Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas Ii B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (Wbp) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)

(1)

PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Rizky Pratomo Aji NIM 1111054100010

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2016 M


(2)

PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN

PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Rizky Pratomo Aji NIM : 1111054100010

Di Bawah Bimbingan:

Drs. Helmi Rustandi, MA NIP : 19601208 198803 001 5

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2016


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini berjudul “PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN

TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)” Disusun oleh Rizky Pratomo Aji, Nim 1111054100010 telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 April 2016. Sripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta 01 April 2016

Sidang Munaqasyah

Anggota

Penguji I Penguji II

Di Bawah Bimbingan

Helmi Rustandi, M.A NIP. 19601208 198803 001 5


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Maret 2016


(5)

i Rizky Pratomo Aji, 1111054100010

Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta sebagai UPT yang bertanggung jawab dalam meberikan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Lapas Terbuka klas II B Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan yang khusus dibandingkan dengan lapas pada umumnya. Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan. Selanjutnya, terbentuklah Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai langkah untuk merehabilitasi dan mereintegrasi sosial dengan memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal. Diperlukan peranan dari berbagai pihak untuk mencapai reintegrasi sosial, baik dari pihak lapas, masyarakat, dan dari narapidana itu sendiri.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembinaan dan tahapan Warga Binaan Pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial.

Hasil penemuan yang dilakukan peneliti Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya. Hal ini diterapkan karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu, tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Tahap awal yaitu tahap dimana proses penerimaan di Lapas Terbuka dengan memenuhi persyaratan yang berlaku. Selanjutnya tahap lanjutan, yaitu masa pengenalan WBP dengan lingkungan Lapas Terbuka, wali pemasyarakatan, teman sesama WBP, kamar hunian dan sebagainya. Selanjutnya yaitu penetapan program lebih ditekankan kepada kepribadian atau kemandirian dengan berbagai kegiatan. Dan tahap akhir yaitu integrasi, dengan diberikan pembebasan bersyarat / cuti bersyarat sebelum nantinya WBP benar-benar bebas murni. Ketiga tahap tersebut merupakan proses asimilasi yang diberikan terhadap WBP. Dari berbagai cara dan peranan tersebut dapat menjadi landasan dalam tercapainya reintegrasi sosial bagi warga binaan pemasyarakatan.


(6)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(7)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan


(8)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016


(9)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(10)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan


(11)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016


(12)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(13)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan


(14)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016


(15)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(16)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan


(17)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016


(18)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1. Pembatasan Masalah ... 9

2. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

1. Pendekatan Penelitian ... 11

2. Jenis Penelitian ... 11

3. Sumber Data ... 12

4. Teknik Pemilihan Informan ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 13

6. Teknik Analisa Data ... 15

7. Teknik Keabsahan Data ... 15

8. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

9. Teknik Penulisan ... 16

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI ... 19

A. Peran ... 19

1. Pengertian Peran ... 19

2. Ciri Peran ... 20

3. Fungsi Peran ... 21

4. Bentuk Peran ... 21


(19)

vi

4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ... 27

C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan ... 29

1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ... 30

D. Reintegrasi Sosial ... 32

E. Pekerja Sosial Koreksional ... 35

1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ... 35

2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KLAS II B JAKARTA ... 37

A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Jakarta ... 37

1. Alamat Lapas Terbuka ... 39

2. Dasar Hukum Pembentukan Lapas Terbuka Jakarta ... 39

3. Dasar Hukum Lembaga ... 40

4. Visi dan Misi Lapas Terbuka Jakarta ... 41

5. Status Luas Tanah dan Bangunan ... 42

B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta ... 42

1. Gambaran SDM/Petugas Lapas Terbuka Jakarta ... 45

2. Kriteria penghuni Lapas Terbuka Jakarta ... 46

C. Tahapan Sistem PembinaanWarga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ... 49

1. Pendekatan Keamanan Lembaga ... 49

2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga ... 50

2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ... 50

2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta... 51

3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga ... 52

3.1. Pembinaan Kepribadian ... 52

3.2. Pembinaan Kemandirian ... 53

3.3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat... 53

4. Program Unggulan ... 53

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ... 55

A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta Dalam Melakukan Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyrakatan (WBP) ... 55


(20)

vii

Pemasyarakatan (WBP)... 60

1.2Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ... 67

2. Penerapan Pembinaan Oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan ... 70

2.1Fungsi Pencegahan (Preventif) ... 72

2.2Fungsi Penyembuhan (Curative) ... 72

2.3Fungsi Pengembangan (Development) ... 73

2.4Fungsi Penunjang (Supportive)... 73

3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ... 76

B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ... 79

Hasil Observasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ... 81

BAB V PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(21)

viii Tabel 3.1 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan

Kategori Latar Belakang Pendidikan ... 45 Tabel 3.2 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta

Berdasarkan Kategori kepangkatan ... 46 Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS


(22)

ix Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Terbuka Jakarta ... 44 Gambar 4.1 Alur pencapaian Warga Binaan Pemasyarakatan


(23)

x

Lampiran 1. Lembar Catatan Observasi

Lampiran 2. Transkip Wawancara Dengan Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Terbuka

Lampiran 3. Transkip Wawancara Dengan Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang

Lampiran 4. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP) OM

Lampiran 5. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakat (WBP)

BL

Lampiran 6. Surat Persetujuan Dosen Pembimbing Akademik

Lampiran 7. Surat Keterangan Izin Penelitian Skripsi

Lampiran 8. Surat Keterangan Dosen Pembimbing Skripsi

Lampiran 9. Surat Permohonan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta

Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta


(24)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan bahwa didalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai norma hukum. Di mana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan norma hukum ini disebut kejahatan. Sebagai salah satu perbuatan yang menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial, yaitu masalah ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga.

Kejahatan merupakan gejala sosial, yang memperhatikan manusia

pelakunya dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.1 Indonesia

sebagai Negara yang tengah membangun, yang mengalami perubahan-perubahan sosial ekonomi, masalah kejahatan ini senantiasa harus memerlukan penanganan dengan mengacu pada konteks sosial yang lebih luas dengan mempertimbangkan kenyataan pelaksanaan berfungsinya aparat dalam lingkungan sosial, ekonomi, politik, hukum dan teknologi yang semakin kompleks.

Kejahatan tidak terlepas dari proses-proses dan struktur-struktur sosial ekonomi yang tengah berlangsung dan mengkordinasikan bentuk-bentuk sikap serta perilaku para warga masyarakat.

1

Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 137.


(25)

Sebagai contoh, peneliti mengutip berita dari salah satu media yang menceritakan mengenai penangkapan residivis setelah menjambret Ibu yang sedang membeli jajanan gorengan di jalan Raden Saleh, Sukmajaya, Depok. Pelaku ditangkap, kemudian babak belur dihajar massa. Sekujur tubuhnya babak belur setelah dikeroyok warga lantaran mencoba merampas dompet milik Tumiyem. Pelaku bernama Nasrul, baru keluar penjara enam bulan lalu karena kasus pencurian. Menurut kapolsek Sukmajaya, pelaku pernah menjadi tahanan sebelumnya atas kasus yang sama “saat beraksi pelaku dalam

pengaruh mabuk. Pelaku melakukan aksinya dengan sepeda motor.2

Dengan adanya kasus tersebut, seharusnya orang yang pernah dipenjara tidak lagi mengulangi perbuatan yang melanggar hukum. Menurut data Statistik Indonesia 2014, pada tahun 2011, tindak pidana (tindak kriminal) yang terjadi di Indonesia sebanyak 347.605 kasus. Kemudian pada tahun 2012, turun sekitar 1,85 persen, tetapi terlihat naik pada tahun 2013 kemarin

sebesar 0,27 persen.3 Pada data tersebut presentase tindak kriminal pada tahun

2012 mengalami penurunan dan kenaikan tindak kriminal pada tahun 2013, dampak yang terjadi pada masyarakat sangat bisa dirasakan dan dianggap merugikan. Tidak hanya itu jumlah tindak pidana yang terjadi di Indonesia terbilang semakin tinggi dan meresahkan berbagai kalangan.

Untuk menyikapi tindakan kriminal yang semakin tinggi, pihak kepolisian sebagai keamanan negara memberlakukan sistem kepenjaraan

2

Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari

m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian-tertangkap-di-sukmajaya-depok

3

Joko Ade Nursiyono, diakses pada tanggal 18 April dari

http://regional.kompasiana.com/2014/10/24/tindak-pidana-di-indonesia-masih-tinggi-ini-penyebabnya-697771.html


(26)

untuk seseorang yang melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan harapan pelaku tindak kejahatan merasa jera dan tidak mengulangi tindakannya tersebut. Namun realitanya, sistem penjara ini tidak membuat jera pada pelakunya, banyak dari mereka yang mengulangi tindak kejahatan yang telah dilakukannya. Tidak hanya itu, sistem penjara dilaksanakan dengan prinsip balas dendam terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum, dan juga penjagaannya yang ketat membuat terasing secara keseluruhan dari kehidupan masyarakat.

