59
kejaksaan RI ataupun di KPK. Dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, tidak ada satupun putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK tidak
berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang.
B. Dissenting Opinion Para Hakim Tindak Pidana Korupsi TIPIKOR Dalam
Menafsirkan Kewenangan
Komisi Pemberantasan
Korupsi Dalam
Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam putusan No.38PID.SUSTPK2013PN.JKT.PST. dalam perkara Lutfhi Hasan Ishaq dan putusan No. 39 PID.SUSTPK2013PN.JKT.PST.
Dalam perkara Lutfhi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah ini terdapat ada 2 hakim yang sama yang memberikan dissenting opinion mengenai kewenangan penuntut
umum KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang. yaitu majelis hakim I made Hendra Kusuma dan Joko Subagyo. Pada dasarnya dissenting opinion
merupakan pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis
hakim.
67
Adapun pertimbangan hakim dalam dissenting opinion kedua hakim tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penuntut umum yang mempunyai wewenang melakukuan penuntutan atas
semua tindak pidana yang tidak dikecualikan dalam suatu ketentuan khusus
67
Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana Bandung: PT. Alumni, 2005, h. 111.
60
adalah jaksa. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tidak diatur ketentuan khusus lex specialist siapa yang berwenang
melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang, maka yang berlaku adalah ketentuan umum sebagaimana Pasal 1 angka 6 dan Pasal 13 KUHAP,
bahwa yang berwenang melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang adalah jaksa. Hal mana memperoleh penegasan dalam penjelasan pasal 71
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menjelaskan bahwa
surat permintaan pemblokiran yang dikirimkan kepada penyedia jasa keuangan tersebut harus ditandatangani oleh:
a. Kordinator penyidikketua tim penyidik untuk tingkat penyidikan.
b. Kepala kejaksaan negeri untuk tingkat penuntutan.
c. Hakim ketua majelis untuk tingkat pemeriksaan pengadilan.
Dari penjelasan pasal 71 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dapat diketahui bahwa pada tingkat penuntutan surat permintaan pemblokiran kepada penyedia jasa keuangan harus ditandatangani oleh kepala kejasaan, itu
artinya dalam tingkat penuntutan tindak pidana pencucian uang hanya ada jaksa dan tidak ada KPK, karena apabila pada tingkat penuntutan tindak
pidana pencucian uang diperlukan pemblokiran rekening, itu hanya dapat dilakukan oleh jaksa sebab surat permintaan pemblokiran dimaksud harus
ditandatangani oleh kepala kejaksaan. Tidak ada disebut KPK atau pimpinan
61
KPK, hanya satu- satunya “kepala kejaksaan”. Sehingga hanya jaksa lah
penuntut umum untuk tindak pidana pencucian uang. 2.
Dalam Pasal 72 ayat 5 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur bahwa surat permintaan kepada pihak pelapor untuk memberikan
keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan tersangka atau terdakwa harus ditandatangani oleh jaksa agung atau kepala kejaksaan agung dalam hal
permintaan diajukan oleh jaksa penyidik danatau penuntut umum. Ini berarti bahwa penuntut umum yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tersebut adalah hanya penuntut umum dibawah jaksa agung atau dibawah kepala kejaksaan tinggi, sehingga tidak termasuk penuntut umum
pada KPK karena penuntut umum pada KPK tidaklah berada dibawah jaksa agung atau kepala kejaksaan tinggi melainkan berada dibawah KPK sendiri.
3. Menurut teori kewenangan, setiap penyelenggaraan Negara dan pemerintahan
harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang- Undang. Kemudian P.de Haan, menyatakan bahwa wewenang pemerintah
tidak jatuh dari langit, tetapi ditentukan oleh hukum. Bahwa dengan demikian kewenangan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang oleh KPK tidak
lah dapat didasarkan pada anggapan KPK sendiri bahwa kewenangan itu dimilikinya karena KPK mempunyai kewenangan penyidikan atas tindak
pidana pencucian uang melainkan harus ditentukan secara eksplisit dalam undang-undang, karena kewenangan tersebut tidak jatuh dari langit akan
tetapi ditentukan oleh hukum.
62
4. Dalih-dalih KPK menggunakan alasan sesuai dengan prinsip peradilan yang
cepat, sederhana, dan biaya murah, sehingga efisien maka pemikiran tersebut sangat berbahaya oleh karena dapat mengarah kepada menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuan. Dari dissenting opinion hakim TIPIKOR tersebut, menurut penulis sah-
sah saja asalkan tidak melewati koridor hukum atau aturan perundang-undangan yang ada. Jika melihat suatu hadist yaitu Rasulullah SAW bersabda:
Artinya; “dari Amru bin ash ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim
berijtihad, lantas ijtihadnya salah meleset, baginya satu pahala .” HR.
Bukhari.
68
Dissenting Opinion adalah suatu pendapat berbeda yang dilakukan oleh seorang anggotabeberapa majelis hakim minoritas, yang wajib dimuat dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
69
Dissenting Opinion hakim dianggap sah sebagaimana dalam Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 48 T ahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan “dalam
hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim berbeda wajib dimuat dalam putusan”. Hal tersebut dapat dipahami bahwa hakim
68
HR. Bukhari no 6805, Software kutub at- tis’ah.
69
Bagir Manan, “Dissenting Opinion dalam Sistem Peradilan Indonesia”, Varia Peradilan
Tahun XXI No. 253, 2006, h. 13.
63
dalam memutus tidak boleh menyembunyikan keyakinannya, dalam arti karena sebagai hakim minoritas lalu menyembunyikan keyakinannya bahwa ia tidak
sependapat dengan keputusan hakim yang lain. Dissenting opinion hakim TIPIKOR berimplikasi pada tidak bulatnya
musyawarah hakim dalam menjatuhkan putusan tetapi hal ini bukan berarti bahwa putusan tersebut tidak sah karena keputusan akhir adalah berdasarkan hakim
mayoritas. Dissenting opinion hakim tersebut juga dapat membuat ketidakpastian hukum karena tentu banyak pihak yang mempertanyakan tentang kewenangan
KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang karena memang pada dasarnya tidak disebutkan secara eksplisit kewenangan KPK dalam penuntutan
tindak pidana pencucian uang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terkait Dissenting Opinion hakim TIPIKOR diatas, penulis berpendapat bahwa dissenting opinion hakim tersebut hanya melihat dari segi kepastian
hukum dalam arti hanya melihat dari konteks Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Gustav Radbruch sebagaimana dikutip oleh Marwan Mas mengemukakan bahwa “dalam hukum ada tiga tujuan hukum yang harus dicapai yaitu, pertama-tama
wajib memprioritaskan keadilan, lalu disusul kemanfaatan dan yang terakhir kepastian hukum sehingga idealnya, tiga tujuan hukum itu seyogianya diusahakan
64
dalam setiap putusan”.
70
Dimana kepastian hukum bertujuan untuk mewujudkan prinsip persamaan setiap warga negara dihadapan hukum tanpa adanya
diskriminasi, Keadilan hukum beretujuan untuk menciptakan suatu keadilan dalam suatu hukum, dan kemanfaatan hukum bertujuan untuk menciptakan
manfaat bagi masyarakat sehingga fungsi hukum dapat tercapai dengan baik.
71
Sebagaimana dissenting opinion hakim TIPIKOR di atas, penulis berpendapat, hakim TIPIKOR tersebut hanya melihat secara konteks Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010. Sebenarnya dalam hal mencari kepastian hukum, hakim seharusnya tidak hanya melihat dari satu aturan hukum saja karena suatu
peraturan perundang-undangan dapat berhubungan dengan peraturan perundang- undang lain. Memang secara eksplisit tidak dijelaskan dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tetapi sebenarnya Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini”. Dari kata-kata “dalam undang-undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
70
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. II, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, h. 82.
71
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, h. 83.
65
ditentukan lain dalam undang- undang ini” dapat dipahami bahwa Undang-undang
Nomor 8 tahun 2010 memberi ruang untuk masuknya undang-undang lain seperti halnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sehingga atas dasar-dasar tersebut KPK dapat berwenang
dalam penunutan tindak pidana pencucian Uang. Penuntut umum KPK dalam melakukan penuntutan tindak pidana
pencucian uang juga memakai dasar hukum KUHAP sebagaimana dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa “segala kewenangan berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penunututan yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam hal pemblokiran dan surat permintaan kepada pihak pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan tersangka atau
terdakwa juga telah diatur dalam Pasal 12 ayat 1 dimana Komisi Pemberantasan Korupsi memberi mandat kepada jaksa KPK untuk melakukan penuntutan atas
perkara tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah korupsi sebagai penuntut umum KPK dengan bertindak atas nama Komisi Pemberantasan
Korupsi sehingga KPK memiliki kewenangan tersebut. Selain kepastian hukum, tujuan hukum juga harus mencapai keadilan dan
kemanfaatan. Dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan
66
oleh KPK, apabila hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK terkait tindak pidana pencucian uang diserahkan kepada jaksa pada kejaksaan maka tidak
akan efesien karena akan memakan waktu dan biaya yang cukup banyak sehingga tidak menciptakan keadilan dan kemanfaatan. Jika hal tersebut terjadi maka tidak
akan efiesien. Apabila tidak efesien maka akan bertentangan dengan Pasal 2 ayat 4 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang
penyebutkan “pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan”. Hal tersebut telah dijadikan oleh Mahkamah Agung bahwa setiap peradilan harus memenuhi asas sederhana, cepat, dan biaya
ringan.
72
Dalam hal terjadi ketidakefesien baik waktu maupun biaya serta proses yang rumit, maka hal tersebut akan merugikan banyak pihak serperti misalnya
tersangka atau terdakwa dalam mencari keadilan. Kemudian kemanfaatan juga dapat dilihat apabila dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian
uang adanya sinergitas antara penyidik KPK dan penuntut umum KPK maka dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang prosesnya akan lebih cepat
karena tidak memakan waktu lama, lalu prosesnya sederhana karena dilakukan antar intern KPK yaitu koordinasi antara penyidik KPK dengan penuntut umum
KPK, kemudian juga akan ringan biayanya.
72
Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.
67
Dari ketiga tujuan hukum tersebut yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan menurut penulis sangat penting bagi setiap keputusan yang
dikeluarkan oleh hakim agar hukum dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al-Nisa 4: 58
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat”. Dalam QS. Al-Nisa 4: 135 juga dijelaskan
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah”. Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
dapat dipahami tujuan dari penegakkan hukum yang utama yaitu keadilan dengan seadil-adilnya, sehingga ayat-ayat Al-Quran tersebut wajib dipegang teguh oleh
para hakim dalam memberikan suatu putusan atas suatu perkara agar terciptanya penegakkan hukum yang seadil-adilnya.
68
C. Prospek Pengaturan Kewenangan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian