Hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TAMPILAN VISUAL PADA APLIKASI BELANJA ONLINE DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN

IMPULSIF DI ONLINE PADA DEWASA AWAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Seppriska Angelika Thennos 109114015

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

iv

Nikmati dan syukuri setiap peristiwa hidup yang menyulitkan, karna akhir peristiwa itu pasti


(5)

v

Karya ini saya persembahkan untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria

yang telah merancang kehidupanku dengan indah

Papi dan Mami

Untuk kasih saying dan didikannya

Cidang & Nyunyun

Saudara yang super cerewet sekaligus teman berantem

Bapak Andrea & Boru Panggoaranku (Andreana) Untuk dukungan kalian

Sahabat dan keluarga di perantauan Untuk bantuan dan semangat kalian


(6)

(7)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TAMPILAN VISUAL PADA APLIKASI BELANJA ONLINE DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF

SECARA ONLINE PADA DEWASA AWAL

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma

Seppriska Angelika Thennos ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan subjek 262 responden (149 perempuan dan 113 laki – laki). Instrument penelitian ini menggunakan skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang terdiri dari 8 aitem dengan nilai alpha cronbach = 0,892 dan skala kecenderungan pembelian impulsif secara online yang terdiri dari 12 aitem dengan nilai alpha cronbach = 0,919. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online berkorelasi positif, lemah, dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online (N = 262, r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang baik (27,37 > 20), p = 0,000 dan kecenderungan pembelian impulsif secara online yang tinggi (33,83 > 30), p = 0,000.

Kata kunci : persepsi tampilan visual, aplikasi belanja online, kecenderungan pembelian impulsif secara online, dewasa awal


(8)

THE RELATION BETWEEN PERCEPTION OF VISUAL DISPLAY IN ONLINE SHOPPING APPLICATION WITH ONLINE IMPULSE BUYING TENDENCY

IN EARLY ADULT

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Seppriska Angelika Thennos

ABSTRACT

The research aimed to know correlation between perception of visual display in online shopping application with online impulse buying tendency in early adult. This research uses 262 individual (149 woman and 113 men). This instrument used on this research are perception of visual display scale consisting of 8 items with alpha cronbach value = 0,892 and online impulse buying tendency scale consisting of 12 items with alpha cronbach value = 0,919. The result showed that the variable perception of visual display in online shopping application correlated positive, weak, and significant with variable online impulse buying tendency (N = 262, r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). This research also showed that subject had high perception of visual display in online shopping application (27,37 > 20), p = 0,000 and online impulse buying tendency (33,83 > 30), p = 0,000.

Keywords : perception of visual display, online shopping application, online impulse buying tendency, early adult


(9)

(10)

(11)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7


(12)

xiii

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Pembelian Impulsif secara Online ... 9

1. Definisi Pembelian Impulsif secara Online... 9

2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif secara Online ... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif secara Online ... 12

B. Persepsi Tampilan Visual ... 15

1. Persepsi Tampilan Visual dan Efeknya... 15

2. Aspek Persepsi tampilan Visual ... 18

C. Dewasa Awal ... 20

1. Definisi Dewasa Awal... 20

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal ... 21

3. Aspek Masa Dewasa Awal... 22

D. Dinamika Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Dewasa Awal ... 25

E. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Operasional... 32


(13)

xiv

2. Kecenderunagn Pembelian Impulsif secara online ... 33

D. Subjek Penelitian ... 33

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34

1. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara online ... 34

2. Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online ... 36

F. Validitas dan Reliabilitas ... 38

1. Validitas ... 38

2. Seleksi Aitem ... 38

3. Reliabilitas ... 41

G. Metode Analisis Data ... 42

1. Uji Asumsi ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Linearitas ... 42

2. Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Pelaksanaan Penelitian ... 44

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44

C. Deskripsi Data Penelitian ... 44

1. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ... 44

2. Hasil uji-t ... 47

D. Hasil Penelitian ... 48


(14)

xv

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Linearitas ... 50

2. Uji Hipotesis ... 51

E. Pembahasan ... 53

BAB V PENUTUP ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Keterbatasan Penelitian ... 56

C. Saran ... 57


(15)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Penilaian Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 35 Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

sebelum Seleksi Aitem ... 36 Tabel 3. Skor Penilaian Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja

Online ... 37 Tabel 4. Sebaran Aitem Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

sebelum Seleksi Aitem ... 37 Tabel 5. Nilai Indeks Diskriminasi Aitem ... 39 Tabel 6. Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

setelah Uji Coba ... 40 Tabel 7. Sebaran Aitem Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja

Online setelah Uji Coba ... 41 Tabel 8. Kriteria Koefisien Korelasi menurut Siregar ... 43 Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian ... 45 Tabel 10. Norma Kategorisasi Persepsi Tampilan Visual pada Aplikai Belanja

Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online ... 46 Tabel 11. Kriteria Kategorisasi Skor Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi

Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online 46 Tabel 12. Jumlah Persentase Subjek untuk Setiap Kategorisasi ... 47 Tabel 13. One Sample t-test ... 44 Tabel 14. Uji Normalitas ... 49


(16)

xvii

Tabel 15. Uji Linearitas ... 51 Tabel 16. Pedoman Analisis Korelasi ... 52 Tabel 17. Hasil Uji Hipotesis ... 52


(17)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Pembelian Impulsif secara Online pada Dewasa Awal ... 30 Gambar 2. Tampilan Grafik Q-Q Plot Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi

Belanja Online ... 49 Gambar 3. Tampilan Grafik Q-Q Plot Pembelian Impulsif secara Online ... 50


(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Blue Print Skala ... 60

Lampiran 2 Skala Uji Coba ... 66

Lampiran 3 Reliabilitas Skala ... 81

Lampiran 4 Skala Penelitian ... 84

Lampiran 5 Deskripsi Subjek ... 95

Lampiran 6 Uji Asumsi ... 98


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena berbelanja online di Indonesia saat ini semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari riset Online Shopping Outlook 2015 yang dikeluarkan oleh Brand and Marketing Institute (BMI) reasearch, mengungkapkan bahwa peluang pertumbuhan pasar online masih sangat besar seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia. Pada tahun 2014, pengguna belanja online mencapai 24 persen dari jumlah pengguna internet di Indonesia. Riset ini dilakukan di 10 kota besar yang ada di Indonesia dengan responden sebanyak 1.213 responden dengan usia antara 18-45 tahun melalui metode phone survey. Menurut kepala BMI research, pasar belanja online di Indonesia akan bertumbuh hingga 57 persen pada tahun 2015 atau meningkat sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Biskom, 2015).

Belanja online menghilangkan kendala ruang dan waktu yang sering dihadapi oleh pembeli (Madhavaram & Laverie, 2004). Hal ini didukung dengan penelitian Forrester (2011), terkait dengan alasan semakin populernya belanja online adalah isu yang berkaitan dengan harga, faktor kenyamanan, pengiriman yang cepat, banyaknya pilihan produk yang tersedia, dan akses yang mudah untuk berbelanja (dalam Chalal, 2015). Donathu dan Gracia menemukan bahwa pembeli online lebih impulsif dibandingkan dengan pembeli offline (Madhavaram & Laverie, 2004).


(20)

Pembelian impulsif dapat didefinisikan sebagai pembelian yang tidak direncanakan, hasil dari adanya stimulus, dan pengambilan keputusan membeli dilakukan di tempat (Piron dalam Parboteeah, Valacich, & Wells, 2009). Menurut Rook (1987), pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami dorongan yang kuat dan terus menerus yang terjadi secara tiba-tiba untuk membeli sesuatu dengan segera. Keputusan untuk membeli dibuat dengan cepat untuk pembelian impulsif (Rook, 1987). Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) pembelian impulsif digambarkan sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan sebagai pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, serta diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional.

Wood (dalam Ghani, Imran, & Jan, 2011) berpendapat, pembelian impulsif akan meningkat pada usia 18-39 tahun dan akan menurun setelahnya. Rentang usia ini termasuk dalam tahap perkembangan masa dewasa awal (Santrock, 2007). Adapun kriteria untuk mendefinisikan masa dewasa yaitu menerima tanggung jawab akan diri sendiri, membuat keputusan yang mandiri, dan mandiri secara finansial (Arnett dalam Papilia & Feldman, 2014). Individu akan lebih mandiri baik dari sisi pemikiran dan ekonomi (Santrock, 2007).

Papilia dan Feldman (2014) juga mengatakan bahwa kriteria dewasa awal dapat dilihat dari perkembangan kognitifnya yaitu pemikiran pascaformal dan kemampuan berpikir reflektif atau penalaran abstrak. Pemikiran pascaformal dikarakteristikkan sebagai kemampuan untuk mengatasi ketidakkonsistenan, ketidaksempurnaan, dan kompromi. Pemikiran pascaformal dapat menggambarkan intuisi dan emosi serta logika untuk membantu individu


(21)

menghadapi dunia. Pemikiran pascaformal menerapkan hasil dari pengalaman terhadap situasi yang ambigu (Papilia & Feldman, 2014).