Bahwa penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan kepada rakyat banyak, agar kalis (terhindar) dari gangguan kejahatan. “Jadi, pengadaan lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat

untuk menjamin keselamatan diri”.4 Dapat disimpulkan bahwa penjara

diadakan untuk mempertanggungjawabkan tindak kriminal yang telah dilakukan. Penjara diadakan untuk menumbuhkan rasa aman dari gangguan kejahatan, serta agar narapidana dapat dengan tenang menjalankan hukuman pidananya, bukan malah mengancam keselamatan diri terpidana.

Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan. Dengan demikian maka berkembanglah sebuah sistem pemasyarakatan yang merupakan usaha untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial dengan memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal.

4


(27)

Dengan bergantinya konsep penjara menjadi pemasyarakatan, maka terbentuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pengertian tentang pemasyarakatan dalam Undang-Undang tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1), yang menyatakan “Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan

bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.5

Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”, dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada

suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman.6 Istilah Lembaga

Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964 bersamaan dengan berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem

pemasyarakatan.7

Fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.8 Lembaga pemasyarakatan yang berada di

bawah naungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan

5

Undang-undang No.1 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang ketentuan Umum 6

Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25.

7

Ibid, h. 37

8

Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang Ketentuan Umum pasal 3.


(28)

Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya 439 Unit Pelayanan Teknis dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di dalamnya sebanyak 163.173 orang yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh

Indonesia9. Dari jumlah yang ada lembaga pemasyarakatan di Indonesia

narapidana maupun tahanan rata-rata sudah melebihi kapasitas.

Untuk dapat melaksanakan sistem pemasyarakatan dibutuhkan keikutsertaan masyarakat dengan bekerjasama dalam pembinaan maupun sikap menerima kembali di masyarakat setelah menjalani masa pidananya. Pada sistem pemasyarakatan terdapat tahap asimilasi, dimana proses pendekatan yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasyarakatan untuk mengenalkan kembali narapidana terhadap kehidupan masyarakat, dengan cara membaurkan narapidana kedalam lingkungan masyarakat.

Diperjelas lagi tentang asimilasi pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 6 ayat (1) alinea ke (2), yang menyatakan bahwa “Pembinaan ekstramural yang dilakukan di Lapas disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat”.

Maka berdasarkan Surat edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No. Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat

tahap10 yaitu, pertama tahap keamanan maksimal sampai batas 1/3 dari masa

9

Data diperoleh dari pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbarui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia.

10

Dipertegas dalam Pasal 7 ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.


(29)

pidana yang sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaannya di dalam Lapas dengan

tingkat pengamanannya maksimum. Tahap kedua yaitu Keamanan Menengah

sampai batas ½ dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan lebih dari 1/3 sampai dengan ½ masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi

perkembangannya. Apabila menurut penelitian Tim Pengamat

Pemasyarakatan, narapidana menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan patuh pada tata tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih banyak kebebasan didalam lapas pengamanan medium.

Tahap ketiga Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana

yang sebenarnya. Diharapkan narapidana sudah menunjukkan kemajuan positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap keempat integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya. Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Didalam lapas terbuka pun


(30)

memiliki program-program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lapas Terbuka yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa pidananya selesai.

Dalam rangka mempersiapkan narapidana kembali berintegrasi dengan masyarakat, maka dibentuklah LAPAS Terbuka. Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan meyebutkan bahwa LAPAS Terbuka merupakan salah satu tempat untuk melaksanakan asimilasi. LAPAS Terbuka merupakan suatu institusi baru di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keberadaan LAPAS Terbuka di Indonesia hanya ada 6 (enam) LAPAS Terbuka yaitu, LAPAS Terbuka klas II B Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusa Kambangan, Mataram, dan Waikabubak. Pembentukan LAPAS Terbuka ini merupakan


(31)

implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Republik

Indonesia Nomor : M.03.PR.0703 Tahun 2003 Tertanggal 16 April 2003.11

Upaya mengintegrasikan narapidana dengan masyarakat pada LAPAS Terbuka terlihat dengan berdekatannya lingkungan pembinaan dengan lingkungan masyarakat tanpa adanya tembok atau jeruji pembatas sebagaimana LAPAS Tertutup atau Rumah Tahanan (RUTAN). Di LAPAS Terbuka tersebut narapidana berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu perubahan dinamis dalam bidang hukum pidana menyangkut dengan perlakuan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan menuju bentuk

modern dalam sistem hukum pidana Indonesia.12

Labeling yang melekat pada seoarang narapidana tidak mudah untuk dihilangkan, hal ini jelas dapat menyebabkan ketidakberfungsian sosial seorang narapidana dapat terjadi. Sehingga seorang narapidana yang telah bebas atau keluar dari penjara tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara optimal seperti sedia kala karena adanya stigma negatif yang disandangnya.

