Hijab Jilbab, Khimar dan Hijab

25 yang diturunkan untuk memisahkan antara majelis kaum laki-laki dan majelis kaum wanita. Dari ayat Al- Qur’an di atas diturunkan kepada istri-istri Nabi namun ini juga berlaku kepada seluruh wanita Muslimah. Dengan turunnya ayat hijab pada masa itu ada beberapa hikmah yang terkandung pada perintah pemasangan hijab bagi mereka itu ada dua; pertama, kaitan dengan banyaknya para sahabat yang silih berganti datang ke rumah-rumah mereka dan hal ini dianggap cukup mengganggu privasi mereka. Kedua, Rasullullah SAW mempunyai rencana untuk mengangkat derajat dan status yang tinggi kepada istri-istrinya pada tingkatan yang superior di kalangan komunitas umat Islam sehingga muncul peraturan yang mengikat kepada mereka; seperti mereka tidak boleh haram menikah lagi setelah beliau meninggal dunia, tidak menganggap status dirinya sama dengan wanita Muslimah lainnya, tidak perlu merendah ketika berbicara, pergi keluar jika perlu saja, tidak sembrono dalam berprilaku, dan menghindari prilaku eskibisionis dalam berpakaian. Semua ini untuk melindungi privasi mereka karena mereka diberi gelar terhormat dengan julukan Ummul Mukminin. 37

C. Aurat

1. Pengertian Aurat

Ditinjau dari sisi leksikal aurat adalah kurang, cela, sesuatu yang dirasakan malu. Dari kata itu timbul kata “Auraa” wanita bukan karena matanya buta sebelah. 37 Mohammad Asmawi, “Islam Sensual Membedah fenomena Jilbab trendi”, Yogyakarta: Darussalam 2013, cet I, h.78-87. 26 Kata aurat berasal dari lafal bahasa Arab, diambil dari wazan „aara = ;‟awira = dan a‟wira = . o „Aara mempunyai arti menutup dan menimbun. Ini memberikan pengertian bahwa aurat adalah sesuatu yang harus ditutupi secara sempurna hingga tidak bisa dilihat oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri. 38 o „Awira mempunyai arti “hilang perasaan” atau “menjadi buta sebelah matanya.” Pada umumnya kata „awira ini mengandung pengertian yang tidak baik, memalukan dan mengecewakan. 39 Jika kata „awira ini yang menjadi sumber kata aurat maka pengertian aurat adalah sesuatu yang bisa bikin malu, mengecewakan dan dipandang tidak baik. o A‟wara mempunyai arti sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan 40 seseorang dan bikin malu atau secara leksikal berarti menampakkan aurat. Jadi definisi aurat jika diambil dari kata a‟wira adalah sebagian anggota tubuh yang harus ditutupi, dijaga dan dipelihara agar tidak menimbulkan rasa malu dan mencemarkan nama baik. 41 Dari tiga akar kata di atas bisa ditarik benang kesimpulan bahwa aurat adalah sesuatu yang bisa menimbulkan birahi atau sebagian anggota tubuh yang bisa membangkitkan nafsu syahwat. Dan aurat mempunyai nilai-nilai yang sangat 38 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3165. 39 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3164-3167. 40 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3166. 41 Al-Husainiy, “Kifayat AL-Akhyar” A- Qahirah: Isa Halaby, t.th.,, Jilid I, h. 92. 27 terhormat yang dibawa oleh sifat dasar malu yang ada pada diri setiap umat manusia agar dijunjung tinggi dengan berupaya menutupinya dan dipelihara secara sempurna. Upaya ini agar tidak “mengganggu” umat manusia lainnya, tidak mencemarkan nama baik dan tidak menimbulkan kemungkaran. 42 Sedang menurut istilah aurat adalah bagian tubuh yang tidak patut diperlihatkan kepada orang lain. Dan bagian-bagian itu ada beberapa macam sesuai dengan tempat dan situasi. 43 Kata aurat banyak disebut dalam Al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dalam beberapa ayat yang termuat dalam Al- Qur’an dijelaskan bahwa kata aurat tidak digunakan terbatas pada anggota tubuh saja. Berikut ini beberapa kutipan ayat yang berkenaan dengan aurat. o                                                                42 Mohammad Asmawi, “Islam Sensual Membedah fenomena Jilbab trendi, h. 45-49 43 Dra. H. St. Aminah, “Kunci Wanita Shalihah Bidang Ibadah”, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1997, h. 108.