Latar Belakang Analisis Peran Institusi Perbankan Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling penting, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap manusia. Menurut UU No. 18 Tahun 2012, Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan nasional menjadi isu strategis yang terkait dengan kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan serta memiliki hubungan dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Oleh karena itu, ketahanan pangan mempunyai peranan penting dalam mendukung kehidupan masyarakat dan diwujudkan oleh pemerintah menjadi prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Nasional Tahap II 2010- 2014. Struktur ekonomi Indonesia adalah agraris, yaitu struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Tidak heran pembangunan pertanian selalu memegang peran strategis dalam pembangunan nasional. Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk secara merata dan berkelanjutan. Target utama Kementerian Pertanian 2010-2014 meliputi: 1 pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2 peningkatan Universitas Sumatera Utara 2 diversifikasi pangan; 3 peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan 4 peningkatan kesejahteraan petani. Ketahanan pangan nasional sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah baik itu dilihat dari sudut ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Bagi Indonesia yang kurang lebih penduduknya 250 juta jiwa 2010, masalah pangan merupakan masalah yang peka. Gejolak dapat ditimbulkan dapat berasal dari kelangkaan pangan dan naiknya harga pangan. Sehingga penanganan pangan perlu dilaksanakan secara hati-hati dan ditangani secara holistik. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu Saliem, dkk : 2002. Selain karena permasalahan pertambahan penduduk Indonesia yang begitu laju, pemenuhan kebutuhan pangan juga menghadapi permasalahan penurunan suplai pangan dunia yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti lonjakan konsumsi bioenergi, perubahan iklim, spekulasi sektor keuangan pada bursa komoditas dan kenaikan harga minyak bumi. Dari faktor-faktor tersebut, setiap tahunnya akan terlihat berbeda dari faktor dominan yang mempengaruhi. Seperti tahun 2010 faktor perubahan iklim yang ekstrim lebih dominan mempengaruhi. Kondisi perubahan iklim dan perubahan yang ekstrim berpeluang menurunkan produksi pangan hingga 10. Universitas Sumatera Utara 3 Tabel 1.1 Persentase Konsumsi Karbohidrat Penduduk Indonesia Tahun Persentase terhadap total konsumsi karbohidrat Beras Jagung Ubi-ubian Terigu 1954 53,5 18,9 28,3 1987 81,1 7,8 10,1 1 1999 82 3,1 8,8 4,1 2008 86,6 0,7 7,1 6,3 Sumber: Bayu Krisnamurthi, 2010 Secara nasional pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,5 pertahun, pertumbuhan pendapatan 6,5 pertahun, pertumbuhan produksi padi, jagung kurang dari 3 pertahun dan laju permintaan pangan 4,87 pertahun sehingga suplai pangan seharusnya dapat tumbuh 5 per tahun. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup tentang ketersediaan pangan yang cukup dan memadai, tetapi juga kemampuan untuk mengakses termasuk membeli pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani mempunyai kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Petani merupakan produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Disinilah perlu sekali peranan pemerintah dan sektor perbankan dalam melakukan pemberdayaan petani. Universitas Sumatera Utara 4 Kesejahteraan petani pangan yang relatif rendah dan menurun dewasa ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan nasional. Menurut Kememterian Pertanian Republik Indonesia, Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah : a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya they are poor because they are poor , dalam hal ini keterbatasan sumber daya manusia yang ada rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki petani pada umumnya menjadi masalah yang cukup rumit, disisi lain kemiskinan yang struktural menjadikan akses petani terhadap pendidikan sangat minim. b. Lahan petani yang sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi. Pada umumnya petani di Indonesia rata-rata hanya memiliki tanah kurang dari 13 hektar, jika dilihat dari sisi produksi tentu saja dengan luas tanah semacam ini tidak dapat digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari bagi petani. c. Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan, ketersediaan modal perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah pada umumnya permasalahan yang paling mendasar yang dialami oleh petani adalah keterbatasan modal baik dalam penyediaan pupuk atau benih. d. Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik. Petani di Indonesia kebanyakan masih mengolah tanah dengan cara tradisional hanya sebagaian kecil saja yang sudah menggunakan teknologi canggih tentu saja dari hasil produksinya sangat terbatas dan tidak bisa maksimal. Universitas Sumatera Utara 5 e. Infrastruktur produksi air, listrik, jalan, telekomunikasi yang tidak memadai. pertanian di Indonesia mayoritas masih berada di wilayah pedesaan sehingga akses untuk mendapatkan sarana dan prasarana penunjang seperti air, listrik , kondisi jalan yang bagus dan telekomunikasi sangat terbatas. f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar bargaining position yang sangat lemah. g. Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri. Tanpa adanya penyelesaian yang mendasar dan terstruktur dalam berbagai aspek diatas, kesejahteraan petani akan terancam dan ketahanan pangan akan sangat sulit dicapai. Maka dari itu, peranan pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah maupun sektor perbankan harus dijadikan sebagai perhatian utama demi terwujudnya ketahanan pangan. Peranan yang diharapkan dari perbankan nasional yang berpengaruh kepada ketahanan pangan dimana perbankan memiliki fungsi sebagai agen pembangunan agent of development, yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung perlaksanaan pembangunan nasional. Adanya peranan yang demikian maka membawa konsekuensi bahwa perbankan nasional dituntut untuk selalu dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya guna meningkatkan sehingga tercipta stabilitas nasional yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk lebih meningkatkan peranan perbankan dalam pembangunan di Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini mengeluarkan kebijaksanaan terhadap dunia perbankan, salah satunya yaitu pelaksanaan pemberian kredit. Berdasarkan Universitas Sumatera Utara 6 Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pengaturan pelaksanaan pemberian kredit oleh bank dikenal dengan sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen perkreditan bank adalah kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank, supaya produktif, aman, dan giro wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan, alokasi dan kebijaksanaan penyaluran kreditnya Malayu S. P. Hasibuan : 2008 Keberhasilan peningkatan produksi pangan di masa lalu dalam pencapaian swasembada pangan, tidak terlepas dari peran pemerintah melalui penyediaan kredit program dengan suku bunga rendah, fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI sampai dengan tahun 1998 dan subsidi sarana produksi benih, pupuk dan pestisida. Semenjak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi sumber dana dari KLBI, oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan KKP yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah. KKP mengalami penyesuaian dari tahun ke tahun, mulai Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E Kredit Ketahanan Pangan dan Energi. Universitas Sumatera Utara 7 Secara sederhana bisnis utama perbankan adalah menjadi lembaga intermediasi antara penyedia dana dan pengguna dana, antara supply dan demand. Sama seperti pedagang yang menjalankan bisnisnya sebagai perantara dari supplier dengan konsumen pelanggannya. Bedanya dengan pedagang, benda yang dijadikan jembatan perbankan adalah uang dana, sedangkan pedagang dalam bentuk secara fisik. Tetapi tujuan akhir keduanya sama, yakni nasabah atau konsumen atau anggota masyarakat Djohan Suryana, Info Bank, No.335, edisi Februari 2007. Institusi Perbankan masih terlihat sangat hati-hati dalam menyalurkan dananya ke sektor pertanian karena mempertimbangkan kepentingan bisnis. Perbankan yang merupakan lembaga intermediasi keuangan harus mampu mengelola dana nasabah agar memberikan keuntungan yang optimal, seringkali dianggap sebagai korporasi bisnis. Dimana, apabila suatu sektor usaha yang memiliki ekspektasi keuntungan yang besar akan mendapat prioritas pembiayaan, sehingga perbankan dapat terus dipercaya masyarakat dan tetap eksis dalam berusaha Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 27 No. 1, Juli 2009:13-27. Pembiayaan sektor pertanian oleh perbankan, untuk subsistem agribisnis hulu down stream dan hilir up stream serta subsektor tertentu misalnya perkebunan, peternakan telah mampu menarik beberapa bank untuk mengeluarkan kreditnya. Jika dibandingkan dengan total kebutuhan pembiayaan serta potensi yang sangat besar di sektor pertanian nilai kredit tersebut masih jauh dan memadai. Selain itu, kebutuhan pembiayaan di sektor pertanian tidak hanya sebatas untuk keperluan investasi atau modal kerja, tetapi juga menghadapi Universitas Sumatera Utara 8 tantangan lain yaitu permasalahan infrastruktur pertanian yang memerlukan biaya yang sangat besar. Dilatarbelakangi hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PERAN INSTITUSI PERBANKAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA”. Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan bagaimana peran perbankan dalam membantu mengatasi ketahanan pangan di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah