Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma

(1)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009. USU Repository © 2009

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN

MEDIS PADA PENYAKIT ASMA

SKRIPSI

FERDINAND SINUHAJI

060823013

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 2

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN

MEDIS PADA PENYAKIT ASMA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FERDINAND SINUHAJI 060823013

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 3

PERSETUJUAN

Judul : JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI

KEPUTUSAN MEDIS PADA PENYAKIT ASMA

Kategori : SKRIPSI

Nama : FERDINAND SINUHAJI

Nomor Induk Mahasiswa : 060823013

Program Studi : S1 Extension Matematika

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Drs. Iryanto, M.Si. Prof. Dr. H. Mawengkang.

NIP 130353140 NIP 130442447

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc. NIP 131796149


(4)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 4

PERNYATAAN

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN

MEDIS PADA PENYAKIT ASMA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

Ferdinand Sinuhaji 060823013


(5)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 5

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah kurnia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. H. Mawengkang. dan Prof. Dr. Drs. Iryanto. M.Si. selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat dan profesional telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Seketaris Departemen Dr. Saib Suwilo, M.sc. dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si., Dekan dan Pembantu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di FMIPA, dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya, tidak terlupakan kepada bapak, ibu dan semua ahli keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.


(6)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 6

ABSTRAK

Ketidaktepatan diagnosis oleh dokter, penilaian beratnya asma oleh penderita maupun oleh dokter yang merawat kurang akurat, kesalahan dalam melakukan tindakan pertama oleh penderita maupun oleh orang tua penderita untuk mengatasi serangan dan menetukan saat yang tepat untuk meminta pertolongan dokter adalah tiga faktor utama yang menyebabkan kematian pada asma yang sebenarnya dapat dicegah. Dengan memperhatikan parameter klinis, kebutuhan obat, fungsi paru dan gejala klinis dapat dibuat keputusan-keputusan medis yang berupa keputusan klasifikasi asma, keputusan penilaian beratnya serangan asma dan saran waktu yang tepat dalam meminta pertolongan dokter. Dari hasil uji coba masing-masing jaringan syaraf tiruan menunjukan bahwa jaringan syaraf tiruan ketepatan diagnosis menurut klasifikasi asma dengan 15 data, jaringan syaraf tiruan ketepatan penilaian beratnya serangan asma dengan 15 data dan jaringan syaraf tiruan ketepatan waktu dalam meminta pertolongan dokter dengan 9 data dapat melakukan prediksi keputusan dengan ketepatan sampai 100%. Dengan demikian, output dari masing-masing jaringan syaraf tiruan dapat digunakan sebagai pertimbangan dokter dan pasien, sehingga dapat menekan angka kematian asma yang disebabkan oleh faktor-faktor yang sesungguhnya dapat dicegah.


(7)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 7

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Penghargaan v

Abstrak vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Metode Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

1.7 Tinjauan Pustaka ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Jaringan Syaraf Tiruan ... 6

2.1.1 Definisi Jaringan Syaraf Tiruan ... 6

2.1.2 Komponen Jaringan Syaraf ... 6

2.1.3 Arsitektur Jaringan ... 8

2.1.4 Fungsi Aktivasi ... 11

2.1.5 Proses Pembelajaran ... 12

2.1.6 Backpropagation ... 13

2.2 Asma ... 17

2.2.1 Definisi Penyakit Asma ... 17

2.2.2 Gejala Asma ... 17

2.2.3 Klasifikasi Asma ... 19

2.2.4 Pengobatan Serangan Asma ... 20

2.2.5 Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah ... 24

2.3 Model Rekayasa Perangkat Lunak ... 25

2.3.1 Model Waterfall ... 25

2.3.2 Problema yang dihadapi oleh Model Waterfall ... 26

2.3.3 Alasan Mengapa Model Waterfall paling banyak dipakai ... 26

2.4 Diagram Alir (Flowchart) ... 27

2.4.1 Diagram Alir Data (DAD) ... 27


(8)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 8

2.5.1 Definisi Basis Data ... 29

2.5.2 SQL (Structured Query Language) ... 30

2.5.3 Model Data Relasional ... 31

2.5.4 Normasilasi ... 31

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ... 34

3.1 Analisis dan Defenisi Kebutuhan Sistem ... 34

3.1.1 Analisis Masalah ... 34

3.1.2 Identifikasi Kebutuhan ... 36

3.1.3 Spesifikasi Sistem ... 37

3.2 Peracangan Sistem ... 37

3.2.1 Diagram Konteks ... 37

3.2.2 Perancangan Model Proses dengan DAD ... 39

3.2.2.1 DAD Level 0 Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma ... 39

3.2.2.2 DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosis Menurut Klasifikasi Asma ... 40

3.2.2.3DAD Level 1 JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma ... 43

3.2.2.4DAD Level 1 JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 45

3.2.3Perancangan Model JST ... 47

3.2.3.1 Penetapan Masukan ... 47

3.2.3.2 Penetapan Keluaran ... 48

3.2.3.3 Arsitektur Jaringan ... 49

3.2.4 Perancangan Basis Data ... 52

3.2.4.1 Tabel dan Keterangan ... 52

3.2.4.2 Relasi Antar Tabel ... 57

3.2.5 Perancangan Prosedural ... 62

3.2.5.1 Proses Pelatihan (Learning) ... 62

3.2.5.2 Proses Pengujian dan Prediksi ... 67

3.2.6 Perancangan Interface ... 69

3.2.6.1 Perancangan Menu ... 69

3.2.6.2 Perancangan Form ... 72

3.2.6.3 Perancangan Halaman HTML untuk Bantuan Program ... 89

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN SISTEM ... 90

4.1 Implementasi Basis Data ... 90

4.1.1Struktur Tabel ... 90

4.1.2Relasi Antar Tabel ... 99

4.2 Implementasi JST kedalam Program Aplikasi ... 102

4.2.1Tampilan Awal ... 102

4.3 Analisis Hasil Bantuan JST ... 103

4.3.1Analisis Hasil Pembelajaran dan Prediksi JST Ketepatan Diagnosis menurut Klasifikasi Asma ... 103

4.3.2Analisis Hasil Pembelajaran dan Prediksi JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma ... 112


(9)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 9

4.3.3Analisis Hasil Pembelajaran dan Prediksi JST Ketepatan

Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 116

BAB V PENUTUP ... 119

5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Saran ... 120


(10)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 10

DAFTAR TABLE

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Asma ... 19

Tabel 2.2 Derajat Beratnya Serangan Asma Akut ... 21

Tabel 2.3 Simbol-simbol pada diagram alir (flowchart) ... 27

Tabel 2.4 Perintah Dasar SQL ... 30

Tabel 3.1 Tabel Belajar 1 dan Keterangan ... 52

Tabel 3.2 Tabel Belajar Masukan 1 dan Keterangan ... 53

Tabel 3.3 Tabel Belajar Keluaran 1 dan Keterangan ... 53

Tabel 3.4 Tabel Hasil Belajar 1 dan Keterangan ... 53

Tabel 3.5 Tabel Belajar 2 dan Keterangan ... 54

Tabel 3.6 Tabel Belajar Masukan 2 dan Keterangan ... 55

Tabel 3.7 Tabel Belajar Keluaran 2 dan Keterangan ... 55

Tabel 3.8 Tabel Hasil Belajar 2 dan Keterangan ... 55

Tabel 3.9 Tabel Belajar 3 dan Keterangan ... 56

Tabel 3.10 Tabel Belajar Masukan 3 dan Keterangan ... 56

Tabel 3.11 Tabel Belajar Keluaran 3 dan Keterangan ... 57

Tabel 3.12 Tabel Hasil Belajar 3 dan Keterangan ... 57

Tabel 3.13 Tabel Grafik, Grafik 2, Grafik 3 dan Keterangan ... 57

Tabel 3.14 Nama JST berikut Tabel Belajar yang digunakan ... 63

Tabel 3.15 Tabel Pola Output pada masing-masing JST ... 64

Tabel 3.16 Nama JST berikut Tabel Hasil yang digunakan ... 65

Tabel 3.17 Tabel Pola Keluaran masing-masing JST ... 68

Tabel 3.18 Tombol From Login... 73

Tabel 3.19 Tombol From Maintenance Password ... 74

Tabel 4.1 Struktur Tabel bljr_masukan1 ... 91

Tabel 4.2 Struktur Tabel bljr_masukan2 ... 93

Tabel 4.3 Struktur Tabel bljr_masukan3 ... 94

Tabel 4.4 Struktur Tabel bljr_keluaran1 ... 95

Tabel 4.5 Pola Target JST 1 ... 95

Tabel 4.6 Struktur table bljr_keluaran2 ... 96

Tabel 4.7 Pola Target JST 2 ... 96

Tabel 4.8 Struktur table bljr_keluaran3 ... 96

Tabel 4.9 Pola Target JST 2 ... 97

Tabel 4.10 Struktur table hsl_bljr1 ... 97

Tabel 4.11 Struktur table hsl_bljr2 ... 97

Tabel 4.12 Struktur table hsl_bljr3 ... 98


(11)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 11

Table 4.14 Data POLA JST Ketepatan Diagnosis menurut Klasifikasi

Asma ... 105 Table 4.15 Data BIAS JST Ketepatan Diagnosis menurut Klasifikasi

Asma ... 106 Table 4.16 Data Percobaan untuk prediksi keputusan dengan tingkat

ketepatan 100% ... 113 Table 4.17 Data Percobaan untuk mengetahui efek dari penurunan

