2.5. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Terjadinya suatu penyakit tertentu memerlukan adanya agen dan terkadang vektor. Chandra, 2007.
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok- kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri
terbagi menjadi empat, yaitu Chandra, 2007: a. Waterborne mechanism
b. Waterwashed mechanism c. Water-based mechanism
d. Water –related insect vector mechanism
2.6. Parasit Penyebab Pencemaran Air 2.6.1
Giardia intestinalis
a Morfologi dan Daur Hidup Giardia intestinalis pertama kali dilihat oleh Van Leeuwenhoek pada tahun 1681.
Flagelata ini pertama kali dikenal dan dibahas oleh Lambl 1859, yang memberikan nama “intestinalis”. Kemudian Stiles 1915 memberikan nama baru, Giardia lamblia.
Parasit ini mempunyai 2 stadium yaitu Sutanto, 2008:
i Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron, berbentuk simetris bilateral seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya
meruncing. Permukaan dorsal cembung konveks dan pipih di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah
bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar
di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang
Universitas Sumatera Utara
blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.
ii Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari
dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti, yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub.
G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal yeyenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang
tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasma membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan
pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batil isap akan
melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit kemudian berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal. Bila
jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus. Trofozoit yang tidak melekat pada mukosa usus, akan
mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal yaitu usus besar. Ekskistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga
stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat. Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air dan makanan yang
terkontaminasi, atau secara langsung melalui fecal-oral Sutanto, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. : Daur Hidup Giardia intestinalis
b Gejala Klinis dan Diagnosis Gejala klinis yang disebabkan oleh giardiasis sangat bervariasi dan dapat berbeda
di antara penderitanya. Hal ini tergantung berbagai faktor seperti jumlah kista yang tertelan, lamanya infeksi, faktor hospes dan parasitnya sendiri.
Gejala akut dimulai dengan rasa tidak enak di perut diikuti dengan mual dan tidak napsu makan. Dapat juga disertai dengan demam ringan. Kemudia akan diikuti dengan
diare cair yang berbau busuk, perut terasa kembung karena ada gas di dalamnya dan
Universitas Sumatera Utara
dapat juga terjadi kram perut. Pada tinja biasanya jarang ditemukan lendir dan darah. Gejala akut biasanya berlangsung selama 3-4 hari dan dapat sembuh secara spontan.
Sebaliknya dapat juga menjadi fase subakut dan kronik yang berupa diare yang hilang timbul selama 2 tahun atau lebih. Pada fase kronis penderita merasa lemah, sakit
kepala dan sakit otot yang disertai dengan penurunan berat badan dan malabsorpsi. Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan
lain dilakukan. Pada infeksi ringan dapat dilakukan pemeriksaan cairan yang berasal dari duodeno-jejunal junction untuk mencari trofozoit. Bila G.lamblia tidak dapat
ditemukan dengan kedua cara tersebut, maka dapat dilakukan biopsi usus halus di daerah duodeno-jejunal junction. Parasit biasanya ditemukan pada perbatasan
mikrovilli, terutama didalam crypty. Deteksi antigen G.lamblia dalam tinja dapat dilakukan baik pada tinja segar maupun tinja dengan pengawet formalin Sutanto,
2008. c Pencegahan
Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene perorangan, keluarga, dan kelompok dengan menghindari air minum yang
terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum
untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air
sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila
airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista
G.intestinalis Sutanto, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Entamoeba histolytica
a Morfologi dan Daur Hidup Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian dikenal
sejak 450 tahun sebelum masehi oleh Hippocrates. Parasitnya, yaitu Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh 1875 dari tinja disentri seorang
penderita di Leningrad, Rusia Sutanto, 2008. Dalam daur hidupnya, E.histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu: trofozoit dan
kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus
halus, dinding kista dicernakan, terjadi enskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari sebuah kista mengandung 4 buah inti, akan
terbentuk 8 buah trofozoit. Stadium trofozoit berukuran 10-60 mikron, mempunyai inti entamoeba yang
terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebar
seperti daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah linier.Endoplasma berbutir halus, biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan.