Masa dewasa awal juga ditandai dengan perkembangan kognisi yaitu berpikir reflektif yang merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati terhadap informasi atau keyakinan mengenai bukti-bukti yang mendukung mereka dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat (Dewey dalam Papilia & Feldman, 2014). Pemikir reflektif terus menerus menannyakan fakta-fakta yang seharusnya, menggambarkan keterkaitan, dan membuat koneksi (Papilia & Feldman, 2014).

Perkembangan kognisi pada masa dewasa awal yang ditandai dengan kemampuan berpikir reflektif seharusnya mampu membuat dewasa awal lebih dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli secara impulsif. Namun, pada kenyataannya individu pada masa dewasa awal cenderung untuk melakukan pembelian secara impulsif. Hal ini ditunjukkan dari data yang didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Nielsen bahwa konsumen di Indonesia yang cenderung melakukan pembelian secara impulsif didominasi dengan konsumen kisaran usia 20 hingga 39 tahun (Maulana, 2016).

Pembelian impulsif memiliki banyak dampak negatif bagi konsumen. Dalam penelitiannya, Rook (1987) mengungkapkan dampak negatif biasanya dirasakan oleh konsumen setelah melakukan pembelian impulsif. Sebagian besar konsumen mengatakan bahwa mereka mengalami masalah keuangan sebagai akibat dari pembelian impulsif, adanya perasaan kecewa pada barang yang sudah dibeli


(22)

karena tidak seperti yang dibayangkan oleh konsumen, adanya perasaan bersalah, dan adanya ketidaksetujuan dari orang disekitar atas barang yang telah dibeli.

Pembelian impulsif dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang akan mempengaruhi pembelian impulsif terkait dengan kepribadian konsumen dan keadaan mood (Dawson & Kim, 2009). Beatty dan Ferrel (dalam Dawson & Kim, 2009) mengatakan bahwa karakter kepribadian konsumen dapat lebih menunjukkan perilaku impulsif dibandingkan dengan karakter lainnya. Pengambilan keputusan untuk membeli secara impulsif akan didorong oleh keadaan mood, emosi dan hasrat untuk memenuhi keinginannya dalam mengambil keputusan membeli (Rook, 1987).

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif terkait dengan cara promosi dan stimulus yang ada di toko (Youn dan Fabel dalam Dawson & Kim, 2009) serta iklan secara online (Bagga & Bhatt, 2013). Menurut Dholakia (dalam Dawson & Kim, 2009) konsumen juga dapat mengalami dorongan untuk membeli secara impulsif ketika secara visual mereka dihadapkan dengan promosi tertentu yang akan mengarahkan konsumen untuk mengakses sebuah situs web. Dalam situs web tersebut konsumen dihadapkan dengan berbagai informasi dari produk yang dicari oleh konsumen, produk yang direkomendasikan, produk yang terkait dengan pencarian konsumen dan produk yang banyak terjual (Dawson & Kim, 2009).

Rutz dan Bucklin (Bagga & Bhatt, 2013) mengungkapkan bahwa tampilan produk atau informasi yang terkait dengan pencarian pada aplikasi atau situs web merupakan faktor penting dalam proses pengambilan keputusan yang akan dibuat


(23)

oleh konsumen. Chicago E-tailing Group Inc. juga mengungkapkan bahwa semakin banyak penjual yang menampilkan produk yang direkomendasikan, produk yang terkait dengan pencarian, dan produk yang banyak terjual pada suatu aplikasi atau situs web akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian impulsif secara online (Dawson dan Kim, 2009). Selaras dengan itu, Youn dan Faber juga menemukan bahwa konsumen yang cenderung impulsif akan lebih mudah terpengaruh oleh stimulus pemasaran seperti iklan, hadiah atau promosi, dan elemen visual yang ditampilkan. Konsumen yang terlibat di toko online akan cenderung lebih sering merespon dorongan untuk membeli secara impulsif (Dawson dan Kim, 2009).

Keterlibatan konsumen dalam toko online memerlukan suatu media yang berupa sebuah perangkat, seperti ponsel pintar. Penelitian Nielsen pada tanggal 17 Februari hingga 7 Maret 2014 dengan 30.000 responden di 60 negara di dunia menyatakan bahwa Indonesia berada dalam peringkat teratas secara global dalam hal penggunaan telepon genggam untuk berbelanja secara online. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 61 persen pengguna internet di Indonesia melakukan transaksi online menggunakan telepon genggam (Lubis, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia suka melakukan pembelian secara online dengan menggunakan telepon genggam.

Ketika konsumen menggunakan telepon genggam dalam melakukan pembelian maka konsumen akan menggunakan sebuah aplikasi belanja. Survei yang dilakukan oleh Lazada Indonesia melibatkan 2000 responden pengguna ponsel pintar memberikan hasil yang menjawab kecanduan masyarakat Indonesia


(24)

dalam memanfaatkan aplikasi. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 85 persen pengguna di Indonesia memiliki 10 sampai 15 aplikasi mobile di smartphone. Kebiasaan pengguna smartphone di Indonesia juga sering mengunduh aplikasi setiap satu bulan sekali, yang mana 50 persen dari 3-5 aplikasi yang diunduh merupakan aplikasi belanja online (Ngazis & Haryanto, 2016). Menurut Chalal (2015) aplikasi akan membuat hidup menjadi lebih mudah, konsumen tidak harus mengunjungi suatu tempat tertentu untuk melakukan sebuah transaksi, seperti membayar tagihan, mengunjungi sebuah toko, membuat rencana perjalanan, dan hal yang lainnya.

Penggunaan aplikasi mobile akan berkaitan dengan tampilan visual yang dapat memberi konsumen kenyamanan dan kemudahan dalam pengoperasian aplikasi tersebut. Tampilan visual sendiri digunakan untuk meyajikan informasi yang terdiri dari berbagai jenis informasi yang harus disajikan secara bersamaan (Schultz dan Schultz, 2006). Ada tiga tipe dari tampilan visual, diantaranya ada tampilan visual kuantitatif, tampilan visual kualitatif, dan tampilan visual check reading.

Tampilan visual menjadi sangat penting karena otak manusia bekerja dimulai dari kode visual kemudian kode auditori dan terakhir kode semantik (Sternberg dan Sternberg, 2012). Kode visual sendiri akan melibatkan indera penglihatan, dimana penglihatan menyediakan informasi paling penting (Solso, Maclin, dan Maclin, 2008). Penglihatan ini akan melibatkan atensi individu. Atensi adalah pemusatan pikiran, dalam bentuk yang jernih dan gamblang terhadap sejumlah objek simultan atau sekelompok pikiran (James dalam Psikologi Kognitif, 2008).


(25)

Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin meneliti hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dengan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu apakah ada hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang psikologi terutama psikologi konsumen sebagai kajian teori mengenai persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif secara online pada dewasa awal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi berupa hasil penelitian, teori, maupun saran bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti topik yang sama.


(26)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan evaluasi kepada konsumen dewasa awal mengenai perilaku konsumen secara online dan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.


(27)

9 BAB II LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif secara Online

1. Definisi Pembelian Impulsif secara Online

Pembelian impulsif merupakan kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, segera, dan kinetis, serta di dorong aspek psikologi emosional terhadap suatu produk dan tergoda dari kegiatan persuasi yang dilakukan oleh pemasar (Rook dan Fisher, dalam Samuel 2007). Menurut Mowen dan Minor (2002) pembelian impulsif merupakan suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli dan tanpa banyak mempertimbangkan akibatnya. Rana dan Tirthani (2012) juga menjelaskan bahwa pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat sebuah produk di toko dan membelinya tanpa pertimbangan yang disebabkan oleh keinginan kuat untuk memiliki produk tersebut.

Rook (1987) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai bentuk perilaku pembelian yang tidak direncanakan, pembelian secara mendadak ketika berada di tempat, disertai dengan keinginan yang kuat serta perasaan senang dan gembira (dalam Verplanken & Herabadi, 2001). Rook (1987) juga memberikan definisi yang komprehensif dari pembelian impulsif yang mencakup 3 fitur utama yaitu, pembelian yang


(28)

tidak direncanakan, sulit untuk mengontrol, dan disertai dengan respon emosional (dalam Verplanken & Sato, 2011).

Menurut Kacen dan Lee (dalam Ekeng, Lifu, & Asinya, 2012) pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan dengan karakteriksik pengambilan keputusan untuk membeli relatif cepat dan adaya keinginan yang kuat untuk memiliki barang tersebut. Ekeng, dkk (2012) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif terkait dengan keputusan membeli suatu produk tanpa perencanaan dan tidak dapat ditahan, keputusan pembelian ini mungkin terkait dengan design produk dan alasan lainnya terkait dengan harga.

Dalam perkembangannya, pembelian juga dapat dilakukan secara online. Belanja online merupakan suatu bentuk dari electronic commerce atau biasa di singkat dengan e-commerce, dimana konsumen melakukan pembelian produk atau jasa secara langsung dari penjual melalui internet tanpa layanan perantara (Jagtap, 2013). Selaras dengan itu, Javadi dkk (2013) juga menjelaskan bahwa belanja secara online merujuk pada proses dalam membeli produk atau jasa melalui internet. Kekhasan dari proses belanja secara online, ketika konsumen membutuhkan suatu produk atau jasa, mereka langsung mengakses internet dan mencari informasi yang berkaitan dengan produk atau jasa yang dibutuhkan (Javadi, Dolatabadi, Nourbakhsh, Poursaeedi, dan Asadollahi, 2012).


(29)

Berdasarkan penjelasan tersebut pembelian impulsif secara online merupakan pembelian yang dilakukan melalui internet dengan proses pengambilan keputusan untuk membeli yang cepat, tanpa terencana dan segera ketika konsumen melihat sebuah produk dan memiliki keinginan yang kuat akan produk tanpa mempertimbangkan konsekuensi negatif dari pembelian.

2. Aspek-aspek dalam Pembelian Impulsif

Secara garis besar pembelian impulsif memiliki dua aspek, yaitu : a. Aspek kognitif

Aspek kognitif dalam pembelian impulsif yaitu kurangnya pertimbangan, perencanaan, dan membeli dengan spontan ketika melakukan pembelian (Verplanken dan Herabadi, 2001). Menurut Youn (dalam Dawson dan Kim, 2009) aspek kognitif mengacu pada bagaimana seseorang memahami, berpikir, menafsirkan informasi, dan dapat mengakibatkan kecenderungan pembelian yang impulsif. Ketika konsumen kurang memperhatikan aspek kognitif maka konsumen akan mengalami dorongan yang kuat untuk membeli dan terikat dalam perilaku pembelian impulsif (Dholakia, 2000; Rook, 1987; Youn dan Faber, 2000 dalam dawson dan Kim, 2009).


(30)

b. Aspek afektif

Aspek afektif dalam pembelian impulsif yaitu munculnya perasaan senang dan gembira, keinginan untuk membeli yang sulit dikontrol dan adanya rasa bersalah atau penyesalan setelah melakukan pembelian (Verplanken dan Herabadi, 2001). Menurut Coley dan Burgess (dalam Dawson dan Kim, 2009) ketika stimuli internal yang mencakup dorongan tak tertahankan untuk membeli, emosi membeli yang positif, dan manajemen mood menjadi pengalaman konsumen, maka konsumen akan merasa terdorong untuk melakukan pembelian impulsif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, secara garis besar aspek dalam pembelian impulsif ada dua, yakni aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mengacu pada cara berpikir individu dalam menerima informasi dan menafsirkan informasi tersebut hingga membentuk persepsi individu terhadap informasi yang diterima. Aspek afektif berkaitan dengan perasaan individu ketika menerima stimuli internal yang mendorong individu untuk melakukan pembelian impulsif.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu faktor internal dan faktor eksertnal: ( Verplanken dan Herabadi, 2001; Verplanken dan Sato, 2011; Dawson dan Kim, 2009; Ghani, Imran, dan Jan, 2011; Bagga dan Bhatt, 2013)


(31)

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Rook dan Fisher (1995) kepribadian diprediksi lebih bisa menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif daripada sifat-sifat lainnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa kepribadian dapat mempengaruhi pembelian impulsif pada konsumen (Verplanken dan Herabadi, 2001; Verplanken dan Sato, 2011).

Berkaitan dengan kepribadian, Youn dan Faber (dalam Dawson dan Kim, 2009) menemukan bahwa kecenderungan pembelian impulsif berkaitan dengan kurangnya control diri, dimana pembeli kurang mengontrol kognitifnya untuk tidak melakukan pembelian impulsif.

Usia juga dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Rawling, Boldero, dan Wiseman (dalam Ghani, Imran, dan Jam, 2011) menyatakan bahwa orang muda akan lebih cenderung untuk melakukan pembelian impulsif daripada orang yang lebih tua dan orang usia lanjut. Hal ini diperkuat oleh Mai et al. (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) yang berpendapat bahwa orang muda ingin menjadi orang yang pertama dalam mengadaptasi lifestyle yang baru. Hal ini yang menyebabkan orang muda cenderung untuk lebih impulsif. Wood (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) juga menunjukkan hasil bahwa kecenderungan pembelian impulsif pada


(32)

konsumen akan meningkat di usia 15-39 tahun dan akan menurun setelahnya.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu. Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), factor eksternal berkaitan dengan penampilan produk secara fisik, cara menampilkan produk, atau adanya tambahan seperti wewangian, warna yang indah, dan musik yang menyenangkan akan memberikan kenyamanan pada konsumen. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya suasana hati yang positif sehingga akan meningkatkan pembelian impulsif.

Kacen dan Lee (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) menjelaskan bahwa pembelian impulsif berpotensi untuk semakin berkembang seiring dengan adanya teknologi baru seperti internet dan channel belanja yang ada di televisi. Inovasi penjualan yang memberikan kemudahan pada konsumen juga akan meningkatkan pembelian impulsif, seperti toko yang buka selama 24 jam dan adanya kemudahan untuk mengakses suatu produk dan pelayanan yang di dapat oleh konsumen akan meningkatkan pembelian impulsif.

Youn dan Faber (dalam Dawson dan Kim, 2009) menemukan bahwa konsumen dengan kecenderungan melakukan pembelian impulsif yang tinggi lebih dipengaruhi oleh stimulus pemasaran


(33)

seperti iklan, elemen visual, atau hadiah promosi, dan terikat pada pencarian di dalam toko serta cenderung untuk lebih sering merespon dorongan untuk membeli secara impulsif. Selaras dengan itu, Dholakia juga menyatakan bahwa konsumen dapat mengalami dorongan untuk membeli secara impulsif ketika secara visual konsumen dihadapkan dengan promosi tertentu. Promosi yang ditawarkan oleh penjual akan mengarahkan konsumen untuk mengakses sebuah situs web dan konsumen akan dihadapkan dengan produk yang direkomendasikan, produk yang terkait dengan pencarian konsumen, dan produk yang banyak terjual (Dawson dan Kim, 2009).

Berdasarkan penjelasan faktor yang akan mempengaruhi pembelian impulsif, dapat dikatakan bahwa faktor internal dari pembelian impulsif adalah kepribadian, control diri, dan usia. Sedangkan factor eksternal pembelian impulsif adalah lingkungan toko, stimulus pemasaran yang melibatkan iklan dan adanya elemen visual dan perkembangan teknologi.

B. Persepsi Tampilan Visual

1. Persepsi Tampilan Visual dan Efeknya

Persepsi adalah proses untuk mengenali, mengorganisasikan, dan memahami cerapan inderawi yang diterima dari stimuli lingkungan (Epstein & Rogers; Goodale; Kosslyn & Osheron; Pomerantz dalam


(34)

Steinberg, 2008). Persepsi mencakup banyak fenomena psikologis, namun yang paling penting adalah persepsi visual. Dalam membentuk persepsi visual, maka individu akan melibatkan pengelihatan, dimana pengelihatan akan menyediakan informasi paling penting dalam pembentukan kesan citra visual (Solso, Maclin, dan Maclin 2008).

Dalam pembentukan kesan citra visual, individu menggunakan indera penglihatan untuk mengumpulkan informasi dari sebuah tampilan visual yang akan membentuk persepsi visual individu. Tampilan visual digunakan untuk meyajikan informasi yang terdiri dari berbagai jenis informasi yang harus disajikan secara bersamaan (Schultz dan Schultz, 2006). Ada tiga tipe tampilan visual, di antaranya ada tampilan visual kuantitatif yang menyajikan nilai numerik yang tepat, tampilan visual kualitatif digunakan saat pembacaan numerik yang tepat tidak diperlukan, dan tampilan visual check reading merupakan jenis yang paling sederhana dari tampilan visual (Schultz dan Schultz, 2006). Menurut Ziefle (2009), tampilan visual yang digunakan untuk menyajikan informasi berkaitan dengan produktivitas pengguna dalam hal kecepatan dan ketepatan kinerja visual sehingga informasi yang ditampilan melalui elektronik harus ditampilkan dengan tepat. Hal ini berkaitan dengan kualitas dari informasi yang ditampilkan, baik dalam bentuk teks maupun foto yang ditampilkan. Kualitas dari tampilan visual ini harus sangat diperhatikan hal ini dikarenakan individu dipaksa


(35)

untuk mengerjakan tugas yang berbeda dan membaca informasi di layar yang dilakukan dalam waktu yang lama (Ziefle, 2009).

Tampilan visual ini menjadi sangat penting karena otak manusia bekerja dimulai dari kode visual kemudian kode auditori dan terakhir kode semantic. Proses kerja ini berbentuk hirarki, yang berarti tidak dapat dibalik (Sternberg, 2012). Kode visual bisa didapat dari gambaran visual. Menurut Reed (2011) gambaran visual merupakan metode yang efektif untuk mengingat informasi. Reed juga menambahkan bahwa gambaran visual memiliki kemungkinan untuk memberikan kode memori yang efektif karena biasanya individu biasanya lebih mudah mengenali gambar dibandingkan tulisan. Hal yang sama juga diungkapkan berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Shepard (1967) dengan hasil yang menunjukkan bahwa akurasi pengenalan material visual sangat tinggi (Reed, 2011).

Berdasarkan penjelasan tersebut, persepsi tampilan visual merupakan bentuk penyajian informasi dimana informasi yang disajikan terdiri dari beberapa jenis informasi. Tampilan visual menjadi sangat penting untuk diperhatikan kualitasnya karena individu akan berinteraksi dalam waktu yang lama untuk mengerjakan beberapa tugas. Tampilan visual menjadi sangat penting karena otak manusia bekerja dimulai dari kode visual, dimana kode visual akan didapat dari gambaran visual yang dapat memberikan kode memori yang efektif.


(36)

2. Aspek Persepsi Tampilan Visual

Aspek dari persepsi tampilan visual adalah : a. Ukuran

Persepsi mengenai suatu objek yang terlihat memiliki ukuran yang sama meskipun sudah terjadi perubahan-perubahan di dalam stimulus ukuran proksimal. Ukuran suatu imaji di retina tergntung pada jarak objek dari mata. Objek yang sama pada dua jarak yang berbeda akan memproyeksikan ukuran yang berbeda di retina mata (Steinberg, 2008).

b. Warna

Warna adalah sebuah properti atau deskripsi dari energi cahaya dan hanya dengan cahaya kita dapat melihat warna (Landa, R., 2011). Goethe membagi warna menjadi dua kategori, yaitu warna yang masuk dalam gelombang panjang dan gelonbang pendek. Warna yang masuk gelombang panjang yaitu warna kuning, merah, merah-kuning, dan kuning-merah yang akan menimbulkan respon emosional dan menimbulakan reaksi psikologis yang tergambar dalam pengalaman emosional, orientasi kognitif, dan tindakan nyata (Elliot, 2015). Warna yang masuk gelombang panjang ini cenderung menghangatkan, sedangkan warna yang masuk gelombang pendek seperti, biru, hijau memberi kesejukan dan merilekkan.


(37)

c. Orientasi

Individu cenderung untuk melihat setiap susunan visual yang diberikan dengan cara yang paling sederhana dalam mengatur unsur-unsur yang berbeda ke dalam bentuk yang stabil dan sama (Sternberg, Robert J. dan Sternberg, Karin, 2012). Dalam mengenali setiap susunan visual, otak manusia cenderung mengelompokkan bagian-bagian informasi menjadi sesuatu yang bermakna. Konsep ini digambarkan dengan prinsip Gestalt. Dalam hal ini, ada beberapa prinsip Gestalt yang digunakan, yaitu proximity, similarity, dan continuity. Prinsip proximity Gestalt adalah pengelompokkan benda-benda yang berdekatan sebagai satu kesatuan dan membedakannya dari sekelompok benda lain yang memiliki jarak berbeda. Prinsip similarity Gestalt adalah kecenderungan otak utuk menyederhanakan informasi dengan logika pengelompokkan elemen-elemen visual yang memiliki kemiripan dan kedekatan lokasi. Prinsip continuity Gestalt adalah kecenderungan otak untuk mengikuti suatu pola tertentu berdasarkan pola sebelumnya dan adanya tendensi untuk menghubungkan dot. Prinsip continuity ini dapat diciptakan melalui tiga hal yaitu arah memandang, jalur, dan perspektif.

d. Jarak

Jarak berkaitan dengan persepsi kedalaman. Kedalaman adalah jarak dari permukaan dengan acuan permukaan tubuh individu yang


(38)

sedang mempersepsi. Ketika individu menggeser tubuh, memanipulasi objek, dan memposisikan diri di dalam dunia 3-D, maka individu harus menggunakan informasi terkait kedalaman untuk melakukannya. Sebagai contoh, ketika individu sedang mengemudi, maka individu menggunakan kedalaman untuk menaksir jarak antar mobil atau mobil yang akan mendekat (Steinberg, 2008).

C. Dewasa Awal

1. Definisi Dewasa Awal

Sudut pandang dari sosiologi mengungkapkan bahwa individu akan dianggap dewasa ketika mereka mampu menanggung diri mereka sendiri atau telah memilih sebuah karir, telah menikah, atau membentuk hubungan romantis yang signifikan, atau mulai untuk berumah tangga (Papilia dan Feldman, 2014). Menurut Shanahan, Prfeli, dan Mortimer menyatakan bahwa beberapa indicator internal yang diungkapkan oleh beberapa psikolog seperti otonomi, control diri, dan tanggung jawab pribadi lebih merupakan kerangka berpikir daripada peristiwa yang terpisah-pisah (Papilia, Olds dan Feldman, 2008). Menurut Papilia dan Feldman (2014) individu yang masuk dalam masa dewasa awal biasanya berada dalam rentang usia 18-39 tahun. Arnett (dalam Papilia dan Feldman, 2014) menyatakan bahwa terdapat tiga criteria untuk


(39)

mendifinisikan masa dewasa yaitu menerima tanggung jawab akan diri sendiri, membuat keputusan sendiri, dan mandiri secara finansial.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai masa dewasa awal dapat dikatakan bahwa masa dewasa awal berada dalam rentang usia 18-39 tahun. Masa dewasa awal juga ditandai dengan kemampuan individu untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, dapat membentuk hubungan romantis yang signifikan, dan mandiri secara finansial.

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal

Menurut Papilia dan Feldman (2014), ada dua karakteristik dalam masa dewasa awal, yaitu :

a. Berpikir Reflektif

Pemikir reflektif umumnya muncul diantara usia 20 dan 25 tahun, yang menyatukan ide-ide atau pertimbangan yang muncul.Berpikir reflektif merupakan jenis berpikir logis yang dominan pada masa dewasa awal. Hal ini membuat seseorang pada masa dewasa awal terus menerus akan dengan aktif mengevaluasi sebuah informasi dan keyakinan mengenai mengenai bukti-bukti yang mendukung mereka dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat.

b. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi merupakan komponen penting efektivitas kecerdasan perilaku untuk memahami dan mengatur emosi. Hal ini


(40)

mengacu pada keterampilan yang saling berhubungan, seperti kemampuan untuk melihat, menggunakan, memahami dan mengelola atau mengatur emosi diri sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, hal tersebut memungkinkan individu untuk lebih efektif menghadapi lingkungan sosial.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa masa dewasa awal memiliki dua karakteristikyaitu berfikir reflektif dan memiliki kecerdasan emosi.

3. Aspek-aspek Masa Dewasa Awal

Menurut Papilia, Olds, dan Feldman (2014) ada beberapa aspek dari masa dewasa awal, di antaranya ada :

a. Perkembangan Fisik

Masa dewasa awal merupakan masa dimana seseorang harus memperhatikan kesehatan dan kebugaran mereka. Hal ini dikarenakan apa yang individu ketahui tentang kesehatan berdampak pada apa yang mereka lakukan, apa yang mereka lakukan akan berdampak pada apa yang mereka rasakan. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan gaya hidup dan berhubungan erat dengan kesehatan dan kebugaran seperti diet dan mengontrol berat badan, aktivitas fisik, tidur, merokok, minum minuman beralkohol, penggunaan obat terlarang, dan stress.


(41)

b. Perkembangan Kognitif

Teori neo-piagetian memperhatikan tingkat tertinggi dari pencapaian kognitif adalah berpikir reflektif atau penalaran abstrak. Berpikir reflektif merupakan bentuk kompleks dari kognisi. Berpikir reflektif pertama kali didefinisikan oleh filsuf Amerika dan seorang pendidik John Dewey sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati terhadap informasi atau keyakinan mengenai bukti-bukti yang mendukung mereka dan mengarahkan keputusan yang dibuat. Berdasarkan tahap Piaget dari operasi formal, pemikir reflektif dapat menciptakan system kecerdasan kompleks yang menyatukan konflik ide-ide atau pertimbangan yang muncul. Kapasitas pemikir reflektif muncul di antara usia 20 dan 25 tahun. Meskipun hampir semua individu dewasa mengembangkan kapasitas untuk menjadi pemikir reflektif, lebih sedikit yang mencapai kecakapan yang optimal dalam keterampilan tersebut dan bahkan lebih sedikit lagi yang dapat menggunakannya secara konsisten untuk beragam masalah.