Learning rate terhadap tingkat ketepatan prediksi ... 108 Table 4.18 Data Percobaan untuk mengetahui efek dari penurunan

Target error terhadap tingkat ketepatan prediksi ... 109 Table 4.19 Data Percobaan untuk mengetahui efek dari penambahan

Data pembelajaran terhadap tingkat ketepatan prediksi ... 111 Table 4.20 Data POLA JST Ketepatan penilaian beratnya serangan

Asma ... 113 Table 4.21 Data BIAS JST Ketepatan penilaian beratnya serangan

Asma ... 113 Table 4.22 Data Percobaan untuk prediksi keputusan penilaian

Beratnya serangan asma dengan tingkat ketepatan 100% ... 115 Table 4.23 Data POLA JST Ketepatan Waktu dalam Meminta

Pertolongan Dokter ... 117 Table 4.24 Data BIAS JST Ketepatan Waktu dalam Meminta

Pertolongan Dokter ... 117 Table 4.25 Data Percobaan untuk prediksi saran dokter tentang

Waktu yang tepat dalam Meminta Pertolongan Dokter


(12)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur neuron jaringan syaraf ... 7

Gambar 2.2 Jaringan syaraf dengan 3 lapisan ... 8

Gambar 2.3 Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal ... 9

Gambar 2.4 Jaringan syaraf dengan banyak lapisan ... 10

Gambar 2.5 Arsitektur jaringan Backpropagation ... 13

Gambar 2.6 Skema pengobatan serangan asma akut di rumah ... 24

Gambar 2.7 Model Waterfall ... 25

Gambar 2.8 Notasi kesatuan luar di DAD ... 28

Gambar 2.9 Notasi arus data di DAD ... 28

Gambar 2.10 Notasi proses dalam DAD ... 29

Gambar 2.11 Notasi simpanan data dalam DAD ... 29

Gambar 3.1 Diagram Konteks ... 38

Gambar 3.2 DAD Level 0 jaringan Sraraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada penyakit Asma ... 39

Gambar 3.3 DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma ... 42

Gambar 3.4 DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosa menurut Serangan Asma ... 44

Gambar 3.5 DAD Level 1 Ketepatan Waktu dalam meminta Pertolongan Dokter ... 46

Gambar 3.6 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Ketepatan Diagnosa Menurut Klasifikasi Asma ... 49

Gambar 3.7 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma ... 50

Gambar 3.8 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 51

Gambar 3.9 RAT pada JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma ... 58

Gambar 3.10 RAT pada JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma ... 60

Gambar 3.11 RAT pada JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 61

Gambar 3.12 Diagram Alir Proses Latihan ... 66


(13)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 13

Gambar 3.14 Rancangan Susunan Menu Utama ... 70

Gambar 3.15 Rancangan Menu System ... 70

Gambar 3.16 Rancangan Menu JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma ... 71

Gambar 3.17 Rancangan Menu JST Ketepatan Penilaian Beratnya Klasifikasi Asma ... 71

Gambar 3.18 JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 72

Gambar 3.19 Rancangan From Login ... 72

Gambar 3.20 Rancangan Form Maintenance Password ... 73

Gambar 3.21 Form Tambah Data Belajar Klasifikasi Asma Episodik ... 75

Gambar 3.22 Form Pembelajaran JST Klasifikasi Asma Episodik ... 77

Gambar 3.23 From Prediksi JST Klasifikasi Asma Episodik ... 79

Gambar 3.24 Form Tambah Data Belajar Derajat Beratnya Serangan Asma ... 80

Gambar 3.25 Form Pembelajaran JST Derajat Beratnya Serangan Asma ... 81

Gambar 3.26 Form Prediksi JST Derajat Beratnya Serangan Asma ... 83

Gambar 3.27 Form Tambah data Belajar Waktu Pertolongan Dokter ... 84

Gambar 3.28 From Pembelajaran JST Waktu Pertolongan Dokter ... 85

Gambar 3.29 Form Prediksi JST Waktu Pertolongan Dokter ... 87

Gambar 3.30 Form Hasil Pembelajaran JST ... 88

Gambar 3.31 Form Grafik MSE1dan From Grafik MSE2 ... 88

Gambar 3.32 Rancangan Menu Bantuan ... 89

Gambar 4.1 RAT pada JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma ... 100

Gambar 4.2 RAT pada JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma ... 101

Gambar 4.3 RAT pada JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter ... 101


(14)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit asma telah dikenal sejak berabad-abad lalu dan sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Angka kejadian pada bayi dan anak lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa. Meskipun demikian, serangan asma untuk pertama kali tidak terlalu terjadi pada masa anak-anak.

Serangan asma yang berat dapat menyebabkan kematian. Banyak faktor yang terlibat dalam terjadinya kematian karena asma. Akan tetapi, yang jelas 77 dari 90 kasus kematian karena asma dapat di cegah. Faktor-faktor utama penyebab kematian karena asma adalah ketidaktepatan diagnosis, penelitian beratnya asma oleh penderita maupun oleh dokter yang merawat kurang akurat, serta pengobatan yang kurang memadai. Oleh karena itu, ketepatan dalam diagnosis, penilaian beratnya asma, serta pemberian pengobatan yang tepat merupakan kunci pengobatan dalam serangan asma akut.

Yang lebih penting bagi penderita sendiri dan keluarga adalah pengetahuan mendalam mengenai penyakit asma, termasuk cara-cara pencegahan serangan asma, tindakan pertama untuk mengatasi serangan dan menentukan saat yang tepat untuk meminta pertolongan dokter.


(15)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 15

Setelah melalui beberapa fase perkembanganya, komputer modern telah berperan besar dalam memberikan dukungan kepada manusia untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan. Seiring dengan semakin majunya teknologi perangkat keras komputer, pekerjaan yang sebelumnya tidak dapat atau sulit dilakukan oleh komputer, kini dapat diselesaikan dengan cukup baik. Dewasa ini, komputer telah digunakan secara luas pada hampir segala aspek kehidupan manusia. Komputer telah memegang peranan penting dalam bidang industri, perdagangan, kedokteran dan hampir di semua bidang kehidupan manusia lainnya.

Jaringan syaraf tiruan, yang telah digunakan untuk menganalisis data yang kompleks dan untuk mengenali pola, dapat memberikan dukungan bagi pengambilan keputusan medis oleh dokter. Dengan melakukan analisis data penanganan pasien-pasien dengan permasalahan yang sejenis untuk mengambil keputusan, sehingga nantinya keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaik untuk pasien.

”Jaringan Syaraf tiruan untuk prediksi keputusan medis pada penyakit asma” diharapkan dalam membantu mengurangi angka kematian karena asma yang sesungguhnya dapat dicegah. Dimana masalah-masalah penyebab kematian asma yang sesungguhnya dapat di cegah antara lain adalah :

1. Ketidaktepatan diagnosis oleh dokter.

2. Penilaian beratnya asma oleh penderita maupun oleh dokter yang merawat kurang akurat.

3. Kesalahan dalam melakukan tindakan pertama oleh penderita maupun oleh keluarga penderita untuk mengatasi serangan dan menentukan saat yang tepat untuk meminta pertolongan dokter.


(16)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 16

Masalah yang diangkat pada skripsi ini adalah bagaimana membangun sebuah perangkat lunak jaringan syaraf tiruan yang dapat memprediksi beberapa keputusan medis pada penyakit asma berdasarkan faktor input parameter klinis, kebutuhan obat, fungsi paru, gejala klinis yang ada dengan mengunakan algoritma

backpropagation dan bagaimana mengimplementasikan sistem berbasis jaringan

syaraf tiruan untuk pengambilan keputusan medis bagi penderita asma.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi dan terus berkembangnya studi tentang ilmu kedokteran, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :

1. Pengambilan keputusan medis untuk ketepatan diagnosis menurut klasifikasi asma. Input yang dipakai pada proses pembelajaran dan pengujian di dasarkan pada 8 buah parameter yang merupakan parameter klinis, kebutuhan obat dan fungsi paru pada penderita asma dan output berupa 3 jenis klasifikasi asma. 2. Pengambilan keputusan medis untuk ketepatan penilaian beratnya serangan

asma. Input yang dipakai pada proses pembelajaran dan pengujian didasarkan pada 7 buah parameter yang merupakan gejala klinis pada penderita asma dan

output berupa 3 jenis serangan asma.

3. Pengambilan keputusan untuk ketepatan waktu dalam meminta pertolongan dokter. Input yang dipakai pada proses pembelajaran dan pengujian didasarkan pada 3 buah parameter yang merupakan parameter klinis pada penderita asma dan Output berupa 3 jenis keputusan dalam menerima pertolongan dokter. 4. Program Jaringan Saraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan Medis pada penyakit

Asma ini dibuat dalam bahasa BASIC dengan bantuan program Visual Basic

6.0 yang tidak mendukung sistem jaringan antar komputer dan hanya

merancang sistem keamanan tingkat rendah, yaitu dengan sistem login dan


(17)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 17

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :

1. Memperoleh perangkat lunak yang berbasis jaringan syaraf tiruan untuk memberikan dukungan bagi keputusan medis untuk penderita asma berdasarkan input parameter klinis.

2. Mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan untuk memberikan dukungan bagi keputusan medis untuk penderita asma.

1.5 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan mempelajari materi yang berkaitan dengan penyakit asma kemudian materi yang berkaitan dengan jaringan syaraf tiruan baik berupa buku-buku, jurnal maupun paper ilmiah dan yang diperoleh dari internet, kemudian merancang sistem jaringan syaraf tiruan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan pada penyakit asma dan menghasilkan keputusan-keputusan medis bagi penanganan selanjutnya, kemudian membuat perangkat lunak untuk mensimulasi rancangan yang telah dibuat.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam pembuatan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan dan Tinjauan Pustaka.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan mengenai Jaringan Syaraf Tiruan, Asma, Model Rekayasa Perangkat Lunak, Diagram Alir, dan Basis Data.


(18)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 18

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Pada bab ini diuraikan antara lain adalah Analisis dan Kebutuhan Sistem, Perancangan Sistem.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN SISTEM

Masalah yang dibahas pada bab ini dalam implementasi basis data, implementasi JST ke dalam program aplikasi dan analisis hasil pengujian JST.

BAB V PENUTUP

Bab ini akan mengumpulkan dan memberi saran dari pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya.

1.7 Tinjauan Pustaka

Pada skripsi ini diambil skripsi pembanding berjudul “Sistem Cerdas untuk Prediksi Keputusan Medis Pasca Pembedahan Mayor Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan” [Wibowo P., 2002]. Dari skripsi tersebut penulis mengadopsi cara pengembangan perangkat lunak dengan model waterfall, beberapa format urutan penulisan dan sebuah subbab di dasar teori tentang flowchart.

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi ”Sistem Cerdas untuk Prediksi Keputusan Medis Pasca Pembedahan Mayor Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan” [Wibowo P., 2002]. adalah skripsi ini memiliki masalah memprediksi keputusan pada penyakit asma, skripsi ini terdapat tiga buah jaringan syaraf tiruan yang dalam proses menggunakan algoritma backprogation tanpa momentum, program aplikasi jaringan syaraf tiruan dikembangkan dengan Microsoft Visual Basic 6.0 dan perangkat lunaknya menggunakan sistem basis data.

Alasan kelayakan pembuatan skripsi ini adalah bahwa skripsi “Sistem Cerdas untuk Prediksi Keputusan Medis Pasca Pembedahan Mayor Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan” [Wibowo P., 2002] tidak sama dengan skripsi ini karena masalah yang dihadapi berlainan, perbedanya adalah pada Prediksi Keputusan Medis Pasca Pembedahan Mayor masalah yang dihadapi mengenai pengambilan keputusan dan output-nya berbeda dengan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi


(19)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 19

Keputusan Medis pada Penyakit Asma. program aplikasi pengembang perangkat lunak yang digunakan berbeda dan perangkat lunaknya menggunakan sistem basis data dan metode pembelajaran dalam jaringan syaraf tiruan juga berbeda.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jaringan Syaraf Tiruan Definisi Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (artifical neural networks) atau disingkat JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak [Kristanto A., 2004]. Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan di sini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran [Kusumadewi S.,2003].


(20)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 20

Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namum demikian, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan menuju ke neuron-neuron yang lain. pada jaringan syaraf, hubungan ini disebut dengan nama bobot. informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Gambar 2.1 menunjukan struktur neuron pada jaringan syaraf.

bobot bobot

input dari neuron lain

3

output output dari neuron lain

Gambar 2.1 Struktur neuron jaringan syaraf

Neuron buatan ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis. Neuron-neuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan Neuron- neuron-neuron biologis. Informasi (disebut dengan : input) akan dikirim ke neuron-neuron dengan

bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (thereshold) tertentu melalui fungsi aktivitas setiap neuron. Apabila input tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot

output-nya ke semua neuron yang berhubungan dengannya.

Pada jaringan syaraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan-lapisan neuron (neuron layers). Biasanya


(21)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 21

sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan yang lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer). Tergantung pada algoritma pembelajaranya, bisa jadi informasi tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan. Gambar 2.2 menunjukan jaringan syaraf tiruan dengan 3 lapisan.

Nilai input

Neuron-neuron pada lapisan output

Neuron-neuron pada lapisan tersembunyi

Neuron-neuron pada lapisan output


(22)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 22

Gambar 2.2 Jaringan syaraf dengan 3 lapisan

Gambar 2.2 bukanlah struktur umum jaringan syaraf. Beberapa jaringan syaraf ada juga yang tidak memliki lapisan tersembunyi.

2.1.3 Arsitektur Jaringan

Ada beberapa arsitektur syaraf, antara lain :

a. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net)

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Gambar 2.3). pada gambar 2.3 tersebut, lapisan input memiliki 3

neuron, yaitu X1, X2 dan X3, Sedangkan pada lapisan output memiliki 2 neuron

yaitu Y1 dan Y2. Neuron-neuron pada lapisan kedua lapisan saling berhubungan. Seberapa besar hubungan antara 2 neuron ditentukan oleh bobot yang bersesuaian. Semua unit input akan dihubungkan dengan setiap unit output.

Nilai Input

Lapisan input

W22

W11 W12 W21 W31 Matriks Bobot

W32

Lapisan bobot

X1 X2 X3


(23)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 23

Nilai Output

Gambar 2.3 Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

b. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi), seperti terlihat pada gambar 2.4. Umumnya, ada lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan dengan lapisan tunggal, tentu saja dengan pembelajaran yang lebih rumit. Namun demikian, pada banyak kasus, pembelajaran pada jaringan dengan banyak lapisan ini lebih sukses dalam menyelesaikan masalah.

Nilai Input

Lapisan input

V21 V22

V12 V31 Matriks Bobot Pertama

V11 V32

Lapisan Tersembunyi

X1 X2 X3


(24)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 24

W1 W2 Matriks Bobot Pertama

Lapisan Output

Nilai Output

Gambar 2.4 Jaringan syaraf dengan banyak lapisan

2.1.4 Fungsi Aktivitas

Ada beberapa fungsi aktivitas yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain :

a. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada

range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan

syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun fungsi ini juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai output-nya 0 atau 1.

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai:

y = f(x) = 1 1 + e- X


(25)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 25

Dengan : f’ (x) = f(x)[1-f(x)]

b. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1.

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai : y = f(x) = 1 – e - X

1 + e - X

Dengan: f’(x) = [1 + f(x)][1-f(x)]

2

2.1.5 Proses Pembelajaran

Ada 2 jenis pembelajaran, yaitu :

a. Pembelajaran Terawasi (supervised learning)

Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya.

Contoh : pada operasi AND

Input Target 0 0 0 0 1 0

1 0 0 1 1 1

Pada proses pembelajaran, satu pola input akan diberikan ke satu neuron pada lapisan input. Pola ini akan dirambatkan di sepanjang jaringan syaraf hingga


(26)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 26

sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan output ini akan membangkitkan pola output yang nantinya akan dicocokan dengan pola output target-nya. Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola

target, maka di sini muncul error. Apabila nilai error masih cukup besar,

mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi.

b. Pembelajaran Tak Terawasi (unsupervised learning)

Pada metode pembelajaran yang tidak terawasi ini tidak memerlukan target

output. Pada metode ini, tidak hanya ditentukan hasil seperti apakah yang

diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola.

2.1.6 Backpropagation

Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan

biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivitas sigmoid.

Arsitektur jaringan backpropagation seperti terlihat pada gambar berikut.

V(1,1)

W(1,1)


(27)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 27

V(1,2) W(2,1) V(2,1) W(1,2)

W(1,3)

V(2,2)

W(2,2) V(3,1)

W(2,3) V(3,2)

Gambar 2.5 Arsitektur jaringan Backpropagation

Algoritma backpropagation :

1. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil) 2. Kerjakan langkah-langkah berikut ini selama kondisi bernilai false

1. Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran, kerjakan :

Feedforward:

a. Tiap-tiap input (Xi i=1,2,3,…..,n) menerima sinyal xi dan

meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada diatasnya (lapisan tersembunyi)

b. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj j=1,2,3,…..,p) menjumlahkan

sinyal-sinyal input terbobot :

z_inj = voj +

=

n

i 1 xi vij

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya zj = f(z_inj)

dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).

c. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,….,m) menjumlahkan sinyal-sinyal

input terbobot.

Z1

X2

X3

Z2

Y2


(28)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 28

y_ink = w0k +

=

p

j 1

Zj Wjk

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya : yk = f(y_ink)

dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).