Stadium trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit, dan vagina. Stadium
trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam rongga usus besar, stadium
trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu enkistasi, kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan
bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan terdapat inti entamoeba. Di endoplasma terdapat benda kromatoid
yang besar, menyerupai lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista
muda. Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada
Universitas Sumatera Utara
lagi. Stadum kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar
badan manusia. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang Sutanto, 2008.
Gambar 2.2. : Daur Hidup Entamoeba histolytica b Gejala Klinis dan Diagnosis
Bentuk klinis yang dikenal adalah amebiasis intestinal dan amebiasis ekstra- intestinal. Amebiasis intestinal terbagi menjadi dua yaitu amebiasis kolon akut dan
amebiasis kolon menahun. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada amebiasis kolon akut adalah nyeri perut dan diare yang berupa tinja cair, tinja berlendir, atau tinja
berdarah. Frekuensi diare dapat mencapai 10 x perhari. Demam dapat ditemukan pada sepertiga penderita. Pasien terkadang tidak napsu makan sehingga berat badanya
Universitas Sumatera Utara
menurun. Pada amebiasis kolon menahun gejala tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi
obstipasisembelit. Amebiasis ekstra-intestinal terdiri dari gejala abses hati yang paling sering ditemukan. Sebahagian besar penderita memperlihatkan gejala dalam
waktu yang relatif singkat 2-4 minggu. Penderita juga memperlihatkan demam, batuk dan nyeri perut kuadran kanan atas. Bila permukaan diafragma hati terinfeksi,
maka pada penderita dapat terjadi nyeri pleura kanan atau nyeri yang menular sampai bahu kanan. Pada 10 - 35 penderita dapat ditemukan gangguan gastrointestinal
berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi. Pemeriksaan mikroskopis tidak dapat membedakan E.histolytica dengan E.dispar.
Pemeriksaan mikroskopis sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu. Pemeriksaan antibodi akan sangat membantu menegakkan diagnosis pada
kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis. Biasanya yang merupakan uji standar adalah IHA, sedangkan ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat, sederhana dan
juga lebih sensitif. Deteksi antigen juga dapat dilakukan. Antigen ameba yaitu GalGal-Naclectin dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses dan air liur
penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama mengunakkan teknik ELISA, sedangkan dengan teknik CIEP ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Metode PCR mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang sebanding dengan deteksi antigen pada yinja penderita amebiasis intestinal. Untuk penelitian polimorfisme E.histolytica teknik PCR
merupakan metode ungulan. Sampai saat ini diagnosis amebiasis yang invasif biasanya ditetapkan dengan kombinasi pemeriksaan mikroskopis tinja dan uji
serologis. Bila ada indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi dan biopsi pada lesi intestinal atau pada cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar dinding abses
Sutanto, 2008.
Universitas Sumatera Utara
c Pencegahan Pencegahan ameobiasis terutama ditujukan pada kebersihan perorangan dan
kebersihan lingkungan. Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan bersih sesudah buang air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi:
masak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan
tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah di tempat sampah
yang tertutup untuk menghindari lalat Sutanto, 2008.
2.6.3. Cryptosporidium parvum
a Morfologi dan Daur Hidup Cryptosporidium adalah prozoa usus yang meyebabkan diare. Kasus pertama
kristosporidiosis pada manusia dilaporkan pada tahun 1976. Terdapat kriptosporidiosis terutama ditemukan pada penderita imunokompromais AIDS dan menyebabkan
diare berat Sutanto, 2008. Cryptosporidium parvum adalah spesies yang menyebabkan infeksi pada manusia.
