Hubungan Jarak Distribusi Air Bersih Dengan Jumlah Eschericia coli di Rumah Pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN JARAK DISTRIBUSI AIR BERSIH DENGAN JUMLAH Escherichia coli DI RUMAH PELANGGAN PDAM TIRTANADI

SUNGGAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000048 NURHAYATI SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

HUBUNGAN JARAK DISTRIBUSI AIR BERSIH DENGAN JUMLAH Eschericia coli DI RUMAH PELANGGAN PDAM TIRTANADI

SUNGGAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000048 NURHAYATI SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

HUBUNGAN JARAK DISTRIBUSI AIR BERSIH DENGAN JUMLAH Eschericia coli DI RUMAH PELANGGAN PDAM TIRTANADI

SUNGGAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :

NIM. 061000048 NURHAYATI SIREGAR

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 03 Juli 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Evi Naria, MKes

NIP. 19680320 199303 2 001 NIP. 19700219 19980 2 001 dr. Devi Nuraini Santi, MKes

Penguji II Penguji III

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19681101 199403 2 005

Ir. Indra Chahaya S., MSi

Medan, Juli 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Air merupakan lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Adapun pengaruh langsung air terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, dan terjadi karena air berfungsi sebagai media penular penyakit ataupun sebagai sarang insekta penyebar penyakit. Eschericia coli merupakan indikator yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feces manusia. Eschericia coli merupakan flora normal, hidup di dalam colon manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain seperti penyakit diare.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sungga l.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 dari 15 sampel yang diperiksa ternyata positif mengandung Eschericia coli. Dari 2 sampel yang positif mengandung Eschericia coli hanya 1 sampel yang telah melewati ambang batas sesuai Permenkes no. 416 tahun 1990 tentang Syarat- Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Secara uji statistik yaitu Uji Spearman didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal. Keberadaan Eschericia coli di air sampel dari rumah pelanggan disebabkan oleh kondisi pipa yang bocor sehingga memungkinkan terkontaminasi dengan Eschericia coli

Diharapkan kepada pihak PDAM Sunggal agar melakukan pemeriksaan kondisi perpipaan secara berkala pada daerah pendistribusiannya, dan kepada pelanggan diharapkan melapor jika terjadi kebocoran pipa kepada pihak PDAM agar segera ditanggulangi.


(5)

ABSTRACT

Water was one of the elements of environment that influenced health. Direct effect of water on the health depended on the quality of water, and occured because the water served as a medium of transmitting disease or as a nest of disease spreaders insects. Eschericia coli was the best indicator to show that domestic water was littered with human feces. Eschericia coli was a normal flora, living in the human colon and will cause disease when entered into the organ or other tissue such as diarrheal diseases.

The purpose of this study was to determined the relationship between the distance distribution of clean water with a number of Eschericia coli in the customer's home in District Sunggal Tirtanadi PDAM Medan Sunggal.

The method which was used in this research was descriptive and analytical. This study used observation and laboratory examination to determine the number of Eschericia coli in the customer’s home Tirtanadi Sunggal taps.

The results showed that 2 of the 15 samples tested positive contained Eschericia coli. Between that 2 positive samples, one sample exceeded the threshold according to the Ministerial Decree No. 416/Menkes/1990 about Terms And Water Quality Control. In the Spearman's statistical test showed that there was no correlation between the distribution distance of clean water with the number of Eschericia coli in the customer's home Tirtanadi Sunggal. The existence of Eschericia coli in water samples from the customer's home caused by a leaking pipe conditions which was probably contaminated by Eschericia coli

PDAM Sunggal is expected to conduct periodic inspection of piping conditions on its distribution area, and the customer is expected to report in case of leakage of pipes to the taps.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurhayati Siregar

Tempat / Tanggal Lahir : Doloksanggul, 01 Oktober 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 7 (tujuh) dari 7 (tujuh) orang bersaudara Alamat Rumah Orang Tua : Jl. Melanthon Siregar No.30 Doloksanggul

Humbang Hasundutan

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Sarmin No. 49 Padang Bulan Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri No. 173395 Doloksanggul Tahun 2000 – 2003 : SMP Swasta Islam Azizi Medan Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 7 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Jarak Distribusi Air Bersih Dengan Jumlah Eschericia coli di Rumah Pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Evi Naria, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Eka Lestari Mahyuni, SKM, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen selaku Dosen Penguji II, dan Ir. Indra Chahaya S, Msi selaku Dosen Penguji III, yang memberikan saran dan kritik yang membangun.

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Drs. Nurly selaku Camat Kecamatan Medan Sunggal yang telah memberikan izin penelitian dan pengambilan data kepada penulis di wilayah kerja Medan Sunggal. 8. Anshari, SKM selaku Kepala BTKL dan PPM Medan yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan pemeriksaan Eschericia coli di Laboratorium Biologi BTKL dan PPM Medan

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Bapak H. N. Siregar dan Ibu Hj. N. Dongoran yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang, dan memberikan dukungan moril dan material serta tak pernah berhenti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

10.Kakak dan Abang Tersayang, Rahmat Siregar ST, Siti Rohani Siregar, Sarigontina Siregar SAg, Todung Siregar, Sholeh Siregar, Nurasyah Siregar SPd, untuk dukungan dan doanya.

11.Sahabat-sahabat terbaikku, Widya Agnesia, Gabriella Septiani Nasution, dan Fadlillah Widyaningsih yang selalu memberikan kecerian, semangat, tenaga dan motivasi dalam kebersamaan menyelesaikan studi di FKM.

12.Anak-anak IMaKeL FKM USU yang begitu kompak, Andriansyah Munthe, Berkat Putra Sianipar, Deslimah Dwi Mulya Lubis, Efrata Fernando Ginting, Elfrida J. Hutagaol, Iskandar Zulkarnain Harahap, Muhammad Aulia, Olvariani


(9)

Sitepu, Rahmadini, dan Tri Hendra P. Dinata yang selalu memberikan motivasi, masukan dan bantuan hingga skripsi ini selesai.

13.Keluarga Sarmin 49, Geni Angnestika, Azmi Rifaatul, Irmayeni, Kak Liana, Delvia Asra, atas kebersamaannya selama empat tahun.

14.Sahabat – sahabatku Deri Fani, Wahyu Afrina, Aisyah Pratiwi, Santi, yang telah memberikan kebahagiaan sejak awal masuk FKM.

15.Seluruh mahasiswa FKM Stambuk 2006 khususnya teman – teman seperjuangan di Pemintan Kesehatan Lingkungan

16.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Persetujuan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II Tinjauan Pustaka ... 6

2.1. Pengertian dan Standard Kualitas Air Bersih ... 6

2.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 7

2.2.1. Pengaruh Tidak Langsung ... 7

2.2.2. Pengaruh Langsung ... 7

2.3. Kualitas Air Baku dan Air Bersih ... 11

2.4. Proses Pengolahan Air Bersih ... 12

2.5. Proses Pengolahan Air bersih di PDAM Tirtanadi Sunggal ... 16

2.5.1. Profil Instalasi Pengolahan Air ( IPA) Sunggal ... 16

2.5.2. Proses Pengolahan Air Bersih di Instalasi Pengolahan Air Sunggal ... 17

2.5.3. Laboratorium Pengendalian Mutu Analisa Sisa Chlor ... 22

2.6. Proses Klorinisasi ... 23

2.6.1. Klorin ... 23

2.6.2. Jenis – Jenis Klorin ... 23

2.6.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Chlorinisasi ... 24

2.7. Mikrobiologi Pada Air ... 26

2.8. Bakteri Indikator Polusi ... 28

2.9. Eschericia coli... 29

2.9.1. Eschericia coli Yang Berhubungan Dengan Penyakit Diare ... 30

2.9.2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Eschericia coli Dalam Air ... 32

2.10. Sistem Distribusi Air Bersih ... 33

2.10.1. Defenisi Sistem Distribusi Air Bersih ... 33

2.10.2. Pipa Distribusi ... 34


(11)

2.10.4. Pola Jaringan ... 35

2.10.5. Perlengkapan Sistem Distribusi Air Bersih ... 35

2.10.6. Deteksi Kebocoran ... 37

2.11. Kerangka Konsep ... 38

2.12. Hipotesis ... 39

BAB III Metode Penelitian ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2. Waktu Penelitian ... 41

3.3. Objek Penelitian ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1. Data Primer... 42

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.5. Defenisi Operasional ... 42

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 43

3.6.1. Bahan dan Peralatan ... 43

3.6.2. Cara Pengambilan Sampel ... 44

3.6.3. Cara Pelaksanaan Pemeriksaan ... 46

3.7. Analisa Data ... 48

BAB IV Hasil Penelitian ... 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 49

4.2. Hasil Penelitian ... 51

BAB V Pembahasan ... 54

5.1. Jumlah Eschericia coli di Beberapa Jarak Distribusi Air Bersih Di Rumah Pelanggan... 54

5.2.Kondisi Perpipaan dan Lingkungan Sekitar di Rumah Pelanggan PDAM Sunggal ... 56

5.3.Hubungan Jarak Rumah Pelanggan Dari PDAM TIRtanadi Sunggal Dengan Jumlah Escherichia coli... 57

BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 59

6.1. Kesimpulan ... 59

6.2. Saran ... 59 Daftar Pustaka


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah Minimal Sampel Air Minum Perpipaan pada Jaringan Distribusi Untuk Pemeriksaan Kualitas Bakteriologi ... 41 Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan

Sunggal Tahun 29008 ... 49 Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, dan Rata – Rata Anggota Rumah Tangga

Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal

Tahun 2008 ... 50 Tabel 4.3 Jumlah Pelanggan PDAM Sunggal Berdasarkan Kelurahan di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010 ... 50 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Ada Tidaknya Eschericia coli di

Rumah Pelanggan Berdasarkan Jarak Dari PDAM Sunggal di

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010 ... 51 Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Jumlah Perkiraan Terdekat di Rumah

Pelanggan Berdasarkan Jarak Dari PDAM Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010 ... 52 Tabel 4.6. Hubungan Jarak Rumah Pelanggan Dari PDAM Sunggal Dengan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Observasi Pada Rumah Pelanggan PDAM Sunggal Di Kecamatan Medan Sunggal

Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Contoh Uji Air Bersih Lampiran 3. Laporan Hasil Uji

Lampiran 4. Master Data Penelitian Lampiran 5. Hasil Analisa Data Lampiran 6. Daftar Gambar

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari Kecamatan Medan Sunggal

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL dan PPM) Medan

Lampiran 10. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kecamatan Medan Sunggal Lampiran 11. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL dan PPM) Medan

Lampiran 12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 / Menkes / PER / IX/ 1990

Lampiran 13. Peta Daerah Pelayanan PDAM Tirtanadi Wilayah Cabang Sunggal dan Titik – Titik Pengambilan Sampel


(14)

ABSTRAK

Air merupakan lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Adapun pengaruh langsung air terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, dan terjadi karena air berfungsi sebagai media penular penyakit ataupun sebagai sarang insekta penyebar penyakit. Eschericia coli merupakan indikator yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feces manusia. Eschericia coli merupakan flora normal, hidup di dalam colon manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain seperti penyakit diare.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sungga l.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 dari 15 sampel yang diperiksa ternyata positif mengandung Eschericia coli. Dari 2 sampel yang positif mengandung Eschericia coli hanya 1 sampel yang telah melewati ambang batas sesuai Permenkes no. 416 tahun 1990 tentang Syarat- Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Secara uji statistik yaitu Uji Spearman didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal. Keberadaan Eschericia coli di air sampel dari rumah pelanggan disebabkan oleh kondisi pipa yang bocor sehingga memungkinkan terkontaminasi dengan Eschericia coli

Diharapkan kepada pihak PDAM Sunggal agar melakukan pemeriksaan kondisi perpipaan secara berkala pada daerah pendistribusiannya, dan kepada pelanggan diharapkan melapor jika terjadi kebocoran pipa kepada pihak PDAM agar segera ditanggulangi.


(15)

ABSTRACT

Water was one of the elements of environment that influenced health. Direct effect of water on the health depended on the quality of water, and occured because the water served as a medium of transmitting disease or as a nest of disease spreaders insects. Eschericia coli was the best indicator to show that domestic water was littered with human feces. Eschericia coli was a normal flora, living in the human colon and will cause disease when entered into the organ or other tissue such as diarrheal diseases.

The purpose of this study was to determined the relationship between the distance distribution of clean water with a number of Eschericia coli in the customer's home in District Sunggal Tirtanadi PDAM Medan Sunggal.

The method which was used in this research was descriptive and analytical. This study used observation and laboratory examination to determine the number of Eschericia coli in the customer’s home Tirtanadi Sunggal taps.

The results showed that 2 of the 15 samples tested positive contained Eschericia coli. Between that 2 positive samples, one sample exceeded the threshold according to the Ministerial Decree No. 416/Menkes/1990 about Terms And Water Quality Control. In the Spearman's statistical test showed that there was no correlation between the distribution distance of clean water with the number of Eschericia coli in the customer's home Tirtanadi Sunggal. The existence of Eschericia coli in water samples from the customer's home caused by a leaking pipe conditions which was probably contaminated by Eschericia coli

PDAM Sunggal is expected to conduct periodic inspection of piping conditions on its distribution area, and the customer is expected to report in case of leakage of pipes to the taps.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Kesehatan menurut WHO diartikan sebagai keadaan baik secara menyeluruh termasuk kondisi fisik, mental dan sosialnya, tidak sekedar ketiadaan suatu penyakit atau kecacatan. Dalam pengertian kesehatan seperti inilah setiap kondisi lingkungan yang berpengaruh kepada gangguan fisik, mental, dan sosial seseorang pada dasarnya adalah pengaruh lingkungan terhadap kesehatan (Amsyari, 1996).

Lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia tidak hanya melalui suhu, komposisi udara dan air, tetapi juga melalui interaksi dengan jenis dan distribusi flora dan fauna (lingkungan biologis). Lingkungan biologis ini merupakan pengaruh utama terhadap suplai makanan dan reservoir serta mekanisme penularan banyak penyakit (Widianti, 2001).

Air merupakan lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan. Pengaruh air langsung terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, dan terjadi karena air berfungsi sebagai media penular penyakit ataupun sebagai sarang insekta penyebar penyakit. Kualitas air berubah karena kapasitas air untuk membersihkan dirinya telah terlampaui. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah serta intensitas aktivitas penduduk yang tidak hanya meningkatkan kebutuhan akan air tetapi juga meningkatkan jumlah air buangan. Buangan –buangan inilah yang merupakan sumber- sumber pengotoran perairan (Soemirat, 2002).

Perubahan kualitas air yang dapat mengakibatkan pengaruh kepada kesehatan biasanya diukur dari ada tidaknya bahan- bahan yang berbahaya dalam air


(17)

tersebut. Bahan- bahan yang berbahaya tersebut dapat bersifat fisik, kimia, dan biologis. Bahan berbahaya yang bersifat fisik seperti suhu, radiasi, tekanan udara, dsb. Bahan berbahaya yang bersifat kimia seperti logam berat, hidrokarbon, CO, SO2, dsb. Bahan berbahaya yang bersifat biologis seperti virus, bakteri, insekta, cacing, dsb (Amsyari, 1996).

Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen, sedangkan yang tidak membahayakan bagi kesehatan disebut non- pathogen. Eschericia coli merupakan indikator yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feces manusia. Eschericia coli merupakan flora normal, hidup di dalam colon manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain (Entjang, 2001).

Jenis tertentu dari Eschericia coli dapat menyebabkan penyakit diare pada anak- anak (Entjang, 2001). Berdasarkan penelitian Anggraini Sulistyowati (2004) di Kabupaten Purbalingga menunjukkan bahwa ada hubungan antara jumlah coliform dengan kejadian diare (p = 0,001).

Berdasarkan Profil Kesehatan Medan tahun 2008 jumlah penderita diare berada pada tingkat pertama dari 10 penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Provinsi Sumatera Utara yaitu 5.680 kunjungan (43,66 %) sedangkan di Puskesmas Provinsi Sumatera Utara diare merupakan penyakit menular kedua terbanyak setelah Influenza yaitu 94.261 kunjungan ( 20,03 %).

Proses desinfektan merupakan cara yang tepat untuk mematikan makhluk hidup yang terkandung dalam air seperti Eschericia coli yaitu dengan cara memberi larutan kimia ke dalam air yang akan diproses desinfektan. Banyak sekali jenis bahan


(18)

kimia untuk membunuh kuman dan bakteri dalam air ini.. Hanya satu jenis zat kimia yang cukup populer adalah dengan memberikan zat chlorine atau sering desebut dengan chlorinasi. Dihampir semua PDAM di Indonesia memakai zat ini untuk proses desinfektan. Dalam bahasa awam mungkin lebih banyak dikenal dengan nama kaporit dengan aroma dan bau yang khas ketika air diberi desinfektan jenis ini (Pitoyo, 2005).

Berdasarkan penelitian Ibroni (1997) di Medan maka didapat hasil bahwa terjadi penurunan sisa chlor pada konsumen atau pelanggan yang jaraknya jauh dari proses pengolahan. Sehingga sisa Chlor pada konsumen yang dianjurkan minimal 0,2 mg/l tidak dapat tercapai. Dari penelitian tersebut didapat hasil keadaan sisa chlor pada konsumen atau pelanggan jarak dari sumber pengolahan yaitu pada jarak dekat 72 % baik, jarak sedang 53 % baik, jarak jauh 43 % baik , yaitu lebih dari 0,2 mg/l.

Berdasarkan penelitian M. Festiyanti (2006) di Semarang didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sisa chlor bebas dengan jumlah bakteri Eschericia coli (p= 0,05).

Berdasarkan penelitian Afrilian (2004) di Semarang didapatkan bahwa ada hubungan antara jarak perpipaan dengan jumlah Eschericia coli (p= 0,002) pada distribusi air perpipaan dari sumber mata air. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli pada perpipaan dari PDAM Tirtanadi Sunggal tahun 2010.


(19)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yaitu adanya penurunan sisa Chlor pada konsumen yang jauh jaraknya dari proses pengolahan yang dapat mengakibatkan berkembangnya jumlah bakteri Eschericia coli maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2010.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya Eschericia coli di rumah pelanggan dengan beberapa jarak dari PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.

2. Untuk mengetahui jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan dengan beberapa jarak dari PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.

3. Untuk mengetahui kualitas bakteriologis (Eschericia coli) pada air bersih di rumah pelanggan dengan beberapa jarak dari PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal.


(20)

4. Untuk mengetahui hubungan beberapa jarak rumah pelanggan dariPDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal dengan jumlah Eschericia coli

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak PDAM Tirtanadi Sunggal untuk lebih meningkatkan pengawasan pendistribusian air bersih ke pelanggan. 2. Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang pendistribusian

air bersih.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Standard Kualitas Air Bersih

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang ”Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air “, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Adapun syarat-syarat kesehatan air bersih adalah: 1. Persyaratan Biologis

Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat group, yakni parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Eschericia coli.

2. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimiawi, seperti warna air dan bau.

3. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti nitrat, arsenic, dan berbagai macam logam


(22)

berat khususnya air raksa, timah hitam, dan cadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan berubah menjadi racun.

4. Persyaratan Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.

2.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Menurut Soemirat (2002), secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.

2.2.1. Pengaruh Tidak Langsung

Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat pendayagunaan air yang dapat meningkatkan atau pun menurunkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, air yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, untuk industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya pengotoran air dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat.

2.2.2. Pengaruh Langsung

Air minum atau air konsumsi penduduk dapat menyebabkan penyakit seperti :

1. Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50 -70 % dari seluruh berat badan. Air terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22 % berat tulang, di darah dan ginjal sebanyak 83 %. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5 – 2 liter air sehari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat


(23)

penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur –unsur yang ada di dalam cairan tubuh. (Soemirat, 2002).

2. Penyebab Penyakit Menular

Air yang telah tercemar oleh bakteri penyebab berbagai penyakit, dapat menularkan kepada manusia atau hewan melalui empat mekanisme:

a. Water Borne Disease

Mekanisme penyebaran penyakit dimana pathogen penyebab penyakit berada dalam air yang telah tercemar dan dapat menyebabkan penyakit infeksi bila terminum oleh manusia atau hewan. Hal ini karena air tersebut mengandung kuman pathogen. Diantara penyakit- penyakit yang disebarkan dengan mekanisme ini adalah penyakit kolera, tifoid, hepatitis A, disentri, poliomyelitis, dan diare.

Menurut Slamet (2002) penyakit yang disebabkan oleh pathogen penyebab penyakit berada dalam air yang telah tercemar adalah :

1. Kolera

Penyakit kolera disebabkan oleh Vibrio cholera. Kolera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui.


(24)

2. Tifoid

Tifoid merupakan penyakit yang menyerang usus halus, penyebabnya adalah Salmonella typhi. Gejala utama adalah panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi rata-rata dua minggu. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.

3. Hepatitis A

Hepatitis A dikenal juga sebagai Hepatitis infectiosa, disebabkan oleh Virus hepatitis A. Gejala utama adalah demam yang akut, dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak, dan sclera mata menjadi kuning, diikuti oleh icterius seluruh kulit. Penyakit ini dapat menyebar secara langsung dari orang ke orang, secara tak langsung lewat air, makanan yang terkontaminasi virus, dan lewat udara. 4. Poliomyelitis

Penyakit ini seringkali disebut “Polio” saja ataupun dikenal sebagai kelumpuhan anak- anak. Polio disebabkan oleh virus. Polio meninggalkan cacat, menyebar lewat lingkungan air yang tidak saniter. Gejala polio sangat bervariasi, dapat sangat ringan, menyerupai penyakit influenza, sampai keadaan kelumpuhan ringan, parah, dan kematian.

5. Diare

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).


(25)

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua.

Menurut USAID yang menjadi penyebab diare adalah:

a. Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum.

b. Infeksi berbagai macam virus.

c. Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu) d. Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor.

b. Water Washed Disease

Mekanisme penyebaran penyakit bila suatu penyakit infeksi dapat dicegah dengan memperbanyak volume pemakaian air serta memperbaiki hygiene perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit- penyakit tertentu dapat dikurangi penularannya pada manusia, dan penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis. Contoh penyakit yang disebabkan adalah penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit infeksi kulit dan selaput lendir, penyakit yang ditimbulkan oleh insekta pada kulit dan selaput lendir.

c. Water Based Disease

Cara penyebaran penyakit ini terjadi bila sebagian siklus hidup penyebab penyakit memerlukan hospes perantara seperti siput air. Infeksi pada manusia dapat dicegah dengan menurunkan keinginan dengan kontak dengan air, mengontrol


(26)

populasi siput air, dan memperbaiki kualitas air. Contoh penyakit yang disebabkan adalah Schistomiasis. Dimana larva schistosoma hidup dalam keong - keong air. Setelah waktunya larva ini mengubah bentuk menjadi cercaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut.

d. Insect Vector Disease

Cara penyebaran berkaitan dengan serangga sebagai vektor penyebaran pathogen penyebab penyakit yang hidup di air. Strategi pencegahan penyebaran penyakit dapat melalui perbaikan pengelolaan air permukaan, menghilangkan tempat- tempat perkembangbiakan serangga yang menjadi vektor penyebaran penyakit infeksi. Contoh- contoh penyakit yang ditularkan melalui vektor yang hidupnya bergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, Yellow fever, dan lain sebagainya.

2.3. Kualitas Air Baku dan Air Bersih

Masalah air baku untuk industri air bersih menjadi sangat penting. Kualitas air bersih yang dipengaruhi kualitas air baku tersebut akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya (Amsyari, 1996).

Kualitas air bersih sangat erat kaitannya dengan kualitas air bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah) kualitasnya sudah cukup baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus mengambil dari sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan akhirnya memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku. Kualitas air sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air tanah dalam sehingga perlu proses yang lebih


(27)

banyak. Pada awalnya proses itu pun tidak begitu berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah tangga yang jumlahnya pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif sederhana (Amsyari, 1996).

Dengan perkembangan industri masalah air baku tidak hanya karena pencemaran dari limbah domestik, akan tetapi juga dari limbah industri yang pekat dengan macam bahan kimiawi yang luas. Bahan beracun dan berbahaya jelas tidak banyak dikeluarkan oleh limbah rumah tangga. Bahan seperti itu umumnya dari industri yang melibatkan banyak reaksi kimia, seperti industri kertas, cat dan lainnya. Jelas proses pengolahan air bersih yang akan dilakukan akan lebih kompleks (Amsyari, 1996).

2.4. Proses Pengolahan Air Bersih

Tujuan pengolahan air bersih merupakan upaya untuk mendapatkan air bersih dan sehat sesuai dengan standard mutu air. Proses pengolahan air bersih merupakan proses fisik, kimia, dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. (Mulia, 2005).

Sumber air untuk keperluan domestik dapat berasal dari beberapa sumber, misalnya dari aliran sungai yang relatif masih sedikit terkontaminasi, berasal dari mata air pegunungan, berasal dari danau, berasal dari tanah, atau sumber lain, seperti air laut. Air tersebut harus terlebih dahulu diolah di dalam wadah pengolahan air sebelum didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan mengandung senyawa yang berbeda, maka sudah menjadi kewajiban pengelola air untuk menjadikan air aman untuk dikonsumsi, yaitu air yang tidak mengandung bahan


(28)

berbahaya untuk kesehatan berupa senyawa kimia untuk mikroorganisme (Manihar, 2007)

Ada banyak cara untuk pengolahan air untuk keperluan air bersih, tergantung pada jenis senyawa atau partikel yang terdapat di dalam air yang akan diolah dan jenis sumber bahan baku air. Modifikasi pengolahan air dan pemilihan serta penambahan bahan pengendap dapat dilakukan untuk efisiensi pengolahan air bersih. Menurut Manihar (2007), beberapa bagian atau langkah penting pengolahan air (bukan hanya air minum) yang sering dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah: 1. Menghilangkan Zat Padat

Sebelum air diolah untuk air bersih, sering ditemukan bahan baku air mengandung bahan-bahan yang terbawa ke dalam arus air menuju bak penampungan. Bahan padat yang mengapung dan melayang dengan ukuran besar tersebut dapat dihilangkan dengan proses penyaringan (filtrasi). Sedangkan untuk bahan padat ukuran kecil dihilangkan dengan proses pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan bahan ukuran kecil yang dikenal sebagai koloid, perlu ditambahkan koagulan.

Bahan Koagulan yang sering dipakai adalah alum (tawas). Tawas di dalam air akan terhidrolisa dan membentuk senyawa kompleks aluminium yang siap bereaksi dengan senyawa basa di dalam air. Endapan berupa senyawa aluminium hidroksida akan terbentuk dan membawa serta mengikat senyawa- senyawa lain yang tersuspensi ke dalamnya dan mengendap bersama- sama berupa lumpur.


(29)

Kalsium dan Magnesium dalam bentuk senyawa bikarbonat dan sulfat sering ditemuka n dalam air yang menyebabkan kesadahan air. Salah satu pengaruh kesadahan air adalah dalam proses pencucian dengan menggunakan sabun karena terbentuknya endapan garam yang sukar larut bila sabun bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium.

Cara untuk menghilangkan kesadahan air, misalnya air untuk konsumsi masyarakat digunakan proses penghilangan kesadahan air dengan penambahan soda Ca(OH2) dan abu soda Na2CO3 sehingga kalsium akan mengendap sebagai Mg(OH)2. Bila kesadahan hanya disebabkan oleh kesadahan karbonat maka cukup hanya dengan menambahkan Ca(OH)2 untuk menghilangkannya.

