Latar Belakang Pengetahuan Remaja Tentang Kesetaraan Gender dalam Keluarga di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja dalam arti adolescene inggris berasal dari kata lain adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Yani Widyastuti dkk ,2009 Menurut Mappiare, Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar Mohammad Ali,2011. Ahli perkembangan menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan akhir. Masa remaja awal kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas, sedangkan masa remaja akhir menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Dialaminya banyak perubahan fisik dan sosial pada masa remaja, laki-laki dan perempuan menunjukan perbedaan yang nyata. Perempuan cenderung mempunyai angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, namun dalam kehidupannya perempuan kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki, yang menggambarkan bahwa didalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat Nurul ramadhani, 2009. Konsep sosial yang menundukan laki-laki sebagai kaum borjuis atau penindas dan perempuan sebagai kaum proletar atau tertindas, maka untuk menggapai persamaan dengan cara menghapuskan kaum penindas. Paham sosial konflik banyak dianut oleh masyarakat sosial komunis yang meniadakan strata penduduk Yani widyastuti dkk, 2009. Universitas Sumatera Utara Menurut Eva Ellya 2010, Perlu dipahami bahwa faktor sosial budaya dan hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting yang mendukung kesehatan seseorang, seperti : 1. Peran ganda perempuan merugikan kesehatannya. Seperti contoh akan sangat merugikan kesehatan bila seorang ibu hamil diharuskan tetap bekerja keras untuk menambah penghasilan keluarga, disamping tetap dituntut melaksanakan pekerjaan rumah tangga. 2. Pola penyakit antara laki-laki dan perempuan menunjukan adanya perbedaan. Misalnya beberapa penyakit atau gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks hanya menyerang perempuan dan penyakit kanker prostat pada laki-laki. 3. Kemampuan Perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh karena itu terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualiatas sepanjang daur hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya. 4. Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terjadinya beberapa penyakit. Sebagai contoh, dalam kasus HIVAIDS seorang istri tidak mempunyai resiko seksual resiko tinggi, namun dapat tertular akibat perilaku suaminya 5. Tindak kekerasan terhadap perempuan umumnya berkaitan dengan gender. Umumnya pelakunya adalah laki-laki, karena itu kekerasan perempuan sering dikatakan ”kekerasan berbasis gender” Peran jenis kelamin adalah pembagian jenis laki-laki dan perempuan secara gender tersebut berjalan dari tahun ke tahun. Lama kelamaan, masyarakat tidak lagi mengenali mana seks dan mana gender. Akhirnya, terciptalah pembagian gender yang akhirnya membentuk peran gender yang diyakini sebagai ketentuan sosial. Pembagian peran gender tersebuat adalah Eny Kusmiran, 2011 : Universitas Sumatera Utara Laki-laki : Produktif, Publik, Maskulin, Pencari nafkah utama Perempuan: Reproduktif, Domestik, Feminim, Pencari nafkah tambahan Isu kesetaraan gender telah menjadi pembicaraan di berbagai negara sejak tahun 1979 dengan di selenggarakannya konferensi perserikatan bangsa-bangsa dengan tema the convention on the Ellimination of all forms of discrimination againt Women CEDAW yang membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi perempuan. Hasil konferensi tersebut menjadi acuan dalam memperjuangkan hak asasi perempuan HAP. Konferensi ini kemudian diratifikasi kembali oleh pemerintah Indonesia tahun 1984 menjadi Undang undang No 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap wanita Nurul rahmadani, 2009. Ideologi gender yang berlaku di masyarakat mengakibatkan telah terjadi dominasi oleh saatu pihak dengan yang lain sehingga menimbulkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Secara statistik pada umumnya, perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan. Situasi ini merupakan hasil akumulasi dan hasil dari nilai sosio kultural suatu masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, perempuan mulai memperjuangkan haknya dalam mengaktualisasikan dirinya berperan dalam pembangunan dan mendapat akses yang sama Ellya Eva, 2010. Gender sangat berkaitan