Penyelidikan lain berhadapan dengan pikiran pascaformal yang mengombinasikan logika dengan emosi dan pengalaman praktis dalam memecahkan masalah yang rancu. Pemikiran pascaformal ini fleksibel, terbuka, adaptif, dan indivialistik. Pemikiran pasca normal juga bersifat relative. Seperti berpikir


(42)

reflektif, yang memungkinkan individu dewasa untuk melampaui system logika tunggal dan mencoba berdamai atau memilih di antara konflik yang ada atau tuntutan, perspektif ini bisa menjadi sebuah kebenaran yang valid ( Labouvie-Vief, 1990a; Sinnott, 1996, 1998, 2003).

c. Perkembangan Psikososial

Peralihan menjadi dewasa seringkali merupakan waktu untuk mencoba sebelum manjalankan peran dan tanggung jawab sebagai individu dewasa. Menuju masa dewasa ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti gender, kemampuan akademis, sikap awal terhadap pendidikan, harapan di akhir masa dewasa, kelas social, dan perkembangan ego. Pengukuran akan suksesnya peralihan masa dewasa mengatasi tugas-tugas perkembangan ketika meninggalkan rumah masa kecilnya adalah kemampuan dewasa untuk memelihara kedekatan dengan orang tua.

Dewasa muda mencari intimasi dalam sebuah hubungan dengan sebayanya dan pasangan romantisnya. Membuka diri merupakan aspek penting dalam intimasi. Kebanyakan dari dewasa muda ini memiliki banyak teman dan kurang menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Menurut teori segitiga cinta dari Sternberg, cinta memiliki tiga aspek yaitu intimasi, gairah, dan komitmen. Dewasa muda yang sampai pada tahap komitmen akan melanjutkan hubungannya ke jenjang


(43)

pernikahan. Setelah menikah, dewasa muda akan menjadi orang tua.

Berdasarkan penjelasan tersebut ada tiga perkembangan yang dilalui oleh dewasa awal yaitu adanya perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial.

D. Dinamika Hubungan antara Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online pada Dewasa Awal

Adanya peningkatan penggunaan telepon genggam oleh konsumen, maka pengembang sistem mobile shopping mengijinkan konsumen untuk mencari suatu produk atau layanan, informasi mengenai produk (seperti harga, ketersediaan barang), pembelian online, menganalisis produk pesaing, pengeriman yang cepat, serta sistem pembayaran yang mudah, dll (Chahal, P., 2015). Hal ini memungkinkan konsumen untuk dapat membandingkan harga produk, adanya penawaran tertentu, reward yang mungkin didapat oleh konsumen, dan untuk memeriksa ketersediaan barang di toko. Selain itu, aplikasi mobile juga memberikan pandangan bagi konsumen yang akan membeli suatu produk dengan melihat ulasan dan pendapat dari konsumen lain mengenai produk yang akan dibeli (Chalal, P., 2015).

Aplikasi belanja online yang saat ini digunakan sebagai toko online menawarkan banyak kelebihan yang meliputi, kemudahan kenyamanan,


(44)

ketersediaan berbagai barang yang dibutuhkan, kemudahan dalam mengakses informasi terkait dengan produk. Kelebihan yang ditawarkan oleh toko online akan meningkatkan kegiatan pembelian secara online. Stern (1962) menyatakan bahwa kenyamanan dan kemudahan konsumen dengan suasana tempat berbelanja akan meningkatkan pembelian impulsif. Ketika menggunakan aplikasi belanja online, individu tidak terlepas dari tampilan visual yang ada dalam aplikasi tersebut. Tampilan visual digunakan untuk menyajikan informasi yang terdiri dari berbagai informasi yang harus disajikan secara bersamaan (Schultz & Schultz, 2006). Dalam menyajikan informasi, kualitas dari tampilan visual harus sangat diperhatikan karena individu akan berinteraksi langsung dalam waktu yang lama dengan layar tampilan visual (Zielfie, 2009).

Dalam konteks berbelanja online, tampilan visual dimanfaatkan oleh penjual untuk menampilkan informasi yang berkaitan dengan produk yang dijual. Sebelum melihat informasi yang terkait produk pada tampilan visual, konsumen mendapat stimulus eksternal berupa iklan online yang akan mengarahkan konsumen untuk membuka sebuah situs web atau aplikasi belanja (Dawson & Kim, 2009). Dalam situs web atau aplikasi belanja online konsumen akan dihadapkan pada berbagai informasi yang terkait dengan produk yang dicari, produk yang direkomendasikan, dan produk yang banyak terjual (Dawson & Kim, 2009).

Informasi mengenai produk yang ditampilkan merupakan faktor penting bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan pembelian


(45)

(Bagga & Bhatt, 2013). Youn dan faber mengungkapkan bahwa stimulus eksternal seperti iklan online dan elemen visual yang ditampilkan akan membuat konsumen untuk cenderung merespon dorongan membeli secara impulsif (Dawson & Kim, 2009).

Pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak direncanakan, hasil dari adanya stimulus, dan dalam melakukan pembelian dilakukan di tempat (Parboteeah, Valacich, & Wells, 2009). Kacen dan Lee juga menjelaskan hal yang sama mengenai pembelian impulsif. Menurut Kacen dan Lee pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak direncanakan dengan karekteristik pengambilan keputusan yang relatif cepat serta adanya kenginan yang kuat untuk membeli barang tersebut (Ekeng, Lifu, & Asinya, 2012).

Pembelian impulsif yang terjadi sebagai akibat dari manipulsi yang dilakukan oleh penjual terkait dengan atmosfir toko dan suasana toko (Madhavaram & Laverie, 2004). Childers juga mengungkapkan dalam manipulasi toko online, yang dapat menyebabkan konsumen untuk membeli secara impulsif terkait dengan atmosfir web yang terkait dengan pengorganisasian barang yang dijual, teks yang menjelaskan mengenai informasi produk, gambar produk yang ditampilkan dengan resolusi yang baik, adanya video yang memperlihatkan detail produk, dan konfigurasi mesin pencari. Danthu dan Gracia mengatakan bahwa konsumen online lebih impulsif karena rangsangan yang mereka hadapi (Madhavaram & Laverie,2004).


(46)

Penelitian yang dilakukan oleh Kacen dan Lee (2002) menunjukkan hasil bahwa perilaku pembelian impulsif akan meningkat pada usia antara 20 tahun dan akan menurun setelah melewati usia 30 tahun. Sedangkan menurut Wood (dalam Ghani, Imran, dan Jan, 2011) pembelian impulsif akan meningkat pada usia 18-39 tahun dan akan menurun setelahnya. Rentang usia ini termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal, dimana perkembangan dewasa awal ditandai dengan perkembangan kognitifnya. Salah satu karekteristik dari perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan berpikir reflektir, dimana berpikir reflektif merupakan bentuk kompleks dari kognisi sebagai pertimbangan aktif, persisten, dan hati-hati terhadap informasi atau keyakinan mengenai bukti-bukti yang mendukung mereka dan mengarahkan pada keputusan yang dibuat (Dewey dalam Papilia dan Feldman, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online adalah tampilan informasi yang digunakan untuk menyajikan berbagai informasi secara bersamaan. Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tinggi dapat dilihat dari informasi produk yang ditampilkan. Selain itu, gambar yang ditampilkan dengan resolusi yang tinggi juga dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Adanya tambahan informasi mengenai produk yang direkomendasikan, dan produk yang banyak terjual dapat mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif secara online.


(47)

Hal ini juga berlaku sebaliknya, semakin rendah informasi yang didapat dari aplikasi belanja online maka konsumen cenderung untuk tidak merespon dorongan membeli secara impulsif. Sedikitnya informasi mengenai produk yang direkomendasikan dan banyak terjual akan menyebabkan kosumen kurang merespon dorongan untuk membeli secara impulsif. Gambar yang ditampilkan dengan resolusi rendah juga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli.


(48)

F. Skema Hubungan antara Pembelian Impulsif secara Online dan Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online pada Dewasa Awal

Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

Persepsi Positif pada Tampilan Visual terhadap Aplikasi

Belanja Online

Semakin rendah persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang terkait dengan informasi produk yang ditampilkan, gambar yang ditampilkan dengan resolusi yang tinggi, produk yang

direkomendasikan, dan produk yang banyak terjual kurang bisa mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif secara online. Semakin tinggi persepsi tampilan

visual pada aplikasi belanja online yang terkait dengan informasi produk yang ditampilkan, gambar yang ditampilkan dengan resolusi yang tinggi, produk yang

direkomendasikan, dan produk yang banyak terjual dapat mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif secara online.

Pembelian Impulsif Tinggi

Pembelian Impulsif Redah Persepsi Negatif pada

Tampilan Visual terhadap Aplikasi


(49)

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah disampaikan, maka hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dengan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal.