Backpropagation

d. Tiap-tiap unit output (Yk,, k=1,2,3,…..,m) menerima target pola yang

berhubungan dengan pola input pembelajaranya, hitung informasi

error-nya :

k = (tk-yk) f’ (y_ink)

kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai Wjk):

Wjk = k zj

Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai W0k):

W0k= k

Kirimkan k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.

e. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj j = 1,2,3,…..,p) menjumlahkan delta

input-nya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya):

_in j =

=

m

k 1 k Wjk

kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error:

j = _inj f’ (z_inj)

kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij):

vij = j xi

Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j):


(29)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 29

V0j = j

f. Tiap-tiap unit output (Yk k=1,2,3,….,p) memperbaiki bias dan

bobotnya (j=0,1,2,…..,p):

Wjk (baru) = wjk (lama) + wjk

Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,….,p) memperbaiki bias dan

bobotnya (i=0,1,2,…..,n):

Wij (baru) = wij(lama) + vij

2. Tes kondisi berhenti.

Tes kondisi berupa epoh sudah mencapai jumlah epoh maxsimal atau MSE sudah mencapai target error.

Mean Square Error (MSE) adalah Fungsi kinerja yang sering digunakan untuk backpropagation yang dimana fungsi ini akan mengambil rata-rata kuadarat error yang terjadi antara output jaringan dan target.

Mean Square Error (MSE). MSE dihitung sebagai berikut :

1. Hitung keluaran jaringan syaraf untuk masukan pertama aktivasi prediksi. 2. Hitung selisih antara nilai target dengan nilai keluaran prediksi.

3. Kuadratkan setiap selisih tersebut.

4. Jumlahkan semua kuadrat selisih dari tiap-tiap data pembelajaran dalam satu epoh.

5. Bagi hasil penjumlahan tersebut dengan jumlah data pembelajaran.

Rumus Mean Square Error (MSE) :

MSE =

= n

i 1 e i2 n Keterangan :


(30)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 30

n : Jumlah data pembelajaran

Xi : Unit masukan i

xi : Sinyal input dan output pada unit masukan

Zj : Unit tersembunyi j

z_inj : Sinyal input terboboti/masukan untuk unit tersembunyi Zj

zj : Sinyal keluaran/aktivasi dari unit tersembunyi Zj

v0j : Bias pada unit tersembunyi j

Yk : Unit keluaran k

y_ink : Sinyal input terboboti/masukan untuk unit keluaran Yk

yk : Sinyal keluaran/aktivasi dari unit keluaran Yk

w0k : Bias pada unit keluaran k

k : Informasi error/galat pada unit keluaran Yk yang dipropagasi balik ke

unit tersembunyi.

_inj : Jumlah delta input pada lapisan tersembunyi dari unit pada lapisan

diatasnya/lapisan keluaran Yk.

j : Informasi error/galat pada unit tersembunyi Zj.

wjk : Koreksi bobot antara lapisan keluaran Yk dengan lapisan tersembunyi

Zj.

W0k : Koreksi bias antara lapisan keluaran Yk dengan lapisan tersembunyi

Zj.

vij : Koreksi bobot antara lapisan tersembunyi Zj dengan lapisan masukan

Xi.

wjk : Bobot antara lapisan keluaran Yk dengan lapisan masukan Zj yang

sudah disesuaikan.

vij : Bobot antara lapisan tersembunyi Zj dengan lapisan masukan Xi yang

sudah disesuaikan.

: Laju pembelajaran ( learning rate ). tk : Target output.

2.2 Asma


(31)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 31

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran napas secara menyeluruh [Angela., Abidin, N., Ekarini, E., 2002].

2.2.2 Gejala Asma

Dasar kelainan asma adalah keadaan bronkus (saluran napas bagian dalam) yang hiperreaktif terhadap berbagai rangsangan. Jika ada rangsangan pada bronkus yang hiperreaktif akan terjadi hal-hal berikut ini.

1. Otot bronkus akan mengerut atau menyempit. 2. Selaput lender bronkus membengkak.

3. Produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental ini sulit dikeluarakan (dibatukkan) sehingga penderita menjadi lebih sesak.

Keadaan bronkus yang sangat peka dan hiperreaktif pada penderita asma menyebabkan saluran napas menjadi sempit, akibatnya pernapasan menjadi terganggu. Hal ini menimbulkan gejala asma yang khas, yaitu batuk, sesak napas dan wheezing atau mengi (napas berbunyi). Bunyi mengi dan sesak napas disebabkan oleh penyempitan saluran napas, sedangkan batuk disebabkan oleh produksi lender yang berlebihan. Gejala ini timbul jika ada suatu faktor pencetus berhubungan dengan bronkus yang hiperreaktif.

Manifestasi serangan asma tidak sama pada setiap orang. Bahkan, pada satu penderita yang sama, berat dan lamanya serangan dapat berbeda dari waktu ke waktu. Beratnya serangan dapat bervariasi, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Demikian pula dengan lamanya serangan, serangan bisa saja singkat, sebaliknya dapat pula berlangsung sampai berhari-hari. Di luar waktu serangan, biasanya penderita berada dalam keadaan sehat, seperti orang normal lainnya.


(32)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 32

2.2.3 Klasifikasi Asma

Berdasarkan konsensus internasional dan konsensus nasional, asma diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berikut (Tabel 3.1).

1. Asma episodik jarang 2. Asma episodik sedang 3. Asma persisten (asma berat)

Klasifikasi tersebut berdasarkan pada 8 macam penilaian, yaitu frekuensi serangan, lama serangan, intensitas serangan, keadaan di antar serangan, tidur dan aktivitas, pemeriksaan fisik di luar serangan, perlu atau tidaknya obat pengendali (obat antiinflamasi), fungsi paru di luar serangan.

Setelah diagnosis dan klasifikasi ditentukan, dokter akan merencanakan pengobatan untuk penderita.

Angela., Abidin, N., Ekarini, E., mengkelompokan klasifikasi asma ke dalam tabel yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Asma

No

Paremeter klinis kebutuhan obat dan

fungsi paru

Asma episodik jarang (asma ringan)

Asma episodik sering

(asma sedang)

Asma persisten (asma berat)

1. Frekuensi serangan Kurang dari 1 kali/bulan

Lebih dari 1

kali/bulan Sering

2. Lama serangan Kurang dari 1

minggu

Satu minggu atau lebih

Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi


(33)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 33

4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada Gejala

Gejala siang dan malam 5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering

terganggu

Sangat terganggu 6. Pemeriksaan Fisik di

luar serangan Normal

Mungkin terganggu

Tidak pernah terganggu 7. Obat pengendali

(antiinflamasi) Tidak perlu

perlu,

nonsteroid

Perlu, steroid

8. Fungsi paru di luar serangan

FEF/FEV1 lebih

dari 80%

FEF/FEV1 60-

80%

FEF/FEV1

<60%

2.2.4 Pengobatan Serangan Asma

Serangan asma akut dapat dibedakan menjadi serangan asma akut, ringan, serangan asma akut sedang dan serangan asma akut berat. Keluarga perlu mengenali beratnya serangan asma karena serangan asma yang berat dapat mengancam nyawa.

Anak perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan jika terdapat gejala-gejala di bawah ini.

1. Tidak dapat bernapas, badanya bungkuk ke depan, dan berbicara terpatah-patah. Pada bayi, bayi tidak dapat minum, gelisah, kesadaran menurun, pernapasan cepat, dangkal.


(34)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 34

2. Anak mengi sangat keras atau tidak terdengar.

Untuk lebih jelasnya, klasifikasi serangan asma dapat dilihat pada Tabel 2.2. Serangan asma akut berat tidak harus didasarkan oleh asma persisten berat. Dapat saja suatu asma episodik jarang (derajat asma yang paling ringan) mendapat serangan asma akut berat meskipun jarang. Demikian pula tidak semua gejala atau parameter harus ada.

Angela., Abidin, N., Ekarini, E., mengkelompokan derajat serangan asma akut ke dalam tabel yaitu :

Tabel 2.2 Derajat Serangan Asma Akut

Gejala klinis Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat

Sesak napas

Berjalan sudah sesak

Berbicara sudah sesak

Istirahat sudah sesak

Masih dapat berbaring

Lebih enak duduk, berbaring sesak

Duduk harus membungkuk ke depan karena sesak


(35)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 35

Berbicara Dapat menyelesaikan kalimat Berbicara terputus-putus Sukar berbicara karena sesak

Kegelisahan Kadang-kadang

gelisah Selalu gelisah Selalu gelisah

Frekuensi

Pernapasan Meningkat Meningkat

Sering lebih dari 30 kali/menit Otot-otot bantu napas Biasanya tidak digunakan Biasanya digunakan Biasanya digunakan Bising mengi Sedang, sering hanya akhir ekspirasi

Keras Keras

Nadi/menit Kurang dari 100 100-120 lebih dari 120

Telah disebutkan sebelumnya bahwa serangan asma secara potensial dapat mengancam nyawa. Oleh Karena itu, pengobatan dan penilaian keadaan penderita harus akurat dan tepat. Secara ideal hal ini harus dilakukan di rumah sakit. Meskipun demikian, ada pendapat bahwa strategi pengobatan serangan asma yang terbaik adalah pengobatan dini. Dengan demikian, pengobatan dapat dimulai di rumah.

Tujuan penatalaksanaan serangan asma akut yang utama adalah untuk menghentikan serangan secepat mungkin serta mencegah supaya tidak terjadi serangan berikutnya. Suatu serangan yang ringan dapat hilang jika ditanggulangi dengan cepat dan baik, tetapi kadang-kadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan karena penanganan yang terlambat dan kurang tepat.

Secara keseluruhan, tujuan tatalaksana serangan asma akut adalah sebagai berikut :

1. Meredakan penyempitan jalan napas sesegera mungkin. 2. Mengurangi hipoksemia (kurangnya oksigen dalam darah).


(36)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 36

3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya. 4. Perancanaan tatalaksana untuk mencegah secepatnya.

Berikut ini adalah jenis-jenis serangan asma akut.

1. Asma akut ringan

Asma akut ringan ditandai dengan gejala berupa batuk dan mengi tanpa disertai kegelisahan. Tidak ada gangguan aktivitas dan anak dapat berbicara secara normal.

Dapat diberikan pengobatan dengan inhalasi agonis beta-2 sampai 3 kali pemberian dalam 1 jam pertama, dengan selang waktu 20 menit. Dapat juga diberikan nebulizer. Jika dengan 1 kali pemberian obat keadaan anak membaik, berarti serangan akut ringan. Biasanya, anak akan membaik terus tanpa membutuhkan tindakan lain. Obat dapat diteruskan selama 24-48 jam, berikan setiap 4-6 jam.

Jika serangan timbul kembali dalam waktu kurang dari 3 jam maka perlu diberikan steroid tablet, selain agonis beta-2. jika gejala menetap atau memburuk, anak harus segera dibawa ke rumah sakit.

2. Asma akut sedang

Anak dengan serangan akut yang telah diberi inhalasi agonis beta-2 sebanyak 2-3 kali, tetapi hanya memperlihatkan perbaikan sebagian maka kemungkinan anak mendapat serangan asma akut sedang. Biasanya selain ada mengi yang terdengar tanpa stetoskop, juga tampak digunakan otot-otot pernapasan tambahan, pernapasan agak cepat, terdapat gangguan aktivitas (sulit berjalan), dan bicara terganggu.


(37)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 37

Kadang-kadang dengan pemberian agonis beta-2 dosis tinggi secara inhalasi atau agonis beta-2 dikombinasikan dengan ipratropium bromide melalui

nebulizer, kondisi sesak membaik. Jika keadaan membaik, pengobatan dapat

diberikan setiap 4 jam selama 24-36 jam.

Akan tetapi, jika gejala tidak berkurang atau menetap, perlu diberikan

steroid, yaitu prednisolon atau yang sejenis 1-2 mg/kbBB/hari. Meskipun

demikian, agonis 2 tetap akan diberikan. Jika setelah pemberian agonis

beta-2 sebanyak 3 kali tidak ada perbaikan, anak harus dirujuk ke rumah sakit.

3. Asma akut berat

Jika dengan penanganan di atas serangan asma tidak menunjukan perbaikkan, kemungkinan anak mengalami serangan asma berat. Semua penderita serangan asma akut berat harus dibawa ke rumah sakit dan memberikan oksigen.

Agonis beta-2 diberikan secara nebulizer disertai dengan pemberian oksigen.

Selain itu, anak memerlukan obat-obatan lain yang diberikan secara intravena (suntikan).

Jika keadaan sudah membaik, biasanya dokter menganjurkan agar anak dapat dirawat inap sementara waktu, untuk melanjutkan pengobatan dan mengevaluasi keadaan penyakitnya.

Jika pengobatan di atas tidak menolong atau keadaan anak pada waktu datang ke rumah sakit sangat buruk maka anak perlu dirawat di unit perawatan intensif (ICU = intensive care unit). Jika perlu, dapat dipasang intubasi (pemasangan selang ke dalam trakea) dan kemudian disambung ke ventilator untuk membantu pernapasan [Angela., 2002]


(38)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 38

Pengobatan yang dimulai di rumah dilakukan untuk menghindari keterlambatan pengobatan, mencegah memberatnya serangan asma dan menambah keyakinan penderita dalam mengendalikan serangan.

Skema pengobatan serangan asma akut di rumah sakit dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Skema pengobatan serangan asma akut di rumah

2.3 Model Rekayasa Perangkat Lunak

Dalam rekayasa perangkat lunak terdapat bermacam-macam model untuk pengembangan perangkat lunak. Salah satunya adalah model Waterfall atau model Air Terjun.

Penilaian beratnya serangan asma

Ukur arus puncak ekspirasi(APE): Nilai kurang sama dengan 50% prediksi nilai terbaik menunjukan asma akut. Catat tanda dan gejala. Derajat batuk, sesak, mengi dan rasa tertekan di dada tidak akurat

Untuk menilai derajat beratnya serangan asma

Pengobatan awal

Hirup agonis beta-2 kerja pendek 2-4 semprot, sampai 3 kali setiap 20 menit atau nebulizer sekali

Respons balik

Eksaserbasi ringan

 Arus puncak ekspirasi (APE) Lebih dari 80% prediksi atau Nilai terbaik

 Tidak ada mengi atau sesak

Agonis beta dapat

dilanjutkan setiap 3-4 jam

Selama 24-48 jam

Renpons tidak komplit Eksaserbasi sedang

 Arus puncak ekspirasi (APE) 50- 80% prediksi atau Nilai terbaik

mengi atau sesak menetap

lanjutan Agonis beta

Renpons buruk Eksaserbasi berat

 Arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50% prediksi atau

nilai terbaik

mengi atau sesak sangat menonjol Tambahan

kortikosteroid oral

Ulangi Agonis beta


(39)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 39

2.3.1 Model Waterfall

Gambar 2.7 Model Waterfall

Seperti yang terlihat pada gambar 2.7 Model Waterfall memiliki 5 urutan pengembangan, yaitu :

Analisis dan Defenisi Kebutuhan Sistem. Hal-hal yang perlu dilakukan

pada tahap ini antara lain adalah analisis masalah (masalah-masalah yang dapat diselesaikan dengan perangkat lunak tersebut nantinya, berikut defenisi

input-input yang mempegaruhi output perangkat lunak), identifikasi kebutuhan

(kebutuhan mengenai perangkat lunak yang akan dibuat dari pemakai perangkat lunak), spesifikasi sistem (kemampuan-kemampuan perangkat lunak).

Rancang Sistem. Desain perangkat lunak sebenarnya adalah proses multi

langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi interface dan perancangan prosedural. Proses desain menerjemahkan syarat atau kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfugarasi perangkat lunak.

Implementasi. Pada tahap ini rancangan sistem akan diimplementasikan

menjadi perangkat lunak. Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk bahasa

Implementasi

Testing

Perawatan Analisis dan

Defenisi Kebutuhan Sistem


(40)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 40

mesin yang dapat dibaca. Langkah pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis.

Pengujian. Setelah suatu perangkat lunak diimplementasikan, maka

perangkat lunak akan diuji kesesuaiannya apakah suatu perangkat lunak tersebut sudah dapat menghasilkan output sesuai dengan yang diinginkan.

Perawatan. Pada tahap ini perangkat lunak akan disesuaikan dengan

keinginan pengguna perangkat lunak. Tentunya pada tahap ini akan terjadi beberapa perubahan pada perangkat lunak.

2.3.2 Problema yang dihadapi oleh Model Waterfall

1. Tahapan proyek sesungguhnya tidak sequential.

2. Tahapan proyek banyak mengalami iterasi/pengulangan. 3. Pada dasarnya sulit mendefenisikan kebutuhan secara jelas. 4. Pada Model Waterfall bentuk kerja lambat terlihat.

5. Kesalahan di awal tahap berakibat sangat fatal.

2.3.3 Alasan mengapa Model Waterfall paling banyak dipakai

1. Pendukumentasian tahap pengembangan perangkat lunak yang baik. 2. Prosesnya yang dikendalikan oleh ahlinya.

3. Adanya monitoring dan kendali yang dilakukan pada masing-masing

langkah.

2.4 Diagram Alir (Flowchart)

Diagram alir adalah diagram yang menjelaskan urutan kerja dari program

yaitu proses pembacaan data, pemrosesan data, pengambilan keputusan terhadap data dan penyajian hasil pemrosesan data. Diagram alir digunakan untuk mempermudah pemahaman akan pemograman dari sebuah program dan untuk


(41)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 41

proses dokumentasi. Diagram alir akan memberikan gambaran yang jelas akan logika dari program yang akan dibuat [Wibowo P., 2002].

Diagram alir tersebut memiliki simbol-simbol standar yang mempuyai arti sendiri-sendiri, beberapa yang paling sering digunakan dapat dilihat pada table 2.3.

Tabel 2.3 Simbol-Simbol pada diagram alir (flowchart)

Simbol Arti

Keputusan

Awal atau akhir program Penghubung Masukan atau keluaran

Arah aliran Proses

2.4.1 Diagram alir data (DAD)

Diagram aliran data merupakan alat yang biasa digunakan untuk mendokumentasikan proses dalam sistem, Diagram alir data menekankan pada fungsi-fungsi di dalam sistem, cara menggunakan informasi yang tersimpan dan pemindahan informasi antar fungsi di dalam sistem. Diagram alir data sering digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau sistem baru yang akan dikembangkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik dimana data tersebut mengalir (misalnya lewat surat, telepon dan lain sebagainya) atau lingkungan fisik dimana data tersebut disimpan (misalnya harddisk, disket dan lain sebagainya). Diagram alir data juga merupakan alat yang digunakan pada metodologi pengembangan sistem yang terstruktur.