3. Menghilangkan Bakteri Pathogen

Penghilangan mikroba pathogen dapat dilakukan dengan menggunakan disinfectant. Umumnya bahan- bahan disinfectant ini bersifat oksidator, sehingga dapat membunuh mikroba pathogen. Menurut Waluyo bahan- bahan disinfectant yang banyak dipakai adalah :

a. Kaporit

Klorin bila ditambahkan ke dalam air akan terhidrolisis dengan cepat menghasilkan ion klor dan asam hipoklorit.

b. Ozon

Ozon atau O3 bersifat mudah larut dalam air dan mudah terdekomposisi pada temperatur dan pH tinggi. Penggunaan ozon lebih aman dibanding kaporit, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap klor. Pengolahan dengan proses ozonisasi


(30)

dilakukan dengan cara menyaring air, mendinginkannya, tekanan ditinggikan, dan ozon dipompakan ke dalam wadah air selama 10- 15 menit. Permasalahannya adalah kelarutan ozon di dalam air relatif kecil sehingga kekuatan desinfektannya sangat terbatas. Ozon sangat bereaksi dengan cepat yang menyebabkan persistensinya di dalam air hanya sebentar saja.

c. Iodine dan Bromin

Sudah sejak lama senyawa ini digunakan sebagai antiseptik pada luka, meskipun penggunaanya sebagai desinfektan tidak atau kurang populer sampai saat ini. Dibandingkan dengan klorin, penggunaan ion memerlukan biaya lebih besar. Seperti halnya klorin dan bromine, efektifitas iodine dalam membinasakan bakteri dan kista sangat tergantung pada pH. Tetapi dalam membinasakan virus iodin lebih efektif daripada klorin dan bromine.

Bromin merupakan bakterisida dan virusida yang efektif. Karena kehadiran ammonia dalam air bromin masih lebih efektif bila dibandingkan dengan klorin. d. Desinfektan lain.

Beberapa desinfektan belum atau tidak banyak digunakan karena kurang efektif atau karena penggunaannya masih merupakan hal baru. Desinfektan tersebut adalah:

1. Ferrat

Ferrat merupakan garam dari asam ferric (H2FeO4) dimana Fe bervalensi 6. Sebagai bakterisida dan virusida, ferrat lebih baik daripada kloramin.


(31)

Hidrogen peroksida (H2O2) adalah oksidator kuat yang digunakan pula sebagai desinfektan. Penggunaannya tidak populer, karena harganya mahal dan konsentrasi yang diperlukan sebagai desinfektan cukup tinggi.

3. Kalium Permanganat

Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat yang sudah lama digunakan. Dalam proses pengolahan air bersih, penggunaan KMnO4 adalah sebagai oksidator untuk mengurangi kadar Fe dan Mn dalam air, serta untuk menghilangkan rasa dan bau dari air yang diolah. Selain itu, kalium permanganat digunakan pula sebagai algisida. Penggunaannya sangat terbatas karena harganya mahal, daya bakterisidanya rendah serta warnanya mengganggu bila digunakan pada konsentrasi tertentu.

2.5. Proses Pengolahan Air Bersih di PDAM Tirtanadi Sunggal 2.5.1. Profil Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal

PDAM Tirtanadi cabang Sunggal merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pelayanan dan penyediaan air bersih. Seiring dengan banyaknya permintaan akan air bersih dan setelah sumber air yang ada di Sibolangit tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota Medan, maka pada tanggal 1 April 1969 dilakukanlah pencangkulan pertama tanda dimulainya proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Sunggal oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara yaitu Marah Halim Harahap dan ketua DPRGR Tingkat I Propinsi Sumatera Utara, J. Hutauruk.

Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal terletak di kecamatan Medan Sunggal dengan kapasitas sebesar 1.800 ltr/dtk. Dibangun secara bertahap dari tahun 1970


(32)

hingga tahun 1986. Dengan sumber air untuk instalasi ini berasal dari Sungai Belawan.

Semakin berkembangnya produksi seksi Sunggal maka pada tanggal 19 Mei 1989 seksi Sunggal berubah status organisasi menjadi cabang Sunggal. Selain melakukan pengolahan air untuk kegiatan produksi juga bergerak dalam bidang pemasaran. PDAM Tirtanadi Sunggal telah banyak memperoleh sertifikat ISO 9001-2000 oleh KEMA, Requisteres Quality dan pada tahun 2004 Instalasi Sunggal juga memperoleh sertifikat ISO 14001-2004 oleh TUV.

Instalasi Pengolahan Air Sunggal mempunyai wewenang dan bertanggung jawab untuk menjamiin bahwa air baku yang diolah menjadi air minum yang berkualitas. Air bersih tersebut dialirkan secara kontiniu selama 24 jam sehari dengan debit maksimal 2.100 ltr/dtk, debit minimal 1.200 ltr/dtk.

2.5.2. Proses Pengolahan Air Bersih di Instalasi Pengolahan Air Sunggal

Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal merupakan salah satu unit pengolahan air milik PDAM Tirtanadi dengan sumber air baku dari Sungai Belawan dan merupakan instalasi yang kedua dibangun setelah Instalasi Mata Air ( IMA) Sibolangit.

Sumber energi yang digunakan adalah energi listrik dari PLN tarif I-3 dengan nominal daya 2.770 KVA dimana hampir 1.500.000 kWH setiap bulannya. Selain itu juga digunakan genset sebagai cadangan dengan daya 4.025 KVA.

1. Bendungan

Sumber air baku adalah air permukaan Sungai Belawan yang diambil melalui bendungan dengan panjang 25 meter (sesuai lebar sungai) dan tinggi ± 4 meter. Pada


(33)

sisi kanan bendungan di buat sekat (chanel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 meter dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake.

2. Intake

Bangunan ini adalah saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan kasar) dan fine screen (saringan halus) yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran yang terbawa arus sungai. Masing-masing saluran dilengkapi dengan pintu (sluice gate) pengatur ketinggian air dan penggerak air electromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air yang masuk.

3. Raw Water Tank (RWT)

Bangunan RWT (bak pengendap) dibangun setelah intake terdiri dari 2 unit (4 sel). Setiap unitnya berdimensi 23,3 m x 20 m, tinggi ± 5 m dilengkapi dengan 2 buah inlet gate, 2 buah outlet sluice gate dan pintu bilas 2 buah, berfungsi sebagai tempat pengendapan lumpur, pasir dan lain-lain yang bersifat sedimen.

4. Raw Water Pump (RWP)

RWP (pompa air baku berfungsi untuk memompa air dari RWT ke clearator terdiri dari 16 unit pompa air baku, kapasitas tiap pompa 130 l/det dengan rata-rata head 18 meter memakai motor AC nominal daya 55 KW.

5. Clearator / Clarifier

Bangunan clearator (proses penjernihan air) terdiri dari 5 unit, dengan kapasitas masing-masing 350 l/det berfungsi sebagai tempat pemisah antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan) dilengkapi agitator


(34)

sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis.

Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi dengan sekat-sekat pemisah untuk proses - proses sebagai berikut :

a. Primary Reaction Zone b. Secondary Reaction Zone c. Return reaction Zone d. Clarification Reaction Zone e. Concentrator

Air baku yang mengandung molekul koagulan akan masuk ke clearator melalui primary reaction zone yang berada pada bagian dinding tengah sel secondary reaction zone. Sel secondary adalah inti dari clearator, terletak pada bagian tengah clearator ada alat pengaduk yang disebut blade agitator. Blade agitator bergerak lambat agar terjadi flokulasi. Setelah tawas larut selanjutnya akan mengikat padatan atau partikel yang ada di dalam air dan membentuk partikel (flok) yang lebih besar. Flok-flok ini selanjutnya akan melakukan pengikatan kembali dengan flok lainnya dengan bantuan turbulensi dari gerakan blade agitator tersebut. Flok-flok yang terbentuk akan semakin besar (return reaction zone). Setelah melalui daerah pembentukan flok, air yang lebih bersih masuk ke daerah penjernihan menuju filter sedangkan flok yang lebih besar akan mengendap secara gravitasi ke daerah pengendapan.


(35)

6. Filter

Dari clearator air dialirkan ke filter untuk menyaring kekeruhan (turbidity)berupa flok-flok halus dan kotoran lain yang lolos dari clearator melalui lekatan pada media filter yang berjumlah 32 unit menggunakan jenis saringan cepat masing-masing menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW.

Dalam jangka waktu tertentu filter ini harus dibersihkan dari endapan yang dapat mengganggu proses penyaringan dengan menggunakan electromotor.Dalam jangka waktu tertentu filter akan tersumbat (clogging) oleh flok yang masih tersisa dari proses. Selanjutnya dilakukan back wash yaitu pencucian filter untuk mengoptimalkan kembali fungsi filter.

7. Reservoir

Reservoir merupakan bangunan beton berdimensi panjang 50 m, lebar 40 m, tinggi 3,5 m berfungsi untuk menampung air minum / air olahan setelah melewati media filter dengan kapasitas 12.000 m3 dan kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui reservoir-reservoir distribusi diberbagai cabang. Air yang mengalir dari filter ke reservoir dibubuhi chlor (post chlorination) dan untuk proses netralisasi dibubuhkan larutan kapur jenuh atau soda.

8. Finish Water Pump (FWP)

FWP (pompa distribusi air bersih) berjumlah 14 unit berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa transmisi yang dibagi menjadi 5 jalur Q1 s/d Q5 dengan kapasitas masing-masing 150 ltr/det, total head 50 m menggunakan motor AC rata-rata nominal daya 132 KW.


(36)

Distribusi air yang dialirkan melalui Instalasi Pengolahan (IPA) Sunggal terdiri dari 5 (titik) yaitu :

Dari reservoir 1 air akan didistribusikan melalui tiga jalur yaitu :  Q1 dengan menggunakan pompa 3 dan 4 air didistribusikan ke Diski

 Q2 dengan menggunakan pompa 5, 6, dan 7 air didistribusikan ke Sei Agul.  Q3 dengan menggunakan pompa 8, 9, 10 air didistribusikan ke Sisingamangaraja.

