11
dan saling menyesuaikan satu sama lain dengan tindakan yang akan dilakukan. Dalam konteks ini definisi interaksi sosial itu sangat erat kaitannya dengan
dakwah. Istilah “general approach” atau dakwah secara umum adalah istilah saling pengaruh mempengaruhi ant
ara dai dan mad’u dalam kelompok sosial.
22
Dalam hal ini terjadi proses interaksi sosial yang saling mempengaruhi antara Fethullah Gülen sebagai dai dengan masyarakat Turki
sebagai mad’u maupun sebaliknya.
2. Dakwah Transformatif
Islam sejak awal sesungguhnya menjadi bagian dari upaya perubahan sosial ketika terjadi penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman dan segala
macam perilaku sosial yang tidak adil. Disini penulis mendasari kajian pada model dakwah trasformatif. Khamami Zada menyebutkan bahwa dakwah
trasformatif merupakan model dakwah yang tidak hanya mengandalkan dakwah verbal Konvensional untuk memberikan materi-materi keagamaan kepada
masyarakat, yang memposisikan dai sebagai penyebar pesan-pesan keagamaan semata, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan
riil masyarakat dengan cara melakukan pendampingan masyarakat secara langsung.
Dengan demikian dakwah tidak hanya memperkuat basis religiusitas dalam masyarakat, namun juga memperkukuh basis sosial untuk mewujudkan
sebuah transformasi sosial. Dengan dakwah ini, seorang dai memiliki fungsi ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran materi keagamaan sekaligus
22
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Rosdakarya, 2010, h. 131-134
12
menjadi penjaga moral masyarakat dan sebagai pengawal dalam memahami serta menjabarkan kepada masyarakat berbagai isu-isu sosial, politik dan budaya.
23
Dalam “Bangkitnya Spiritualitas Islam” Fethullah Gülen mengangkat istilah “arsitek rohani” untuk para dai yang dapat menggerakkan perubahan. Para
arsitek rohani menurut Gülen adalah orang-orang yang memiliki kedalaman spiritual yang tidak memiliki tendensi individual dalam apa pun yang mereka
lakukan dan menganggap bahwa keselamatan diri mereka bergantung pada upaya mereka untuk menyelamatkan orang lain.
24
Dengan kata lain sikap mental dan spiritual para dai diperlukan dalam mendampingi komunikannya dalam mencerna
nilai- nilai Islam serta bersikap seperti “pemadam kebakaran” dalam lingkungan
sosialnya, sehingga memudahkan transformasi sosial dan keagamaan dalam masyarakat.
Dakwah Transformatif ini tidak akan bisa disebut transformatif apabila tidak memenuhi setidaknya lima indikator, yaitu:
1. Perubahan materi dakwah dari yang bersifat ubudiyah ke materi sosial.
2. Perubahan materi dakwah dari eksklusif ke inklusif.
3. Perubahan dari aspek metodologi, dari model monolog ke dialog.
4. Menggunakan institusi yang bisa diajak bersama dalam aksi dakwah.
Hal ini dilakukan agar para dai mendapatkan legitimasi yang kuat dalam dakwahnya.
23
Abdullah Kholis Hafidz dkk, Dakwah Transformatif, Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006, h. 4
24
Muhammad Fethullan Gülen, Bangkitnya Spiritual Islam, Jakarta: Republika, 2012, h. 148