(42)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 42

Beberapa simbol yang digunakan dalam pembuatan diagram alir data antara lain :

a. Kesatuan luar

Kesatuan luar merupakan kesatuan di lingkungan luar sistem yang dapat berupa orang, organisasi atau sistem lainnya yang berada dilingkungan luarnya yang akan memberikan input atau menerima output. Suatu kesatuan luar disimbolkan dengan notasi kotak seperti gambar 2.7.

Gambar 2.8 Notasi kesatuan luar di DAD

c. Arus data

Arus data mengalir diantara proses, simpanan data dan kesatuan luar. Arus data ini menunjukan arus data yang dapat berupa masukkan untuk sistem atau hasil dari proses sistem. Arus data disimbolkan anak panah seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.9 Notasi proses arus data di DAD

c. Proses

Suatu proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang, mesin, atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk kedalam proses untuk dihasilkan arus data yang akan keluar proses. Proses dapat dalam Diagram Alir Data dapat ditunjukan dengan symbol empat persegi panjang dengan sudut tumpul.


(43)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 43

Gambar 2.10 Notasi proses dalam DAD

d. Simpanan data

Simpanan data merupakan simpanan dari data yang dapat berupa file basis data sistem komputer, arsip atau catatan manual, table acuan manual, agenda atau buku dan lain-lain. Simpanan data disimbolkan dengan sepasang garis horizontal pararel yang tertutup disalah satu ujungnya.

Gambar 2.11 Notasi simpanan data dalam DAD

2.5 Basis Data

2.5.1 Defenisi Basis Data

Elmasri, R., B. Navathe dan Shamkant, mendefinisikan bahwa basis data

mempuyai arti :

a. Basis Data merupakan penyajian suatu aspek dari dunia nyata. Misalnya basis data perbankan, perpustakan, pertanahan dan sebagainya.

b. Basis Data perlu dirancang, dibangun dan data dikumpulkan untuk suatu tujuan. Basis data dapat digunakan oleh beberapa pemakai dan beberapa aplikasi yang sesuai dengan kepentingan pemakai.

Pada awalnya sistem pemrosesan data dimulai dari sistem pemrosesan manual (berbasis kertas). Sistem pemrosesan data dengan tingkat dasar. Apabila data diproses dengan cara ini maka sulit sekali untuk diurutkan berdasarkan kategori yang diinginkan, apabila data berjumlah besar.


(44)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 44

2.5.2 SQL (Structured Query Language)

Structured Query Language (SQL) merupakan bahasa standar atau non-prosedural yang tidak menyediakan struktur pemrograman tradisional, untuk

query yang meliputi perintah untuk menyimpan informasi serta untuk

mengambilnya dengan cepat, memelihara, mengatur akses-akses ke database dan mengolah relasi antar database [Petroutsos E., 2002].

Perintah dalam metode SQL antara select, insert, update :

Tabel 2.4 Perintah Dasar SQL

Perintah

a. SELECT

b. INSERT

c. UPDATE

Penggunaan

Digunakan untuk menampilkan dan memilih suatu data dengan kondisi tertentu :

Syntax :

SELECT daftar_field FROM nama_table IN nama_basis_data WHERE kondisi_pencarian GROUP BY daftar_field

HAVING group_kriteria ORDER BY daftar_field

Digunakan untuk memasukan satu baris sata ke dalam table atau memasukkan satu buah record secara satu per satu.

Syntacx :

INSERT INTO nama_tabel (kolom1, kolom2,..) VALUES

(Nilai 1, Nilai2,…)

Digunakan untuk mengganti satu atau beberapa buah data yang telah ada di dalam database.

Syntacx :

UPDATE nama_table SET kolom1 = nilai WHERE kondisi


(45)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 45

Model ini menggunakan sekumpulan tebel berdimensi dua, dengan

masing-masing relasi tersusun atau baris dan atribut. Relasi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghilangkan kemubaziran data dan menggunakan kunci tamu untuk berhubungan dengan relasi lain.

Pada model relasi-relasi hubungan antara table direlasikan dengan kunci utama dari masing-masing table.

Kemungkinan relasi antar table dalam file basis data adalah :

a. One to One

Hubungan antar table satu dengan yang lainnya adalah satu banding satu (bila satu record yang ada pada satu entity/table hanya punya satu relasi pada table lainnya).

b. One to Many

Hubungan antara table pertama dengan table kedua adalah berbanding satu dan dapat pula dibalik satu banding banyak.

c. Many to many

Hubungan antara table pertama dengan table kedua adalah banyak dibanding banyak.

2.5.4 Normalisasi

Proses mengubah relasi menjadi bentuk normal disebut dengan normalisasi Kroenke, David M., menurut Kroenke normalisasi adalah proses untuk mengubah suatu relasi yang memiliki masalah tertentu ke dalam dua buah relasi atau lebih


(46)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 46

yang tidak memiliki masalah tersebut. Proses ini dilakukan dengan memecah relasi menjadi dua atau relasi yang lebih kecil dengan jumlah atribut yang lebih kecil sehingga menjadi bentuk normal. Relasi tidak berada pada bentuk normal akan mengakibatkan masalah sewaktu pemakaian, antara lain adanya redudansi data dan anomali. Anomali adalah proses pada basis data yang memberikan efek samping yang tidak diharapkan (misalnya menyebabkan ketidakkonsistensian data atau membuat sesuatu data menjadi hilang ketika data lain dihapus).

2. Primary Key (Kunci Primer)

Kunci primer adalah kunci kandidat yang dipilih sebagai kunci utama untuk mengidentifikasikan baris dalam table.

3. Alternate Key (Kunc i Alternatif)

Kunci alternatif adalah semua kunci kandidat yang tidak bertindak sebagai kunci.

4. Foreign Key (Kunci Tamu)

Kunci tamu adalah sembarang atribut yang menunjuk ke kunci

primer pada table lain.

b. Ketergantungan Fungsi (Functional Dependency)

Ketergantungan Fungsi adalah macam dependensi yang banyak diulas pada literatur basis data. Ketergantungan kunci didefinisikan sebagai berikut :

Suatu atribut Y mempunyai dependasi fungsional terhadap atribut X jika dan hanya jika setiap nilai X berhubungan dengan nilai Y.

Tahapan dalam proses normalisasi dari bentuk pertama hingga bentuk normal ketiga adalah sebagai berikut :


(47)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 47

a. Bentuk Normal Pertama (1NF)

Bentuk normal pertama (1NF) diberikan pada table yang belum

ternormalisasi, atau table yang memiliki atribut berulang. Relasi dikatakan dalam bentuk normal pertama jika dan hanya jika setiap atribut bernilai tunggal untuk setiap baris. Relasi yang memenuhi bentuk normal pertama biasanya memiliki masalah yang disebabkan karena redudansi data.

b. Bentuk Normal Kedua (2NF)

Relasi dalam bentuk normal kedua jika dan hanya jika berada dalam bentuk normal pertama dan semua atribut bukan kunci (atribut yang bukan merupakan kunci primer) memiliki dependensi sepenuhnya terhadap kunci primer. Dalam ungkapan yang lebih praktis bentuk normal kedua mensyaratkan setiap atribut bergantung pada kunci primer.

c. Bentuk Normal Ketiga (3NF)

Suatu relasi berada dalam bentuk ketiga jika berada dalam bentuk normal kedua dan setiap atribut bukan kunci tidak memiliki dependensi transitif terhadap kunci primer.


(48)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 48

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Metode yang digunakan untuk mengembangkan perangkat lunak pada skipsi ini adalah metode sekuensial linear (model air terjun/ waterfall). Pada metode waterfall terdapat 5 tahap, yaitu analisis data dan identifikasi kebutuhan sistem, rancang sistem, implementasi, pengujian, dan perawatan.

Analisis dan Identifikasi Sistem Analisis Masalah

Masalah-masalah yang dapat diselesaikan dengan perangkat lunak ini nantinya antara lain :

a. Diperlukan sebuah sistem yang dapat dijadikan sebagai pendukung keputusan dalam pendiagnosaan klasifikasi asma.

Dimana sistem ini nantinya menghasilkan 3 buah output klasifikasi asma :

1. Asma Episodik Jarang 2. Asma Episodik Sering

3. Asma Episodik Berat/persisten.

Input yang mempegaruhi output ada 8, yaitu :

1. Frekwensi Serangan : < 1 kali/bulan; > 1kali/bulan; sering

2. Lama Serangan : < 1 minggu; >= 1 minggu; hampir sepanjang tahun; tidak ada remisi


(49)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 49

4. Diantara Serangan : Tanpa Gejala; Sering ada Gejala; Gejala Siang dan Malam

5. Tidur dan Aktivitas : Tidak Terganggu; Sering Terganggu; Sering Terganggu

6. Pemeriksaan Fisik di luar Serangan : Normal; Mungkin Terganggu; Tidak Pernah Normal

7. Obat Pengendali (Antiinflamasi) : Tidak Perlu; Perlu; nonsteroid; perlu, Steroid

8. Fungsi Paru diluar Serangan : PEF/FEVI > 80%; PEF/FEV1 60-80%; PEF/FEV1<60%

b. Diperlukan sebuah sistem yang dapat dijadikan sebagai pendukung keputusan dokter dalam pendiagnosaan beratnya serangan asma.

