Latar Belakang Masalah Jaringan Komunikasi dan Kesadaran Bernegara (Studi Korelasional Mengenai Jaringan Komunikasi Antar Masyarakat Tionghoa Di Berastagi Dalam Menumbuhkan Kesadaran Bernegara)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari yang namanya komunikasi. Salah satu fungsi komunikasi adalah sebagai komunikasi sosial yang berarti bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain Mulyana, 2007:5. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat keluarga, kelompok etnis, kelompok belajar, RT, RW, desa, kota dan negara secara keseluruhan untuk mencapai tujuan bersama. Implisit dalam fungsi komunikasi ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Setiap orang atau kelompok memiliki budaya. Budaya setiap orang itu berbeda-beda dengan orang lain atau kelompok lain Ndraha, 2005:22. Sebagian kesulitan komunikasi berasal dari fakta bahwa kelompok-kelompok budaya atau subkultur-subkultur dalam suatu budaya mempunyai perangkat norma berlainan. Misalnya terdapat perbedaan dalam norma-norma komunikasi antara kaum militer dengan kaum sipil, kaum konservatif dengan kaum radikal, penduduk desa dengan Universitas Sumatera Utara penduduk kota, etnis Batak dengan etnis Tionghoa. Oleh karena fakta atau rangsangan komunikasi yang sama mungkin dipersepsi secara berbeda oleh kelompok-kelompok berbeda kultur atau subkultur, kesalahpahaman hampir tidak dapat dihindari. Namun untuk mencapai komunikasi yang lebih efektif antara komunikator dengan komunikan itu harus memiliki kesamaan. Kesamaan itu termasuk dalam hal- hal tertentu misalnya ras suku, agama, bahasa, tingkat pendidikan atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik. Kesamaan ras suku dan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahami bahasa yang sama. Karena seringnya terjadi perbedaan persepsi maka tidak jarang setiap individu membentuk suatu kelompok . Kelompok-kelompok itu dibentuk karena didalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kesamaan serta tujuan yang sama guna memperkuat kelompoknya Santosa, 1992:82. Beberapa orang malah menganggap berkelompok merupakan suatu kebutuhan dalam arti tanpa kelompok seseorang tidak merasa nyaman untuk hidup, bahkan tidak bisa hidup Wahjono, 2010:142. Kelompok yang terbentuk ini bisa disebut juga sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu. Secara umum kelompok sosial diikat oleh beberapa hal, diantaranya adalah dalam pencapaian tujuan yang realistis dalam kelompoknya. Tujuan yang dicapai dalam kelompok sosial itu memiliki nilai keuntungan bagi pribadi masing-masing anggota. Disamping tujuan, masalah kepemimpinan dalam kelompok cukup Universitas Sumatera Utara berperan dalam menentukan kekuatan ikatan antar anggota, jika pemimpin itu memiliki kekuatan merangkul setiap anggota maka simpati dan rasa kepercayaan itu akan tumbuh terus menerus didalam kelompoknya. Serta interaksi dalam kelompok secara seimbang merupakan alat perekat yang baik dalam membina kesatuan dan persatuan anggota. Yang paling menonjol dalam pembentukan kelompok sosial adalah pembentukan kelompok antaretnik. Kelompok etnis dan minoritas dimanapun saja selalu menemui kesulitan dan hambatan komunikasi ketika berhadapan dengan kelompok etnis mayoritas Purwasiko, 2003: 147 salah satunya adalah etnis Tionghoa. Banyak pandangan orang bahwa etnis Tionghoa tidak mau berbaur dengan masyarakat pribumi sehingga tanpa disadari mereka membentuk kelompoknya sendiri. Banyak masyarakat pribumi memang remeh terhadap masyarakat Tionghoa sehingga terkadang masyarakat pribumi semena-mena terhadap masyarakat Tionghoa. Negara Indonesia merdeka hendaknya negara yang dapat mengayomi seluruh rakyat tanpa memandang suku, agama, ras, bahasa, daerah, dan golongan-golongan tertentu. Yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan karena berasal dalam ikatan wilayah yang sama Winarno, 2008:41. Namun perjuangan mengikis diskriminasi terhadap Tionghoa di Indonesia belum banyak menghasilkan, contohnya masalah SBKRI, Masalah Acun di Garut, masalah kuburan Ku Tiong di Cirebon, belum lagi masalah pendaftaran masuk universitas, dan penerimaan dan kenaikan pangkat di jajaran pegawai negeri sipil maupun TNI dan Polri, dan masih banyak lagi. Perjuangan semacam ini sangatlah sulit, padahal kalau Tionghoa tidak didiskriminasi dipercayai Indonesia akan semakin makmur secara merata bukan Universitas Sumatera Utara