Hubungan antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja.

(1)

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Heribertus Septian Panji Murtiyanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 140 remaja (45 laki-laki dan 95 perempuan). Instrument dalam penelitian ini menggunakan skala

body image yang terdiri dari 20 item dengan reliabilitas (α) = 0,879 dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang terdiri dari 24 item dengan reliabilitas (α) = 0,930. Analisis data menggunakan Spearman Rho karena berdasarkan hasil uji normalitas kedua variabel menunjukkan distribusi data yang tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel

body image berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan kecenderungan pembelian

impulsif (r= -0,433, p= 0,000).


(2)

Study in Psychology Sanata Dharma University

Heribertus Septian Panji Murtiyanto

ABSTRACT

The research aimed to know the correlation between body image and impulsive buying tendency in adolescences. The subject of this research were 140 people (45 men and 95 women). The instruments used in this research were body image scale consisting of 20

items with reliability (α)= 0,879 and impulsive buying tendency scale consisting of 24 items

with reliability (α)= 0,930. The data analysis used Spearman Rho because based on the result of the normality both variables shows the distribution of data is not normal. The analysis result used Spearman Rho showed the variable of body image correlated negatively, strong enough and significant with the impulsive buying tendency. (r= -0,433, p= 0,000). Keywords: body image, impulsive buying tendency, adolescence.


(3)

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN

PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh

Heribertus Septian Panji Murtiyanto

119114086

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016


(4)

(5)

(6)

HALAMAN MOTTO


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Cucu seorang saudagar dari Jawa telah menempuh perjalanan

meski tak sejauh Bajawa sampai Denge, bersama teman

seperjalanan. Tak pernah menyerah dengan asa bagaikan bala

tentara yang siap bertempur. Lalu tahu kapan harus

berhenti dan disitulah aku acapkali menyebutnya senja.

Ujung jarak ini menjadi persembahan bak canang bagi mereka

yang menyebutnya Om. Canang bagi anaknya sang saudagar.

Dari titik ini perjalanan dengan cerita baru bersama


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Juni 2016

Penulis


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN

PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Heribertus Septian Panji Murtiyanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 140 remaja (45 laki-laki dan 95 perempuan). Instrument dalam penelitian ini menggunakan skala body image yang terdiri dari 20

item dengan reliabilitas (α) = 0,879 dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang terdiri dari 24 item dengan reliabilitas (α) = 0,930. Analisis data menggunakan Spearman Rho karena berdasarkan hasil uji normalitas kedua variabel menunjukkan

distribusi data yang tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel body

image berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan kecenderungan pembelian

impulsif (r= -0,433, p= 0,000).


(10)

viii

THE RELATION BETWEEN BODY IMAGE AND IMPULSIVE

BUYING TENDENCY IN ADOLESCENCE

Study in Psychology Sanata Dharma University

Heribertus Septian Panji Murtiyanto

ABSTRACT

The research aimed to know the correlation between body image and impulsive buying tendency in adolescences. The hypothesis of this research were a negative relationship between body image and the tendency of impulsive buying.The subject of this research were 140 people (45 men and 95 women). The instruments used in this research were body image scale consisting of 20 items with reliability

(α)= 0,879 and impulsive buying tendency scale consisting of 24 items with reliability

(α)= 0,930. The data analysis used Spearman Rho because based on the result of the

normality both variables shows the distribution of data is not normal. The analysis result used Spearman Rho showed the variable of body image correlated negatively, strong enough and significant with the impulsive buying tendency. (r= -0,433, p= 0,000).


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Heribertus Septian Panji Murtiyanto

Nomor Mahasiswa : 119114086

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan karya ilmiah yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN

PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA

Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, serta mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Juni 2016

Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi atas segala penyertaan dan berkat selama proses pengerjaan skripsi ini. Selama proses penulisan skripsi ini juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu P. Henrietta. P.D.A.D.S., S. Psi., M.A selaku dosen pembimbing skripsi dan selaku pencari jodoh untuk peneliti. Terimakasih atas kesabaran dan bimbingannya dan jasa mempromosikan saya ke maba (haha). Menurut saya, mba Etta bukan hanya sebagai dosen bagi saya namun juga sebagai teman untuk bercerita apapun (termasuk trip to Sumbawa). Sukses selalu ya mbak Etta, maaf jika banyak merepotkan.

3. Terimakasih kepada dosen penguji P. Eddy Suhartanto, M.Si. dan TM. Raditya Hernawa, M.Psi

4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu selama saya menempuh bangku kuliah. Terimakasih kepada semua dosen atas relasi yang boleh saya nikmati selama duduk dibangku kuliah.

5. Seluruh staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gi, Mas Doni dan Mas Muji (GGMU). Terimakasih atas senyum sapa dan canda tawa ketika saya hadir di fakultas ini.

6. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan selalu memberikan semangat serta doa untuk keberhasilan saya, Terimakasih kawan!

7. Terimakasih kepada kedua orangtua saya, Lusianus Suyanto dan Murkamtini yang kutahu tak pernah berhenti mendoakanku untuk kelulusan ini dan kesuksesanku. Skripsi dan kelulusan ini adalah awal kado kesuksesanku dikemudian hari, maaf harus menunggu lama. Termakasih Pak Buk.


(13)

xi

8. Adik satu-satunya, Lusia Anggraeni, terimakasih support yang telah diberikan, dengan kelulusan ini maka secara sah juga Vespa Special 90 cc dirumah menjadi milikmu. Dijaga ya!

9. Keluarga di Jogja, Mbak Mar, Om Agus, Pa Adi, Pakdhe. Aku wes lulus! Maaf banyak emosi yang tercurah ketika berada dirumah karena kegalauan akademik. Maaf atas kebisingan knalpot vespa yang selalu saya bongkar pasang, karena itu caraku melampiaskan emosi. Saatnya merantau kembali. Terimakasih telah menjadi rumah yang selalu dirindu untuk kembali.

10. Terimakasih Kepada Alam Semesta serta Sang Pencipta yang terkadang aku bingung menyebutMu, karena begitu banyak ajaran yang boleh aku dalami.

11. Special Thanks to Teman Seperjalananku selama ke Flores, Agnes Wijaya. Aku turut bahagia bisa membawamu sampai Flores dan menikmati indahnya Indonesia. Semoga virus traveling ini bisa menular padamu hahaha 

12. Teman dan keluarga sedari semester 1, Mandana, Rere, Endah, Bella, Bayu, Gunam, Rhisang. Sukses untuk kalian semua!!

13. Trio kwek kwek, Pamela, Suci, Ema. Makasih ya segala macam canda kalian ditengah pikuk skripsiku. Semangat Nyekripsinya yo dek. Pamela Agustine Semangat ya skripsinya, sedikit lagi kok 

14. Komang Mahadewi Sandiasih, Disti dan Vanessa, terimakasih bantuannya. Selamat sudah bisa menikmati keindahan Pulau Lombok. Terus traveling yaa 

15. Komang, Wenita dan Indun. Selain Komang, yang lain entah untuk apa harus kusebutkan namun canda goblok kalian sempat hadir dalam perjalanan skripsi ini. Gek dang lulus njuk kerjo, ora kerjo yo rapopo yo cah..

16. Keluarga Blong Pubdekblong, Gita Pepantri, Zita Dhara, Michael Adhi, Viola Dena, Pamela Agustine, dan Ivander Harlison. Selama kepanitiaan, ini adalah divisi terbaik yang pernah aku miliki dan temui. Senang dan bangga bisa berdinamika bersama selama Aksi 2015, kupersembahkan skripsi ini untuk kalian agar juga termotivasi untuk segera lulus.


(14)

xii

Terimakasih karena dikepanitiaan terakhirku kemarin sangatlah berkesan untuk dikenang.

17. Keluarga Besar Psynema, terimakasih untuk waktu pembelajarannya dan telah memperkaya pengalaman, jangan lelah berkarya, biarlah karya kita menjadi cerita hidup kita. Salam KNTT!

18. Terimakasih kepada seluruh pihak yang belum dapat subjek ucapkan secara satu persatu. Semoga Tuhan membalas baik budimu.

19. Keluarga Besar 9114 SCOOTERIST. Maafkan tidak menempatkanmu ke daftar teratas di ucapapan terimakasih, justru di daftar terakhir. Namun itu caraku mengucapkan agar kita tetap menjadi keluarga sampai akhir. Koe kabeh cen asu bajingan tur aku sayang kabeh, nuwun cah ceritan nggo urip karo touring vespane! Dedicated to: Yuda AO, Pak Bayu, Sikak Sukik, Randy Gencet, Theo Tole, Sam Anoy, Adit Boncle, Gempol Pace, Deep Haha, Mbah Widi, Beni Bendot, Gunam Manug, Dek Boni, Danil Cino, Kunto Konde, McGregor, Vico Jidho, Pandu Ciu, Mukti Kiplek.