Dimana sistem nantinya menghasilkan 3 buah output derajat beratnya asma : 1. Serangan Ringan

2. Serangan Sedang 3. Serangan Berat

Input yang mempegaruhi output ada 7, yaitu :

1. Sesak Napas : Berjalan sudah sesak, masih dapat berbaring; Berbicara sudah sesak, lebih enak duduk, berbaring sesak; Istirahat sudah sesak, duduk harus membungkuk ke depan karena sesak

2. Berbicara : Dapat menyelesaikan kalimat; Berbicara terputus-putus; Sukar berbicara karena sesak

3. Kegelisahan : Kadang-kadang Gelisah; Selalu Gelisah; Selalu Gelisah 4. Frekuensi Pernapasan : Meningkat; Meningkat; Sering>30 kali/menit 5. Otot-otot bantu Napas : Biasanya tidak digunakan; Biasanya digunakan 6. Bising Mengi : Sedang; sering hanya akhir ekspirasi; Keras


(50)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 50

c. Diperlukan sebuah sistem yang dapat dijadikan sebagai pendukung keputusan penderita dalam menetukan waktu yang tepat untuk meminta pertolongan dokter.

Dimana sistem ini nantinya menghasilkan 3 buah output saran untuk menentukan waktu yang tepat dalam meminta pertolongan dokter :

1. Hubungi dokter untuk instruksi lebih lanjut

2. Hubungi dokter (segera) hari ini untuk instruksi lebih lanjut 3. Rujuk ke ruang Gawat Daurat

Input yang mempegaruhi output ada 3, yaitu :

1. Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) sebelum pengobatan awal : <50%; <50%,<50%

2. Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) sesudah pengobatan awal : >80%; 50-80%; <50%

3. Gejala : Tidak ada mengi atau sesak; Mengi dan sesak napas menetap; Mengi dan sesak napas sangat menonjol

Identifikasi Kebutuhan

Kebutuhan dari dokter :

Dokter memerlukan saran/pendapat dari dokter lain sebagai pertimbangan keputusan medis terhadap diagnosis klasifikasi penyakit asma dan diagnosis beratnya serangan asma. Dengan semakin canggihnya teknologi komputer, dapat dibuat suatu sistem yang mampu memberikan masukkan bagi dokter dalam pengambilan keputusan medis dalam diagnosis klasifikasi asma dan diagnosis derajat beratnya serangan asma.


(51)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 51

Penderita/keluarga penderita memerlukan saran/pendapat untuk membantu keputusanya dalam menentukan waktu yang tepat untuk meminta pertolongan dokter pada saat serangan asma. Dengan semakin canggihnya teknologi komputer, dapat dibuat suatu sistem yang mampu memberikan masukkan bagi penderita/keluarga penderita dalam pengambilan keputusannya dalam menentukan waktu yang tepat untuk meminta pertolongan dokter pada saat serangan asma.

Spesifikasi Sistem

Sistem yang dibuat nantinya memiliki fasilitas dan kemampuan-kemampuan sebagai berikut :

a. Proses Login dan Password : Tenaga Ahli; Pengguna Dokter; Pengguna Pasien b. Proses Input Data Pembelajaran untuk JST Ketepatan Diagnosis menurut

klasifikasi Asma, JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma, JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter.

c. Proses Pelatihan untuk JST Ketepatan Diagnois menurut klasifikasi Asma, JST Ketepatan Beratnya Serangan Asma, JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter.

d. Proses Pengujian dan Prediksi untuk JST Ketepatan Diagnosis menurut klasifikasi Asma, JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma, JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter.

Perancangan Sistem Diagram Konteks

Pada Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma terdiri dari tiga entitas eksternal yang mempuyai hak dan kewajiban yang berbeda. Tenaga ahli memiliki hak akses penuh pada sistem, dan tugas tenaga ahli


(52)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 52

pada sistem ini adalah memasukkan data pembelajaran, melakukan pengujian terhadap hasil pembelajaran serta melakukan pembelajaran di mana proses pembelajaran membutuhkan data variable pembelajaran (jumlah epoch maxsimal, laju pembelajaran target error). Tenaga ahli akan mendapatkan hasil pengujian sistem dan grafik MSE dan nilai bobot-bobot pada tiap-tiap neuron. Entitas luar yang kedua adalah dokter, pengguna dengan level kuasa dokter hanya dapat menggunakan dua buah JST, yaitu JST Ketepatan Diagonis menurut klasifikasi Asma dan JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma. Dokter tidak dapat memasukkan data pembelajaran, pengguna dengan level Dokter hanya dapat melakukan proses prediksi kemudian menerima hasil prediksi dari sistem. Pengguna ketiga dari sistem adalah Penderita Asma, Penderita Asma hanya dapat menggunakan JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter. Seperti halnya Dokter, Penderita Asma tidak dapat memasukkan data pembelajaran, Penderita Asma hanya dapat melakukan proses prediksi kemudian menerima hasil prediksi dari sistem.

Diagram kontenks pada gambar 3.1 menggambarkan karakteristik Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma dengan kesatuan luar atau pemakai yang terlibat dalam penggunaan informasi.

 Data pembelajaran, Pengujian JST 1 (Ketepatan Diagonis menurut Klasifikasi Asma)

 Data Pembelajaran, Pengujian JST 2 (Ketepatan Beratnya Serangan Asma)

 Data Pembelajaran, Pengujian JST 3 (Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter

 Data Variabel Pembelajaran

 Hasil Pengujian JST 1 (Ketepatan Diagonis menurut Klafikasi Asma)

 Hasil Pengujian JST 2 (Ketepatan Beratnya Serangan Asma)

 Hasil Pengujian JST 3 (Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter)

 Grafik MSE dan Nilai Bobot

 Input JST 1 (Ketepatan Diagonis Menurut klasifikasi Asma

 Input JST 2 (Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma)

 Output JST 1 (Ketepatan Diagnosis Input JST 3 menurut klasifikasi Asma) (Ketepatan

 Output JST 2 (Ketepatan Penilaian Waktu dalam Beratnya Serangan Asma) Meminta

pertolongan dokter Tenaga Ahli

Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada


(53)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 53

Output JST 3 (Ketepatan Waktu dalam Menerima Pertolongan Dokter)

Gambar 3.1 Diagram Konteks 3.2.2 Perancangan Model Proses dengan DAD

3.2.2.1 DAD Level 0 Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma

Input JST 1

Output JST 1

Data Epoh Data MSE 1

Data MSE 2 Grafik

Data Epoh Data MSE 1 Data Pembelajaran, Pengujian JST 1 Data MSE 2 Data Variabel Pembelajaran JST 1

Hasil Pengujian JST 1

Grafik MSE dan Nilai Bobot Data Pembelajaran JST 1

Tbl Belajar 1

Data Pembelajaran JST 1

Data Hasil Pembelajaran JST 1

Tbl Hasil Belajar 1

Data Hasil Pembelajaran JST 1

Data Pembelajaran, Pengujian JST 2 Data Variabel Pembelajran JST 2

Hasil Pengujian JST 2

GrafikMSE dan Nilai Bobot

Data Pembelajaran JST 2

Input JST 2

Data Pembelajaran JST 2 Tbl Belajar 2

Output JST 2

Data Hasil Pembelajran JST 2

Data Epoh Tbl Hasil Belajar 2

Data MSE 1 Data Epoh Data Hasil Pembelajaran JST 2 Data MSE 2 Data MSE 1

Data MSE 2 Data Epoh

Data MSE 1 Data MSE 2

Grafik 3

Input JST 3 Data Epoh

Data MSE 1

Dokter Penderita Asma

1. 0 JST Ketepatan Diagnosis menurut klasifikasi Asma Tenaga Ahli

Dokter 2. 0 JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma Penderita Asma Grafik 2


(54)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 54

Data MSE 2 Output JST 3

Data Pembelajaran JST 3

Tbl Belajar 3 Data Pembelajaran JST 3

Data Hasil Pembelajran JST 3

Tbl Hasil Belajar 3 Data Hasil Pembelajaran JST 3

Gambar 3.2 DAD Level 0 Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma

Pada Sistem Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Keputusan pada Penyakit Asma ini terdapat 3 buah Jaringan Syaraf Tiruan, yaitu :

1. JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma 2. JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma

3. JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter

Pada Gambar 3.2 terlihat bahwa ada 6 buah Data Store, antara lain :

1. Tbl Belajar 1 2. Tbl Hasil Belajar 1 3. Tbl Belajar 2 4. Tbl Hasil Belajar 2 5. Tbl Belajar 3 6. Tbl Hasil Belajar 3 7. Tbl Grafik

8. Tbl Grafik 2 9. Tbl Grafik 3

3.2.2.2 DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma

JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma memiliki 3 proses didalamnya antara lain adalah :

3. 0 JST Ketepatan

Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter


(55)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 55

1. Peng-input-an data Tbl Belajar 1, Tenaga ahli akan meng-input-kan data pembelajaran JST 1, dimana data tersebut disimpan pada data store Tbl Belajar 1.

