 2.144669

Adjusted R-squared 0.001230 S.D. dependent var 0.773821

S.E. of regression 0.773345 Akaike info criterion 2.461298

Sum squared resid 10.16706 Schwarz criterion 2.610658

Log likelihood -21.61298 F-statistic 1.011704

Durbin-Watson stat 2.670553 Prob(F-statistic) 0.384472

c. X3 =f(X1,X2)

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 05/31/11 Time: 21:10 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.310116 1.407533 5.904028 0.0000

LX1 0.190665 0.081091 2.351252 0.0310

LX2 -0.152820 0.109162 -1.399940 0.1795

R-squared 0.295526 Mean dependent var 11.27198

Adjusted R-squared 0.212647 S.D. dependent var 0.414264

S.E. of regression 0.367588 Akaike info criterion 0.973775

Sum squared resid 2.297061 Schwarz criterion 1.123135

Log likelihood -6.737751 F-statistic 3.565738