Peneliti menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran. Mohon Maaf jika ada salah kata. Terimakasih


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ………. xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7


(16)

xiv D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis ... 7 2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif

1. Pengertian Pembelian Impulsif ... 8 2. Aspek-Aspek Pembelian Impulsif ... 10 3. Faktor-Faktor Pembelian Impulsif ... 12 B. Body Image

1. Pengertian Body Image ... 15 2. Aspek-Aspek Body Image ... 17 3. Dampak Body Image... 18 C. REMAJA

1. Pengertian Remaja ... 20 2. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja ... 21 D. Dinamika Body Image dan Kecenderungan Pembelian

Impulsif Pada Remaja ... 24 E. Hipotesis Penelitian ... 28 BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 29 B. Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung... 29 2. Variabel Bebas ... 30 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Body Image ... 30 2. Kecenderungan Pembelian Impulsif Pada Remaja ... 30


(17)

xv

D. Subjek penelitian ... 31

E. Metode Pengambilan Data ... 31

1. Skala Body Image ... 32

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 33

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 35

2. Seleksi Aitem ... 36

3. Reliabilitas ... 39

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi ... 40

2. Uji Hipotesis ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 43

B. Deskripsi Subjek ... 43

C. Deskripsi Data Penelitian ... 44

D. Hasil Penelitian ... 47

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Linearitas ... 49

3. Uji Hipotesis ... 49

E. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54

B. Keterbatasan Penelitian ... 54

C. Saran ... 55

1. Bagi Remaja Sebagai Subjek Penelitian ... 55

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 55


(18)

xvi


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Body Image Try Out... 32

Tabel 2 Skor Favorable Skala Body Image ... 33

Tabel 3 Skor Unfavorable Skala Body Image ... 33

Tabel 4 Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Try Out ... 34

Tabel 5 Skor Favorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 34

Tabel 6 Skor Unfavorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 35

Tabel 7 Blue Print Skala Body Image ... 38

Tabel 8 Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 39

Tabel 9 Identitas Subjek Penelitian ... 44

Tabel 10 Variabel Body Image dan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 45

Tabel 11 Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Body Image ... 45

Tabel 12 Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 46

Tabel 13 Uji Normalitas Body Image dan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 47

Tabel 14 Hasil Uji Linearitas Kecenderungan Pembelian Impulsif dan Body Image ... 49


(20)

xviii

Table 15 Hasil Uji Hipotesis Variabel Kecenderungan Pembelian


(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Histogram Body Image ... 48


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji coba ... 61

Lampiran 2 Reliabilitas Skala ... 72

Lampiran 3 Skala Penelitian ... 76

Lampiran 4 Uji Asumsi ... 86


(23)

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perilaku pembelian tanpa ada rencana atau pembelian impulsif

semakin menjadi trend pada masyarakat Indonesia. Survei yang telah

dilakukan pada 1804 responden di beberapa kota besar, menunjukkan

peningkatan sebanyak 10 persen pada tahun 2013 dibanding tahun 2005 (Ac

Nielsen, 2013). Data tersebut menunjukkan bahwa perilaku pembelian

impulsif semakin menjadi trend pada masyarakat Indonesia.Bahkan

fenomena pembelian impulsif di Indonesia cenderung lebih besar

dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (Cancerina, 2014).

Perilaku konsumen yang belanja tanpa melibatkan pertimbangan

mengapa dan untuk apa alasan seseorang harus memiliki produk, serta

cenderung melibatkan keinginan spontan dan unreflective untuk membeli

merupakan bentuk dari perilaku pembelian impulsif (Rook dan Fisher, 1995;.

Verplanken dan Herabadi, 2001). Rock (dalam Cinjaveric, 2010)

menambahkan bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang ditandai

dengan terjadi secara tiba-tiba dan perasaan senang serta adanya dorongan

emosi yang kuat untuk memiliki. Dholakia (2000, dalam Dawson dan Kim,

2009) menyatakan bahwa pembelian impulsif terjadi dalam rentang waktu


(25)

2

yang lebih singkat akan membuat minimnya informasi yang diterima oleh

individu.

Pembelian impulsif tentu akan memberikan berbagai dampak kepada

individu dan lingkungan. Neufeldt (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001)

menyatakan bahwa kecenderungan pembelian impulsif menggambarkan

tindakan yang irasional sehingga secara ekonomis dapat menimbulkan

pemborosan dan ketidakefisian biaya. Robert dan Jones (2001, dalam Naomi

dan Lin, 2010) turut menambahkan bahwa dampak dari pembelian impulsif

yaitu disposisi sebuah produk, yang berarti pembuangan produk yang

dilakukan oleh konsumen telah berlebihan sehingga lingkungan hidup harus

menerima buangan pemakaian produk yang cukup tinggi.

Fenomena pembelian impulsif terjadi pada semua lapisan masyarakat,

meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Hampir tidak ada golongan yang

luput dari hal tersebut (Dahlan, 1978, dalam Ira, 2008). Beberapa peneliti

telah melakukan penelitian terkait hubungan antara rentang usia dan

kecenderungan pembelian impulsif. Wood (dalam Ghani, 2011) menemukan

bahwa kecenderungan pembelian impulsif meningkat pada usia antara 18-39

tahun dan setelah itu akan cenderung menurun. Hasil penelitian oleh Lin &

Lin (2005) yang menggunakan subjek dalam rentang usia 15-19 tahun

menunjukkan bahwa remaja pada usia 19 tahun lebih impulsif dalam perilaku

membeli dibanding usia lain.

Di Indonesia, beberapa peneliti menemukan bahwa kecenderungan


(26)

3

Deteksi Jawa Pos menemukan bahwa 20,9 % dari 1.074 responden yang

berstatus sebagai pelajar yang berdomisili di Jakarta dan Surabaya mengaku

pernah menggunakan uang spp-nya untuk membeli barang incarannya

ataupun hanya untuk bersenang-senang (Jawa Pos, 2003). Studi lain yang

turut mendukung yaitu penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Universitas

Padjajaran Bandung, menunjukkan bahwa seluruh responden dengan usia

kategori remaja (18-20 tahun) pernah melakukan pembelian impulsif dimana

keputusan membeli tiba-tiba muncul ketika berada di dalam toko (Rangga,

2014).

Remaja merupakan jembatan antara individu dari masa anak-anak ke

masa dewasa. Ali dan Asrori (2005)menjelaskan bahwa tugas perkembangan

remaja difokuskan pada upaya meninggalkan pola pikir, sikap dan perilaku

kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan

berperilaku secara dewasa. Pada masa remaja akan terjadi perkembangan

yang cukup pesat baik secara fisik, psikologis dan sosial. Akan tetapi, remaja

memiliki emosi yang kurang stabil, dimana remaja cenderung akan berpikir

secara abstrak dan tergesa-gesa (Santrock, 2003). Remaja yang tidak mampu

mengolah emosinya akan cenderung melakukan perilaku atau pengambilan

keputusan yang dapat merugikan bagi dirinya sendiri. Kematangan emosi

yang belum stabil pada remaja akan membuat remaja mudah terpengaruh oleh

iklan produk, kurang berpikir hemat, kurang realistis dan cenderung impulsif


(27)

4

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku

pembelian yang cenderung impulsif dengan suasana hati konsumen atau

keadaan emosional (Muruganatham dan Bhakat, 2013). Pembelian yang

cenderung impulsif sering dikaitkan dengan memperbaiki mood seseorang.

Hal ini didukung oleh Sneath, Lacey dan Kennet (2009) yang berpendapat

bahwa perilaku pembelian impulsif dianggap sebagai upaya untuk

meningkatkan mood akibat individu mengalami depresi. Faktor internal lain

dari pembelian impulsif yaitu citra diri, faktor demografi seperti usia dan

jenis kelamin, dan harga diri (Verplanken, 2005). Loudon dan Bitta (1993)

menyatakan bahwa perilaku pembelian impulsif dipengaruhi oleh demografi,

karakteristik sosial ekonomi, kepribadian dan konsep diri.

Selain itu, pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Faktor eksternal merupakan rangsangan yang ditempatkan dan dikendalikan

oleh pemasar dalam upaya untuk memikat konsumen dalam perilaku

pembelian.Chen (2001) memaparkan faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi perilaku pembelian impulsif adalah promosi yang intensif,

display toko, iklan produk, desain produk dan suasana toko.

Secara khusus penelitian yang dilakukan oleh Engel (1994)

memaparkan bahwa perbedaan perilaku yang terjadi pada konsumen adalah

karena perbedaan konsep diri konsumen. Hal tersebut diperkuat oleh studi

yang dilakukan oleh Sitohang (2009) yang menyatakan bahwa pembelian

impulsif pada remaja berkaitan dengan karakteristikpsikologis yaitu konsep


(28)

5

Konsep diri merupakan cara seseorang untuk melihat diri sendiri, pada

saat yang sama seseorang juga menganggap orang lain mempunyai gambaran

yang sama (Stanton, 1984). Brooks (dalam Rakhmat, 2008) mendefinisikan

bahwa melalui konsep diri individu dapat memperoleh gambaran tentang

dirinya secara utuh. Baik yang bersifat fisik, sosial dan psikologis diperoleh

melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Gambaran diri

berkaitan dengan citra tubuh atau body image yang dimiliki oleh remaja.

Stuart dan Sundeen (1995) menyatakan bahwa salah satu bagian dari konsep

diri adalah body image.

Menurut Honigman dan Castle (2007), citra tubuh atau body image

adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Hal

ini mencakup tentang cara seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian

atas yang dipikirkan dan dirasakan pada ukuran dan bentuk tubuhnya.

Gardner (dalam Faucher, 2003) mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran

yang dimiliki seseorang dalam pikirannya tentang penampilan (misalnya

ukuran dan bentuk) tubuhnya, serta sikap yang dibentuk seseorang terhadap

karakteristik-karakteristik dari tubuhnya. Jadi terdapat dua komponen dari

citra tubuh, yaitu komponen perseptual (bagaimana seseorang memandang

tubuhnya sendiri) dan komponen sikap (bagaimana seseorang merasakan

tentang penampilan atau tubuh yang dipersepsinya).