Semakin positif persepsi terhadap tampilan visual pada aplikasi belanja online maka semakin tinggi pembelian impulsif secara online.


(50)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisen korelasi (Azwar, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara pembelian impulsif secara online dan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana metode ini menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metoda statistika (Azwar, 2013)

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Y : pembelian impulsif secara online.

Variabel X : persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.

C. Definisi Operasional

1. Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online

Persepsi tampilan visual merupakan bentuk penyajian informasi yang terdiri dari beberapa jenis informasi dan sangat penting untuk diperhatikan kualitasnya karena individu akan berinteraksi dalam waktu yang lama. Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online akan dikur dengan skala


(51)

persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang terdiri dari aspek ukuran, warna, orientasi, dan jarak, dimana semakin tinggi skor yang di dapat maka persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online maka akan menunjukkan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tinggi dan berlaku sebaliknya, semakin rendah skor yang di dapat maka persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online juga rendah.

2. Kecenderungan pembelian impulsif secara online

Kecenderungan pembelian impulsif secara online merupakan kecenderungan pembelian yang dilakukan pada media aplikasi belanja online tanpa perencanaan yang matang dan dalam pengambilan keputusan untuk membeli terjadi secara spontan, tiba-tiba, dan segera, sehingga konsumen yang melakukan pembelian secara impulsif tidak memikirkan konsekuensi negatif dari perilaku tersebut sehingga cenderung untuk mengalami penyesalan setelah melakukan pembelian. Pembelian impulsif akan diukur menggunakan skala pembelian impulsif secara online yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif, dimana semakin tinggi skor yang didapat maka akan menunjukkan pembelian impulsif secara online yang tinggi dan berlaku sebaliknya, semakin rendah skor yang didapat akan menunjukkan pembelian impulsif yang rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen dengan rentang usia 18-39 tahun. Rentang usia ini masuk dalam masa dewasa awal. Karakteristik lain dari


(52)

subjek adalah dewasa awal yang sering melakukan pembelian produk secara online melalui aplikasi belanja online.

Penelitian ini menggunakan metode Convenience Sampling, yaitu pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan ketersediaan sampel atau kemudahan sampel untuk diperoleh (Prasetyo, 2008)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Skala Likert. Peneliti menyusun menjadi dua skala yaitu skala kecenderungan pembelian impulsif secara online dan skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.

1. Skala Pembelian Impulsif secara online

Skala pembelian impulsif secara online ini berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001) serta Dawson dan Kim (2009) yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Dalam skala pembelian impulsif ini terdapat dua pernyataan yang terdiri dari pernyataan favorable yaitu pernyataan yang mendukung objek sikapnya dan pernyataan unfavorable yaitu pernyataan yang tidak mendukung objek sikapnya (Azwar, 2013). Subjek diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam skala ini terdapat empat alternatif jawaban yaitu jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai


(53)

(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penentuan skor dalam pernyataan favorable dan unfavorable adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Skor Penilaian Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Perolehan skor pada skala ini akan menunjukkan kecenderungan pembelian impulsif secara online. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kecenderungan pembelian impulsif secara online pada subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah kecenderungan pembelian impulsif secara online pada subjek.


(54)

Tabel 2

Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online Sebelum Seleksi Aitem

No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Kognitif 8, 33, 36,

11, 13, 2, 19, 12, 23

15, 29, 18, 25, 4, 22, 7,

1, 16

18 (50%)

2. Afektif 30, 17, 32, 3, 5, 28, 6, 24,

9

10, 34, 14, 20, 26, 35, 21, 27, 31

18 (50%)

Total 36 (100%)

2. Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

Skala persepsi tampilan visual pada Aplikasi Belanja Online ini menggunakan aspek yang dikemukan oleh Treisman dan Jules (2008) yang terdiri dari aspek ukuran, warna, orientasi, dan jarak. Dalam skala persepsi tampilan visual pada Aplikasi Belanja Online terdapat dua pertanyaan untuk setiap aspek. Subjek diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam skala ini terdapat empat alternatif jawaban yaitu jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penentuan skor dalam pertanyaan adalah sebagai berikut :


(55)

Tabel 3

Skor Penilaian Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Perolehan skor pada skala ini akan menunjukkan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin buruk persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada subjek.

Tabel 4

Sebaran Aitem Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online Sebelum Seleksi Aitem

No. Aspek Nomor

Aitem

Jumlah

1. Ukuran 1, 1 2 (25%)

2. Warna 2, 2 2 (25%)

3. Orientasi 3, 3 2 (25%)

4. Jarak 4, 4 2 (25%)


(56)

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas menunjukkan fungsi pengukuran suatu tes, melihat kecermatan ukur suatu alat ukur, dan melihat sejauh mana ketepatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya (Periantalo, 2015). Penelitian ini akan menggunakan validitas isi yang didasarkan pada penilaian ahli (expert judgement) yaitu dosen pembimbing skripsi dan salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Makna dari validitas isi adalah sejauhmana elemen-elemen dalam suatu instrument ukur benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Hayne, Richad, dan Kubany dalam Azwar, 2012). Penelitian ini juga menggunakan evidensi terkait proses respon yang diberikan oleh subjek. Evidensi ini didasarkan pada penilaian terhadap kesesuaian antara konstruk yang diukur dengan kinerja atau respon yang diberikan oleh subjek (Supratiknya, 2014).

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem adalah tahap lanjutan setelah aitem diuji dengan validitas isi (expert judgement) dan telah dilakukan uji coba. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan dengan menyebar tautan kepada beberapa subjek yang termasuk dalam kriteria penelitian maka didapatkan responden sebanyak 59 (42 peremuan dan 17 laki-laki).

Seleksi aitem dapat dilakukan dengan melihat daya diskriminasi setiap aitem yang ada. Dalam melakukan seleksi aitem, parameter yang paling


(57)

penting adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem. Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar untuk melakukan seleksi aitem adalah dengan memilih aitem-aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala. Kesesuaian fungsi aitem dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individual dapat ditunjukkan oleh parameter daya beda aitem yang berupa koefisien korelasi aitem total. Pemilihan aitem ini didasarkan pada besarnya koefisien korelasi (Azwar, 2013).

Besarnya koefisien korelasi aitem total dari 0 – 1 dengan tanda positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1 dan sebaliknya (Azwar, 2013). Adapun kriteria nilai untuk memlih aitem berdasarkan daya beda aitem sebagai berikut (Periantalo, 2015) :

Tabel 5

Nilai Indeks Diskriminasi Aitem

Nilai Klasifikasi

≥0,300 Memuaskan (diterima)

0,250 – 0,299 Dipertimbangkan

≤ 0,249 Tidak Disarankan

(minus) Gagal atau ditolak

Penelitian ini menggunakan nilai koefisien korelasi 0,250 dengan taraf signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa aitem yang digunakan memiliki


(58)

skor koefisien korelasi ≥ 0,250 pada taraf signifikansi 0,05. Pengujian ini menggunakan program SPSS 23.0 for windows.

Pada skala kecenderungan pembelian impulsif secara online, terdapat 36 aitem, 18 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable. Aitem-aitem ini diseleksi dengan melihat nilai koefisien korelasinya. Aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥0,250 dikategorikan sebagai aitem yang dapat dipertimbangkan, aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi ≤0,250 dikategorikan sebagai aitem yang tidak dapat dipertimbangkan sehingga aitem digugurkan. Dalam skala kecenderungan pembelian impulsif secara online terdapat 1 aitem yang digugurkan yaitu aitem 31.

Tabel 6

Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Kognitif 8, 33, 36, 11,

13, 2, 19, 12, 23

15, 29, 18, 25, 4, 22, 7, 1, 16

18 (52,9%)

2. Afektif

30, 17, 32, 3, 5, 28, 6, 24, 9

10, 34, 14, 20, 26, 35, 21, 27,

31

16 (47,1%)

Total 34 (100%)

Keterangan : Angka bercetak tebal merupakan aitem yang tidak lolos uji Pada skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online, terdapat 8 aitem favorable. Aitem-aitem ini diseleksi dengan melihat nilai koefisien korelasinya. Aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥0,300 dikategorikan sebagai aitem yang dapat baik, aitem yang memiliki nilai


(59)

koefisien korelasi ≤0,300 dikategorikan sebagai aitem yang kurang baik sehingga aitem digugurkan. Dalam skala tampilan visual tidak ada aitem yang digugurkan.

Tabel 7

Sebaran Aitem Skala Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online setelah Uji Coba

No. Aspek Nomor Aitem Jumlah

1. Ukuran 1, 1 2 (25%)

2. Warna 2, 2 2 (25%)

3. Orientasi 3, 3 2 (25%)

4. Jarak 4, 4 2 (25%)

Total 8 (100%)

3. Reliabilitas

Suatu alat ukur dianggap reliable jika dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2015). Penelitian ini akan menggunakan pendekatan konsistensi internal yang bertujuan untuk melihat konsistensi antar aitem (Azwar, 2007). Penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach (α) untuk mencari estimasi reliabilitas konsistensi internal.

Skala kecenderungan pembelian impulsif secara online diuji dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dan setelah seleksi aitem nilai Alpha Cronbach yang diperoleh adalah 0,919. Pada skala persepsi tampilan visual


(60)

pada aplikasi belanja online nilai Alpha Cronbach yang diperoleh setelah seleksi aitem adalah 0,892.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji asumsi normalitas ini menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai sig. atau p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi tidak normal. Sedangkan jika nilai sig. atau p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal (Santoso, 2010).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui linearitas data, yaitu apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak (Priyatno, 2014). Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus. Jadi, peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan di ikuti dengan peningkatan atau penurunan di variabel lainnya. Dengan kata lain, uji linearitas digunakan untuk melihat kekuatan hubungan antara dua variabel. Dua variabel dapat dikatakan memiliki hubungan linear jika nilai signifikansi kurang dari 0.05 (p<0.05) (Santoso, 2010).


(61)

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian korelasional, uji hipotesis akan dilakukan dengan teknik uji statistik parametrik yaitu dengan menggunakan teknik analisis Korelasi Pearson Product Moment.

Jika uji asumsi tidak terpenuhi maka akan menggunakan uji statistik non-parametrik dengan menggunakan teknik analisis Koefisien Korelasi Spearman rho. Dalam pengolahannya menggunakan alat bantu berupa SPSS 23.0 for windows. Besarnya korelasi berkisar antara 0 – 1. Korelasi positif menunjukkan hubungan searah (jika variabel pertama besar, maka variabel kedua semakin besar juga). Korelasi negatif menunjukkan hubungan terbalik (jika variabel pertama besar, maka variabel kedua semakin kecil) (Siregar, 2013). Siregar (2013) memberikan kriteria koefisien korelasi yaitu :

Tabel 8

Kriteria Koefisien Korelasi menurut Siregar :

Koefisien Kekuatan Hubungan

0,00 Tidak ada hubungan

0,01-0,09 Hubungan kurang berarti

0,10-0,29 Hubungan lemah

0,30-0,49 Hubungan moderat

0,50-0,69 Hubungan kuat

0,70-0,89 Hubungan sangat kuat


(62)

(63)

44

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 hari yaitu pada tanggal 14 – 21 Februari 2017. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebar tautan secara online kepada subyek yang berada pada rentang usia 18 – 39 tahun dan sering melakukan pembelian produk secara online dengan menggunakan aplikasi belanja online.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah dewasa awal, yang berada pada usia 18-39 tahun dan sering melakukan pembelian produk secara online melalui aplikasi belanja online. Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian berjumlah 262 subjek dengan jumlah subjek perempuan sebanyak 149 orang dan subjek laki-laki sebanyak 113 orang.

C. Deskripsi Data Penelitian

1. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik

Hasil perhitungan mean teoritik kecenderungan pembelian impulsif yang di dapat berdasarkan skala yang digunakan sebagai berikut :

Jumlah aitem : 12

Nilai minimum : 12 x 1 = 12 Nilai maksimum : 12 x 4 = 48 Rentang nilai : 12 - 48


(64)

Mean Teoritik : (min + max)/2 = (12 + 48)/ 2 = 30 Standar Deviasi : 1/6 (max – min) = 1/6 (48 – 12) = 6

Mean teoritik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online : Jumlah aitem : 8

Nilai minimum : 8 x 1 = 8 Nilai maksimum : 8 x 4 = 32 Rentang nilai : 8 - 32 Jarak : 32 – 8 = 24

Mean Teoritik : (min + max)/2 = (8 + 32)/ 2 = 20 Standar deviasi : 1/6 (max – min) = 1/6 (32 – 8) = 4

Tabel 9

Deskripsi data penelitian

Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online Skor Teoritik Skor Empirik Skor Teoritik Skor Empirik

Xmin 12 17 8 20

Xmax 48 46 32 32

Mean 30 33,83 20 27,37

SD 6 7,351 4 2,906

Tabel 9 menunjukkan bahwa mean teoritik pembelian impulsif secara online sebesar 30 dan standar deviasi teoritik sebesar 6, sedangkan mean empirik dari pembelian impulsif secara online sebesar 33,83 dan standar


(65)

secara online adalah 46 dan nilai terendahnya adalah 17. Tabel 9 juga menunjukkan mean teoritik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online sebesar 20 dan standar deviasi teoritik sebesar 4, sedangkan mean empirik dari persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online sebesar 27,37 dan standar deviasi empirik sebesar 2,906. Nilai tertinggi dari persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online adalah 32 dan nilai terendahnya adalah 20.

Tabel 10

Norma Kategorisasi Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Kecenderungan Pembelian Impulsif secara Online

Skor Kategori

(µ+1.σ)≤ X Tinggi

(µ-1.σ) ≤ X < (µ+1.σ) Sedang

X < (µ-1.σ) Rendah

Keterangan : X : skor total subjek µ : meanteoritik σ : standar deviasi

Tabel 11

Kriteria Kategorisasi Skor Persepsi Tampilan Visual pada Aplikasi Belanja Online dan Pembelian Impulsif secara Online

Kategori Persepsi Tampilan Visual Pembelian Impulsif

Tinggi 24 ≤ X 36 ≤ X

Sedang 16 ≤ X < 24 24 ≤ X < 36


(66)

Jumlah Persentase Subjek untuk setiap Kategorisasi

Kategori Persepsi Tampilan Visual Pembelian Impulsif Tinggi 230 (87,79 %) 119 (45,42 %)

Sedang 32 (12,21 %) 126 (48,09 %)

Rendah - 17 (6,49 %)

Jumlah 262 (100 %) 262 (100 %)

Tabel 12 menunjukkan bahwa 87,79 % subjek memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tergolong tinggi, 12,21 % subjek memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online tergolong sedang, dan tidak ada subjek yang memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang rendah. Tabel 12 juga menunjukkan ketegori kecenderungan pembelian impulsif secara online dimana 48,09 % subjek tergolong sedang, 45, 42 % tergolong tinggi, dan 6, 49 % tergolong rendah.

2. Hasil uji-t Tabel 13

One sample t-test

Variabel

Sig. (2-tailed)

Mean differences Pembelian impulsif secara online 0.000 3.832 Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online 0.000 7.366

Pada tabel 13 dapat dilihat hasil dari uji t pada skala pembelian impulsif secara online menunjukkan nilai signifikansi 0.000 yang


(67)

dengan mean teoritik. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa mean empirik dari pembelian impulsif secara online lebih tinggi dari mean teoritiknya (33.83>30). Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan pembelian impulsif secara online yang tergolong tinggi. Tabel 11 juga menunjukkan nilai signifikansi pada skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online sebesar 0.000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empirik dengan mean teoritik. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa mean empirik dari persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online lebih tinggi daripada mean teoritiknya (27.37>20). Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tergolong tinggi.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Data yang memiliki sebaran datanya normal jika p > 0.05 (Santoso, 2010). Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov Smirnof Test SPSS 23.00 for windows.


(68)

Uji normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Pembelian Impulsif .200 262 .000 .905 262 .000 Tampilan Visual .159 262 .000 .952 262 .000


(69)

Gambar 3 : Tampilan Grafik Q–Q Plot Pembelian Impulsif secara Online

Pada tabel 14 variabel pembelian impulsif secara online memperoleh nilai p sebesar 0.000 yang berarti bahwa data pada variabel pembelian impulsif secara online berdistribusi tidak normal (0.000 < 0.05). Tabel 14 juga menunukkan nilai p yang diperoleh variabel persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online sebesar 0.000. hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online tidak berdistribusi normal (0.000 < 0.05).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat hubungan antar variabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau


(70)

peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya (Santoso, 2010).

Tabel 15 Uji Linearitas

F Sig.

Pembelian Impulsif * Tampilan Visual

Between Groups

(Combined) 5.030 .000 Linearity 44.883 .000 Deviation from Linearity 1.407 .170

Pada tabel 15 Linearity memperoleh nilai p sebesar 0.000 yang berarti bahwa variabel pembelian impulsif secara online dan variabel persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online memiliki hubungan yang linear (0.000 < 0.05).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman rho. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variabel berdasarkan peringkat – peringkat. Uji korelasi Spearman rho digunakan apabila data tidak berdistribusi normal sehingga diperlukan analisi koefisien korelasi dari statistik non-parametrik. Pedoman analisis korelasi ini, jika nilai koefisien korelasi mendekati 1 atau -1 maka hubungan semakin erat atau kuat, jika mendekati 0 maka


(71)

maka dapat dilihat pada angka koefisien korelasi, jika angka positif maka hubungan positif artinya jika variabel dependen naik maka variabel independen akan naik. Jika angka koefisien korelasi negatif maka hubungannya negatif, artinya jika variabel dependen menurun maka variabel independen juga menurun. (Priyatno, 2012).