Oleh karena itu, peneliti memilih penelitian di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta atau yang biasa disebut Kampung Asimilasi Gandul. Alasan peneliti memilih tempat penelitian disana karena Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta merupakan salah satu institusi di bawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan

11

Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015

12

Hamid Awaludin, dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta, Dikutip dari http://www. Kompas.co.id/news/16/05/06, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015.


(32)

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi.

Berdasarkan paparan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Peran Lembaga Pemasyarakatan

Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya. Dari uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang akan diteliti pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka “Keamanan Minimum” yaitu Peranan Lembaga Pemasyarakatan terbuka kelas II B Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

2. Perumusan Masalah

Dalam peranan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), kita dapat melihat runtutan masalah yang terkait dimana Lapas terbuka kelas IIB Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :


(33)

a. Bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta

dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP)?

b. Bagaimana prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

b. Untuk mengetahui prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Akademis

1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam studi tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terbuka.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian mengenai


(34)

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

sumbangan bagi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memahami objek penelitian dalam rangka menemukan, menguji, pada suatu kebenaran atau pengetahuan. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati.13

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi dan wawancara secara mendalam mengenai proses pembinaan lembaga pemasyarakatann terbuka dalam meningkatkan keberfungsian sosial.

2. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan penulisan deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel lain. Jenis penelitian ini menghasilkan

13

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. Ke-15, h.3.


(35)

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati guna mendapat data-data yang dipelukan. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata karna adanya penerapan metode kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan tersebut.14

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti memperoleh data primer melalui wawancara yang akan dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani masa pemasyarakatan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data sekunder dengan mempelajari dokumen-dokumen, arsip yang relevan, buku-buku, dan media massa mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB Jakarta.

14

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cetakan 24, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), h.11.


(36)

4. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan peneliti untuk pemilihan informan dalam

penelitian ini adalah teknik purposive sampling, bertujuan dimana

informan penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi

yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.15

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu sebagai berikut :

a. Interview atau wawancara, yaitu metode yang dilakukan melalui

dialog secara langsung antara pewawancara dengan terwawancara

untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan.16

Wawancara juga merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Dr. Lexy J. Moleong, M.A. wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut.

15

Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.63.

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), cet IV, h. 231.


(37)

b. Studi Dokumentasi, yaitu data-data yang tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang

masih aktual.17 Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.

c. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi sebagai teknik pengumpulan

data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Jika wawancara dan kuesioner selalu terjadi kontak komunikasi dengan orang lain, sedangkan observasi itu sendiri tidak terbatas pada orang, melainkan dengan obyek-obyek alam yang lain sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi

dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan

serta) dan non participant observation (observari tidak berperan

serta).

17

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. Ke-15, h.13.

18

Husaini Usman dan Purnomo, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), h. 54.


(38)

Observasi berperan serta yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Namun, berbeda halnya dengan observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat tetapi hanya menjadi pengamat independen.

Dalam observasi ini, yang peneliti lakukan adalah observasi berperan serta. Peneliti turun langsung ke lapangan tempat dimana penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan guna memperoleh data dan informasi yang konkret mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian.

6. Teknik Analisa Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu teknik analisa data, dimana penulis terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh, kemudian mendeskripsikan temuan-temuan yang ada dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis.

Peneliti terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dan Warga binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan pembinaan, dan kemudian mendeskripsikan.

7. Teknik Keabsahan Data

Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodelogi Kualitatif, untuk menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan data


(39)

yang memanfaatkan seseuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh di lapangan dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.

8. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2015 hingga bulan Oktober 2015. Penelitian ini bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB Jakarta, yang beralamat di Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo, Kabupaten Depok, terletak didalam kompleks Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM.

9. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E.Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan

19

Lexy J. Moleong, MA. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2009) edisi revisi cet. Ke 26, h. 330.


(40)

mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk skripsi ini, peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu:

1. Nama : Fahrur Rohman

NIM : 104054002085

Judul : Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1

Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.

2. Nama : Putri Anisa Yuliani

NIM : 109054100019

Judul : Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta

Kedua Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sama-sama mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang berbeda. Letak Perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu tema yang diambil penulis mengenai program pembinaan kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk Pendahuluan, Isi dan Penutup. Berikut ini uraiannya secara ringkas :


(41)

BAB I Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, pedoman penulisan skripsi, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, Berisikan teori-teori yang dijadikan peneliti sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak pengumpulan data, penyaringan data hingga analisi data.