Citra tubuh atau body image merupakan sikap individu terhadap

tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Monk


(29)

6

cukup dramatis dan terjadi saat memasuki usia remaja. Body image

merupakan pusat definisi diri remaja, karena mereka telah disosialisasikan

untuk percaya bahwa penampilan merupakan dasar penting untuk evaluasi

diri dan evaluasi oleh orang lain (Thompson, Heinberg, Altabe, &

Tantleff-Dunn, 1999). Body image juga akan menentukan cara seseorang menilai

dirinya, positif atau negatif. Kalau seseorang menilai dirinya positif, maka

seseorang itu juga yakin akan kemampuan dirinya dan menerima apapun

keadaan pada dirinya. Sebaliknya, orang yang dengan citra tubuh negatif

maka akan cenderung tidak yakin dengan kemampuannya dan cenderung

tidak menerima atau menolak keadaan fisik dirinya (Sloan, 2002).

Ketika remaja tidak yakin dengan kemampuannya dan cenderung

menolak keadaan fisiknya maka remaja akan mempersepsikan dirinya kurang

ideal karena penampilannya menimbulkan kesan tidak baik pada orang lain

termasuk lawan jenis. Tidak jarang remaja akan merasa stres, sedih dan

mengalami peningkatan kecemasan karena penampilannya dianggap kurang

ideal (Becker, 2001). Persepsi remaja yang mengganggap penampilannya

kurang ideal mendorong dirinya untuk melakukan pembelian secara impulsif

(Helga, Dittmar, Beattie & Friese, dalam Gani, 2005). Remaja cenderung

melakukan pembelian secara impulsif sebagai upaya meningkatkan

penampilan. Sitohang (2009) menambahkan bahwa remaja menghabiskan

banyak uang dan waktu serta usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat


(30)

7 B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara

body image dan kecenderungan pembelian impulsifpada remaja?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara body image dan kecenderungan pembelian

impulsifpada remaja.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu psikologi, khususnya pada Psikologi Konsumen yang terkait dalam

kecenderungan pembelian secara impulsif (impulsive buying) dan body

image.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, informasi dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi remaja untuk evaluasi diri terkait citra tubuh

dan kecenderungan pembelian secara impulsif, sehingga dapat

meningkatkan kesadaran diri terhadap perilaku membeli suatu produk


(31)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PEMBELIAN IMPULSIF

1. Pengertian Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif adalah suatu tindakan pembelian yang tidak

disadari yang terbentuk ketika memasuki toko (Engel dan Blackwell, 1982

dalam Muruganantham dan Bhakat, 2013). Rook (1987) menambahkan

bahwa selama pembelian impulsif, konsumen mengalami keinginan sesaat,

kuat dan gigih. Hal tersebut ditandai dorongan membeli yang tidak

diinginkan, reaksi non-reflektif yang terjadi setelah terkena rangsangan

dalam toko (Rook, 1987).

Pembelian impulsif adalah perilaku yang melibatkan pengambilan

keputusan secara cepat dan kecenderungan untuk segera membeli produk

(Gardner, 1993 dalam Mukhlis, 2013). Beatty dan Ferrell (1998)

menambahkan bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang tiba-tiba

dan cenderung spontan tanpa ada niat langsung untuk membeli produk

secara spesifik, serta tanpa banyak refleksi atau evaluasi secara lebih

mendalam terhadap produk yang dibeli. Pendapat tersebut didukung oleh

Rook (1995) dan Verplanken (2001) yang mendefinisikan perilaku impulsif

merupakan perilaku yang melibatkan keinginan spontan dan unreflective

untuk membeli, tanpa ada pertimbangan mengapa dan untuk apa alasan


(32)

lanjut berpendapat bahwa pembelian impulsif juga berkaitan dengan orang

yang ingin melarikan diri dari konsep diri negatif seperti rendah diri,

perasaan atau suasana hati yang negatif.

Hal tersebut berbeda dengan pendapat Kacen dan Lee (2002) yang

menjelaskan bahwa pembelian impulsif lebih pada upaya untuk

membangkitkan gairah atau emosi.Emosi dari konsumen sering dikaitkan

dengan suasana hati, maka perilaku konsumen yang melakukan pembelian

impulsif sering ditandai dengan rasa senang hati (Bayley dan Nancarrow,

1998). Pendapat tersebut didukung oleh Sneath et al. (2009, dalam

Muruganantham dan Bhakat, 2013) yang menambahkan bahwa pembelian

impulsif merupakan upaya dalam meningkatkan mood.

Pembelian impulsif terjadi karena minimnya informasi yang diterima

akibat dari pengambilan keputusan yang relatif singkat. Pembelian impulsif

terjadi dalam rentang waktu yang lebih singkat daripada pembelian yang

direncanakan (Dholakia, 2000 dalam Dawson dan Kim, 2009). Hausman

(2000, dalam Dawson dan Kim, 2009) menambahkan pembelian impulsif

berkaitan dengan seberapa cepat pengambilan keputusan yang dibuat oleh

individu. Keputusan untuk membeli terjadi setelah adanya paparan produk

(Dawson dan Kim, 2009) dan keputusan untuk membeli dibuat dengan

cepat (Rook, 1987).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat

disimpulkan bahwa pembelian impulsif merupakan perilaku akibat dari


(33)

dan cenderung spontan, tanpa ada evaluasi lebih mendalam, serta sebagai

bentuk upaya dalam meningkatkan mood atau gairah emosi.

2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif

Verplanken (2001) mencoba menjelaskan adanya aspek-aspek

terjadinya pembelian impulsif. Aspek-aspek tersebut dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

a. Aspek Afektif

aspek afektif atau aspek emosional ini meliputi respon emosional

yang muncul terlebih dahulu dan secara serentak. Respon emosional

yang dialami oleh konsumen berupa perasaan gembira, sukacita,

ketakutan dan kepuasan selama proses membeli (Cinjarevic, 2010).

Selain itu, muncul perasaan tiba-tiba dan keinginan untuk segera

memiliki sesuatu sebelum melakukan pembelian impulsif (verplanken

dan Herabadi, 2001).

Dittmar dan Drury (2000) membantu menjelaskan bahwa

konsumen yang melakukan membeli impulsif tidak hanya akan

mengalami perasaan bahagia dan gembira setelah melakukan proses

belanja tetapi juga perasaan menyesal, hal ini berkaitan dengan uang

konsumen yang berkurang. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh

Coley dan Burgess (dalam Pricilia, 2003) menyatakan bahwa dari


(34)

sebuah dorongan untuk membeli, dan disaat konsumen merasakan

perasaan ini maka akan terjadi suatu perilaku pembelian impulsif.

b. Aspek Kognitif

Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa aspek

kognitif yang dimaksud adalah tidak adanya pertimbangan dan

perencanaan serta alasan untuk melakukan pembelian suatu barang.

Dengan kata lain, konsumen melakukan pembelian tidak

dipertimbangkan dan direncanakan terlebih dahulu.

Aspek kognitif selain berkaitan dengan kurang adanya

perencanaan juga berkaitan dengan kurang adanya pemikiran secara

lebih mendalam ketika melakukan pembelian. Rock (1987) menjelaskan

bahwa pihak konsumen kurang adanya evaluasi dalam melakukan

pembelian. Selain itu, dalam proses pembelian impulsif konsumen

cenderung memproses informasi yang diterima dengan waktu yang

sangat cepat sehingga kuantitas dan kualitas dari informasi yang

diterima konsumen sangatlah sedikit, sertatidak adanya evaluasi

terhadap konsekuensi dalam waktu jangka panjang (Lee dan Kacen,

2008 dalam Činjarević 2010).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek

dari pembelian impulsif adalah aspek afektif yang berkaitan dengan

kecenderungan konsumen melakukan pembelian karena ada rasa senang,


(35)

aspek kognitif yang berkaitan dengan kecenderungan konsumen yang

kurang melakukan pertimbangan dan perencanaan dalam melakukan

pembelian. Jadi kedua aspek pembelian impulsif yang ada dalam penelitian

ini, yaitu aspek afektif dan kognitif akan dijadikan sebgai acuan dalam

skala kecenderungan pembelian impulsif.

3. Faktor-Faktor Pembelian Impulsif

Youn dan Faber (2000 dalam Dawson dan Kim, 2009) mengatakan

bahwa seseorang dapat mengalami pembelian impulsif karena dua faktor,

yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Rook dan Hoch (1985) menekankan bahwa pembelian impulsif

dimulai dengan sensasi dan persepsi konsumen yang kemudian didorong

oleh stimulus eksternal dan diikuti oleh dorongan tiba-tiba untuk

membeli (saya melihat, saya ingin membeli). Sneath et al. (2009 dalam

Muruganantham dan Bhakat, 2013) berpendapat bahwa perilaku

pembelian impulsif akibat dari individu yang depresi dan berupaya

untuk meningkatkan mood. Banyak peneliti telah menunjukkan

hubungan antara perilaku pembelian impulsif dan suasana hati

konsumen atau keadaan emosional, citra diri, kesejahteraan subjektif,

faktor demografi seperti usia dan jenis kelamin, serta harga diri


(36)

Loudon dan Bitta (1993) menyatakan bahwa perilaku pembelian

impulsif dipengaruhi oleh demografi, karakteristik sosial ekonomi,

kepribadian dan konsep diri. Secara khusus penelitian yang dilakukan

oleh Engel (1994) memaparkan bahwa perbedaan perilaku yang terjadi

pada konsumen adalah karena perbedaan konsep diri konsumen.

Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian, salah satu bagian

dari konsep diri terdiri dari body image, yaitu sikap seseorang terhadap

tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan

perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh

saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi

dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart dan Sundeen, 1995).

b. Faktor Eksternal

Konsumen yang berada didalam toko akan menerima berbagai

rangsangan baik langsung maupun tidak langsung. Hoyer dan Macinner

(1999 dalam Muruganantham dan Bhakat, 2013) menjelaskan bahwa

lingkungan toko sangat merangsang pembelian impulsif. Hal ini

dikarenakan atmosfer toko dipengaruhi oleh atribut sepertipencahayaan,

tata letak, presentasi barang dagangan, perlengkapan, penutup lantai,

warna, suara, bau, dan pakaiandan perilaku penjualandan tenaga

pelayanan (Muruganantham dan Bhakat, 2013). Pada penelitian


(37)

didalam toko juga dapat memberi pengaruh pada konsumen (Verplanken

dan Herabadi, 2001).

Tidak hanya lingkungan toko, harga suatu produk merupakan

faktor utama yang menarik pembelian impuls (Guptaet. al, 2009). Kaur

dan Singh (2007) menambahkan bahwa stimulan sensorik seperti bau

atau rasa dari produk memainkan peran penting dalam menarik perhatian

konsumen. Selain dari citra produk, kegiatan promosi produk yang

dilakukan oleh pemasar dapat mendorong terjadinya perilaku pembelian

impulsif (Harmanciouglu, 2009, dalam Muruganantham dan Bhakat,

2013). Di dalam toko, teknik promosi digunakan untuk meningkatkan

pembelian impuls dari produk. Beberapa contoh teknik promosi tersebut

termasuk pengaturan di dalam toko, posisi rak, kupon dan demonstrasi

produk di dalam toko (Muruganantham dan Bhakat, 2013).

Selain lingkungan toko dan promosi produk, dengan adanya

perkembangan teknologi berupa kartu kredit dan toko online semakin

membuat konsumen untuk melakukan pembelian. Perkembangan

teknologi seperti layanan diri, tampilan inovatif produk dibandara telah

membuat pembeli terbiasa untuk melakukan pembelian impulsif secara

berlebihan (Michael et al, 2010). Adanya kartu kredit dan insentif untuk

belanja ekstra memberikan kesempatan bagi pembeli online membuat

kunjungan ke toko ritel online yang dapat menghasilkan peningkatan


(38)

dengan potensi pertumbuhan yang luar biasa dari belanja online, ada

ruang bagi konsumen untuk terlibat dalam pembelian impulsif.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pembelian impulsif, yaitu faktor eksternal yang terdiri dari lingkungan toko,

citra produk, teknik promosi dan perkembangan teknologi.Sedangkan faktor

internal terdiri dari faktor demografi, mood, kepribadian dan konsep diri.

B. BODY IMAGE

1. Pengertian Body Image

Konsep diri merupakan cara seseorang untuk melihat diri sendiri,

pada saat yang sama seseorang juga menganggap orang lain mempunyai

gambaran yang sama (Stanton, 1984).Stuart dan Sundeen (1995)

menyatakan bahwa salah satu bagian dari konsep diri adalah body image.

Salah satu pelopor penelitian tentang body image adalah Paul

Shilder (1950, dalam Gattario, 2013) yang mendefinisikan body image

sebagai gambaran tubuh diri sendiri yang dibentuk dalam pikiran.

Sedangkan peneliti lain mendefinisikan body image sebagai suatu

gambaran internal individu terhadap penampilan fisik individu dan persepsi

unik terhadap tubuhnya (Thompson, 2002).

Perkembangan penelitian pun terus dilakukan oleh beberapa

peneliti. Pada tahun 1999, Grogan menambahkan bahwa body image tidak

hanya pandangan individu tentang pikiran tetapi juga perasaan terhadap


(39)

positif atau negatif, ini adalah pengertian secara umum mengenai body

image. Cash (dalam Thompson, 2002) mengungkapkan bahwa tampilan

internal seseorang berkaitan juga dengan pikiran dan perasaan sehingga

dapat mengubah perilaku individu dalam situasi tertentu. Sebagai contoh,

seseorang yang merasa tidak percaya diri dengan penampilannya akan

berusaha untuk mengatasi masalahnya tersebut dengan membeli pakaian

dengan merk ternama sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri si

pemakai.

Gardner (dalam Mukhlis, 2013) mengemukakanbody image sebagai

gambaran yang dimiliki seseorang dalam pikirannya tentang penampilan

(misalnya ukuran dan bentuk) tubuhnya, serta sikap yang dibentuk

seseorang terhadap karakteristik-karakteristik dari tubuhnya.Aziz (2006,

dalam Romansyah 2012) menambahkan bahwa body image adalah sikap

individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan

fungsinya.

Honigman dan Castle (dalam Bestiana, 2007) menyatakan body

image sebagai gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran

tubuhnya, bagaimana orang tersebut akan mempersepsikan dan

memberikan penilaian terhadap apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap

ukuran dan bentuk tubuhnya, serta bagaimana kira-kira penilaian orang lain

terhadap dirinya.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat


(40)

menggambarkan persepsi, pikiran dan perasaan, serta perubahan sikap

terhadap bagian-bagian tubuh atau penampilan fisik, berdasarkan penilaian

terhadap penampilan dirinya, serta memperkirakan bagaimana orang lain

menilai dirinya.

2. Aspek-aspekBody Image

Menurut Cash (2004) aspek dalam body image terkait antar satu

dengan yang lain, yaitu:

a. Aspek Perseptual

Aspek ini meliputi tentang pola pikir individu dalam melihat

tubuhnya yang dikaitkan pada bentuk tubuh secara faktual. Solso &

Maclin (2007) menjelaskan bahwa proses persepsi melibatkan proses

kognisi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik. Krech

(Miftah Thoha, 2007) menyatakan persepsi adalah proses kognitif yang

komplek yang mampu menghasilkan suatu gambar unik tentang

keadaan sebenarnya.

b. Aspek Afektif

Aspek ini terkait dengan perasaan individu terhadap penampilan

tubuhnya dalam waktu itu juga,

c. Aspek Kognitif

Aspek ini meliputi tentang pikiran dan keyakinan individu dalam

memandang bentuk dan penampilan individu tersebut.Banfield &


(41)

aspek kognitif juga meliputi kepercayaan individu mengenai bentuk

tubuh dan penampilan. Sugiarmin (2009) menambahkan bahwa aspek

kognitif juga meliputi perkembangan proses berpikir, termasuk atensi,

persepsi, daya ingat dan imajinasi.

d. Aspek Perilaku

Aspek perilaku atau kecenderungan perilaku merupakan respon

atau reaksi individu yang muncul dikarenakan adanya perasaan, pikiran

dak keyakinan individu.Banfield & McCabe (2002 dalam Baker dan

Gringart, 2009) menjelaskan bahwa dalam aspek perilaku juga terdapat

aspek konatif, yaitu dalam struktur sikap tidak hanya menunjukkan

bagaimana perilaku tetapi juga kecenderungan perilaku.

Peneliti menyimpulkan bahwa dalam penelitian akan menggunakan

tiga aspek, yaitu aspek afektif, aspek kognitif dan aspek perilaku. Peneliti

menggabungkan aspek perseptual dan aspek kognitif karena aspek

perseptual dapat diartikan sebagai bagian dari aspek kognitif.Hal tersebut

juga sebagai bentuk upaya untuk mempermudah batas penelitian dari

setiap aspek tersebut.

3. DampakBody Image

Ketidakpuasan seseorang terhadap tubuhnya bisa muncul karena

orang tersebut telah memiliki konsep tubuh ideal dalam pikirannya, namun

dia merasa bahwa tubuhnya sendiri tidak atau belum memenuhi kriteria


(42)

terhadap konsep diri seseorang. Body image akan menentukan cara

seseorang menilai dirinya, positif atau negatif. Kalau seseorang menilai

dirinya positif, maka seseorang itu juga yakin akan kemampuan dirinya,

begitupun sebaliknya (Sloan, 2002 dalam Romansyah 2012). Dengan kata

lain, ketika seseorang memandang dirinya positif maka orang tersebut akan

menerima keadaan tubuhnya. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang

memandang negative tentang dirinya maka cenderung menolak atau tidak

puas dengan tubuhnya. Burn (2012 dalam Sari 2012) menambahkan, orang

dengan body image yang negatif akan cenderung memiliki kepercayaan diri

dan harga diri yang rendah pula. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Dacey dan Kenny (1994 dalam Sari dan Siregar, 2012) mengemukakan

bahwa persepsi negatif remaja terhadap body image akan menghambat

perkembangan kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun

hubungan yang positif dengan remaja lain.