Tabel 16

Pedoman analisis korelasi

Rentang Nilai Korelasi Keputusan

0,00 – 0,199 Sangat Lemah

0,20 – 0,399 Lemah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Tabel 17

Hasil uji hipotesis

Pembelian Impulsif Tampilan Visual Spearman’s rho Pembelian Impulsif

Correlation Coefficient 1.000 .351** Sig. (1-tailed) . .000

N 262 262

Tampilan Visual

Correlation Coefficient .351** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .

N 262 262


(72)

rho menunjukkan bahwa variabel pembelian impulsif secara online berkorelasi secara positif, lemah, dan signifikan dengan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online (N = 262, r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecenderungan pembelian impulsif secara online maka semakin tinggi persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online, sebaliknya semakin rendah kecenderungan pembelian impulsif secara online maka semakin rendah persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan pembelian impulsif secara online dan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada dewasa awal. Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik Korelasi Spearman’s rho diperoleh korelasi sebesar 0,351 dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif, rendah, dan signifikan antara kecenderungan pembelian impulsif secara online dan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online (r = 0,351, p = 0,000 < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan pembelian impulsif secara online maka semakin tinggi persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online, sebaliknya semakin rendah kecenderungan pembelian impulsif secara online maka semakin rendah persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.


(73)

hubungan positif yang rendah antara persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online dan kecenderungan pembelian impulsif secara online. Hal ini menunjukkan bahwa dewasa awal yang memiliki persepsi tampilan visual yang tinggi akan menyebabkan kecenderungan untuk melakukan pembelian produk secara online dengan membuat keputusan untuk membeli dengan cepat dan segera. Hal ini selaras dengan pernyataan Dholakia (dalam Dawson & Kim, 2009) bahwa konsumen mengalami dorongan untuk membeli secara impulsif ketika secara visual konsumen dihadapkan pada tampilan visual yang ada di situs web atau aplikasi belanja.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian memiliki pembelian impulsif yang relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai mean empiris yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mean teoritik (33,83 > 30). Selain itu, hasil kategori skor pembelian impulsif secara online menunjukkan bahwa 48,09% subjek termasuk dalam kategori skor pembelian impulsif secara online sedang, 45,42% subjek termasuk dalam kategori skor kecenderungan pembelian impulsif secara online tinggi, dan 6,49% termasuk dalam kategori kecenderungan pembelian impulsif secara online rendah.

Kecenderungan pembelian impulsif secara online yang tinggi diakibatkan oleh persepsi tampilan visual yang dimiliki oleh konsumen terhadap aplikasi belanja online tergolong tinggi. Kecenderungan pembelian impulsif secara online yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen melakukan pembelian tanpa pertimbangan yang matang sehingga konsumen cenderung untuk mengabaikan konsekuensi negatif dari keputusan yang diambil untuk


(74)

kecenderungan pembelian impulsif secara online yang didasari dengan spontanitas, kurangnya perencanaan dan pertimbangan dengan tidak mempedulikan akibat yang ditimbulkan (Verplanken dan Herabadi, 2009).

Penelitian juga menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian memiliki persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tinggi. Hal ini dapat dilihat nilai mean empiris yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mean teoritik (27,37 > 20). Selain itu, hasil kategori skor persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online menunjukkan bahwa 87,79% subjek termasuk dalam kategori skor persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online tinggi dan 12,21% subjek termasuk dalam kategori skor persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online sedang. Persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen memiliki pengalaman yang optimal untuk membentuk kesan citra visual.


(75)

56 PENUTUP

A. Kesimpulan

Analisis terhadap hipotesis penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan

uji korelasi Spearman’s rho yang dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

positif, lemah, dan signifikan antara kecenderungan pembelian impulsif secara online dan persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online pada dewasa awal (N = 262, r = 0,351, p = 0,000<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online maka semakin tinggi kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal. Begitu pula sebaliknya, semakin buruk persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online maka semakin rendah kecenderungan pembelian impulsif secara online pada dewasa awal.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Waktu pengambilan data yang cenderung lama, hal ini disebabkan peneliti menyebarkan sebuah tautan yang berisi skala, dan banyak dari responden yang mengisi tautan tidak menekan tombol kirim atau submit.

2. Penggunaan gambar contoh pada skala persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online tampak kurang real.


(76)

menggambarkan mengenai persepsi tampilan visual pada aplikasi belanja online.

C. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya

 Lebih memperhatikan administrasi yang digunakan dalam menyebarkan skala yang berupa tautan kepada responden, sehingga responden dapat menekan tombol kirim atau submit ketika telah selesai melakukan pengisisan skala.

 Menggunakan contoh gambar produk yang dijual dengan diambil dari hasil tangkapan layar pada sebuah aplikasi belanja dengan tetap memperhatikan copyright.

2. Bagi Dewasa Awal sebagai Subjek Penelitian

Individu yang berada dalam rentang dewasa awal diharapkan lebih mampu mengembangkan kemampuan untuk berpikir reflektif sehingga dapat mempertimbangkan kegunaan dari produk dan konsekuensi negatif yang akan dialami ketika melakukan pembelian secara tergesa-gesa.


(77)

58

Azwar, S. (2007). Dasar – Dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bagga, Teena dan Bhatt, M. (2013). A Study of Intrinsic and Extrinsic Factors Influencing Consumer Buying Behaviour Online. Asia – Pacific Journal of Management Research and Innovation 9 (I), 77 – 90.

BISKOM, Mitra Komunitas, Telematika. (2015). 2015, Pasar E-Commerce Berpotensi Meningkat. Diakses pada 16 Maret 2016 dari http://www.apkomindo.id/index.php/logo/item/96-2015-pasar-e-commerce-berpotensi-meningkat

Chalal, P. (2015). An Empirical Study on Attractive Features of Mobile Shopping Application. International Journal in Commerce, IT & Social Science Vol. 2 Issue – 06, 58 – 66.

Dawson, Sandy dan Kim, M. (2009). External and Internal Trigger Cues of Impulse Buying Online. Direct Marketing, An International Journal Vol. 3 no. 1, 20 – 34.

Ekeng, A. B., Lifu, F. L., dan Asinya, F. A. (2012). Effect of Demographic Characteristics in Consumer Impulse Buying Among Consumers of Calbar Municipality Cross River State. Academic Research International Vol. 3, 568 – 574.

Ghani, U., Imran, M., dan Jan, F. A. (2011). The Impact of Demographic Characteristics on Impulse Buying Behaviour of Urban Consumers in Peshawar. International Journal of Academy Research 3 (5), 286 – 289.

Kacen, J. J., dan Lee, J. A. (2002). The Influencing Impulse Buying During an Online Purchase. Electron Commerce Res 7, 367 – 379.

Lubis, M. (2014). Konsumen Indonesia Mulai Menyukai Belanja Online. Diakses pada 9 Februari 2016 dari http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/konsumen-indonesia-mulai-menyukai-belanja-online.html

Madhavaram, Sreedhar dan Laverie, Debra A. (2004). Exploring Impulse Purchasing on the Internet. Advances in Consumer Research Volume 31, 59 – 66.

Maulana, A. (2016). Nilai Transaksi E-commerce di Indonesia Menggiurkan. Diakses pada 16 Maret 2016 dari http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20160122170755-185-106096/nilai-transaksi-e-commerce-di-indonesia-menggiurkan/

Mowen, J. C. dan Minor, M. (2002). Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta : Salemba Empat. Ngazis, Amal, & Haryanto, A. (2016). Survei : Pengguna Smartphone RI Doyan Tampung


(1)

98

Lampiran 6

Uji Asumsi


(2)

A. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Impulsive Buying

.200 262 .000 .905 262 .000

Tampilan Visual

.159 262 .000 .952 262 .000


(3)

(4)

B. Uji linearitas

ANOVA Table

F Sig.

Impulsive Buying * Tampilan Visual

Between Groups

(Combined) 5.030 .000

Linearity 44.883 .000

Deviation from Linearity

1.407 .170

Within Groups Total


(5)

102

Lampiran 7

Uji Hipotesis


(6)

Correlations

Impulsive Buying

Tampilan Visual Kendall's tau_b Impulsive

Buying

Correlation Coefficient

1.000 .261**

Sig. (1-tailed) . .000

N 262 262

Tampilan Visual

Correlation Coefficient

.261** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 262 262

Spearman's rho Impulsive Buying

Correlation Coefficient

1.000 .351**

Sig. (1-tailed) . .000

N 262 262

Tampilan Visual

Correlation Coefficient

.351** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 262 262