Pondok Pesantren LANDASAN TEORI
diperkirakan sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah Jawa yang berakhir sekitar abad ke 16.
a. Bentuk-bentuk Pesantren
Pesantren sebagai lembaga iqamatuddin dalam kenyataannya dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Pengelompokkan ini
berdasarkan karakteristik pengajaran dan penyampaian yang dilakukan oleh pesantren tersebut.
54
Secara garis besar bentuk pesantren dibedakan menjadi tiga yaitu: 1.
Pesantren Tradisional Pesantren Tradisional adalah pesantren yang masih kuat
memegang pola tradisional dari segi penyampaian dan pengajaran nilai-nilai Islam. Ciri dari pesantren ini adalah kitab-kitab yang
dipelajari masih dengan cara atau system sorongan, bandongan, maupun weton.
2. Pesantren Tradisional Modern
Pesantren Tradisional
Modern adalah
pesantren yang
menggabungkan system tradisional di satu sisi dan di sisi lain menggunakan system madhrasah klasikal, yang megarah kepada
system atau pola modern dari segi penyampaian dan pengajaran nilai-nilai Islam. Ciri pesantren ini adalah kewenangan seorang kiyai
tidak mutlak lagi, akan tetapi sudah ada pembagian tugas di antara para pengurusnya.
54
Umi Musyarrofah, Dakwah KH. Hamam Dja’far dan Pondok Pesantren Pabelan,
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009, h. 22-24.
3. Pesantren Modern
Pesantren Modern adalah pesantren yang menggunakan system modern baru dari segi penyampaian dan pengajaran materi.
Ciri dari pesantren ini adalah : a
Memakai cara diskusi dan Tanya jawab dalam penyampaian materinya.
b Adanya pendidikan kemasyarakatan.
c Santri diberi kebebasan sebebas mungkin, akan tetapi harus
bertanggung jawab. d
Adanya organisasi pelajar yang mengatur aktivitas para santri. Jadi, pesantren adalah biasanya dengan sebutan pondok pesantren
merupakan tempat tinggal para santri atau lembaga pendidikan untuk santri- santri untuk mengemban ilmu agama yang baik dan benar serta menjadikan
santri agar dapat berperilaku yang sopan sehingga santri dapat menjadi santri yang sukses dan bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari salah
satunya berpidato dengan baik. Akan tetapi, kurangnya kemampuan pesantren dalam meresponi dan
mengimbangi perkembangan zaman tersebut, ditambah dengan faktor lain yang sangat beragam, membuat produk-produk pesantren dianggap kurang
siap untuk “lebur” dan mewarnai kehidupan modern. Secara positif mungkin saja suatu jenis pengkhususan akan merupakan kelebihan suatu pesantren
terhadap pesantren lainnya. Tetapi dengan sendirinya itu berarti menuntut kesungguhan dalam penggarapan dan pengerjaannya. Artinya, suatu
kekhususan bidang keahlian tidak akan merupakan ciri kelebihan suatu pesantren yang patut dihargai jika tidak digarap secara serius atau hanya
menurut apa adanya saja. Tentunya keseriusan penggarapan ini harus diikuti dengan kejelasan program, penggunaan metode yang komprehensif,
kecakapan pelaksana, dan kelengkapan sarananya. Jadi, tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang
memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang bersifat menyeluruh. Selain itu produk pesantren ini diharapkan memiliki kemampuan
tinggi untuk mengadakan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada. Maka
dalam pesantren Nurul Ahmad diadakan pelatihan Muhadharah agar santri dapat melatih diri dalam berpidato dengan baik dan tertata kata-katanya agar
dapat dipahami oleh khalayak atau masyarakat pada umumnya.
45