Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan negara Indonesia sesuai alinea 4 UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melaksanakan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran di sekolah dapat mencerdaskan kehidupan bangsa karena sekolah merupakan lembaga penyelenggara pendidikan formal yang menjadi tempat belajar siswa untuk memperoleh pengalaman dan terjadinya pembentukan kreativitas, kemandirian bersikap dan berpikir, serta berinovasi. Menurut Rusmono 2012: 6, pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Dalam hal ini diharapkan guru dapat membimbing, membantu, dan mengarahkan siswa agar memiliki pengetahuan dan pemahaman berupa pengalaman belajar atau suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi siswa. Salah satu pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah adalah pembelajaran matematika. Menurut Amir dan Risnawati 2016: 8, pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP tahun 2006, termuat salah satu tujuan mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika. Selain sebagai tuntutan pembelajaran matematika, kemampuan pemecahan masalah menjadi sarana mempelajari matematika, serta kemampuan ini bermanfaat bagi siswa untuk membiasakan siswa berpikir kritis, kreatif, dan analitis. Kenyataan yang ada, penguasaan matematika siswa Indonesia khususnya kelas VIII SMP masih rendah. Hasil Trends In International Mathematics and Science Study TIMSS tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia masih rendah karena berada di peringkat 38 dari 45 negara. Indonesia hanya mampu mengumpulkan 386 poin dari skor rata-rata 500. Hasil ini menunjukkan bahwa belum tercapainya tujuan pembelajaran karena siswa belum menunjukkan penguasaan matematika dengan baik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gaudensius 2015: 103, diperoleh hasil bahwa siswa kelas VIII SMP masih mengalami kesalahan konsep khususnya materi lingkaran. Kesalahan konsep yang dilakukan siswa lebih cenderung mengarah pada kesalahan teorema dan definisi termasuk juga kesalahan siswa dalam penggunaan rumus. Padahal materi lingkaran sudah dipelajari oleh siswa sejak siswa berada di Sekolah Dasar. Guru sebagai fasilitator pembelajaran hendaknya melakukan pembenahan dan perbaikan dalam proses pembelajaran agar siswa tidak mengalami kesalahan konsep. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VIIB di SMP Pangudi Luhur Moyudan, banyak siswa yang malas dan kesulitan dalam memecahkan masalah dalam bentuk soal cerita yang membutuhkan pemahaman, perencanaan, dan tidak hanya sekedar keterampilan berhitung. Hal ini ditunjukkan ketika siswa mengerjakan soal cerita yang berkaitan dengan materi Persamaan Linear Satu Variabel PLSV. Sebagian siswa kesulitan dalam mengubah soal cerita ke bentuk matematika dan siswa kesulitan dalam menentukan penyelesaiannya, baik soal cerita yang disajikan oleh guru maupun soal cerita yang mereka buat sendiri. Ada juga beberapa siswa yang tidak mengerjakan soal. Menurut Syaiful 2012: 37, salah satu faktor penyebab kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa adalah faktor kebiasaan belajar. Siswa hanya terbiasa belajar dengan cara menghafal, cara ini tidak melatih kemampuan pemecahan masalah. Cara ini merupakan akibat dari pembelajaran konvensional. Guru memberikan contoh dalam mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal sejenis dengan soal yang sudah diterangkan. Padahal jika cara ini diterapkan pada proses pembelajaran, cara ini tidak membiasakan siswa berpikir kritis, kreatif, dan analitis. Lebih lanjut dijelaskan oleh Machmurotun 2014: 245, bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita berdasarkan tingkat kemampuan berpikir matematika yaitu: 1 Kemampuan berpikir tingkat rendah: siswa tidak mengerti aturan dalam membuat model matematika, siswa tidak mengerjakan soal, siswa tidak mengerti prosedurcara penyelesaian soal cerita matematika, siswa tidak memeriksa kembali jawabannya. 2 Kemampuan berpikir tingkat sedang: siswa kurang cermat dalam membaca soal dan tidak mengerti prosedur penyelesaian soal cerita matematika, siswa mengerjakan dan terdapat sebagian perhitungan yang salah dalam memeriksa kembali jawaban. 3 kemampuan berpikir tingkat tinggi: siswa mengerjakan dan terdapat sebagian perhitungan yang salah dalam memeriksa kembali jawaban. Perlu disadari bahwa untuk dapat menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang handal dalam pemecahan masalah maka perlu dibangun sejak dini. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang aktif dan inovatif serta membiasakan siswa untuk menghadapai masalah-masalah berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Masalah-masalah yang diberikan dapat berupa soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa termotivasi untuk belajar. Seperti yang dikatakan Hans Freudental, yang dikutip Amir dan Risnawati 2016: 9, matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas, sehingga diharapkan masalah yang diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan dapat menjadikan siswa termotivasi serta merasa tertarik. Hal ini memungkinkan siswa terlibat aktif, komunikatif dan berpikir kritis, kreatif, serta analitis dalam mengikuti pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan tercapainya tujuan pembelajaran. Cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas Naglimun, 2012: 89. Salah satu model pembelajaran konstruktivistik adalah model pembelajaran berbasis masalah. Menurut Ngalimun 2012: 89, pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Maksud dari belajar aktif adalah siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan guru sebagai fasilitator pembelajaran. Menurut Siregar dan Nara 2011: 120, dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah mengendalikan proses pembelajaran. Hal ini berarti sebelum siswa mengikuti pembelajaran, siswa diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar siswa mengetahui bahwa mereka harus menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran Siswa Kelas VIIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan Tahun Ajara n 20162017” dengan tujuan agar siswa mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah khususnya pada materi keliling dan luas lingkaran.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH BERBASIS PETA KONSEP PADA SUB POKOK BAHASAN KELILING DAN LUAS LINGKARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIA SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 JEMBER TAHUN AJARAN 2008/2009

0 11 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN DI KELAS VII SMP NEGERI 4 MEDAN TAHUN AJARAN 2016/2017.

0 5 31

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN DI KELAS VII SMP NEGERI 4 MEDAN T.A. 2016/ 2017.

0 2 27

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN GEOMETER’S SKETCHPAD PADA MATERI LINGKARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 51

Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada materi keliling dan luas lingkaran siswa kelas VIIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2016/2017.

0 0 310

Efektivitas pemanfaatan program Geogebra pada pembelajaran matematika dalam upaya membantu pemahaman materi luas dan keliling segiempat untuk siswa kelas VII A SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2012/2013.

0 3 194

Analisis kemampuan literasi Matematis siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2016 2017

0 11 248

Efektivitas pemanfaatan program Geogebra pada pembelajaran matematika dalam upaya membantu pemahaman materi luas dan keliling segiempat untuk siswa kelas VII A SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2012 2013

0 10 192

Keefektivan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Media CD Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII Materi Pokok Keliling dan Luas Lingkaran.

0 0 1

21 Pembelajaran Melalui Pemecahan Masalah Untuk Mencapai Ketuntasan Belajar PEMBELAJARAN MELALUI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR KELILING DAN LUAS DAERAH LINGKARAN SISWA SMP

0 0 9