2. Pembelajaran JST 1, proses ini mendapat 4 buah data, yaitu data variable pembelajaran dari tenaga ahli yang akan digunakan untuk proses pembelajaran, data pembelajaran JST 1 dari Tbl Belajar yang akan digunakan untuk proses pembelajaran, data hasil pembelajaran JST 1 dari Tbl Hasil Belajar 1, kemudian data epoh, data MSE1 dan data MSE 2 akan diolah menjadi table grafik. Proses ini menghasilkan 3 buah data, yaitu nilai bobot dan grafik MSE untuk tenaga ahli, Data Hasil Pembelajaran JST 1 yang akan disimpan pada Tbl Hasil Belajar 1 dan data epoh, data MSE 1 dan data MSE 2 yang akan disimpan pada tabel grafik.

3. Pengujian JST 1, dimana proses ini mendapatkan input dari Tenaga Ahli berupa data pengujian, input dari Dokter berupa data input JST 1 (dengan data ini akan didapatkan prediksi keputusan) serta input dari data store Tbl Hasil Belajar 1 berupa data hasil pembelajaran JST 1. Output yang dihasilkan oleh proses ini adalah Hasil Pengujian JST 1 yang ditujukan pada Tenaga Ahli,

Output JST 1 (Prediksi Keputusan Klasifikasi Asma).


(56)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 56

Untuk lebih jelasnya DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma dapat dilihat pada gambar 3.3.

Data Pembelajaran JST 1 Data Variabel Pembelajaran

Data Pembelajaran JST 1

Grafik MSE Tbl Belajar 1 Nilai Bobot

Data Pengujian JST 1

Data Pembelajaran JST 1 Hasil Pengujian JST 1

Data Epoh, MSE1, MSE2

Grafik Data Epoh, MSE1, MSE2

Data hasil Pembelajaran JST 1

Data hasil Pembelajaran JST 1

Data Hasil Pembelajaran JST 1

Tbl Hasil Belajar 1

Input JST 1

1.2 Pembelajaran JST 1

1.1 Peng-inputan data Tbl

Belajar 1

1.3 Pengujian JST 1 Tenaga Ahli


(57)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 57

Output JST 1

Gambar 3.3 DAD Level 1 JST Ketepatan Diagnosa menurut Klasifikasi Asma

3.2.2.3 DAD Level 1 JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma

JST Ketepatan Penilaian Beratnya Serangan Asma memiliki 3 proses

didalamnya antara lain adalah :

1. Peng-input-an data Tbl Belajar 2, Tenaga Ahli akan meng-input-kan data pembelajaran JST 2, dimana data tersebut disimpan pada data store Tbl Belajar 2.

2. Pembelajaran JST 2, proses ini mendapat 4 buah data, yaitu data variable pembelajaran dari tenaga ahli yang akan digunakan untuk proses pembelajaran, data pembelajaran JST 2 dari Tbl Belajar 2 yang akan digunakan untuk proses pembelajaran, data hasil pembelajaran JST 2 dari Tbl Hasil Belajar 2, kemudian data epoh, data MSE1 dan data MSE 2 akan diolah menjadi table grafik 2. Proses ini menghasilkan 3 buah data, yaitu nilai bobot dari garafik MSE untuk tenaga ahli, data Hasil Pembelajaran JST 2 yang akan disimpan pada Tbl Hasil Belajar 2 dan data epoh, data MSE1 dan data MSE 2 yang akan disimpan pada table grafik 2.

3. Pengujian JST 2, dimana proses ini mendapatkan input dari Tenaga Ahli berupa data pengujian, input dari Dokter berupa data input JST 2 (dengan data ini akan didapatkan prediksi keputusan) serta input dari data store Tbl Hasil Belajar 2 berupa data hasil pembelajaran JST 2. Output yang dihasilkan oleh


(1)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 134

Apakah JST Backpropagation dapat memprediksi saran dokter tentang Waktu yang tepat dalam Meminta Pertolongan Dokter dengan tingkat ketepatan prediksi 100%?

Pada percobaan ini akan digunakan learning rate = 0,1, jumlah epoch maximal = 10.000 dan target error = 0,1.

Data yang digunakan sebagai pertimbangan adalah 3 buah data pola, yaitu data ke-1,2,3 dan beberapa data bias yang salah diprediksi oleh JST.

Tabel 4.25 Data Percobaan untuk prediksi saran dokter Waktu yang tepat dalam Meminta Pertolongan Dokter dengan tingkat ketepatan 100%

No Data

Pembelajaran Epoch MSE1 MSE2

Prediksi BENAR Prediksi SALAH % kebenaran

1. 1 (3-1-2) 8 0,0804 0,0988 4,8 2,3,5,6,8,9 25%

2. 1,2 (3-2-2) 196 0,0015 0,0984 4,5,8 3,6,7,9 42,86%

3. 1,2,3 (3-3-2) 766 0,0014 0,0992 4,5,8 6,7,9 50%

4. 1,2,3,6 (3-4-2)

606 0,0026 0,0999 4,8,9 5,7 60%

5. 1,2,3,5,6 (3-5-2)

440 0,0041 0,0994 4,8,9 7 75%

6. 1,2,3,5,6,7 (3-6-2)

727 0,0005 0,0991 4,8,9 - 100%


(2)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 135

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan perancangan, implementasi dan analisis perangkat lunak, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Metode Waterfall adalah metode pengembangan perangkat lunak yang baik, karena metode Waterfall memiliki kelebihan dalam pendokumentasian pengembangan perangkat lunak dan prosesnya dikendalikan oleh ahlinya. Akan tetapi tidak dipungkiri akan kekurangan motede Waterfall, yaitu tahapan pengembangan perangkat lunak banyak mengalami iterasi/pengulangan.

2. Dengan 3 buah data pola dan 12 data bias JST Ketepatan Diagnosis menurut Klasifikasi Asma dapat digunakan dengan ketepatan prediksi 100%? dengan arsitektur jaringan 8-4-2, learning rate 0,1 dan target error 0,1.

3. Dengan 3 buah data pola dan 12 data bias JST Penilaian Beratnya Serangan Asma dapat digunakan dengan ketepatan prediksi 100%? dengan arsitektur jaringan 7-8-2, learning rate 0,1 dan target error 0,1.


(3)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 136

4. Dengan 3 buah data pola dan 6 data bias JST Ketepatan Waktu dalam Meminta Pertolongan Dokter dapat digunakan dengan ketepatan prediksi 100% dengan arsitektur jaringan 3-6-2, learning rate 0,1 dan target error 0,1.

5. Terdapat faktor-faktor yang mempegaruhi tingkat kebenaran prediksi pada JST Backpropagation, yaitu learning rate, target error, jumlah data pembelajaran dan nilai bobot awal yang diberikan secara random pada tiap-tiap neuron.

6. JST Backpropagation dapat menebak suatu variasi data tertentu jika dan hanya jika JST Backpropagation sudah mempelajari pola dari variasi data tersebut.

7. Dengan learning rate, target error dan data pembelajaran yang sama belum pasti menghasilkan tingkat prediksi yang sama, hal ini dikarenakan nilai bobot-bobot pada tiap-tiap neuron yang dihasilkan oleh setiap pembelajaran berbeda. Penyebab bobot-bobot dari tiap-tiap neuron yang dihasilkan oleh setiap pembelajaran pasti berbeda adalah dikarenakan pemberian nilai bobot awal dengan nilai random dimana nilai random setiap pembelajaran berbeda.

8. Penurunan learing rate akan membuat proses pembelajaran semakin lambat.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian skripsi jaringan syaraf tiruan untuk prediksi keputusan medis pada penyakit asma terdapat beberapa saran pengembangan selanjutnya, yaitu :

1. Supaya hasil prediksi dapat ditingkatkan perlu dilakukan penelitian pada pengambilan keputusan medis pada penyakit asma sehingga didapatkan parameter belajar yang lebih spesifik.


(4)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 137

2. Dikembangkan penelitian yang lebih mendalam dan variasi algoritma pelatihan supaya didapatkan hasil yang optimal dengan waktu pelatihan yang lebih singkat.

DAFTAR PUSTAKA

Angela., Abidin, N., Ekarini, E., 2002, Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi

Asma pada Anak plus Panduan Senam Asma, Puspa Swara, Jakarta.

Kristanto, A., 2004, Jaringan Syaraf Tiruan; Konsep Dasar, Algoritma dan

Aplikasinya, Penerbit Gava Media, Yogyakarta.

Kusumadewi, S., 2002, Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan

Matlab dan Excel Link, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kusumadewi, S., 2003, Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya), Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wibowo,P., 2002, Sistem Cerdas Untuk Prediksi Keputusan Medis Pasca Operasi

Pembedahan Mayor Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan, tidak diterbitkan.

Wahana Komputer Semarang., 2001, Tip & Trik Pemrograman Visual Basic 6.0, hal. 115-116, Penerbit ANDI, Yogyakarta.


(5)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.

USU Repository © 2009 138

MADCOMS., 2005, MADIUN, MAHIR DALAM 7 HARI Microsoft Access 2003, hal. 173-175, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Petroutsos, E., 2002, Menguasai Pemograman Database dengan Visual Basic 6, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Elmasri, R., B. Navathe, Shamkant., 1994, Fundamental of Database System, The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc., Redwood City.

Kroenke, David M., 1995, Database Processing, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.


(6)

Ferdinand Sinuhaji : Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Keputusan Medis Pada Penyakit Asma, 2009.