BAB III Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta, landasan hukum, tugas pokok dan fungsi, program lembaga, struktur lembaga dan divisi-divisi, tahapan pelayanan, sarana dan prasarana, serta daya tampung.

BAB IV Hasil Penelitian, Menjelaskan bentuk analisa tentang peranan lembaga pemasyarakatan terbuka klas IIB Jakarta dalam proses reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan perspektif pekerja sosial koreksional, serta hasil wawancara peneliti yang dilakukan kepada narapidana di lembaga tersebut penerima manfaat.

BAB V Penutup, Dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari analisa dalam penelitian.


(42)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatakan berperan atau memiliki peran karena mempunyai status dalam masyarakat walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Peran menurut Sarlito Wirawan Sarwono mendefinisikan bahwa sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.19 Sedangkan menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Selanjutnya, Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan yaitu istilah yang menyangkut:

a. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut. b. Perilaku yang muncul dalam istilah tersebut.

c. Kedudukan orang dalam perilaku. d. Kaitan antara orang dan perilaku.20

19

Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori-Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: Rajawali, 1984) cet ke-1, h.235.

20

Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) cet ke8, h.215.


(43)

Menurut Soerjono Soekanto peran didefiniskan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan.21

2. Ciri Peran

Menurut Levinson dikutip oleh Soekanto ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peran dalam lingkungan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang menjalan peran adalah lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Levinson sebagaimana dikutip oleh Soekanto, bahwa peran itu mencakup 3 hal yaitu :

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.22

21

Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet ke-34, h.243.

22

Abdulsyani, “Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), cet ke-4, h.94.


(44)

3. Fungsi Peran

Menurut Soekanto, dalam pembahasan tentang aneka macam peran yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsi peran, yaitu sebagai berikut : a. Bahwa peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat

hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan perannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.23

4. Bentuk Peran

Bentuk peran atau role menurut Bruce J. Cohen dikutip oleh Soekanto, yakni sebagai berikut :

23


(45)

a. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan.

b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.

c. Konflik peranan (Role Conflict) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain. d. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan

secara emosional.

e. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan tertentu.

f. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti.

g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya. h. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila

seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang bertentangan satu sama lain.24

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat

24

H. Khufron, “Kegagalan Peran”, h. 11, diakses pada 10 Juni 2015 dari http://digilib.unila.ac.id/740/3/BAB%20II.pdf , pada pukul 14.00 WIB.


(46)

seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran dalam ilmu peranan sosial adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.25

Maka dari itu dari yang dapat peneliti simpulkan dari teori yang diutarakan oleh Soerjono Soekanto bahwa seseorang dikatakan berperan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosial dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peran dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status. Karena peran memiliki cakupan untuk membimbing seseorang dalam memenuhi peraturan yang ada didalam masyarakat (organisasi) yang diikutinya. Sebab aturan yang berlaku dapat terpenuhi apabila adanya interaksi antar individu. Fungsi dari peran ini untuk mempertahankan struktur masyarakat dan agar masyarakat memberikan peluang terhadap individu-individu. Tetapi apabila dari bentuk, ciri, dan fungsi peran satu sama lainnya tidak dijalankan dengan baik maka yang terjadi adalah konflik peran bagi individu itu sendiri. B. Lembaga Pemasyarakatan

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

25

Drs. H. Abu Ahmadi, “Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007), cet ke-3, h. 106.


(47)

Pemasyarakatan.26 Sebagai tahap eksekusi, Lembaga Pemayarakatan mempunyai kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir didalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan (Hukuman) didalam kenyataannya tidak mempersoalkan seseorang ynag benar-benar terbukti bersalah atau tidak. Lembaga Pemasyarakatan tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki. Mengalami perunahan seperti yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan yang memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat.27

Bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat.28 tujuannya untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

26

Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 3

27

Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63

28

Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 2


(48)

2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Dr. Sahardjo dalam pidato pengukuhan gelar Doctor Honoriscausa di UI membuat suatu sejarah baru dalam dunia kepenjaraan Indonesia. Dikatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan, tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia di dunia dan akhirat.

Fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang di lontarkan Sahardjo, dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode dan pemasyarakatan sebagai proses. terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Tujuan pembinaan narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (Budi Pekerti) para narapidana dan anak didik yang berada didalam Lembaga Pemasyarakatan.29

3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi baru dalam penyempurnakan sistem pemasyarakatan di Indonesia. Pembentukan sistem pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi dari surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No : M.03.pr.0703 tahun tanggal 16 April 2003.