dengan faktor sosial-budaya, ekonomi agama dan psikologis. Karena itu konsep gender menjadi penting dalam kaitannya dengan kesehatan. Terutama bagi kepentingan kaum perempuan, sebab selama ini perempuan banyak dirugikan karena faktor- faktor tersebut diatas atau alasan non klinis. Akibatanya perempuan sulit memperoleh derajat kesehatan yang optimal Nurul rahmadani, 2009. Sebagai tumpuan harapan bangsa, remaja yang merupakan generasi muda yang akan menentukan masa depan bangsa, patut mendapat perhatian besar. Pandangan atau pemikiran Universitas Sumatera Utara remaja akan mempengaruhi langkahnya di masa yang akan datang, karena pemikiran remaja setelah dewasa akan membentuk sikap dan kepribadian. Pandangan para remaja didapat dari informasi yang mereka terima, informasi tersebut diberi makna oleh mereka sehingga mereka memperoleh pengetahuan baru. Proses memberi makna pada informasi, sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru disebut persepsi. Menurut penelitian Rehasti Dya Rahayu dan Winati Wigna 2011, bahwa lingkungan sekolah memberikan pendidikan gender yang tinggi bagi laki-laki 43,3 dan perempuan 53,4 sehingga persepsi gender remajapun juga tinggi, namun ternyata terdapat laki-laki 3,3 yang memiliki persepsi gender rendah padahal pendidikan gender yang ia terima dari lingkungan sekolah tinggi. Tingginya persepsi gender baik laki-laki maupun perempuan disebabkan oleh pendidikan yang mereka terima yang berupa pendidikan tentang ajaran pilihan bidang studi, pendidikan dari buku dan pendidikan dari guru, semuanya mengajarkan pendidikan yang tinggi gender atau pendidikan yang tidak membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Dampak dari tingginya pendidikan gender yang mereka terima dari sekolah membuat persepsi gender laki-laki dan perempuan juga tinggi. bahwa bagi laki-laki 64,3 orang yang paling berpengaruh terhadap persepsi gendernya adalah teman-teman. Berbeda dengan perempuan 68,8 yang ternyata paling banyak mempengaruhi persepsi gendernya adalah ibu. Tingginya pengaruh ibu terhadap persepsi gender perempuan disebabkan oleh sejak dahulu mahasiswa perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berada di rumah bersama ibu mereka apabila mereka tidak memiliki kegiatan di sekolah sehingga perempuan lebih banyak melakukan interaksi dengan ibu mereka. Sebaliknya untuk laki-laki, mereka lebih banyak pergi bersama teman-temannya daripada berada di rumah apabila mereka tidak memiliki kegiatan di sekolah sehingga laki-laki kurang melakukan interaksi dengan ibu mereka. Universitas Sumatera Utara Menurut penelitian Rizqi suci lestari 2008, pengetahuan remaja tentang gender dalam keluarga dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pandangan remaja yang disalurkan melalui pendapat remaja mengenai pembagian peran laki-laki dan perempuan, yang terdiri dari peran produktif dan reproduktif, dalam keluarga. Pandangan tersebut dikelompokkan menjadi: tradisional, transisi dari tradisional ke modern, dan modern. Faktor-faktor yang diduga behubungan dengan persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga dipenelitian ini adalah karakteristik remaja, pola asuh gender terhadap remaja, Persepsi remaja terhadap pembagian peran gender dalam keluarga sebagian besar adalah transisi dari tradisional ke modern. Persepsi remaja yang seperti itu, nantinya akan mengukuhkan konsep peran ganda bagi perempuan. Selain peran ganda, persepsi remaja juga mengandung isu gender lainnya seperti stereotipe. Stereotipe tersebut jika tetap dipercaya oleh remaja pada akhirnya tidak saja akan mengukuhkan konsep peran ganda tapi juga bisa menyebabkan marjinalisasi perempuan, terutama di bidang ekonomi. Sejauh ini masih belum banyak diketahui bagaimana pengetahuan remaja tentang kesetaraan gender dalam keluarga serta faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk atau mempengaruhi pengetahuan remaja tersebut. Diketahuinya bagaimana pengetahuan remaja mengenai kesetaraan gender, maka akan bisa diramalkan apakah peran ganda perempuan yang menyebabkan beban ganda bagi perempuan serta peran gender tradisional yang merugikan perempuan dan laki-laki masih akan dilanggengkan atau tidak di masa yang akan datang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti “Pengetahuan remaja Tentang Kesetaraan Gender Dalam Keluarga di SMA Dharma Pancasila”.

B. Rumusan Masalah