Hurlock (1993 dalam Sari dan Siregar, 2012) menjelaskan bahwa

konsep diri berkaitan dengan cara orang memandang body image atau body

image.Individu dengan konsep diri yang negatif akan cenderung

memandang dirinya tidak berharga. Bahkan pada body image akan selalu

dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, pada konsep diri positif individu

akan cenderung memandang dirinya sebagai juga positif. individu akan

lebih menghargai dengan keadaan dirinya (hurlock, 1993 dalam Sari dan


(43)

Rice dan Dolgin (2002 dalam Muklis, 2013) menambahkan bahwa

pada remaja perempuan, ketidakpuasan terhadap body image berdampak

pada harga diri yang lebih rendah dibanding remaja perempuan yang lain.

Ketika perempuan memliki harga diri yang rendah maka akan cenderung

mengalami depresi. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari

Siegel dkk. (dalam Muklis, 2013) yang menemukan bahwa body image

yang negatif merupakan penyebab utama remaja perempuan menjadi lebih

depresif daripada remaja laki-laki.

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa

(Allport, dalam Sarwono, 2006).Pada periode ini berbagai perubahan

terjadi baik perubahan fisik, kognitif maupun sosial.Perubahan ini terjadi

dengan sangat cepat dan terkadang tanpa kita sadari.Perubahan fisik yang

menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, serta

perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya.

Di Indonesia, batasan usia remaja berada pada rentang usia 14

sampai 24 tahun (Sarwono, 2008). Menurut Papalia dan Olds (2008),

masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun


(44)

Monks (1982) mengemukakan suatu analisa yang cermat

mengenai semua aspek perkembangandalam masa remaja yang secara

global berlangsung antara umur 21tahun, denganpembagiannya: 1)

12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 2) 12-15-18 tahun termasuk

masaremaja pertengahan, dan 3) 18-21 tahun termasuk remaja akhir.

Berbeda dengan Monks, Santrock mengkategorikan usia remaja mulai

dari usia 10 sampai 21 tahun.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

remaja adalah masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa dengan

ditandai adanya perubahan pada perkembangan fisik, kognitif dan sosial.

Rentang usia remaja dimulai dari usia 12 tahun sampai 21 tahun yang

dibagi menjadi masa remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir.

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja a. Perkembangan Fisik

Masa remaja diawali dengan perubahan-perubahan pada fisik

yang disebut pubertas.Santrock (2003) menjelaskan pubertas adalah

suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara

pesat terutama pada awal masa remaja.Akan tetapi, pubertas bukanlah

suatu peristiwa tunggal yang terjadi tiba-tiba.

Perubahan fisik yang dialami secara umum pada remaja seperti

bertambahnya berat badan, tinggi badan dan kematangan seksual.Pada


(45)

mimpi basah pertama. Pada remaja perempuan ditandai dengan

melebarnya pinggul dan menstruasi (Santrock, 2002).

Perubahan yang terjadi pada remaja tak jarang menyebabkan

kebingungan dan keragu-raguan, pertanyaan-pertanyaan, ketakutan dan

kecemasan.Keadaan fisik yang tidak sesuai dengan harapan remaja

dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan kurang percaya diri pada

diri remaja (Santrock, 2003). Oleh sebab itu, remaja membutuhkan

dukungan baik dari lingkungan maupun dari orangtua (Sarwono, 2008)

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), masa remaja masuk ke

dalam tahap pemikiran operasional formal dan pengambilan keputusan.

Karakteristik dari pemikiran operasional formal adalah remaja akan

memiliki pemikiran yang abstrak. Selain abstrak, pemikiran remaja

juga idealistis. Remaja akan berpikir tentang cirri-ciri ideal bagi

mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan

orang lain dengan standar-standar ideal ini. Pemikiran remaja juga

sering berupa fantasi sehingga membuat remaja tidak sabar (Santrock,

2002). Kuhn (1991, dalam Santrock, 2002) menambahkan bahwa

selain berpikir abstrak dan idealis, mereka juga akan berpikir logis.

Masa remaja merupakan masa dimana pengambilan keputusan

meningkat (Santrock, 2002). Hal yang terkait dengan pengambilan


(46)

mana yang akan dipilih dan lain sebagainya. Remaja membutuhkan

pengalaman dan kesempatan yang lebih banyak untuk mempraktekkan

dan mendiskusikan keputusan yang realistis. Kesalahan dalam

pengambilan keputusan kemungkinan besar akan dialami pada remaja

akibat orientasi dari masyarakat yang berbeda.

c. Perkembangan Sosial dan Emosi

Proses sosial dan emosi meliputi perubahan dalam hubungan

individu dengan manusia lain. Dalam prosesnya, remaja akan

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang-orang dalam berbagai

konteks sosial, yang meliputi keluarga dan teman-teman sebaya, pacar

dan sekolah. Selain itu, pada tahap ini remaja mulai mencari identitas

dirinya. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan

menderita apa yang oleh Erikson disebut kebingungan identitas (dalam

Santrock, 2002). Kebingungan ini muncul dalam satu dari dua pilihan,

seperti individu menarik diri, memisahkan diri dari teman-teman

sebaya dan keluarga, atau mereka dapat kehilangan identitas mereka

dalam kelompok.

Menurut beberapa aspek yang telah dijelaskan tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek yang melekat pada diri remaja,

yaitu aspek fisik, kognitif dan sosial emosi.Aspek fisik berkaitan dengan

perubahan bentuk tubuh seperti berat badan dan tinggi badan.Aspek


(47)

operasional formal dan pengambilan keputusan. Pada aspek sosial dan

emosi meliputi bagaimana relasi remaja dengan orangtua dan teman

sebaya, pacar dan sekolah, serta proses pencarian identitas diri.

D. DINAMIKABODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIFPADA REMAJA

Ketika individu memasuki usia remaja, penampilan menjadi perhatian

utama dibanding aspek lain di dalam dirinya. Hal tersebut didukung oleh

Santrock (2003) yang menjelaskan bahwa remaja menjadi amat

memperhatikan tubuhnya dan membangun citra tubuh mereka sendiri. Citra

tubuh atau body image adalah sikap individu terhadap tubuhnya sendiri,

termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya (Aziz, 2006). Pada masa

pubertas, remaja akan lebih tidak puas terhadap keadaan tubuhnya

dibandingkan ketika memasuki masa remaja akhir (Hamburg dan Wright,

1989, dalam Santrock, 2003).

Body image juga akan menentukan cara seseorang menilai dirinya,

positif atau negatif. Kalau seseorang menilai dirinya positif, maka seseorang

itu juga yakin akan kemampuan dirinya dan menerima apapun keadaan pada

dirinya. Sebaliknya, orang yang dengan body image negatif maka akan

cenderung tidak yakin dengan kemampuannya dan cenderung tidak menerima

atau menolak keadaan fisik dirinya (Sloan, 2002). Tidak jarang remaja akan


(48)

dengan kemampuan tubuhnya (Becker, 2001). Keadaan tersebut mendorong

remaja untuk melakukan kecenderungan pembelian impulsif.

Sneath et al. (2009) berpendapat bahwa perilaku pembelian impulsif

dapat terjadi karena individu yang depresi dan melakukan upaya untuk

meningkatkan mood. Keadaaan emosi yang tidak stabil membuat remaja

mudah terstimulus dengan berbagai cara yang dapat menunjang proses

penampilannya. Pada hasil penelitian Sitohang (2009) menunjukkan bahwa

remaja menghabiskan banyak uang dan waktu serta usaha yang

sungguh-sungguh untuk menunjang penampilannya agar lebih baik. Persepsi remaja

yang mengganggap penampilannya kurang menarik mendorong dirinya untuk

melakukan pembelian secara impulsif (Helga, Dittmar, Beattie & Friese,

dalam Gani, 2005).

Pembelian impulsif adalah pembelian yang ditandai dengan terjadi

secara tiba-tiba, kuat, sering keras hati, dan disertai perasaan senang dan

kegembiraan (Rock, 1987, dalam Činjarević, 2010). Beatty dan Ferrell (1998) menambahkan bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang tiba-tiba dan

cenderung spontan tanpa ada niat langsung untuk membeli produk secara

spesifik, serta tanpa banyak refleksi atau evaluasi secara lebih mendalam

terhadap produk yang dibeli. Pembelian impulsif tersebut terkait dengan

produk yang dapat menunjang penampilan atau body image pada remaja

(Helga, Dittmar, Beattie & Friese, dalam Gani, 2005).

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terkait perilaku


(49)

&Lin (2005) yang menggunakan subjek dalam rentang usia 15-19 tahun

menunjukkan bahwa remaja pada usia 19 tahun lebih impulsif dalam perilaku

membeli dibanding usia lain. Hasil penelitian lain yang dilakukan pada

mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung, menunjukkan bahwa seluruh

responden dengan usia kategori remaja (18-20 tahun) pernah melakukan


(50)

Bagan 1

Skema Hubungan Antara Body Image dan Kecenderungan Pembelian Impulsif

Pada Remaja

BODY IMAGE

Body Image

Negative

Body Image

Positive

Cenderung tidak puas dengan kondisi atau keadaan dirinya dan penampilan tubuhnya Cenderung puas dengan

kondisi atau keadaan dirinya dan penampilan tubuhnya

Tidak mudah terstimulus

untuk menunjang penampilan tubuhnya

Mudah terstimulus untuk menunjang penampilan tubuhnya

Pembelian Impulsif Rendah

Pembelian Impulsif Tinggi


(51)

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Pada skala body image, individu dengan skor yang diperoleh tinggi

berarti memiliki body image positive. Begitu pula sebaliknya, individu dengan

skor yang diperoleh rendah berarti memiliki body image negative.

