Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 Di kalangan para ahli pidato, atau orator, atau retor terdapat suatu pemeo sebagai pegangan yang berbunyi sebagai berikut: “Qui ascendit sine labore, descendit sine honore” yang artinya “Siapa yang naik tanpa persiapan , akan turun tanpa kehormatan”. Dalam hubungannya dengan pidato, makna pemeo tersebut ialah bahwa seseorang yang berpidato tanpa melakukan persiapan, akan mengalami kegagalan, jika gagal, berarti kehormatannya akan jatuh. Oleh karena itu, seseorang sebelum naik ke mimbar harus melakukan persiapan terlebih dahulu secara seksama. 2 Pengajar atau ustadz dan ustadzahnya bisa mengajar dengan baik sesuai dengan peraturan yang ada di pesantren yang salah satunya melatih kegiatan muhadharah yang dapat menggali kemampuan berpidato dengan baik dan benar. Pidato bisa disebut juga public speaking, komunikasi kolektif, komunikasi retorika, komunikasi publik dan komunikasi khalayak. Apapun namanya, komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar. 3 Para ahli menganjurkan pentingnya mempelajari pidato, apalagi santri berada yang bergerak dibidang pendidikan masih dalam tahap belajar, serta kehidupan sosial lainnya, bahkan kemampuan santri yang mempelajari dan mengetahui berpidato dapat bertindak pada waktu tertentu untuk memutuskan 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007, h. 64. 3 Hafiedz Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 34. 4 sesuatu dengan segera dan dapat diterima. Setiap kesempatan secara bertahap bahkan seumur hidup dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara didepan khalayak. Kekuatan berpidato seorang santri yang selalu di asah dan dilatih terus menerus merupakan salah satu faktor penentu keberhasilannya dalam berbicara. Karena, sekarang ini keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir mereka banyak ditentukan oleh kemampuan komunikasinya. Mengingat pentingnya kemampuan berbicara di depan khalayak seperti berpidato bagi santri, maka berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh Pelatihan Muhadharah Terhadap Kemampuan Berpidato Santri Pondok Pesantren Nurul Achmad Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasannya lebih terarah dan lebih fokus, maka penulis batasi pembahasan ini pada santri Pondok Pesantren Nurul Achmad angkatan tahun 2012-2013 dalam mengikuti pelatihan muhadharah. Sedangkan rumusan masalahnya sebagai berikut: Bagaimana pengaruh pelatihan muhadharah terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Nurul Achmad? 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pelatihan muhadharah terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Nurul Achmad. 2 . Manfaat Penelitian a . Manfaat Akademis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi santri Pondok Pesantren Nurul Achmad dalam mengikuti pelatihan muhadharah dan dapat dipahami oleh santri dengan kemampuan berpikir dan komunikasi.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi serta mendapatkan khasanah ilmu pengetahuan yang luas bagi setiap orang.

D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menggunakan metode dengan menarik informasi dari data lapangan yang didapat berdasarkan tingkat beragam secara tepat. 4 Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survey, yaitu “penelitian yang menggunakan instrumen tes sebagai alat pengukur data yang pokok. 4 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Kencana, 2007, edisi ke-1, Cet ke-2, h. 135. 6

1. Penentuan Responden

a. Populasi Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. 5 Sedangkan dalam penelitian ini populasi yang akan diteliti adalah santri pondok pesantren Nurul Achmad dengan jumlah 18 santri. b. Sampel Menurut Suharsimi Arikunto, sampel didefinisikan sebagai pemilihan sejumlah subjek penelitian sebagai wakil dari populasi sehingga dihasilkan sampel yang mewakili populasi tersebut. 6 Karena itulah populasi kurang dari 100 orang 18 orang maka penulis mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel, yakni 100.

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam bentuk kualitas, kuantitas, dan mutu standar. 7 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: a. Variabel independen bebas yaitu variabel yang menjadi sebab atau yang memengaruhi varibel terikat, yang dilambangkan dengan X, yakni pelatihan Muhadharah yang merupakan modal untuk melatih diri dalam berbicara di depan umum agar tidak ada keraguan atau 5 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007, h. 116. 6 Nurul Zuriah, h. 122. 7 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana, 2005, Edisi ke-1, Cet ke-3, h. 59.