29

Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63


(49)

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari masa pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke tengah masarakat (integrasi).

Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah pelarian (seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal)

b. Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap kelompok dimana ia tergolong.

c. Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka.

Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut30 :

a. Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana di tengah tengah masyarakat;

30


(50)

b. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalankan fungsi sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku didalam masyarakat;

c. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;

d. Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada narapidana serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Narapidana dalam meningkatkan kemampuan atau keterampilan guna mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya;

e. Menumbuh kembangkan amanat sepuluh (10) prinsip Pemasyarakatan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara;

4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah :

1. Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan antara Narapidana dengan masyarakat yang sebelumnya retak dengan memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk menduduki tempatnya di Tengah-tengah masyarakat yang berfungsi penuh.


(51)

2. Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat.

3. Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lingkungan bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana

Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan yang menggunakan model Multy-purpose prison seperti di Indonesia kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan narapidana dengan berbagi jenis latar belakang kejahatan dalam satu Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat, padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak seluruhnya terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa jadi seseorang dipidana hanya karena ketidak tahuannya tentang masalah-masalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah).

Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan lembaga pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi. Selain itu Lapas Terbuka juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki


(52)

warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam pembinaan di Lapas/Rutan.31

C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang di maksud Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ialah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian Narapidana berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 yaitu :

Pertama narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

Kedua anak didik pemasyarakatan adalah :

Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk didik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

31

Artikel Pemberdayaan Lapas Terbuka Di Indonesia, ditulis oleh Drs. Tholib, Bc. IP. SH. MH diambil dari website pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 07:57 WIB


(53)

Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.

Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan:

 Umur

 Jenis kelamin

 Lama pidana yang dijatuhkan

 Kejahatan yang dilakukan

 Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan pembinaan.32

1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah warga masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat seorang Warga Binaan Pemasyarakatan tidak memiliki hak sama sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan

32

Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB III Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 12


(54)

kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.33

Hak-hak warga binaan pemasyarakatan atau narapidana itu antara lain :

a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e) Menyampaikan keluhan

f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang

tertentu lainnya

i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

k) Mendapatkan pembebasan bersyarat l) Mendapatkan cuti menjelang bebas

m) Mendapat hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 34

33

Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 3


(55)

Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan, diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan warga binaan pemasyarakatan di setiap UPT dan berbagai sarana penunjang lainnya.

D. Reintegrasi sosial

Menurut Sakidjo adalah proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Tahap integrasi tersebut dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized” dalam dari warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses “institutionalization” tersebut diformulasikan sebagai berikut.

Efektivitas (kekuatan menentang-menanam) dari masyarakat Institutionalization =

Kecepatan menanam

Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan nilai baru di dalam masyarakat. semakin besar kemampuan tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang dipergunakan, dan semakin

34

Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB III Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 14


(56)

teratur oranisasinya, makin sesuai sistem penanaman itu dengan kebudayaan masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha penanaman lembaga baru. Kekuatan menentang dari dalam masyarakat tersebut berdampak negatif terhadap keberhasilan proses “institutionalization”. Apabila menanam kecil, sedangkan kekuatan menentang dari masyarakat besar, dan kecenderungan suksesnya proses institutionalization menjadi kecil bahkan bisa hilang. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan integrasi sosial masyarakat didaerah rawan konflik adalah upaya penanggulangan, pencegahan atau penyelesaian konflik yang dilakukan masyarakat beserta lembaga sosial masyarakat melalui kerjasama antar pihak.35

Merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan sosial ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk sosial (sosial product) yang inovatif, maka praktisi di bidang ini (seperti perencana sosial, community worker maupun pembuat kebijakan) dituntut untuk melakukan penilaian (assesment) terhadap kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan.36

Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan manusiawi ternyata menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat merasa tidak dapat menerima proses

35

Sakidjo dkk, Ujicoba Pola Pemberdayaan Masyarakat Dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik (Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2002) hal. 10

36

Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2001). H. 31


(57)

pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana disengsarakan. Dari semua itu muncullah teori integrative. Teori integrative sebagaimana dikatakan muladi mengkategorikan tujuan pemidanaan kedalam empat tujuan, yaitu :

a) Pencegahan (umum dan Khusus) b) Perlindungan masyarakat

c) Memelihara solidaritas masyarakat

d) Pidana bersifat penghambat atau pengimbangan

Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata dua, sisi yang satu menggambarkan keadilan, yaitu bagi pelaku dan adil bagi masyarakat, sisi yang lalu menunjukkan adanya perlindungan.37 Bagi pelaku dari tindakan balas dendam masyarakat begitu pula masyarakat terlindungi dari perbuatan yang tidak adil dimana pelaku menerima pidana atas perbuatannya.