Dari reservoir 2 air akan didistribusikan melalui dua jalur yaitu :

 Q4 dengan menggunakan pompa 3 dan 4 air didistribusikan ke Padang Bulan ( pasar empat).

 Q5 dengan menggunakan pompa 3 dan 4 air didistribusikan ke Setia Budi 9. Sludge Lagoon

Daur ulang adalah cara paling tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di unit Instalasi Pengolahan Air Sunggal yaitu dengan membangun unit pengendapan berupa Lagoon dengan kapasitas 10.800 m3. Lagoon ini berfungsi sebagai media penampung air buangan bekas pencucian system pengolahan dan kemudian air olahannya disalurkan ke RWT untuk diproses kembali.

2.5.3. Laboratorium Pengendalian Mutu Analisa Sisa Chlor Tujuan : Mengukur sisa chlor didalam air

Metode : Colorimetry

Alat : - Comparator dan Kuvet

Bahan : - Indikator Tetra Methyl Benzidine - Sampel air


(37)

Prosedur kerja :

1. Kuvet diisi dengan air sampel + 10 ml.

2. Ditambahkan 3-5 tetes indikator Tetra Methyl Benzidine.

3. Tepatkan kuvet sampel di sebelah kanan dan kuvet blanko disebelah kiri tepat kuvet comparator.

4. Bandingkan warna sampel dengan standar pada comparator.

a. Jika warna sampel sama atau mendekati maka nilai sisa chlor dibaca pada disc comparator.

b. Jika warna sampel tidak sama dengan warna pada disc comparator, maka dilihat nilai tengah (median).

Catatan : Standar sisa chlor di reservoir 0,30 – 1,0 ppm 2.6. Proses Klorinasi

2.6.1. Klorin

Desinfektan ini banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator digunakan untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna pada pengolahan air bersih. Dan untuk mengoksidasi Fe (II) dan Mn (II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe (III) dan Mn (III).

Klorin ini tidak hanya Cl2 saja, tetapi termasuk juga asam hipoklorit (OCl). Juga beberapa kloramin, seperti monokloramin (NH2Cl) dan dikloramin (NHCl2) termasuk di dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl2 atau dari garam- garam NaOCl dan Ca(OCl)2. Sedangkan kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara


(38)

ammonia (NH3), baik organik maupun organik ammonia, di dalam air klorin. (Waluyo, 2009).

Dalam mencari kebutuhan chlor, harus ditentukan besar daya sergap chlornya. Daya sergap chlor adalah banyaknya chlor aktif yang dipakai oleh senyawa pereduksi yang ada dalam air. Jika daya sergap chlor telah dapat ditentukan, maka kebutuhan kaporit dapat ditentukan. (Mulia, 2005).

2.6.2. Jenis –Jenis Klorin 1. Kloramin Anorganik

Kloramin anorganik terbentuk karena adanya ammonia di dalam air. Kloramin kurang efektif sebagai desinfektan bila dibandingkan dengan klorin, tetapi lebih bersifat stabil sehingga residunya lebih persisten.

2. Natrium dan Kalsium Hipoklorit

Kedua senyawa ini banyak digunakan sebagai desinfektan di kolam renang. Keduanya mempunyai efektifitas yang sama dengan klorin.

3. Klorin Dioksida

Klorin dioksida (ClO2) sudah digunakan dalam proses pengolahan air bersih, untuk menghilangkan rasa dan bau akibat adanya fenol. Selain menghilangkan rasa dan bau, klorin dioksida digunakan pula untuk menghilangkan zat besi (Fe) dan mangan (Mn), serta desinfektan dan mencegah adanya algae.

Klorin dioksida bereaksi dengan berbagai jenis zat organik dan zat anorganik, tetapi tidak membentuk THM (trihalometan). Selain itu ClO2 tidak bereaksi dengan ammonia.


(39)

2.6.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Chlorinasi

Menurut Waluyo (2009), Kecepatan dan keampuhan dalam proses chlorinasi tergantung dari beberapa faktor yaitu:

1. Keadaan Mikroorganisme

Faktor- faktor yang mempengaruhi keadaan mikroorganisme, antara lain: a. Jenis Mikroorganisme

Jenis mikroorganisme dapat meliputi bakteri, virus, atau parasit mempunyai kepekaan tertentu terhadap desinfektan yang berlainan. Misalnya resistensi kista protozoa lebih besar daripada Enterovirus. Resistensi Enterovirus lebih besar daripada bakteri enterik.

b. Jumlah Mikroorganisme

Jumlah mikroorganisme yang besar, terutama mikroba pathogen akan memerlukan dosis desinfektan yang lebih besar.

c. Penyebaran Mikroorganisme

Mikroorganisme yang menyebar, akan mudah ditembus oleh desinfektan. Sebaliknya kumpulan bakteri akan lebih sulit ditembus oleh desinfektan. Bakteri cenderung membentuk “clam” dengan supended solids yang ada dalam air yang keruh harus dicurigai sebagai air yang mempunyai bakteri pathogen lebih banyak. 2. Jenis dan Konsentrasi Desinfektan

Setiap desinfektan mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing- masing, baik dari segi teknis (pelarutan dan pembubuhan) mau pun non teknis (harga). Konsentrasi desinfektan berkaitan dengan waktu kontak.


(40)

3. Waktu Kontak

Desinfektan agar dapat berfungsi dengan optimal harus mempunyai waktu kontak yang cukup dengan air yang diproses. Waktu kontak ditentukan sebagai waktu yang tersedia untuk interaksi antara chlor dengan bahan – bahan pereduksi chlor dalam air. Waktu kontak air dengan desinfektan yang dibubuhkan, jika digunakan khlor atau senyawa khlor waktu kontak diantara 30 – 60 menit, sebelum air digunakan, dengan mempertahankan sisa khlor paling sedikit 0,3- 0,5 mg/ l Cl2 setelah waktu kontak tersebut.

4. Faktor Lingkungan

Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi desinfeksi antara lain: a. Suhu

Makin tinggi suhu air, makin tinggi pula efektifitas desinfektan b. pH

Setiap desinfektan akan berfungsi dengan optimal pada pH tertentu, misalnya ozon lebih stabil pada pH rendah (pH= 6). Sedangkan pada klorin daya basminya semakin menurun bila pH nya makin bertambah. Bila pH larutan ≥ 7, maka akan terbentuk kloramin, sedangkan pada pH ≤ 6 maka akan terbentuk dikhloramin

c. Kualitas Air

Air yang mengandung zat organik dan unsur lainnya, akan mempengaruhi besarnya clorine demand sehingga diperlukan konsentrasi klorin yang makin tinggi. d. Pengolahan Air


(41)

Proses pendahuluan yang dilakukan desinfeksi, misalnya pengendapan dan filtrasi, akan mempengaruhi hasil akhir yang akan dicapai. Selain itu saat yang tepat bagi penambahan klorin yang akan mempengaruhi pula akhir yang akan dicapai.

2.7. Mikrobiologi Pada Air

Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati (bangkai), kotoran manusia atau hewan, bahan organik lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut mungkin tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup dalam air karena lingkungan hidupnya yang tidak cocok. (Fardiaz, 1992).

Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air bervariasi tergantung dari berbagai faktor. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber Air

Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber air tersebut, misalnya air permukaan (danau, sungai), air tanah (sumur, mata air), air tergenang, air laut, dan sebagainya. Misalnya pada air laut yng ditumbuhi ganggang memungkinkan pertumbuhan bakteri fotosintetik sulfur hijau dan ungu, bakteri yang hanya dapat tumbuh pada medium air laut seperti Thiothirx, Beggiatoa, Thiovalum dan Thiobacillus.

2. Komponen Nutrien Dalam Air

Air, terutama air buangan sering mengandung komponen- komponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme yang bersifat saprofit organotrofik sering tumbuh pada air buangan yang mengandung sampah


(42)

tanaman dan bangkai hewan. Semua air secara alamiah juga mengandung mineral- mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme di dalam air.

3. Komponen Beracun

Komponen beracun yang terdapat di dalam air mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air tersebut. Sebagai contoh, air laut mengandung garam dengan konsentrasi yang terlalu tinggi untuk kehidupan kebanyakan spesies mikroorganisme. Hidrogen sulfida yang diproduksi oleh mikroorganisme pembusuk dari sampah- sampah organik bersifat racun terhadap ganggang dan mikroorganisme lainnya, tetapi sebaliknya H2S dapat digunakan oleh bakteri fotosintetik sebagai donor electron/ hydrogen untuk mereduksi karbondioksida.

4. Organisme Air

Adanya organisme lain di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme. Sebagai contoh, plankton merupakan organisme yang makan bakteri, ganggang dan plankton lainnya, sehingga adanya plankton dapat mengurangi jumlah organisme-organisme tersebut. Adanya protozoa dan bakteriophage mengurangi jumlah bakteri di dalam air karena kedua organisme tersebut dapat membunuh bakteri.

5. Faktor Fisik

Faktor-faktor fisik yang berpengaruh terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme adalah suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan penetrasi sinar matahari. Sebagai contoh, mikroorganisme yang dapat hidup di dalam air laut adalah yang tahan terhadap tekanan osmotik tinggi.


(43)

6. Komponen polutan.

Air yang mengandung polutan yang berasal dari tanaman dan bangkai hewan mengandung bakteri koliform, sedangkan air yang mengandung sampah organik akan menyebabkan pertumbuhan bakteri anaerob seperti Clostridium dan Disulfovibrio. 2.8. Bakteri Indikator Polusi

Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia atau hewan.