hanya yang makmur para penguasa saja. Kalau dirinya sendiri tak sanggup memberikan legitimasi sendiri , bagaimana Tionghoa mengharap legitimasi dari yang lain. Stigma Cina hanya cari duit, tak mau peduli dan ber-KKN di Indonesia harus dicabut, demi kemajuan NKRI. http:www.wihara.comforumtopik- umum8476-cina-atau-tionghoa.html Masalah yang rawan terjadi di indonesia adalah masalah yang menyangkut SARA Suku, Agama, dan Ras. Salah satunya adalah masalah rasialisme yang cukup serius, dimana terbukti adanya sejumlah tindakan kekerasan, bentrokan fisik, serta serangkaian tindakan ekstrim lainnya, baik pada zaman sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI maupun sesudahnya. Diantara masyarakat Tionghoa ini saling terjadi pertukaran pesan. Pertukaran pesan itu melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya mungkin 2 atau 3 orang atau mungkin secara keseluruhan Muhammad, 2007: 102. Masyarakat Tionghoa yang merupakan golongan minoritas mereka membentuk serta mempertahankan kesatuan yang mereka bangun dalam suatu kelompok jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi adalah penggambaran “who say to whom”siapa berbicara kepada siapa dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah perusahaan. Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang mereka pengaruhi. Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun pemuka opini seringkali bukan Universitas Sumatera Utara termasuk inovator yang pertama kali menerapkan inovasi. Di pihak lain, pemuka- pemuka opini dari kelompok-kelompok yang konservatif juga bersikap agak konservatif. Atau dengan kata lain proses komunikasi bertujuan untuk menciptakan kebersamaan, memunculkan “mutual understanding” dan persetujuan yang sama sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama yang melandasi jaringan komunikasi. Dengan adanya jaringan komunikasi pada masyarakat Tionghoa di Berastagi maka kita akan mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan mereka dalam membuktikan bahwa mereka juga adalah masyarakat yang cinta akan tanah air. Kesadaran akan bernegara oleh setiap orang itu berbeda-beda bentuknya. Dalam kesadaran bernegara salah satu yang perlu itu adalah passion. Karena banyak orang Indonesia yang sudah menemukan passion sehingga mereka tidak hanya mendapatkan sebuah pencapaian yang membuat diri mereka sendiri bangga, tetapi juga sekitar mereka, bahkan bangsa mereka Pandji, 2011:243. Kesadaran bernegara itu adalah wujud dari kecintaan terhadap bangsa yang mengeluarkan pengorbanan untuk membuat bangsa bangga. Kesadaran bernegara itu memiliki banyak wujud dalam aplikasinya. Berpartisipasi dalam pemilihan umum merupakan wujud kesadaran bernegara, selain itu contoh dari wujud kesadaran bernegara antara lain: membayar pajak untuk negara, mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia, ikut aktif mendukung dalam segala kegiatannya salah satunya ikut mendukung Indonesia dalam Sea Games dan ikut vote komodo menjadi 7 Wonder World dan ikut kegiatan yang mampu meningkatkan citra bangsa Indonesia serta masih banyak contoh lain. Seluruh masyarakat Indonesia harus memiliki kesadaran untuk bernegara, termasuk juga masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia. Universitas Sumatera Utara Masyarakat Tionghoa yang bertempat tinggal di Berastagi merupakan kelompok masyarakat yang mau berinteraksi dengan masyarakat pribumi. Selain sangat akrab, masyarakat Tionghoa juga sudah memiliki marga sesuai dengan suku- suku yang ada di Berastagi. Bahkan masyarakat Tionghoa yang tinggal di Berastagi kebanyakan sudah sangat mahir berbahasa daerah, salah satunya bahasa Karo karena Berastagi adalah salah satu daerah yang banyak dihuni oleh masyarakat suku Karo. Dengan keakraban yang tidak memperlihatkan lagi perbedaan antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat pribumi maka hal ini sangat menarik untuk diteliti. Apakah kesadaran bernegara yang dimiliki masyarakat pribumi yang ada di Berastagi sudah hampir sama dengan masyarakat Tionghoa yang sudah lama tinggal di Berastagi. Serta untuk mengetahui peran opinion leader yang mereka pilih dalam menentukan passion mereka bagi bangsa atau dalam menumbuhkan kesadaran bernegara. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai Pengaruh Jaringan Komunikasi Antar Masyarakat Tionghoa di Berastagi dalam Menumbuhkan Kesadaran Bernegara.

1.2 Perumusan Masalah