xxxiii 3.
Penyusunan Kembali Restructuring Pada tahap ini, setelah dicari dan ditemukan padanan antara Bsu
dengan Bsa, setiap penerjemah harus menyusun kembali hasil terjemahannya ke dalam bsa yang baik, tidak kaku, dan berterima
Nida, 1969: 12. Hal ini mengisyaratkan penerjemah harus mampu menjelaskan terjemahann dalam Bsa dengan nuansa yang sama
seperti karangan asli, sehingga pembaca tidak merasa bahwa yang dibacanya itu adalah hasil terjemahan. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan Bsa nya sudah wajar, tepat dan benar serta mudah dipahami oleh kelompok pembaca atau pengguna hasil terjemahan.
3. Makna dalam Penerjemahan
Makna merupakan bagian yang sentral atau tak terpisahkan dalam penerjemahan. Penerjemahan biasanya dikonotasikan dengan
‘menjembatani’ makna antara teks bahasa sumber Bsu dengan Bahasa sasaran Bsa, sehingga diharapkan hasil terjemahan tersebut
mempunyai makna yang sama dengan teks aslinya. Larson 1984 misalnya dalam bukunya ’Meaning-Based Translation: A Guide to
Cross-Language Equivalence’ menyatakan bahwa penerjemahan merupakan proses memindahkan makna dari bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran. Makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh posisinya
dalam kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu lain yang menggunakan
xxxiv kata itu. Tidak jarang pula makna suatu kata sangat ditentukan oleh
situasi pemakainya dan budaya penutur suatu bahasa. Nababan 2003: 48 mengatakan bahwa makna chair dalam kalimat-kalimat berikut ini
ditentukan tidak hanya oleh posisinya dalam kalimat tetapi juga oleh konteks pemakainya.
- He sat on the chair
- He has the chair of philosophy at the university
- He will chair the meeting
- He was condemned to the chair
Kalau empat kalimat bahasa Inggris di atas di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kalimat-kalimat terjemahannya akan berbunyi
- Dia duduk di kursi
- Dia menjabat mahaguru dalam ilmu filsafat di
Universitas itu -
Dia akan memimpin rapat itu -
Dia dihukum mati di kursi listrik Dalam praktek menerjemahkan yang sesungguhnya, perhatian
seorang penerjemah terfokus tidak hanya pada pengalihan makna suatu kata. Perhatiannya meluas ke masalah pengalihan pesan atau amanat.
Adapun jenis-jenis makna yang terkait dengan penerjemahan menurut Suryawinata 2003 adalah sebagai berikut:
xxxv 1.
Makna Leksikal Makna leksikal adalah makna yang diberikan di dalam kamus.
Misalnya: “hand” – the moveable part at the end of the arms, including fingers
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang diperoleh dari bentukan, susunan atau urutan kata dalam frase atau kalimat. Lebih jelasnya
makna ini dihasilkan oleh imbuhan atau makna yag ditimbulkan oleh susunan kata dengan kata yang lainnya yang menyususn
kalimat. Contoh: menidurkan-meniduri-tertidur. 3.
Makna Kontekstual atau Situasional Adalah makna yang timbul dari situasi atau konteks dimana
frasa, kalimat, atau ungkapan tersebut dipakai. Dalam ilmu pragmatik atau analisis wacana, yang termasuk elemen konteks
atau situasi ini adalah partisipan pelibat, setting waktu dan tempat, tujuan, topik, dan sarana komunikasi yang dipakai.
4. Makna Tekstual
Adalah makna suatu kata yang ditentukan oleh hubungan dengan kata-kata lain dalam kalimat. Kata bahasa Inggris ‘hand’ bisa
mempunyai berbagai makna tergantung pada kata-kata lain yang membentuk kalimat.
Contoh: - Hand me your paper menyerahkan -
Just give me a hand membantu
xxxvi -
They are always ready at hand siap 5.
Makna Sosiokultural Adalah makna kata sesuai dengan faktor-faktor budaya
masyarakat pemakai bahasa itu. Contoh: Pada orang-orang Jawa biasanya bertanya kepada seorang kawan yang baru pulang dari
bepergian dengan pertanyaan ,”Endi oleh-olehe?”. Ungkapan ini secara harfiah berarti “Mana oleh-olehnya?”,tetapi ungkapan ini
sama sekali tidak menunjukkan bahwa si penanya betul-betul minta oleh-oleh atau buah tangan si kawan. Ini hanyalah salam
akrab.
4. Jenis-jenis Penerjemahan