Syarat- syarat bakteri indikator tersebut mungkin tidak selalu dapat dipenuhi karena bakteri indikator mungkin berbeda dalam hal toleransi terhadap suhu, tingkat khlorinasi, dan terhadap konsentrasi garam. Bakteri indikator tersebut adalah :

1. Escherichia coli

Escherichia coli adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal.

2. Streptococcus Fecal

Streptococcus adalah suatu bakteri yang bersifat gram positif, berbentuk bulat memanjang yang disebut juga kokobasili. Streptococcus fecal dapat dibedakan dari Streptococcus lainnya karena bakteri ini hidup di dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas, tahan terhadap bile, dan dapat tumbuh pada suhu 45oC.


(44)

3. Clostridium perfringens

C. perfringens merupakan bakteri yang bersifat gram positif berbentuk batang dan membentuk spora. Bakteri ini tersebar luas di alam, yaitu di dalam tanah, debu, dan merupakan bagian dari mikroflora normal di dalam saluran usus manusia dan hewan. Bakteri ini bersifat aerobik, tetapi masih tahan hidup pada kondisi aerobik, meskipun pertumbuhannya lebih dirangsang pada kondisi anaerobik.

2.9. Escherichia coli

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama seorang bacteriologist yang berasal dari Germani yaitu Theoder Von Escherich, yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertama kali pada tahun 1885. DR. Escherich juga berhasil membuktikan bahwa diare dan gastroenteritis yang terjadi pada infant adalah disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (Andriani, 2004). 2.9.1. Escherichia coli Yang Berhubungan Dengan Penyakit Diare

Berdasarkan Brooks (2005), Escherichia coli yang berhubungan dengan penyakit diare adalah :

1. Enterophatogenic E. coli (EPEC)

Enterophatogenic E. coli (EPEC) merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC awalnya dihubungkan dengan terjangkitnya diare di ruang perawatan di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mucosa usus kecil. Faktor yang berhubungan dengan kromosom mendukung pelekatan yang erat.


(45)

Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, yang biasanya susah diatasinamun tidak kronis. Diare EPEC berhubungan dengan berbagai serotype spesifik dari E. coli. Waktu diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik.

2. Enterotoxigenic E.coli (ETEC)

Enterotoxigenic E.coli (ETEC) merupakan penyebab umum diare pada musafir dan merupakan penyebab yang sangat penting dari diare pada bayi di Negara berkembang. Cara untuk membantu mencegah diare ini adalah dengan memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial terkontaminasi ETEC. Antimicrobial prophylaxis dapat menjadi efektif tetapi dapat terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik pada bakteri dan mungkin tidak dianjurkan secara keseluruhan. Pemberian antibiotik yang efektif akan memperpendek jangka waktu penyakit.

3. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC)

Enterohemorrhagic E.coli (EHEC) memproduksi verotoksin. EHEC banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare yang parah, dan dengan sindroma uremic hemolytic, sebuah penyakit akibat kegagalan ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia, dan thrombocytopenia. Hemorrhagic colitis dan komplikasinya dapat dicegah dengan cara memasak daging segar.

4. Enteroinvasire E. coli (EIEC)

Enteroinvasire E. coli (EIEC) menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit yang terjadi umumnya pada anak di Negara berkembang dan


(46)

dalam perjalanan ke Negara tersebut. EIEC menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epithelial mukosa usus.

5. Enteroagregative E. coli (EAEC)

Enteroagregative E. coli (EAEC) menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu > 14 hari) pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik, meskipun demikian dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mucus, dan terjadinya diare.

2.9.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Eschericia coli Dalam Air 1. Sumber air.

Sumber air yang berbeda seperti air hujan, air laut, air permukaan dan air tanah mengandung mikroorganisme dalam jumlah dan jenis yang berbeda pula. Air permukaan yang tercemar oleh kotoran hewan dan manusia akan mengandung bakteri Eschericia coli (Anonim).

2. Suhu.

Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum adalah suhu terendah tetapi mikroba masih dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu paling baik untuk pertumbuhan mikroba. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi untuk kehidupan mikroba. Eschericia coli merupakan mikroba


(47)

yang tahan hidup pada suhu tinggi (mikroba termofi). Kelompok ini mempunyai suhu minimum 400C, optimum pada suhu 55-600C dan suhu maksimum untuk pertumbuhannya 750C (Anonim, 2009).

3. pH

Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Eschericia coli merupakan mikroba alkalifil yaitu kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5. (Anonim, 2009).

4. Kerusakan atau kebocoran pipa

Adanya kerusakan atau kebocoran pipa dapat menyebabkan masuknya air tanah ke dalam sistem distribusi terutama bila tekanan airnya rendah dan lebih kecil dari tekanan air tanah. Dengan masuknya air tanah ke dalam sistem distribusi akan menyebabkan pencemaran baik secara kimiawi maupun pencemaran bakteriologis. (Said, 2002).

2.10. Sistem Distribusi Air Bersih

2.10.1.Defenisi Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan (konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain adalah :

1. Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani.

Daerah layanan ini meliputi wilayah IKK (Ibukota Kecamatan) atau wilayah kabupaten/ Kotamadya. Jumlah penduduk yang akan dilayani tergantung pada


(48)

kebutuhan, kemauan (minat), dan kemampuan atau tingkat sosial ekonomi masyarakat. Sehingga dalam suatu daerah belum tentu semua penduduk terlayani. 2. Kebutuhan air

Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi daerah pelayanan.

3. Letak topografi daerah layanan

Letak topografi daerah layanan akan menentukan sistem jaringan dan pola aliran yang sesuai.

4. Jenis sambungan sistem

Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi :

a. Sambungan halaman yaitu pipa distribusi dari pipa induk/ pipa utama ke tiap- tiap rumah atau halaman.

b. Sambungan rumah yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa induk/ pipa utama ke masing- masing utilitas rumah tangga.

c. Hidran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komunal pada suatu daerah tertentu unuk melayani 100 orang dalam setiap hidran umum. d. Terminal air adalah distribusi air melalui pengiriman tangki-tangki air yang

diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau daerah yang rawan air bersih.

e. Kran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komunal pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke masing- masing rumah. Biasanya satu kran umum dipakai untuk melayani kurang lebih dari 20 orang.


(49)

2.10.2.Pipa Distribusi

Pipa distribusi adalah pipa yang membawa air ke konsumen meliputi :

1. Pipa induk yaitu pipa utama pembawa air yang akan dibagikan kepada konsumen. 2. Pipa cabang yaitu pipa cabang dari pipa induk.

3. Pipa dinas yaitu pipa pembawa air yang langsung melayani konsumen. 2.10.3.Tipe Pengaliran

Tipe pengaliran sistem distribusi air bersih meliputi aliran gravitasi dan aliran secara pemompaan. Tipe pengaliran secara gravitasi diterapkan bila tekanan air pada titik terjauh yang diterima konsumen masih mencukupi. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka pengaliran harus menggunakan sistem pemompaan.

2.10.4.Pola Jaringan

Macam pola jaringan sistem distribusi air bersih : 1. Sistem cabang

Sistem cabang adalah sistem pendistribusian air bersih yang bersifat terputus membentuk cabang- cabang sesuai dengan daerah pelayanan.

2. Sistem Loop

Sistem Loop adalah sistem perpipaan melingkar dimana ujung pipa yang satu bertemu kembali dengan ujung pipa lain.

2.10.5.Perlengkapan Sistem Distribusi Air Bersih 1. Reservoir

Fungsi reservoir adalah untuk menampung air bersih yang telah diolah dan memberi tekanan. Jenis reservoir meliputi :


(50)

a. Ground reservoir yaitu bangunan penampung air bersih di bawah permukaan tanah.

b. Elevatad reservoir adalah bangunan penampung air yang terletak di atas permukaan tanah dengan ketinggian tertentu sehingga tekanan air pada titik terjauh masih tercapai.

2. Bahan Pipa

Bahan pipa yang biasa dipakai untuk pipa induk adalah pipa galvanis, bahan pipa cabang adalah PVC, sedangkan untuk pipa dinas dapat digunakan pipa dari jenis PVC atau galvanis. Keuntungan jika memakai pipa galvanis adalah pipa tidak mudah pecah bila tekanan air yang mengalir cukup besar atau mendapat tekanan dari luar yang cukup berat meskipun harganya relatif mahal. Sedangkan untuk pipa PVC akan lebih mudah pecah walaupun dari segi harga lebih murah.

3. Valve (Katup).

Valve berfungsi untuk mengatur arah aliran air dalam pipa dan menghentikan air pada suatu daerah apabila terjadi kerusakan.

4. Meter Air

Meter air berfungsi untuk mengukur besar aliran yang melalui suatu pipa. 5. Flow Restrictor (Pembatas arus).

Flow restrictor berfungsi untuk pembatas air baik untuk rumah maupun kran umum agar aliran merata.

