Hubungan Akuntansi Pertanggungjawaban Dengan Kepuasan Kerja

3. Rekan sekerja Teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pekerjaannya. Seseorang dapat memuaskan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan. 4. Atasan Seseorang yang senantiasa memberi perintah dan petunjuk dalam pelaksanaan kerja.

2.2.8. Hubungan Akuntansi Pertanggungjawaban Dengan Kepuasan Kerja

Hubungan akuntansi pertangungjawaban dengan kepuasan kerja dapat dijelaskan dari teori motivasi. Teori ini adalah teori dua faktor yang dikemukan oleh Dr. Frederick Herzberg yang dikutip dari Supriyono 2000:247 serta teori Porter dan Lawier yang dikutip dari Supriyono 2000:251. a. Teori Dua Faktor. Teori dua faktor atau teori motivasi – higiene memisahkan dua perangkat yang menerangkan sikap terhadap tugas karyawan, yaitu 1 faktor kepuasan, dan 2 faktor ketidakpuasan. Dari penelitian herzberg diketahui bahwa kepuasan kerja diperoleh karena melakukan pekerjaan baik. Kepuasan tersebut merupakan motivasi yang semuanya berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan atau terhadap isi pekerjaan, sehingga faktor ketidakpuasan disebut juga faktor lingkungan atau faktor higiene. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan dan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan menurut herzberg yang dikutip dari Supriyono 2000:247. Tabel 2.2 Faktor Kepuasan dan Ketidakpuasan Faktor Kepuasan Faktor Motivasi Faktor Ketidakpuasan faktor Higiene Prestasi Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan Pengakuan Pertanggungjawaban Kemajuan Supervisi pengawasan Kondisi kerja Hubungan antar manusia Perkembangan Gaji atau penghasilan Status Keamanan kerja Kehidupan personal Sumber : Supriyono 2000:247 b. Teori Porter dan Lawier. Teori ini dapat dijelaskan setelah melihat gambar dari model motivasi Porter dan Lawier yang dikutip Supriyono. Nilai imbalan Kemampuan melaksanakan tugas Persepsi imbalan yang sepadan dan adil Usaha Keberhasilan prestasi Imbalan intrinsik Imbalan ekstrinsik Kepuasan Persepsi usaha dan probabilitas imbalan Persepsi tugas yang diberikan Sumber : Supriyono 2000:252 Gambar 2.1 Model Motivasi Porter dan Lawier Dari gambar diatas dijelaskan sebagai berikut : a. Jeleknya prestasi mungkin tejadi jika kemampuan karyawan kurang, peranan prestasi individual terhadap tugas ternyata salah, dan usaha untuk mencapai prestasi juga kurang. Jadi, keberhasilan prestasi dipengaruhi oleh kemauan karyawan melaksanakan tugas persepsi yang benar terhadap tugas tersebut, dan usaha yang baik untuk mencapai prestasi. b. Keberhasilan prestasi membentuk persepsi tentang imbalan yang dirasakan sepadan dan adil, serta menuju kearah penentuan besarnya imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Disamping itu, keberhasilan prestasi membentuk persepsi usaha dan probabilitas imbalan. c. Faktor imbalan intrinsik dan ekstrinsik tersebut setelah dipertemukan dengan persepsi rasa adil dan kesepadanan atas imbalan yang diterima akan menimbulkan kepuasan. d. Kepuasan, bisa berarti rasa puas atau tidak puas, menentukan nilai imbalan. e. Pada akhirnya, nilai imbalan serta persepsi usaha dan probabilitas imbalan diharapkan menentukan usaha yang akan dilakukan berikutnya sebagai suatu siklus yang berulang. Dari penjelasan teori Porter dan Lawier diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki kaitan langsung dengan prestasi karena prestasi yang baik mengarah ke akuntansi pertanggungjawaban yang baik pula, dalam artian bisa merealisasikan anggaran yang direncanakan. Sehingga, menimbulkan imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang lebih tinggi dan didukung oleh persepsi imbalan yang sepadan dan adil. Teori Porter dan Lawier didukung oleh pendapat Wardhani2001:3 yang menyatakan bahwa akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan secara baik pada setiap bagian, dapat memberikan kemudahan bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan manajemen, sehingga dapat menimbulkan kepuasan kerja karena manajer berhasil menyelesaikan pekerjaan.

2.3. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukan sebelumnya, maka dapat diambil premis-premis sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengambil hipotesis. Adapun premis-premis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Premis 1 : Dalam akuntansi pertanggungjawaban harus terdapat desentralisasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab pada masing-masing tingkatan manajemen Mulyadi, 1986:381. Premis 2 : Untuk pengendalian biaya , anggaran biaya harus disusun sesuai dengan tingkatan manajemen dalam organisasi Mulyadi, 1986:382. Premis 3 : Penggolongan biaya atas dasar dapat tidaknya biaya tersebut dikendalikan oleh manajer masing-masing tingkatan manajemen adalah agar laporan pertanggungjawaban benar-benar mencerminkan tingkat pertanggungjawaban dari masing-masing tingkatan manajemen.