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan

negatif antara body image dan kecenderungan pembelian impulsif. Semakin

tinggibody image individu maka kecenderungan pembelian impulsif akan

semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendahbody image maka


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kuantitatif

korelasional, yaitu jenis penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh

mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variabel lain (Azwar,

2009). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara body image

dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja.Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan

analisisnya pada data-data berupa angka-angka (numerical) yang diolah

dengan metode statistik (Azwar, 2004).Data angka tersebut berasal dari

pengukuran dengan skala terhadap variabel-variabel yang ada dalam

penelitian ini.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah variabelyang memberikan reaksi

atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas (Sarwono,

2006).Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan


(53)

2. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel stimulus atau variabel yang

mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006).Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah body image.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Body Image

Body image merupakan gambaran mental yang menggambarkan

persepsi, pikiran dan perasaan, serta perubahan sikap pada remaja

terhadap bagian-bagian tubuh atau penampilan fisik, berdasarkan

penilaian terhadap penampilan, serta memperkirakan bagaimana orang

lain menilai dirinya.

Variabel dari body image diukur menggunakan skala body

image yang mencakup tiga aspek, yaitu aspek afektif, aspek kognitif

dan aspek perilaku.Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin

positif atau semakin puas remaja terhadap citra tubuh atau penampilan

fisiknya.Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh

maka semakin negatif atau tidak puas remaja terhadap citra tubuh atau

penampilan fisiknya.

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Remaja

Pembelian impulsif pada remaja merupakan perilaku remaja


(54)

keputusan secara cepat dan cenderung spontan, tanpa ada evaluasi

lebih mendalam, serta sebagai bentuk upaya dalam meningkatkan

mood atau gairah emosi.

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala kcenderungan

pembelian impulsif yang meliputi dua aspek.Kedua aspek dari

pembelian impulsif adalah aspek afektif dan aspek kognitif.Semakin

tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kecenderungan

pembelian impulsif.Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh maka semakin rendah pula kecenderungan pembelian

impulsif yang dilakukan oleh remaja.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan

rentang usia 12 sampai 21 tahun. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan convenience sampling yaitu merupakan

teknik penarikan sampel berdasarkan kemudahan menemukan

sampel.Sampel dapat terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan

tempat yang tepat (Prasetyo, 2008).

E. Metode Pengambilan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan penyebaran skala.Metode skala merupakan suatu metode


(55)

kumpulan pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu

(Azwar, 2005).

Skala penelitian ini menggunakan metode Summated Rating yang

merupakan penskalaan model Likert. Model penskalaan ini merupakan

metode dengan suatu pernyataan sikap yang menggunakan distribusi

respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Gable dalam Azwar,

2005).Adapun skala dalam penelitian ini adalah Skala Body Image dan

Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif.

1. Skala Body Image

Skala body image terdiri dari tiga aspek yaitu aspek afektif,

kognitif dan perilaku.Skala ini terdiri dari 24 item yangterbagi kedalam

tiga aspek tersebut.Setiap item terbagi atas pernyataan favorable dan

unfavorable.

Tabel 1. Skala Body Image Try Out No. Aitem

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot (%)

Afektif 4,2,3,1 15,13,16,14 8 33,33 %

Kognitif 20,17,19,18 5,8,6,7 8 33,33 %

Perilaku 12,9,11,10 22,24,21,23 8 33,33 %

Total 24 100%

Dalam penelitian ini, subjek akan diminta untuk memberikan

tanda pada empat alternative jawaban, yaitu “Sangat Tidak Sesuai” (STS).

“Tidak Sesuai” (TS), “Sesuai” (S) dan “Sangat Sesuai” (SS). Pada

pernyataan favorable nilai tertinggi 4 untuk jawaban “Sangat Sesuai”


(56)

jawaban “Tidak Sesuai”(TS) dan nilai 1 untuk jawaban “Sangat Tidak

Sesuai”(STS).

Sedangkan pada pernyataan unfavorable, nilai nilai tertinggi 4

untuk jawaban “Sangat Tidak Sesuai”(STS), nilai 3 diberikan untuk

jawaban “Tidak Sesuai”(TS), nilai 2 diberikan untuk jawaban

“Sesuai”(S)dan nilai 1 untuk jawaban “Sangat Sesuai” (SS).

Tabel 2. Skor Favorable Skala Body Image

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 4

Sesuai 3

Tidak Sesuai 2

Sangat Tidak Sesuai 1

Tabel 3. Skor Unfavorable Skala Body Image

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 1

Sesuai 2

Tidak Sesuai 3

Sangat Tidak Sesuai 4

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Skala kecenderungan pembelian impulsif terdiri dua aspek, yaitu

aspek afektif dan aspek kognitif.Skala ini terdiri dari 24 item yang

masing-masing aspek terdiri dari 12 item.Setiap item terbagi atas


(57)

Tabel 4. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Try Out No. Aitem

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot (%) Afektif 1,20,17,3,

19,2,18,4

9,25,28,12, 10,27,11,26

16 50 %

Kognitif 15,22,13,16, 24,21,14,23

6,29,32,8 31,7,5,30

16 50 %

Total 32 100%

Dalam penelitian ini, subjek akan diminta untuk memberikan

tanda pada empat alternatif jawaban, yaitu “Sangat Tidak Sesuai”

(STS). “Tidak Sesuai” (TS), “Sesuai” (S), dan “Sangat Sesuai” (SS).

Pada pernyataan favorable nilai tertinggi 4 untuk jawaban “Sangat

Sesuai” (SS), nilai 3 diberikan untuk jawaban “sesuai”(S), nilai 2

diberikan untuk jawaban “Tidak Sesuai”(TS) dan nilai 1 untuk jawaban

“Sangat Tidak Sesuai”(STS).

Sedangkan pada pernyataan unfavorable, nilai nilai tertinggi 4

untuk jawaban “Sangat Tidak Sesuai”(STS), nilai 3 diberikan untuk

jawaban “Tidak Sesuai”(TS), nilai 2 diberikan untuk jawaban

“Sesuai”(S) dan nilai 1 untuk jawaban “Sangat Sesuai” (SS).

Tabel 5. Skor Favorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 4

Sesuai 3

Tidak Sesuai 2


(58)

Tabel 6. Skor Unfavorable Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 1

Sesuai 2

Tidak Sesuai 3

Sangat Tidak Sesuai 4

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya.Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan

mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan

fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan

maksud dilakukannya pengukuran tersebut.Sedangkan, tes yang

menghasilkan daya yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran

dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2009).

Skala penelitian dikatakan memiliki validitas tinggi apabila

skala tersebut menjalankan fungsi ukurnya dan akurat. Begitu juga

sebaliknya, skala penelitian dikatakan memiliki validitas rendah

apabila skala tersebut menghasilkan data yang tidak relevan dengan

tujuan pengukuran(Azwar, 2010).

Penelitian ini menggunakan kategori validitas isi atau content

validity yang diselidiki melalui analisis rasional terhadap isi tes serta


(59)

2010). Validitas ini diselidiki dengan bantuan dari dosen pembimbing

sebagai experts judgement. Penilaian ini bertujuan untuk melihat

kesesuaian aitem dalam tes dengan aspek-aspek yang hendak

diungkap serta kesesuaian blue print dengan tujuan memilih aitem

yang representatif.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan setelah tryout.Pelaksanaan tryout

dimulai dari tanggal 12-14 Desember 2015.Tryout dilaksanakan

dibeberapa tempat yaitu Universitas Sanata Dharma, beberapa SMP

dan SMA di Yogyakarta. Tryout diberikan kepada 69 remaja.

Berdasarkan hasil tryout didapatkan 60 data subjek remaja yang

memenuhi kriteria dan 9 data subjek lainnya tidak dapat digunakan

karena tidak memenuhi kriteria penelitian.

Seleksi aitem berfungsi untuk melihat aitem mana yang

memiliki daya beda dan aitem yang memiliki skor rendah. Seleksi

aitem dapat dilakukan dengan melihat daya diskriminasi setiap aitem

yang ada.Daya diskriminasi diperoleh dengan mengkorelasikan antara

skor aitem dengan skor aitem total. Prosedur pengujian konsistensi

aitem-total akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix).

Secara teknis, pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan

menghitung koefisien korelasi antara skor subjek pada aitem yang


(60)

Besar koefisien korelasi aitem-total dari nol (0) sampai

1.00.skor yang semakin mendekati nilai 1.00 memiliki daya

diskriminasi yang tinggi. Sedangkan, skor yang mendekati nilai nol

(0) maka aitem tersebut akan memiliki daya diskriminasi yang rendah

(Azwar, 2010).

Pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem-total memiliki

batasan rix ≥ 0,30. Maka aitem yang mencapai koefisien korelasi aitem-total dapat dikatakan memuaskan. Sedangkan, aitem yang

memiliki koefisien korelasi aitem-total kurang dari 0,30 berarti aitem

yang berdaya diskriminasi yang rendah. Jika jumlah aitem yang lolos

kurang memenuhi jumlah yang diharapkan oleh peneliti, maka skor

korelasi aitem-total dapat diturunkan hingga 0,25 (Azwar,

2009).Pengujian menggunakan program SPSS 16 for windows.

Pada skala body image terdapat 24 aitem yang terbagi dalam

tiga aspek dengan masing-masing memiliki aitem favorable dan

unfavorable. Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan nilai

rix 0,25 dikarenakan apabila menggunakan rix 0,30 maka akan

semakin banyak aitem yang gugur.. Aitem-aitem ini kemudian

diseleksi dengan melihat rix-nya. Aitem yang memiliki nilai rix ≥ 0,25 dikategorikan sebagai aitem yang baik, sedangkan aitem yang

memiliki nilai rix < 0,25 dikategorikan sebagai aitem yang kurang


(61)

Hasil dari pengujian data skala body image menunjukkan

bahwa terdapat 20 aitem yang memiliki nilai rix ≥ 0,25, sedangkan

aitem yang memiliki nilai rix < 0,25 adalah 11, 21, 22 dan 24. Jadi

dalam skala body image terdapat empat aitem yang gugur. Peneliti

memilih untuk tidak menjaga komposisi antar aspek. Hal tersebut

dikarenakan ketika komposisi disamakan, reliabilitas yang didapat

akan lebih rendah yaitu 0,832 dibanding ketika tidak menjaga

komposisi, yaitu sebesar 0,879.Data rentang rix item yang paling

rendah yaitu 0,268 dan yang paling tinggi yaitu 0,773.

Tabel 7. Skala Body Image

No. Aitem

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot (%)

Afektif 3,4,6,14 7,9,12,16 8 40 %

Kognitif 1,5,17,19 8,10,15,18 8 40 %

Perilaku 2,11,13 20 4 20 %

Total 20 100%

Pada skala kecenderungan pembelian impulsif terdapat 32

aitem yang terbagi dalam tiga aspek dengan masing-masing memiliki

aitem favorable dan unfavorable. Pada penelitian ini, peneliti memilih

menggunakan nilai rix 0,25 dikarenakan apabila menggunakan rix

0,30 maka akan semakin banyak aitem yang gugur.. Aitem-aitem ini

kemudian diseleksi dengan melihat rix-nya. Aitem yang memiliki nilai

rix ≥ 0,25 dikategorikan sebagai aitem yang baik, sedangkan aitem

yang memiliki nilai rix < 0,25 dikategorikan sebagai aitem yang


(62)

kecenderungan pembelian impulsif menunjukkan bahwa terdapat 28

aitem yang memiliki nilai rix ≥ 0,25, sedangkan aitem yang memiliki

nilai rix < 0,25 adalah 1, 2, 18 dan 19. Kemudian untuk menjaga

komposisi maka peneliti memutuskan untuk menggugurkan nomor 6,

13,16 dan 32 dari skala kecenderungan pembelian impulsif. Jadi

dalam skala body image terdapat empat aitem yang gugur dan empat

aitem yang digugurkan. Total aitem yang digunakan dalam skala ini

adalah 24 aitem dengan rentang rix item yang paling rendah yaitu

0,261 dan yang paling tinggi yaitu 0,783.

Tabel 8. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif No. Aitem

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot (%) Afektif 10,11,12,13 3,5,6,8,16,17,21,24 12 50 % Kognitif 1,15,18,19,22,23 2,4,7,9,14,20 12 50 %

Total 24 100%

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan kata dari kata reliability

yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang

memmiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang

reliabel.Konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran

dapat dipercaya (Azwar, 2009).

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan

hasil ukur yang mengandung makna pengukuran.Apabila pengukuran

tidak reliabel maka skor yang dihasilkan juga tidak dapat


(63)

ditentukan oleh faktor eror daripada faktor perbedaan sebenarnya.

Pengukuran yang tidak reliabel tidak akan konstan dari waktu ke

waktu (Azwar, 2010).

Penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal

yang bertujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian

dalam tes (Azwar, 2010).Reliabilitas konsistensi internal

menggunakan teknik yang berasal dari formula Alpha

Cronbach.Keunggulan dari teknik Alpha Cronbach ini adalah mampu

mendeteksi indikator-indikator yang tidak konsisten (Malhotra, 2012).

Pengambilan data dengan metode ini tidak membutuhkan waktu yang

terlalu lama karena pengambilan data cukup dilakukan satu kali

(Siregar, 2014). Teknik ini akan lebih mudah dilakukan dengan

menggunakan analisis data SPSS 18.0 for windows

Koefisien reliabilitas berada pada rentang nilai 0 sampai 1.Bila

koefisien skala semakin mendekati nilai 1 maka dapat dikatakan

bahwa skala itu memiliki koefisien reliabilitas yang baik (Azwar,

2009).

Skala body image diuji dengan menggunakan teknik Alpha

Cronbach dan diperoleh nilai (α) sebesar 0,879. Pada skala

kecenderungan pembelian impulsif nilai Alpha Cronbach yang


(64)

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data

penelitian ini berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji ini

perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik

memiliki asumsi normalitas sebaran (Santoso, 2010). Jika nilai p

> 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima.Hal

ini berarti data yang diuji memiliki distribusi yang tidak berbeda

dengan data yang normal, atau data yang diuji memiliki distribusi

normal.Sebaliknya, jika nilai p < 0.05 maka hipotesis nol

ditolak.Hal ini berarti data yang diuji memiliki distribusi yang

berbeda dari data normal.

b.Uji Linearitas

Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel

yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus, sehingga

peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan diikuti

secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel

lainnya. Uji linearitas digunakan untuk melihat bagaimana

kekuatan hubungan antara dua variabel dalam penelitian.Jika nilai

sig. atau p > 0.05 maka terdapat hubungan yang tidak linear atau


(65)

2. Uji Hipotesis

Analisis penelitian ini menggunakan metode Product Moment

Pearson, yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

dalam penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung dengan

asumsi bila data kedua variabel berbentuk interval atau ratio

(Sugiyono 2008). Metode Product Moment Pearson dapat digunakan

apabila uji normalitas telah terpenuhi. Namun, jika uji normalitas

tidak terpenuhi maka uji hipotesis dapat dilakukan dengan teknik

Spearman Rho (Sarwono, 2006).

Koefisien yang dihasilkan bernilai -1 hingga +1, yang

menunjukkan hubungan tersebut positif atau negatif.Jika nilai sig. atau

p< 0.05, maka hipotesis nol ditolak atau yang berarti ada hubungan

yang signifikan antar dua variabel.Sebaliknya, jika nilai sig. atau p >

0.05, maka hipotesis nol diterima atau yang berarti tidak ada


(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek remaja dengan kriteria rentang

usia 12 sampai 21 tahun. Pengambilan data dilaksanakan dibeberapa

tempat di Yogyakarta seperti SMP, SMA dan Kampus di Yogyakarta.

Pengambilan data berdasarkan ketersediaan dan kemudahan memperoleh

subjek penelitian. Pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 16

Desember 2015 sampai 16 Januari 2016. Total subjek penelitian yang

digunakan adalah 140 orang.

B. Deskripsi Subjek

Subjek penelitian ini adalah remaja yang terbagi dalam remaja

awal, remaja tengah dan remaja akhir dengan rentang usia 12 hingga 21

tahun. Total subjek penelitian adalah sebanyak 140 orang. Berdasarkan


(67)

Tabel 9. Identitas Subjek Penelitian

Kriteria Total

Jenis Kelamin Laki-laki 45 orang

140 orang

Perempuan 95 orang

Rentang Usia 12-14 tahun 48 orang

140 orang 15-18 tahun 44 orang

19-21 tahun 48 orang

C. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan data skala penelitian yang digunakan maka

didapatkan hasil perhitungan mean teoritik body image sebagai berikut:

Jumlah aitem : 20

Nilai minimum : 20 x 1 = 20

Nilai maksimum : 20 x 4 = 80

Rentang nilai : 20 – 80

Jarak : 80 - 20 = 60

Mean teoritik : (min+max)/2 = (20 + 80)//2 = 50

Mean teoritik kecenderungan pembelian impulsif :

Jumlah aitem : 24

Nilai minimum : 24 x 1 = 24

Nilai maksimum : 24 x 4 = 96

Rentang nilai : 24 – 96

Jarak : 96 - 24 = 72


(68)

Tabel 10.Deskripsi Data Variabel Body Image dan Kecenderungan Pembelian Impulsif

Variabel N SD

Teoritik Empiris

Mean Teoritik

Mean Empiris Min. Max. Min. Max.

Body Image 140 6,13575 20 80 38 75 50 56,2929

Kecenderungan Pembelian Impulsif

140 8,35694 24 96 30 76 60 49,6571

Tabel 11. Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Body Image

One-Sample Test

Test Value = 50

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Body

Image 12.135 139 .000 6.29286 5.2676 7.3182

Pada tabel 11.hasil data dari uji t pada variabel body image

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil data tersebut

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan

mean empiris dari variabel body image. Data menunjukkan bahwa mean

teoritik dari variabel body image sebesar 50, sedangkan mean empiris dari

variabel body image sebesar 56,2929 dengan SD sebesar 6,13575. Data

tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan

dengan mean teoritik, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian


(69)

Tabel 12. Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Kecenderungan Pembelian Impulsif

One-Sample Test

Test Value = 60

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Kecenderunga n Pembelian Impulsif

-14.644 139 .000 -10.34286 -11.7393 -8.9464

Pada tabel 12.hasil data dari uji t pada variabel kecenderungan

pembelian impulsif menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil

data tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara

mean teoritik dan mean empiris dari variabel kecenderungan pembelian

impulsif. Data menunjukkan bahwa mean teoritik dari variabel

kecenderungan pembelian impulsif sebesar 60, sedangkan mean empiris

dari variabel kecenderungan pembelian impulsif sebesar 49,6571 dengan

SD sebesar 8,35694. Data tersebut menunjukkan bahwa mean teoritik

lebih besar dibandingkan dengan mean empiris, maka dapat disimpulkan

bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang


(70)

D. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data

penelitian ini berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji ini

perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik

memiliki asumsi normalitas sebaran (Santoso, 2010). Data

dikatakan normal apabila memiliki p > 0,05 (Sarwono, 2012). Uji

normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov

Smirnov Test SPSS 16.0 for windows.