Asimilasi yang dimaksud menurut ilmu sosiologi sosial adalah “suatu proses sosial dalam yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama”.

37

Pandjaitan Petrus dan kikilaitety, samuel. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co, 2007). Hal 28-29


(58)

E. Pekerja Sosial Koreksional

1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional

Pekerja sosial mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan koreksional rehabilitasi individu. Membantu klien agar dapat kembali dan menjadi bagian masyarakat serta membimbing mereka agar percaya dengan diri mereka sendiri dan rekan-rekannya. Peran Pekerja Sosial yang utama adalah membantu narapidana, tidak membalas dendam atau menghukum.

Pekerja Sosial koreksional bekerja sebagai bagian dari team, termasuk diantaranya petugas petugas probasi dan parol, psikologi, psikiater, konselor vokasional pendidik dan pihak lain dalam memberi pelayanan dan membantu narapidana merubah perilakunya.38

2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional

Dalam Melaksanakan peranan sebagai pekerja sosial di bidang koreksional, maka pekerja sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja sosial dalam pelayanan koreksional.

Berikut fungsi pekerjaan sosial koreksional yaitu : a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya.

b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana.

c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan – keputusan.

38

Data diakses pada tanggal 7 April 2016 dari www.scribd.com/TUGAS-INDIVIDU-KOREKSIONAL pada pukul 18:45 WIB


(59)

d. Membantu narapidana merumuskan situasi yang dialaminya.

e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau mengidentifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan dekat.

f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan.

Fungsi pekerja sosial diatas adalah bahwa setiap orang dapat mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Karena itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukan tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan serta mencapai suatu tujuan. Fungsi pekerja sosial adalah membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, seperti narapidana yang berbagai alasan tidak mampu menghilangkan tekanan-tekanan psikis dalam kehidupan di masyarakat.


(60)

37 BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA JAKARTA

A. SEJARAH BERDIRINYA LAPAS TERBUKA JAKARTA.38

Awal mula pembangunan Lapas Terbuka, menggunakan lahan kosong milik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM yang pada tahun 2003 yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003. Pada awalnya, dibangun 6 (enam) kamar Warga Binaan Pemasyarakatan dengan kapasitas 30 orang, 1 (satu) ruangan Kalapas (yang sekarang menjadi kamar 01 lantai 1), 1 (satu) ruangan Kepala Sub Bagian Tata usaha (TU) bersama dengan Kelapa Urusan Keuangan & Kepegawaian dan Kepala Urusan Umum, 1 (satu) ruangan Kepala Seksi Pembinaan Kegiatan Kerja. Kemudian, pada akhir 2004 sekitar bulan Oktober dilakukan pembangunan gedung perkantoran, gedung kegiatan kerja (yang berlokasi di depan) dan penambahan kamar blok hunian menjadi 10 kamar dengan kapasitas 50 orang.

Pada tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan gedung perkantoran menjadi 2 (dua) lantai dan penambahan kamar hunian menjadi 20 kamar yang kapasitasnya menjadi 100 orang hingga sekarang. Kamar hunian yang ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar

38


(61)

hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup.

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah salah satu institusi di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh narapidana yang bersangkutan. Asimilasi yang dimaksud menurut penjelasan Undang – Undang No.12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan pasal demi pasal, pasal 6 ayat 1 alinea ke 2, Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh Bapak Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari konsep Community-Based Correction.39 Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH.LLM , pada tanggal 14 Mei 2005. Lapas Terbuka Jakarta

39

Pola Pembinaan yang diterapkan di Lapas Terbuka diambil darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:19 WIB


(62)

berlokasi di belakang komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dengan alamat, Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo, Kabupaten Depok.

Kapasitas hunian dari Lapas Terbuka Jakarta saat pertama didirikan mampu menampung 50 orang yang dibagi dalam 10 kamar hunian dan sejak tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas hunian menjadi 100 orang, yang dibagi menjadi 20 kamar. Kamar hunian yang ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup sebagai penghalang bagi narapidana agar tidak melarikan diri.

1. Alamat Lapas Terbuka

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta berlokasi di belakang Komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM dengan alamat di Jalan Raya Gandul, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Kota Depok 16512, Telepon/Faks : (021)7540122

2. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN LAPAS TERBUKA JAKARTA

Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh Bapak Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari


(63)

konsep Community-Based Correction. Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH. LLM, pada tanggal 14 Mei 2005.

