untuk segera melakukan pembelian. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk ringan dari kompulsi Verplanken dan Herabadi, 2001.
Setelah melakukan pembelian, dapat pula muncul rasa menyesal, misalnya karena telah menghabiskan uang untuk membeli barang yang
sebenarnya tidak dibutuhkan Dittmar dan Drury, 2000.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif
Pembelian impulsif dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional maupun individual.
a. Faktor Situasional Harga yang murah, kegiatan promosi adanya kupon, potongan
harga terbukti terkait erat dengan pembelian impulsif Karbasivar dan Yarahmadi, 2011. Verplanken dan Sato 2011 menyatakan bahwa
pembelian impulsif sering kali terjadi karena konsumen dipaparkan pada atau berada dekat dengan stimulus. Selain itu, lingkungan toko
seperti sirkulasi udara, pencahayaan, tata letak, dan display produk memperbesar kemungkinan seseorang untuk melakukan pembelian
impulsif Tendai dan Crispen, 2009. Waktu dan uang yang tersedia, baik secara nyata atau pun yang dipersepsikan oleh konsumen, juga
memiliki hubungan yang kuat dengan pembelian impulsif Beatty dan Ferrell, 1998; Foroughi, Buang, dan Sadeghi, 2012.
b. Faktor Individual Di luar pengaruh faktor situasional yang dapat memicu
dilakukannya pembelian impulsif, banyak peneliti membuktikan bahwa pembelian impulsif memiliki akar pada kepribadian individu. Sejumlah
peneliti Pirog III dan Roberts, 2007; Shahjehan et al., 2012; Sun, Wu, dan Youn, 2010; Verplanken dan Herabadi, 2001 mencoba melihat
hubungan antara pembelian impulsif dengan dimensi-simensi kepribadian Big Five. Hasilnya menunjukkan hubungan yang beragam.
Dimensi ekstraversi dari kepribadian Big Five berhubungan kuat dan positif dengan kecenderungan pembelian impulsif individu
Shahjehan et al., 2012; Sun, Wu, dan Youn, 2010; Verplanken dan Herabadi, 2001. Namun, Pirog III dan Roberts 2007 menemukan hal
yang berbeda pada remaja pengguna kartu kredit, di mana tingkat ekstroversi yang rendah introvert diikuti dengan perilaku pembelian
impulsif yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki tingkat ekstraversi tinggi. Shahjehan et al. 2012 serta Sun, Wu, dan Youn
2010 juga menemukan bahwa dimensi neurotisisme berhubungan dan positif
dengan pembelian
impulsif. Sementara
itu, dimensi
kewaspadaan dan otonomi atau keterbukaan, Verplanken dan Herabadi, 2001 memiliki hubungan negatif dengan kecenderungan
perilaku pembelian impulsif. Selain dimensi-dimensi kepribadian Big Five, harga diri yang
rendah termasuk salah satu dari sejumlah faktor individual yang
berasosiasi positif dengan pembelian impulsif Verplanken et al., 2005. Dittmar dan Drury 2000 juga menemukan bahwa pembelian impulsif
lebih sering dilakukan oleh orang yang memiliki nilai-nilai materialistis dan kesenjangan antara gambaran diri yang sesungguhnya dengan
gambaran diri yang ideal. Kurangnya regulasi diri juga membuat kecenderungan seseorang dalam perilaku pembelian impulsif semakin
tinggi Vohs dan Faber, 2007. Penelitian Youn dan Faber 2000 juga menemukan hubungan positif antara kecenderungan pembelian impulsif
dengan dimensi kepribadian berupa pengendalian diri rendah impulsivitas dan reaksi terhadap stres. Berdasarkan penelitian
tersebut, bagi sebagian orang pembelian impulsif mungkin dilakukan sebagai salah satu cara menghadapi stres Youn dan Faber, 2000. Hal
ini selaras dengan hasil penelitian lain Gardner dan Rook, 1988; Herabadi, Verplanken, dan van Knippenberg, 2009; Tauber, 1972 yang
menyebutkan bahwa pembelian impulsif dapat dipahami self-gift dan sarana untuk menghibur diri atau menghilangkan perasaan-perasaan
yang mengganggu seperti bosan, sedih, dan frustrasi.
Di luar faktor situasional dan individual yang telah disebutkan, sejumlah penelitian juga mencoba meneliti hubungan pembelian impulsif
dengan faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin tetapi menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa penelitian Ghani, Imran, dan
Jan, 2011; Shahjehan et al., 2012; Wood dalam Kacen dan Lee, 2002
menunjukkan bahwa usia memiliki hubungan negatif dengan pembelian impulsif. Artinya, pembelian impulsif lebih banyak dilakukan oleh
konsumen yang lebih muda, khususnya yang berusia 18 sampai 35 atau 39 tahun Shahjehan et al., 2012. Usia tersebut menunjukkan bahwa individu
yang sering melakukan pembelian impulsif pada umumnya merupakan individu yang termasuk dalam periode perkembangan dewasa awal.
Terkait dengan variabel jenis kelamin, studi pertama Verplanken dan Herabadi 2001 menunjukkan bahwa pembelian impulsif lebih
banyak dilakukan oleh wanita. Namun, studi kedua yang dilakukan pada konsumen yang jumlahnya lebih besar dan beragam, tidak menemukan
perbedaan yang berarti antara pembelian impulsif pria maupun wanita Verplanken dan Herabadi, 2001. Hal ini diperkuat oleh penelitian Ghani,
Iman, dan Jan 2011 yang dilakukan untuk melihat hubungan karakteristik demografis dengan pembelian impulsif di Pakistan. Hasilnya
adalah tidak terdapat perbedaan besar antara tingkat pembelian impulsif pria maupun wanita.
4. Dampak Pembelian Impulsif