Tabel 13. Uji Normalitas Body Image dan Kecenderungan Pembelian Impulsif

Skala Kolmogorov Smirnov keterangan

Statistic Df Sig.

Body Image .101 140 .001 Data Tidak

Normal Kecenderungan

Pembelian Impulsif

.107 140 .000 Data Tidak

Normal

Berdasarkan hasil analisis Kolmogorov Smirnov menggunakan

spss 16.0 for windows, diperoleh nilai p untuk skala Body Image

sebesar 0.001. Data menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel p

< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data variabel Body Image

memiliki distribusi data tidak normal. Pada skala kecenderungan

pembelian impulsif diperoleh nilai p sebesar 0.000. Data


(71)

disimpulkan bahwa data variabel kecenderungan pembelian impulsif

memiliki distribusi tidak normal.

Gambar 1. Histogram Body Image


(72)

2. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas variabel kecenderungan pembelian impulsif

dengan variabel body image menunjukkan nilai signifikansi sebesar

0,000. Melihat hasil signifikansi tidak lebih dari 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa antara variabel kecenderungan pembelian

impulsif dan variabel Body Image terdapat hubungan yang linear.

Tabel 14. Hasil Uji Linearitas Kecenderungan Pembelian Impulsif dan Body Image

F Sig.

Kecenderungan Pembelian Impulsif*Body

Image

(Combined) 3.013 .000

Linearity 39.761 .000

Deviation from Linearity

1.701 .028

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji korelasi

Spearman Rho. Koefisien yang dihasilkan bernilai -1 hingga +1, yang

menunjukkan hubungan tersebut positif atau negatif. Jika nilai sig. atau

p < 0.05, maka hipotesis nol ditolak atau yang berarti ada hubungan

yang signifikan antar dua variabel. Sebaliknya, jika nilai sig. atau p >

0.05, maka hipotesis nol diterima atau yang berarti tidak ada hubungan


(73)

Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis Variabel Kecenderungan Pembelian Impulsif dan Body Image

Kecenderungan Pembelian Impulsif Body Image Spearman’s Rho Kecenderungan Pembelian Impulsif Correlation Coefficient

1.000 -.433**

Sig. (1-tailed) . .000

N 140 140

Body Image Correlation Coefficient

-.433** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 140 140

**. Correlation is Significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan tabel hasil uji hipotesis tersebut, data menunjukkan

variabel Body Image berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan

kecenderungan pembelian impulsif (n=140, r= -0.433, p= 0.000). Hal

ini menunjukkan bahwa semakin positif body image individu maka

kecenderungan pembelian impulsif akan semakin rendah. Demikian

pula sebaliknya, semakin negatif body image maka kecenderungan

pembelian impulsif akan semakin tinggi.

E. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara body image

dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja memiliki


(74)

Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif body image individu maka

kecenderungan pembelian impulsif akan semakin rendah. Demikian pula

sebaliknya, semakin negatif body image maka kecenderungan pembelian

impulsif akan semakin tinggi.

Ketika usia memasuki masa remaja, seseorang akan menjadi

sangat memperhatikan tubuhnya dan mulai untuk membangun body image

mereka (Santrock, 2003). Saat remaja merasa tidak puas dengan keadaan

tubuhnya maka berbagai cara tentu akan dilakukan untuk menunjang

penampilan tubuhnya. Cara tersebut dilakukan untuk menjaga dan

memperbaiki hal yang menurut mereka kurang menarik dari penampilan

dirinya. Berbagai upaya yang dilakukan oleh remaja akan cenderung

mendorong dirinya untuk melakukan pembelian secara impulsif (Gani,

2005). Bahkan remaja akan rela menghabiskan banyak uang dan waktu

serta usaha yang sungguh-sungguh demi menunjang penampilannya

(Sitohang, 2009).

Subjek dengan body image negatif akan cenderung tidak yakin

dengan kemampuannya dan cenderung tidak menerima atau menolak

keadaan fisik dirinya. Begitu pula sebaliknya, subjek yang menilai dirinya

positif akan merasa yakin dengan kemampuan dirinya dan menerima

apapun keadaan pada dirinya (Sloan, 2002dalam Romansyah 2012). Hal

ini menunjukkan semakin subjek memandang tubuhnya secara positif yang

berarti menerima keadaan tubuhnya maka akan menyebabkan


(75)

oleh perencanaan dan pertimbangan yang lebih matang. Hal ini terjadi

karena subjek sudah merasa puas dengan keadaan tubuhnya sehingga akan

cenderung tidak mudah terpengaruh oleh berbagai bentuk promosi yang

kreatif dan inovatif dari suatu barang. Remaja akan cenderung memiliki

alasan untuk membeli secara impulsif karena tertarik bentuknya, warnanya

atau berkaitan dengan identitas (Astasari dan Sahrah, 2011).

Dari penelitian ini, subjek memiliki body image yang tergolong

tinggi atau positif. Hal ini dilihat dari data yang menunjukkan bahwa mean

empiris lebih besar dibandingkan mean teoritik (56,2929> 50) dengan nilai

signifikan sebesar 0,000. Data tersebut menunjukkan terdapat perbedaan

yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris pada variabel body

image. Nilai mean empiris yang lebih besar dibandingkan nilai mean

teoritik menunjukkan bahwa subjek penelitian termasuk orang yang

cenderung memandang dirinya positif. Subjek yang memandang dirinya

positif akan lebih menghargai keadaan dirinya (Berscheid, dalam Papalia

dan Olds, 2008). Subjekakan cenderung menilai dirinya sebagai orang

dengan kepribadian cerdas, asertif dan menyenangkan. Hal ini juga berarti

subjek merasa puas dan percaya diri dengan penampilan tubuhnya saat ini

sehingga subjek tidak merasa minder bahkan ketika bertemu dengan lawan

jenis.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa subjek memiliki

kecenderungan pembelian impulsif yang tergolong rendah. Hal ini dilihat


(76)

dibandingkan mean teoritik (49,6571< 60) dengan nilai signifikansi

sebesar 0,000. Data tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang

signifikan antara mean teoritik dan mean empiris pada variabel

kecenderungan pembelian impulsif. Kecenderungan pembelian impulsif

yang rendah menunjukkan bahwa pembelian barang yang dilakukan oleh

subjek cenderung telah didasari dengan perencanaan dan pertimbangan

yang matang.

Selain itu, kecenderungan pembelian impulsif yang rendah dapat

dipengaruhi waktu yang dimiliki oleh subjek untuk memahami kualitas

dan kuantitas produk (Lee dan Kacen, 2008 dalam Cinjarevic 2010).

Semakin lama subjek memiliki waktu untuk melihat produk dan

menganalisisnya maka akan semakin banyak pula informasi yang

didapatkan oleh subjek, sehingga kecenderungan pembelian impulsif pun


(1)

A.

Uji Normalitas

1.

Uji Normalitas Body Image

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BTotal 140 100.0% 0 .0% 140 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

BTotal Mean 56.2929 .51857

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 55.2676

Upper Bound 57.3182

5% Trimmed Mean 56.1984

Median 56.0000

Variance 37.647

Std. Deviation 6.13575

Minimum 38.00

Maximum 75.00


(2)

Interquartile Range 6.75

Skewness .281 .205

Kurtosis 1.044 .407

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BTotal .101 140 .001 .975 140 .011

Lilliefors Significance Correction

2.

Uji Normalitas Kecenderungan Pembelian Impulsif

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

iTotal 140 100.0% 0 .0% 140 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

iTotal Mean 49.6571 .70629

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 48.2607

Upper Bound 51.0536

5% Trimmed Mean 49.6429


(3)

Variance 69.838

Std. Deviation 8.35694

Minimum 30.00

Maximum 76.00

Range 46.00

Interquartile Range 10.75

Skewness -.094 .205

Kurtosis .349 .407

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

iTotal .107 140 .000 .980 140 .040

a. Lilliefors Significance Correction

B.

Uji Linearitas

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total


(4)

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

iTotal * BTotal 140 100.0% 0 .0% 140 100.0%

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

iTotal * BTotal -.449 .201 .665 .443

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

iTotal * BTotal Between Groups (Combined) 4297.497 29 148.190 3.013 .000

Linearity 1955.523 1 1955.523 39.761 .000

Deviation from Linearity 2341.974 28 83.642 1.701 .028

Within Groups 5410.046 110 49.182


(5)

Lampiran 5

Uji Hipotesis


(6)

Uji Hipotesis Spearman Rho

Correlations

BTotal iTotal

Spearman's rho BTotal Correlation Coefficient 1.000 -.433**

Sig. (1-tailed) . .000

N 140 140

iTotal Correlation Coefficient -.433** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 140 140