6. Assessoris Perpipaan

a. Sok (sambungan pipa), fungsinya untuk menyambungkan pipa pada posisi lurus. Sok dibedakan menjadi:


(51)

i. Sok turunan yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai diameter berbeda ii. Sok adaptor yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai tipe yang berbeda,

misalnya PVC dengan galvanis.

b. Flens (sambungan pipa), berfungsi untuk menyambung pipa. Penyambungan dengan flens dilakukan untuk pipa yang kedudukannya di atas permukaan tanah dengan diameter yang lebih besar dari 50 mm. Flens diperlukan dalam bentuk flens adaptor.

c. Water mul dan Nipel (sambungan pipa), berfungsi untuk menyambung pipa dalam posisi lurus. Pipa ini dapat dibuka kembali meskipun kedudukan pipa-pipa yang disambung dalam keadaan mati.

d. Penyambung gibault (sambungan pipa), khusus dipakai menyambung pipa asbestos semen.

e. Dop dan plug (penutup), berfungsi untuk menutup ujung akhir pada pipa.

f. Bend (sambungan pipa), berfungsi untuk menyambung pipa yang posisinya membentuk sudut satu sama lainnya.

g. Tee (sambungan pipa berbentuk T), fungsi untuk menyambung pipa bila ada pencabangan tiga pipa yang saling tegak lurus.

2.10.6.Deteksi Kebocoran

Dalam perencanaan sistem distribusi air besih tidak menutup kemungkinan terjadi kebocoran atau kehilangan air. Kehilangan air didefinisikan sebagai jumlah air yang hilang akibat :

1. Pemasangan sambungan yang tidak tetap.


(52)

3. Penyambungan liar.

Untuk mengetahui jika terjadi kebocoran yang tidak tepat misalnya air rembesan dari keretakan pipa, dapat diatasi dengan alat pendeteksi kebocoran yang disebut Leak detector. Sedangkan upaya untuk mengurangi terjadinya kehilangan air yang lebih besar dalam perencanaan sistem distribusi air dilakukan pembagian wilayah atau zoning untuk memudahkan pengontrolan kebocoran pipa, serta pemasangan meteran air.

2.11. Kerangka Konsep

Air PDAM Sunggal

Jarak pelanggan dari sumber pengolahan air bersih

E.coli

Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat

Pemeriksaan Laboratorium

PERMENKES No. 416 Tahun 1990

Ada

Tidak Ada


(53)

2.12. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal

Ho: Tidak ada hubungan antara jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di rumah pelanggan PDAM Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan pemeriksaan laboratorium.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan mengambil lokasi di Kecamatan Medan Sunggal. Dipilihnya Kecamatan Medan Sunggal sebagai lokasi penelitian karena:

1. Kecamatan Medan Sunggal merupakan kecamatan yang paling banyak menggunakan air dari PDAM Sunggal dibandingkan dengan kecamatan lain yang juga dialiri air dari PDAM Sunggal.

2. Kecamatan Medan Sunggal merupakan Kecamatan dimana Instalasi Pengolahan PDAM Sunggal berada.

3. Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai hubungan jarak distribusi air bersih dengan jumlah Eschericia coli di Kecamatan Medan Sunggal.

Penelitian dilakukan di beberapa Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal yaitu Kelurahan Sunggal, Kelurahan Sei Kambing, Kelurahan Kampung Lalang, Kelurahan Simpang Tanjung, Kelurahan Tanjung Rejo. Pemilihan 5 (lima) Kelurahan tersebut dengan alasan bahwa Kelurahan tersebut merupakan Kelurahan yang air nya didistribusikan oleh PDAM Sunggal.

Lokasi pemeriksaan sampel air dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL-PPM) Medan


(55)

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2010 3.3.Objek Penelitian

Objek penelitian adalah Rumah penduduk yang berada pada setiap jarak kurang lebih 700 m dari Instalasi Pengolahan Air PDAM Sunggal sampai 15 sampel. Sampel adalah air dari rumah penduduk yang terletak pada setiap jarak antara 700 m dari Instalasi Pengolahan Air PDAM Sunggal sampai 15 sampel.

Objek penelitian didapatkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907 tahun 2002 tentang “Syarat- Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum”, jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi untuk pemeriksaan kualitas bakteriologi adalah :

Tabel 3.1.Jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi untuk pemeriksaan kualitas bakteriologi

Penduduk yang dilayani Jumlah minimal sampel per bulan

< 5000 jiwa 1 sampel

5000 s/d 10 000 jiwa 1 sampel per 5000 jiwa

> 100 000 jiwa 1 sampel per 10 000 jiwa, ditambah 10 sampel tambahan

Data pelanggan air PDAM Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal pada bulan Januari 2010 adalah 17.027 Kepala Keluarga. Jika diestimasikan satu Kepala Keluarga memiliki 4 (empat) jiwa anggota keluarga maka jumlah pelanggan di Kecamatan Medan Sunggal adalah 4 x 17.027 = 68.108 jiwa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907 tahun 2002 maka didapatkan jumlah sampel 68.108 : 5000 = 13,62 dan dibulatkan menjadi 15 sampel.


(56)

Panjang Kecamatan Medan Sunggal adalah 11 km (11000 meter). Untuk mendapatkan sampel sebesar 15 sampel maka panjang kecamatan Sunggal dibagi dengan jumlah sampel yang akan diambil yaitu 11000 m : 15 = 700 meter. Maka sampel diambil masing- masing satu sampel pada setiap jarak kisaran 700 m .

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1.Data Primer

Dalam melakukan penelitian, peneliti memperoleh data primer dengan cara pemeriksaan E.coli pada air di rumah penduduk yang terletak pada setiap jarak kisaran 700 m dari Instalasi Pengolahan Air PDAM Sunggal sampai 15 sampel. 3.4.2.Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait serta dari literatur- literatur yang berhubungan untuk mendukung penelitian. 3.5.Defenisi Operasional

1. Air dari PDAM Sunggal adalah air yang didistribusikan oleh pihak PDAM cabang Sunggal.

2. Jarak pelanggan dari sumber pengolahan air bersih adalah daerah yang dialiri air PDAM di Kecamatan Medan sunggal yang mempunyai jarak kisaran setiap 700 m dari Instalasi Pengolahan Air PDAM Sunggal sampai 15 sampel.

3. E.coli merupakan bakteri yang biasa dalam air yang digunakan sebagai indikator pencemar air.


(57)

4. Pemeriksaan laboratorium adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui jumlah Eschericia coli di air yang menjadi sampel yang dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL-PPM) Medan.

5. Ada adalah ditemukannya Eschericia coli pada sampel dari rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal

6. Tidak ada adalah tidak ditemukannya Eschericia coli pada sampel dari rumah pelanggan PDAM Tirtanadi Sunggal di Kecamatan Medan Sunggal

7. Permenkes no. 416 adalah peraturan yang mengatur tentang syarat- syarat dan pengawasan kualitas air

8. Memenuhi syarat adalah kualitas air yang tidak melebihi nilai yang telah ditetapkan di Permenkes no. 416 tahun 1990.

9. Tidak memenuhi syarat adalah kualitas air yang telah melewati nilai standard dari Permenkes no. 416 tahun 1990.

3.6.Pelaksanaan Penelitian 3.6.1. Bahan dan Peralatan a. Bahan

1. Gram Buffer phosphate pH 7,2 2. Lactosa Broth

3. BGLB 4. Endo agar 5. Gentiane Violet


(58)

6. Alkohol 99% 7. Fuction b. Peralatan

1. Autoclave

2. Incubator 370C dan 440C 3. Timbangan

4. Labu Erlenmeyer 5. Rak tabung reaksi 6. Petri Disk

7. Pipa steril: 1cc dab 10cc 8. Kawat ose

9. Tabung durham

3.6.2. Cara Pengambilan Sampel

Air diambil dari kran rumah penduduk yang terletak pada jarak kisaran 700 m dari Instalasi Pengolahan Air PDAM Sunggal sampai 15 sampel. Pengambilan sampel air pada kran :

1. Membersihkan kran

Kran dibersihkan dari setiap benda yang menempel yang mungkin dapat mengganggu dengan menggunakan kain bersih, bersihkan ujung kran dari setiap kotoran atau debu.

2. Membuka kran

Kran diputar sampai terbuka sehingga air mengalir secara maksimal dan biarkan air mengalir selama 1-2 menit.


(59)

3. Mensterilkan kran

Kran distrerilkan selama satu menit dengan api dari kapas yang telah dicelupkan ke dalam alkohol.

4. Membuka kran terlebih dahulu untuk mengambil sampel

Kran dibuka hati-hati dengan memutar dan biarkan air mengalir selama 1-2 menit dengan aliran yang diatur sedang-sedang saja.

5. Membuka botol-botol steril a. Teknik standar

Tali pengikat kertas pelindung warna coklat dilepas dan penutup diangkat atau diputar

b. Teknik penutup dengan alat

Tali pengikat kertas pelindung warna coklat dilepas dan kemudian diangkat, sementara kawan lain membuka bungkusan kecil isi penutup botol steril

6. Mengisi botol-botol

Sambil memegang penutup dan pelindung yang mukanya menghadap ke bawah (untuk mencegah masuknya debu yang mungkin mengandung mikroorganisme), botol dengan segera ditaruh di bawah air mancur dan diisi. Sedikit udara dirasakan tetap berada dalam botol supaya bisa dikocok pada waktu pengambilan sebelum dianalisa.

7. Penutupan atau penyumbatan botol a. Teknik standar

Botol disumbat atau ditutup dengan memutar kemudian melindungi dengan ditempelkan kertas coklat ditempatnya dan diikat.


(60)

b. Teknik menutup dengan alat

Penutup diletakkan di tempatnya dan kemudian di press dengan alat penutup, kertas cokelat pelindung ditempelkan kemudian diikat.

Sampel diambil masing- masing satu sampel dari setiap jarak kurang lebih 700 m dari Instalasi Pengolahan Air sampai 15 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria rumah yang menggunakan air PDAM sebagai sumber air bersih serta rumah yang mudah dijangkau yaitu rumah yang berada di tepi jalan utama.

