53
Kemudian untuk sumbangsih provinsi teerhadap komoditi kedelai sumbangan terbesar diberikan oleh provinsi Jawa Timur dengan kenaikan yang
cukup tinggi dari tahun 2009, namun pada tahun 2012 kembali mengalami penurunan, selanjutnya pada provinsi Jawa Tengah produksi kedelai sepanjang
tahun 2009 sampai 2012 terus mengalami penurunan dan penurunan yang terjadi termasuk dalam jumlah yang sangat besar. Provinsi Aceh juga memberikan peran
dalam produksi kedelai nasional namun produksi kedelai di Aceh terus menglami penurunan dan penurunan yang terjadi pun sejalan dengan provinsi-provinsi lain
dan penurunan yang terparah dialami oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan penurunan terparah pada tahun 2012 sebesar 26.224 ton.
Melihat kondisi komoditi pangan yang terus mengalami penurunan dengan kondisi Indonesia sebagai negera agraris merupakan fakta yang sangat
memprihatinkan. Selain itu, Indonesia sebagai negara agraris dengan sektor pertanian yang merupakan tonggak utama bagi kehidupan masyarakat sebagaian
besar penduduknya mengharapkan pemenuhan kebutuhan pangannya dari negara lain. Oleh sebab itu, diperlukan peran pemerintah dalam menciptakan sektor
kemandirian dan ketahanan pangan dengan mengoptimalkan pihak-pihak yang ada seperti pihak perbankan yang memiliki peran dalam penunjang ketahanan
pangan dan kemandirian pangan.
4.2.2 Faktor Penghambat dalam Peningkatan Produktivitas Pangan
Berbicara soal produk pertanian tidak terlepas keterkaitannya dengan masalah atau hambatan. Selain itu, walaupun negara Indonesia merupakan negara
agraris, namun sektor pertanian masih kurang menjadi perhatian bangi
Universitas Sumatera Utara
54
pemerintahan. Adapun masalah yang krusial dalam peingkatan produk pangan adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Global
Iklim global telah mengalami perubahan yang berdampak negatif pada siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan
permukaan air laut, peningkatan frekuensi, dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya kebanjiran dan kekeringan. Sejak tahun 1998, telah
terjadi kenaikan suhu bumi yang mencapai 1oC, sehingga diprediksi akan terjadi lebih banyak hujan dengan perubahan 2-3 persen per tahun. Dalam 5 tahun
terakhir, rata-rata luas sawah yang terkena banjir dan kekeringan masing-masing sebesar 29,743 hektar terkena banjir 11,043 ha di antaranya mengalami puso
karena banjir dan 82,472 hektar terkena kekeringan 8,497 ha di antaranya mengalami puso karena kekeringan Data 2011. Di masa datang, kondisi ini
kecenderungannya akan meningkat. Faktor penyebab terjadinya pemanasan suhu bumi global warning adalah
kegiatan manusia di bidang pertanian dan non pertanian. Di bidang pertanian, sistem produksi menghasilkan emisi sangat besar dalam bentuk tiga jenis utama
gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida CO2, metan dan nitrogen oksida. Aktivitas produksi dan panen pertanian pangan yang berdampak besar pada
pemanasan suhu bumi adalah fermentasi dalam pencernakan ternak piaraan, kotoran hewan, pupuk anorganik, penebangan hutan, kerusakan tanah dan
pemakaian bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor dan industri pengolahan Anonymous, 1995. Negara-negara yang mempunyai kontribusi besar dalam
Universitas Sumatera Utara
55
emisi gas rumah kaca adalah AS, China, Uni Soviet, Brazil, Kanada, dan India Hadi dan Amien, 2010.
Hasil analisis paling akhir oleh Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC memproyeksikan bahwa rata-rata suhu permukaan bumi akan
meningkat 1,4 sampe 5,8C selama 1990-2100, sedangkan permukaan air laut akan naik antara 9 sampai 88cm. Selama abad ke-20, suhu permukaan bumi telah naik
0,6c, terutama karena aktivitas manusia. Bagi Indonesia, dengan asumsi permukaan air laut naik 60cm, potensi kehilangan lahan pertanian diestimasi
sebesar 34.000 km 2 yang melibatkan 3,1 juta 1,1 penduduk pada tahun 2050.
Variabilitas dan perubahan iklim tersebut berdampak negatif pada pertanian di Indonesia. Selama periode 48 tahun 1961-2008, variabilitas iklim
telah menyebabkan luas panen padi mengalami fluktuasi dengan frekuensi penurunan 18 kali dengan tingkat penurunan yang cepat dalam beberapa tahun
yaitu 1963, 1967, 1972, 1982, 1991, 1994, 1997, dan 2001 Hadi dan Amien,2010 dalam Prajogo,2011
Peningkatan suhu juga akan memperpendek masa generatif tanaman dan dengan meningkatnya serangan hama dan penyakit akan menurunkan
produktivitas. Perubahan pola curah hujan akan merubah kalender tanam dan menunda waktu tanam. Meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian iklim
ekstrim yang dapat memperbesar resiko banjir dan kekeringan akan menurunkan produksi pertanian. Permukaan air laut yang naik akan menggenangi lahan-lahan
pertanian produktif dan meningkatkan salinitas tanah berpotensi menurunkan
Universitas Sumatera Utara
56
produktivitas pertanian. Sementara itu, meningkatnya CO2 dalam atmosfir akan mendorong fotosintesis sehingga mempercepat respirasi yang akan menurunkan
produktivitas. Perubahan iklim dipastikan menyebabkan naiknya suhu, curah hujan, dan penyinaran matahari.