Infeksi terjadi bila tertelan ookista matang yang dikeluarkan bersama tinja hospes terinfeksi. Ekskistasi terjadi di traktus gastrointestinal atas, sporozoit keluar dari
ookista dan masuk ke sel epitel usus pada bagian apeks di dalam membran sel hospes, tetapi tidak di dalam sitoplasma, disebut meront. Parasit berkembang biak secara
aseksual merogoni dan menghasilkan merozoit yang memasuki sel lain. Merozoit kemudian membentuk mikro dan makrogametosit yang berkembang menjadi mikro
dan makrogamet. Setelah pembuahan terbentuk ookista yang mengandung 4 sporozoit. Ada dua macam ookista; yang berdinding tipis mengeluarkan sporozoit di dalam
usus ekskistasi dan menyebabkan autoinfeksi, sedangkan yang berdinding tebal dikeluarkan dengan tinja. Ekskistasi terjadi jika terpapar dengan kombinasi kondisi
lingkungan, yaitu pH, garam empedu, karbon dioksida, suhu Fayer Leek, 1984.
Universitas Sumatera Utara
Meront dan ookista berukuran 4-5 mikron. Masa prepatan, yaitu waktu antara infeksi dan pengeluaran ookista berkisar 5-21 hari. Lama pengeluaran ookista sebulan atau
lebih pada orang yang imunokompeten, sedangkan pada yang imunokompromais jauh lebih lama Sutanto, 2008.
Gambar 2.3. : Daur Hidup Cryptosporidium parvum b Gejala Klinis dan Diagnosis
Kriptosporidiosis pada manusia biasanya disertai diare, tanpa adanya darah, kehilangan cairan dalam jumlah besar 3-17Ldapat dijumpai pada pasien
immunokompromais, yang mungkin disebabkan toksin yang mirip toksin kolera. Diare pada pasien immunokompeten dapat berlnagsung sampai 1 bulan, sedangkan
pada pasien immunokompromais diare mungkin 4 bulan atau lebih, pernah dilaporkan
Universitas Sumatera Utara
sampai 3 tahun. Gejala klinis lainnya adalah nyeri ulu hati, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan.
Diagnosis kriptosporidiosis ditetapkan dengan menemukan ookista dalam tinja segar atau yang diawetkan dengan formalin 10 atau dengan polvinil alkohol dengan
pemeriksaan langsung. Cara yang lebih baik untuk identifikasi ookista adalah pemeriksaan sediaan tinja yang dipulas dengan modifikasi Ziehl-Neelsen. Deteksi
antigen dengan ELISA atau IFA telah dilaporkan pada infeksi akut. Biopsi jaringan dari mukosa gastrointestinal dilakukan dengan pewarnaan hematoxylin-eosin Sutanto,
2008.
c Pencegahan Ookista dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 65°C selama 30 menit atau
memasak air sampai mendidih selam 1 menit, dengan 5 sodium hipoklorit atau 5-
10 amonia Sutanto, 2008.
2.6.4. Cacing Parasit Helminth Parasites
Cacing parasit tidak biasa diteliti oleh para ahli mikrobiologi, namun demikian keberadaanya dalam air buangan bersama viral pathogen dan protozoan parasites,
menjadi perhatian hal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Bentuk telurnya merupakan tahap infeksi dari parasit helminth. Telurnya keluar bersama dengan
kotoran dan menyebar melalui air buangan, tanah, atau makanan. Telur ini sangat tahan terhadap tekanan lingkungan dan khlorinasi dalam pengolahan air buanganSaid,
2005. Parasit yang masuk melalui telur matangmengandung embrio adalah Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiuraNatadisastra, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. : Daur Hidup Ascaris Lumbricoides
Gambar 2.6. : Daur Hidup Trichuris trichiura
Universitas Sumatera Utara
2.7. Diare 2.7.1. Definisi
Diare adalah kondisi dimana frekuensi defekasi tidak biasa lebih dari 3 kali sehari dan ada perubahan dalam jumlah dan konsistensi tinja feses cair Baughman,
2000.