3.6.3. Cara Pelaksanaan Pemeriksaan

Untuk menentukan adanya coliform didalam air dipakai sistem Multiple Tukes. Sistem ini dilengkapi dengan daftar MPN (Most Probable Number). Pemeriksaan MPN dilakukan terhadap bahan pemeriksaan yang telah disiapkan dengan menggunakan metode tabung ganda : 5 x 10 ml, 1 x 1 ml, 1 x 0,1ml.

1. Test Perkiraan (Presumtive test)

Media yang biasa digunakan adalah lactose broth. - Cara pemeriksaan:

Siapkan 7 tabung reaksi yang masing-masing media lactose broth yang berisi tabung durham. Air ditanam 5 tabung masing-masing 10ml: 1 tabung = 1 ml; 1 tabung = 0,1ml, dan dituliskan standart portion; 5 x 10ml;1 x 1ml,1 x 0,1ml.

Tabung-tabung ini dieramkan 2 x 24 jam 370C. Tabung positif adalah tabung yang terjadi peragian dan terdapat gas pada tabung durham, dan dilanjutkan dengan test penegasan.


(61)

Media yang dipergunakan Brilian Green Lactosa bile Broth (BGLB 2%), test ini untuk menegaskan hasil positif dari hasil perkiraan.

- Cara Pemeriksaan :

a) Dari tiap-tiap tabung test perkiraan yang positif dipindahkan 1-2 ose kedalam tabung konfirmative yang berisi 10 ml BGLB 2% dari masing-masing tabung Presumtive di inokulasikan ke dalam 2 tabung BGLB 2%.

b) Satu seri tabung BGLB 2% diinokulasikan pada suhu 370C selama 24-48 jam , untuk memastikan adanya coliform. Pada satu seri yang lain diinokulasikan pada suhu 440C selama 24 jam untuk memastikan adanya koli tinja.

c) Pembacaan dilakukan setelah 24 - 48 jam dengan melihat jumlah tabung BGLB 2% yang menunjukkan positif gas.

Pembacaan hasil dari test penegasan dilakukan dengan menghitung jumlah tabung yang menunjukkan adanya gas, baik pada seri tabung yang di inkubasi pada suhu 370C ataupun pada seri tabung yang di inkubasi 440C angka yang diperoleh dicocokkan dengan tabel MPN, maka akan diperoleh indeks MPN coliform untuk tabung yang diinkubasikan pada suhu 370C dan indeks MPN koli tinja untuk tabung yang diinkubasikan pada suhu 440C.

3.7.Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan perangkat komputer.

a. Data univariat yaitu jarak rumah pelanggan dari PDAM Sunggal dan jumlah Eschericia coli di setiap jarak rumah pelanggan.


(62)

b. Data bivariat yaitu hubungan jarak distribusi air bersih dengan jumlah Escherichia coli di rumah pelanggan diolah dengan Korelasi Spearman kemudian data disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Sunggal merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan di Kota Medan dengan luas wilayah 14,116 Km2. Secara geografis batas-batas wilayah Kecamatan Medan Sunggal adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatam Medan Helvetia 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Selayang 3. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Baru / Petisah 4. Sebelah Barat : Deli Serdang

Kecamatan Medan Sunggal memiliki 6 Kelurahan yaitu Sunggal, Tanjung Rejo, Babura, Simpang Tanjung, Sei Sekambing B, dan Lalang.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2008

No. Kelurahan Jumlah Penduduk

1. Sunggal 26.850 jiwa

2. Tanjung Rejo 31.029 jiwa

3. Babura 11.146 jiwa

4. Simpang Tanjung 1.346 jiwa

5. Sei Sikambing B 23.123 jiwa

6. Lalang 14.996 jiwa

Medan Sunggal 108. 688 jiwa

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Dari tabel 4.1. di atas diketahui bahwa penduduk yang paling banyak berada pada Kelurahan Tanjung Rejo yaitu sebanyak 31.029 jiwa sedangkan penduduk yang paling sedikit di Kelurahan Simpang Tanjung sebanyak 1.346 jiwa.


(64)

Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, dan Rata - Rata Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2008 No. Kelurahan Rumah Tangga Rata–RataAnggota Rumah

Tangga (Orang)

1. Sunggal 4.985 5,39

2. Tanjung Rejo 7.378 4,23

3. Babura 2.635 4,23

4. Simpang Tanjung 294 4,64

5. Sei Sekambing B 6.794 3,40

6. Lalang 3.136 4,78

25.222 4,31

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Dari tabel 4.2. di atas dapat diketahui bahwa Jumlah Rumah Tangga terbanyak berada di Kelurahan Tanjung Rejo sebesar 7.378 Rumah Tangga, dan jumlah paling sedikit pada Kelurahan Simpang Tanjung yaitu sebesar 294 Rumah Tangga.

Kebutuhan air bersih di Kecamatan Medan Sunggal ini diperoleh dari PDAM Sunggal. Berikut digambarkan jumlah pelanggan PDAM berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal.

Tabel 4.3.Jumlah Pelanggan PDAM Sunggal Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2010

No. Kelurahan Jumlah Pelanggan (KK)

1. Sunggal 4.679

2. Tanjung Rejo 4.627

3. Simpang Tanjung 972

4. Sei Sekambing B 3.342

5. Lalang 3.407

Jumlah 17.027

Sumber: PDAM Tirtanadi Cabang Sunggal Tahun 2010

Dari tabel 4.3. di atas dapat diketahui bahwa Jumlah pelanggan PDAM Sunggal yang paling banyak berada pada Kelurahan Sunggal, yaitu sebesar 4.679 Rumah Tangga, dan jumlah yang paling sedikit berada pada Kelurahan Simpang Tanjung, yaitu sebesar 972 Rumah Tangga.


(1)

2010.

Situmorang, M. 2007. Kimia Lingkungan. FMIPA Unimed, Medan.

Slamet, JS. 2002. Kesehatan Lingkungan.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sulistyowati, A. 2004. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di RSS Griya Bukateja Baru Kabupaten Purbalingga Tahun 2004. Skripsi.

Susanto, H. 2006, Sistem Suplai Air Bersih Untuk Universitas Negeri Semarang. Skripsi, FT, UNS, Semarang.

Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press, Malang.

WHO. 2001. Planet Kita Kesehatan Kita Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


(2)

Observasi Pada Rumah Pelanggan PDAM Sunggal Di Kecamatan Medan Sunggal

No. Nama Pelanggan Jarak Dari PDAM Sunggal Kebocoran

Observasi Pada Rumah Pelanggan Kondisi

Kran

Letak Kran

Letak Pipa

1. Suko 700 m Pernah Tampak

Kotor Di Kamar Mandi Di selokan dengan air tergenang 2. Ajo Ampera 1400 m Tidak

Pernah

Berkarat Di Kamar Mandi

Di selokan 3. Nisa 2100 m Tidak

Pernah Tampak Bersih Di Wastafel Di selokan 4. Dodi 2800 m Tidak

Pernah Tampak Kotor Di Luar Rumah Di selokan 5. Hj.Siti

Aminah

3500 m Pernah Tampak Kotor Di Wastafel Di selokan dengan air tergenang 6. Surapman

ST

4200 m Pernah Tampak bersih

Di Wastafel

Di selokan 7. Ridwan 4900 m Tidak

Pernah Tampak Bersih Di Luar Rumah Di selokan dengan air tergenang 8. M.Yunus 5600 m Pernah Berlumut Di

Wastafel

Di selokan

9. Hj. Nur

Kamal

6300 m Pernah Tampak Bersih Di Wastafel Di selokan dengan air tergenang 10. Iwan 7000 m Tidak

Pernah Tampak Bersih Di Wastafel Di selokan 11. Nanda 7700 m Tidak

pernah

Berkarat Di Wastafel

Di selokan 12. Susan 8400 m Tidak

Pernah Tampak Bersih Di Wastafel Di selokan 13. Rawanto

Surbakti

9100 m Pernah Tampak Bersih

Di Luar Rumah

Di selokan 14. Gunawan 9800 m Tidak

Pernah

Berkarat Di Kamar Mandi

Di selokan 15. Nazaruddin 10500 m Tudak

Pernah Tampak Bersih Di Kamar Mandi Di selokan


(3)

MASTER DATA

HUBUNGAN JARAK DISTRIBUSI AIR BERSIH DENGAN JUMLAH Escherichia coli DI RUMAH PELANGGAN PDAM TIRTANADI

SUNGGAL DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2010

No Jarak Peringkat Jumlah E.coli Peringkat

1 700 m 1 0 7

2 1400 m 2 0 7

3 2100 m 3 0 7

4 2800 m 4 0 7

5 3500 m 5 34 9

6 4200 m 6 0 7

7 4900 m 7 0 7

8 5600 m 8 2 8

9 6300 m 9 0 7

10 7000 m 10 0 7

11 7700 m 11 0 7

12 8400 m 12 0 7

13 9100 m 13 0 7

14 9800 m 14 0 7


(4)

Hasil Analisa Data Nonparametric Correlations

Correlations

1.000 -.145

. .606

15 15

-.145 1.000

.606 .

15 15

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N JARAK

ECOLI Spearman's rho


(5)

Gambar Lampiran 1. Kondisi Pipa Yang Tidak Bocor Dan Tidak Tergenang Air Selokan


(6)

Gambar Lampiran 3. Test Penegasan Dengan Menambahkan EC Medium Pada Sampel Yang Positif Mengandung Eschericia coli