3. Dasar Hukum Lembaga

a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

c. Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

d. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

e. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

f. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan.

g. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-PK.04.01 tahun 1989 tentang Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas, dan Pembebasan Bersyarat.

h. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-PR.07.01 tentang Organnisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.


(64)

i. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.03.PR.07.03 tahun 2003 tentang Pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram, dan Wakaibubak. j. Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan No. E.PK.04.10-115 tahun

2004 tentang Penempatan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.

Tugas :

Melaksanakan pemasyarakatan narapidana. Fungsi :

a. Melakukan pembinaan narapidana.

b. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil karya.

c. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana. d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib. e. Melakukan tata usaha dan rumah tangga.

4. VISI DAN MISI LAPAS TERBUKA JAKARTA.

Visi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki kesamaan dengan visi dari Pemasyarakatan, yaitu :


(65)

Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri).40

Sedangkan misi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta adalah :

Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan tahap lanjutan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Kerangka integrasi social, penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

5. STATUS LUAS TANAH DAN BANGUNAN

Luas keseluruhan tanah Lapas Terbuka Jakarta 4.415 m2. Status tanah di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta adalah milik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM yang beralamat di Jalan Raya Gandul, Kel.Gandul, Kec.Cinere, Depok. Sedangkan status bangunan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan milik Lapas Terbuka yang pembangunannya menggunakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Lapas Terbuka.

B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor : M. 03.PR. 07.03 Tahun 2003, Tanggal 16 April 2003. Tentang struktur organisasi Lapas Terbuka, maka struktur organisasi Lapas Terbuka Jakarta terdiri dari :

40

Pola Pembinaan yang diterapkan di Lapas Terbuka diambil

darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:21 WIB


(66)

1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS); ITUN WARDATUL HAMRO, Bc.IP., S.Sos., M.Si. 2. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha (KASUBAG T.U);

LIWI BIANTONO, S.H., M.Si.

3. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.KPLP); SARWO EDY, A.Md.IP., S.H., M.Si.

4. Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Kegiatan Kerja (KASI BINAPI GIATJA);

ANDRIAN IBRAHIM, Bc.I.P., S.H.

5. Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban (KASI ADM.KAMTIB);

SUWITO

6. Kepala Urusan Kepagawaian dan Keuangan; CHRISTIN SARI, A.Md.Kep., S.H., M.Si. 7. Kepala Urusan Umum;

MASWANIH

8. Kepala Sub Seksi Keamanan;

MOHAMAD FADIL, A.Md.IP., S.H., M.H. 9. Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib;

D. ELYANA SUSANTI, A.Md.IP., S.H., M.H. 10.Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimkemasy;

ADAM RIDWANSAH, A.Md.I.P., S.H., M.Si. 11.Kepala Sub Seksi Perawatan;


(67)

INDAH SISWANTY, A.Md.IP., S.H., M.H. 12.Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja.41

DJAROT, S.H., M.H.

1. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja.

Gambar 3.1

Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta

Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, dalam penerapannya pegawai Lapas Tebuka Jakarta saling membantu tugas pegawai satu sama lainnya di

41

Data diperoleh dari Kasi Kepegawaian Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tanggal 08 September 2015

KALAPAS

Ka.KPLP

KASUBAG T.U.

RUPAM

I II III IV

KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN KAURUMUM KASI BINAPI GIATJA KASI ADM.KAMTIB KASUBSI REGISTRASI DAN BIMKEMASY KASUBSI PERAWATAN KASUBSI KEGIATAN KERJA KASUBSI KEAMANANN KASUBSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB


(1)

12. Adakah sanksi yang diterima saat tidak mengikuti pembinaan? “ngga, ngga ada”

13. Kegiatan apa saja yang ada di Lapas Terbuka, untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan?

“sholat berjamaa’ah sering, pengajian”

14. Apakah anda mengikuti pembinaan kemandirian? “oh ngga, karna kurang suka, kurang minat” 15. Apakah anda mengajukan PB/CB?

“ini lagi proses”

16. Apa saja yang dibutuhkan untuk mengajukan PB/CB?

“pertama yang jelas berkelakuan baik, sama ngga pernah ada masalah di lapas tertutup, sudah setengah masa hukuman.Cuma itu aja syaratnya sama ada penjamin, keluarga, orang tua. Di lapas tertutup ngajuin ke staff nya bagian administrasi, administrasi nanti dikasih pengarahan disana, harus ini ini ini, eksekusi, pengadilan jaksa, stempek rt rw, penjamin. Udah itu aja sih” 17. Apa rencana anda setelah bebas nanti?

“rencana yang jelas mau menata hidup yang lebih baik aja, pengen jadi yang lebih baik”


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)