2.7.2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu: 1 .Faktor infeksi
a Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare. b
Infeksi bakteri c
Infeksi Virus d
Infeksi parasit. e
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti peradangan pada tonsil, kerongkongan
dan paru-paru. 2. Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi ini meliput i: a
Malabsorbsi karbohidrat b Malabsorbsi lemak
c Malabsorbsi protein
3.Faktor makanan :basi, beracun, alergi terhadap makanan tertentu. 4.Faktor psikologis :rasa takut dan cemas Handayani, 2004.
2.7.3. Jenis
a Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b Diare kronik,yaitu diare yang sifatnya berulang yang
disebabkan oleh agen non-infeksius.
Universitas Sumatera Utara
c Disentri,yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
d Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus yang disebabkan oleh agen infeksius Patwari, 2006.
2.7.4. Akibat Diare
a Kehilangan airdehidrasi
b Gangguan keseimbangan asam basa Baughman, 2000.
2.7.5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengontrolan dan penyembuhan
penyakit yang mendasari
a Diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral
b Diare sedang, obat obat non-spesifik untuk menurunkan
motilitas dari sumber non-infeksius. c
Diresepkan antimikrobial jika teridentifikasi perparat infeksius atau diare memburuk.
d Terapi intravena untuk hidrasi cepat Baughman, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 enam tingkatan Effendi, 2009 :
2.8.1.Tahu know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya Effendi, 2009.
2.8.2. Memahami
comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari Effendi, 2009.
2.8.3.Aplikasi aplication
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain Effendi, 2009.
2.8.4.Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Misalnya mampu membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya Effendi, 2009.
2.8.5.Sintesis synthesis
Universitas Sumatera Utara
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang telah ada Effendi, 2009.
2.8.6.Evaluasi evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membedakan antara anak yang gizi baik dengan gizi kurang Effendi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep di atas, definisi operasional adalah: a Pencemaran air bersih
1. Pencemaran air bersih adalah oleh parasit-parasit Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium parvum, Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura. 2. Cara ukur: Pengumpulan dan pemeriksaan air dengan teknik
pengendapan dan pengapungan modifikasi Caldwel dan Caldwel. 3. Alat Ukur: Mikroskop
4. Skala ukur: Nominal 5. Kategori : +-
i. Positif jika ditemuka n parasit. ii. Negatif jika tidak ditemukan parasit.
Diare Pencemaran sumber air bersih oleh parasit
Tingkat pengetahuan penggunaan air bersih
Universitas Sumatera Utara
b Tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh responden. 1. Cara ukur: Kuesioner, pertanyaan yang dianjurkan sebanyak 10
dengan skor 20, dengan ketentuan berikut: a Pertanyaan dengan pilihan jawaban angka 1, 2, 3
- Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0 - Jika memilih 1-2 pilihan jawaban diberi skor 1
- Jika memilih 3 pilihan jawaban diberi skor 2 b Pertanyaan dengan pilihan jawaban angka i, ii
-Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0 -Jawaban i = skor 1
-Jawaban ii = skor 2
c Pertanyaan dengan pilihan jawaban huruf a, b, c -Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0
- Jawaban benar = skor 2 - Jawaban salah = skor 0
2. Alat Ukur: Kuesioner 3. Skala ukur: Ordinal
4. Kategori: Pengukuran tingkat pengetahuan dikategorikan dalam 3
tingkatan, yaitu: i.Tingkat pengetahuan baik, jika 75 pertanyaan dijawab benar
oleh responden. ii.Tingkat pengetahuan sedang, jika 40-75 pertanyaan dijawab
benar oleh responden. iii.Tingkat pengetahuan kurang baik, jika 40 pertanyaan
dijawab benar oleh responden. c Kejadian penyakit diare pada responden dalam waktu satu bulan lalu.
1. Cara ukur: Kuesioner, dengan 3 pertanyaan 2. Alat Ukur: Kuesioner
3. Skala ukur: Nominal 4. Kategori: +-
i. Positif salah satu pertanyaan dijawab ada. ii. Negatif jika semua pertanyaan dijawab tidak.
3.3. Hipotesis