Hasil penelitian Amien et al. 2007 mengenai pola curah hujan di Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa perubahan iklim
akan meningkatkan probabilitas mundurnya waktu tanam 30 hari, yang selanjutnya akan dapat menurunkan produksi padi. Cline 2007 memprediksikan
bahwa pada tahun 2080, produktivitas pertanian di Indonesia akan turun sebesar 15-25 persen karena perubahan iklim, tetapi karena adanya efek positif dari
meningkatnya CO2 di udara, maka penurunan itu menjadi lebih kecil yaitu 5-15 persen. Hasil studi Tschirley 2007 melaporkan bahwa produktivitas pertanian
dapat turun sebesar 20 persen jika suhu udara naik lebih 4c, yaitu turun 5 persen untuk padi dan turun 10 untuk jagung. Penurunan tersebut akan bisa lebih cepat
jika degradasi sumber daya lahan diperhitungkan. Peng et al. 2004 juga melaporkan bahwa meningkatnya suhu minimum sebesar 1c akan menurunkan
produktivitas pada sebesar 10 persen. b.
Ketersediaan Sarana Produksi Sarana produksi pertanian terdiri dari benihbibit, pupuk, pakan ternak,
dan obat-obatan tanaman dan hewan. Bibitbenih unggul bermutu tinggi adalah salah satu sarana produksi pertanian yang sangat esensial. Hingga saat ini,
penyediaan benih unggul bermutu tinggi masih sangat kurang dan dengan daya beli petani yang masih rendah maka benihbibit yang digunakan petani
Universitas Sumatera Utara
57
mempunyai tingkat keunggulan yang tidak maksimal. Mereka seringkali menggunakan benihbibit F3-4 hasil panen petani, yang kapasitas produksinya
sudah menurun. Usaha penangkaran benihbibit belum berkembang luas sampai sentra produksi sehingga harga benihbibit masih mahal, bahkan banyak beredar
benihbibit palsu di masyarakat yang sangat merugikan petani jika benihbibit demikian digunakan. Program BLBU dengan benih padi hibrida yang berpotensi
produksi sangat tinggi juga belum berhasil karena tidak cocoknya benih hibrida di lapangan sehingga petani memanfaatkannya untuk konsumsi.
c. Ketersediaan Alat dan Mesin Pertanian
Alat dan mesin pertanian yang masih bermasalah dalam ketersediaannya adalah alat pompa air serta alat perontok dan alat pengering gabah. Pompa air
sangat dibutuhkan di daerah-daerah sawah irigasi yang pasokan air permukaannya terbatas dan wilayah tadah hujan yang hanya menggantungkan air hujan pada
musim hujan. Fungi utama pompa air adalah menyedot air tanah melalui sumur- sumur “patek” di lahan pertanian dan menyedot air sungai. Saat ini jumlah pompa
air masih sangat terbatas, dimana peranan pemerintah masih sangat minim dalam memberikan bantuan kepada petanikelompok tani. Tingginya harga bahan bakar
minyak merupakan hambatan besar dalam pengoperasian pompa air, utamanya pada musim kemarau yang membutuhkan bahan bakar minyak dalam jumlah
besar karena pemakaian pompa yang jauh lebih intensif dibanding pada musim hujan.
Alat perontok gabah masih terbatas jumlahnya sehingga cara perontokan gabah masih banyak yang menggunakan cara digepyok dibanting dengan alas
Universitas Sumatera Utara
58
yang terbatas luasannya. Ketiadaan mesin pengering gabah, utamanya pada musim hujan, menyebabkan mutu gabah petani kurang baik sehingga rendemen
beras menjadi lebih rendah dari yang seharusnya banyak menir. d.
Kelembagaan Petani Keberadaan organisasi petani seperti kelompok tani dan gabungan
kelompok tani gapoktan lebih bersifat budaya, dan sebagian besar hanya berorientasi untuk mendapatkan fasilitasbantuan melalui proyek pemerintah,
belum mengarah kepada pemanfaatan peluang ekonomi yang ada melalui pemanfaatan aksesbilitas terhadap berbagai informasi teknologi, permodalan, dan
pasar yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha tani. Demikian pula, koperasi belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kepentingan anggota sebagai wadah
pembinaan teknis dan bisnis. e.
Keterpaduan Sosial Pembangunan sektor pertanian tidak mungkin dilakukan oleh Kementerian
Pertanian sendiri, tetapi bersama dengan berbagai kementerian lain yang terkait dengan pertanian. Selama ini, rapat-rapat koordinasi antar kementerian sudah
sering dilakukan, tetapi pengintegrasian kegiatan fisik antarkementerian sangat sulit dilaksanakan, antara lain dalam 1 pembagunan prasarana pertanian dan
perdesaan yang merupakan wewenang kementerian PU; 2 kebijakan pertanahan yang menjadi wewenang Kementerian Dalam Negeri; 3 kebijakan harga dan
perdagangan yang merupakan wewenang Kementerian Perdagangan; 4 kebijakan subsidi pupuk yang merupakan wewenang Kementerian Keuangan dan
BUMN; 5 kebijakan industri yang merupakan wewenang Kementerian
Universitas Sumatera Utara
59
Perindustrian. Menurut Wakil Menteri Pertanian RI, Kementerian hanya mempunyai andil 30 persen dalam pengambilan putusan dalam pembangunan
pertanian. Dampak dari lemahnya keterpaduan sosial tersebut antara lain adalah
kurangnya pasokan air untuk pengairan sawah pada saat dibutuhkan dan terjadinya impor berlebihan yang dapat menurunkan harga produsen di dalam
negeri kasus beras dan gula. Kelebihan impor gula rafinasi yang kemudian masuk ke pasar gula konsumsi telah menyebabkan turunnya harga gula putih asal
tebu petani Sawit, 2010.
4.2.3 Peran Perbankan terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia