Perilaku Siswa Tentang Bahaya Napza Dalam Kesehatan Reproduksi Di SMA Al-Azhar Medan Tahun 2007

(1)

SKRIPSI

PERILAKU SISWA TENTANG BAHAYA NAPZA DALAM KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA AL-AZHAR MEDAN

TAHUN 2007

Oleh:

MIRA HUSNA NASUTION 021000055

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

ABSTRAK

Penyalahgunaan NAPZA merupakan ancaman yang dapat menghancurkan generasi muda saat ini, terutama dikalangan remaja. Perkembangan penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan dampak negatif yang menjadi masalah nasional, dimana siswa SMA merupakan salah satu bagian dari remaja juga sudah terkontaminasi oleh NAPZA.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti perilaku dan sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan Tahun 2007. Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 78 siswa dari 507 siswa SMA Al-Azhar Medan. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, dan tabulating. Selanjutnya dilakukan analisis yang bersifat deskriptif yaitu mendeskripsikan perilaku dan sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang bahaya NAPZA berada pada kategori pengetahuan sedang (75,6%). Sikap siswa tentang bahaya NAPZA pada kategori baik (55,1 %). Sedangkan tindakan siswa yang pernah menggunakan NAPZA sampai sekarang (5,1 %), dulu pernah (1,3 %) dan yang tidak pernah menggunakan NAPZA (93,6 %). Sedangkan sumber informasi yang paling banyak diperoleh siswa adalah dari teman (25,6 %).

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk pihak sekolah SMA Al-Azhar agar melakukan tes darah dan urin, memberikan sanksi tegas bagi siswa yang menggunakan NAPZA, serta memberikan sumber informasi yang tepat tentang bahaya NAPZA dikalangan siswa SMA, sehingga angka penyalahgunaan NAPZA dapat diturunkan.


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : MIRA HUSNA NASUTION

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : MEDAN/14 OKTOBER 1984

AGAMA : ISLAM

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

STATUS PERKAWINAN : BELUM MENIKAH

JUMLAH ANGGOTA KELUARGA : 2 ORANG

ALAMAT RUMAH : JL. PANGLIMA DENAI NO. 73 MEDAN

RIWAYAT PENDIDIKAN

1989-1990 : TK Merpati Pos Medan

1990-1996 : SD Jendral Sudirman Medan

1996-1999 : SLTP Al-Azhar Medan

1999-2002 : SMU Al-Azhar Medan


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan judul ”Perilaku Siswa Tentang Bahaya NAPZA Dalam Kesehatan Reproduksi Di SMA Al-Azhar Medan Tahun 2007”.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril ataupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta bersedia membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, Msi, selaku Kepala Bagian Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh dosen pengajar peminatan Kependudukan dan Biostatistik yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis, serta bang Pendi yang sudah banyak membantu penulis.


(5)

7. Bapak Drs. Safruddin Lubis, selaku Kepala Sekolah SMU Al-Azhar Medan yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh guru dan pegawai tata usaha SMA Al-Azhar Medan.

9. Ayahanda Drs. H. Ali Umar Nst (Alm) dan Ibunda Hj. Darmawani yang telah bersusah payah membesarkan dan mendidik penulis dengan segala pengorbanan moril dan materil yang tiada ternilai sehingga penulis menjadi seperti sekarang ini.

10.Sahabatku Nita Sofia (opi), Melina (melot), Evi Juniati (epiong), Robby Safari(obi), Puteri CCAN (peot), Roslina (lina), Cut Damayanti (icut), Siti Robiah (siti) yang selalu menemani penulis dalam susah dan senang, dan memberikan dukungan, semangat serta doa kepada penulis.

11.Heri Pohan, yang selalu sabar menemani serta juga telah memberikan dorongan, semangat dan doa kepada penulis.

12.Teman-teman satu peminatan biostatistik dan teman-teman stambuk 2002 Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran dari pihak-pihak yang menaruh perhatian. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Dan Allah swt selalu melimpahkan Taufik dan hidayahnya kepada kita semua. AMIN...

Medan, September 2007


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan...i

Abstrak...ii

Riwayat Hidup Penulis...iii

Kata Pengantar...iv

Daftar Isi...vi

Daftar Tabel...ix

Daftar Gambar...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...5

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum ...5

1.3.2. Tujuan Khusus ...5

1.4. Manfaat Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku ...7

2.10.1. Pengetahuan (Knowledge) ...7

2.10.2. Sikap (Attitude)...9

2.10.3. Tindakan (Pratice)...9

2.2. Defenisi NAPZA...10

2.3. Jenis-Jenis NAPZA...11

2.3.1. Narkotika...11

2.3.2. Psikotropika ...14

2.3.3. Zat Adiktif Lainnya...17

2.4. Penyalahgunaan Zat ...18

2.5. Jenis-Jenis Ketergantungan Zat ...19

2.6. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA...20


(7)

2.8. Ciri-Ciri Sekolah Yang Rentan Terhadap Penyalahgunaan NAPZA ...29

2.9. Bahaya Penyalahgunaan NAPZA ...30

2.10. Hubungan NAPZA Terhadap Kesehatan Reproduksi ...32

2.11. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA ...33

2.12. Terapi dan Rehabilitasi 2.12.1. Terapi ...34

2.12.2. Rehabilitasi ...36

2.13. Sumber Informasi...36

2.12. Kerangka Konsep...37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian ...39

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian...39

3.2.2. Waktu Penelitian...39

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi...40

3.3.2. Sampel...40

3.4. Metode Pengumpulan Data...40

3.5. Defenisi Operasional...41

3.6. Aspek Pengukuran ...42

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ...44

3.8. Analisis Data...44

BAB VI HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...45

4.2. Karakteristik Siswa ...45

4.3. Sumber Informasi...47

4.4. Distribusi Perilaku ...48

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden...55

5.1.1. Umur Siswa SMA Al-Azhar Medan...55


(8)

5.1.3. Uang Saku Siswa SMA Al-Azhar Medan ...56 5.1.4. Kegiatan Setelah Pulang Sekolah Siswa SMA Al-Azhar Medan...56 5.2. Sumber Informasi...56 5.3. Perilaku

5.3.1. Pengetahuan Siswa SMA Al-Azhar Medan...57 5.3.2. Sikap Siswa SMA Al-Azhar Medan ...59 5.3.3. Tindakan Siswa SMA Al-Azhar Medan ...61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...64 6.2. Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin...46

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Umur ...46

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Tempat Tinggal...46

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Uang Saku...46

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Kegiatan Setelah Pulang Sekolah...47

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Memperoleh Informasi Tentang Bahaya NAPZA ...47

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Memperoleh Penyuluhan Tentang Bahaya NAPZA ...48

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Pengetahuan Tentang Bahaya NAPZA ...48

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Siswa Tentang Pengertian NAPZA...49

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Siswa Tentang Ciri-Ciri Remaja Pengguna NAPZA ...49

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Siswa Tentang Dampak NAPZA Bagi Kesehatan...50

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Siswa Tentang Penyebab Seseorang Menggunakan NAPZA ...50

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Sikap Tentang Bahaya NAPZA ...51

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Siswa Tentang Gangguan Perilaku Akibat Menggunakan NAPZA ...51

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Tindakan Menggunakan NAPZA ...52

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Umur ...52 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA


(10)

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA

Berdasarkan Uang Saku...53 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA

Berdasarkan Kegiatan Setelah Pulang Sekolah ...53 Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA

Berdasarkan Pengetahuan Tentang Bahaya NAPZA...54 Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu masalah yang merambah sejak tahun 1960 adalah berkembangnya penyalahgunaan narkotika dan kenakalan remaja. Kenyataan yang dialami masyarakat menunjukkan bahwa, masalah narkotika merupakan masalah yang timbul akibat kekeliruan remaja dalam mengisi kehidupannya, menjadikan dirinya tidak produktif dan memperpendek usia secara dini, merusak moral dan perkembangan fisiknya (Wresniwiro M, 1999).

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) merupakan suatu ancaman yang dapat menghancurkan generasi muda. Pada saat ini anak-anak sekolah dasar sudah mengenal narkotika. Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap NAPZA dapat menimbulkan dampak negatif yang menjadi masalah nasional dengan kompleksitas persoalan dapat menghancurkan generasi muda, kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. NAPZA sebenarnya merupakan zat-zat yang berguna di bidang pengobatan, kedokteran dan ilmu pengetahuan lainnya bila digunakan dalam dosis yang tepat. Sayangnya sekarang ini sering disalahgunakan oleh sebagian orang sehingga menimbulkan ketagihan dan pada akhirnya sampai pada stadium ketergantungan (Bahri S, 2005).

Faktor yang berpengaruh dalam penyalahgunaan NAPZA ini antara lain adalah kepribadian, tingkat intelegensi, usia, ketidakharmonisan keluarga, tingkat sosial ekonomi, tekanan kelompok sebaya dan adanya kesempatan. Dalam kelompok masyarakat, penyalahgunaan narkoba akan mengancam dan mengganggu kelangsungan


(13)

hidup dan ketahanan keluarga, masyarakat dan bangsa. Hal ini sangat mencemaskan karena akan menghancurkan masa depan dan kelangsungan hidup bangsa. Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba sampai saat ini belum memuaskan baik dari sudut pencegahan, terapi maupun rehabilitasi, angka kekambuhan masih tinggi 43,9% dan penyakit penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali kambuh merupakan proses gangguan mental adiktif (Anonim, 2004).

Menurut data dari United Nations Drug Control Program (UNDCP)

menyebutkan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia telah menggunakan obat-obat terlarang, di Asia Pasifik 85% penyalahgunaan narkoba adalah penduduk usia produktif (19-45 tahun). Hasil survei Australian Institute of Health and Welfare (AIHW), hampir 40% penduduk Australia berusia lebih dari 14 tahun telah menggunakan obat-obatan dan 46% telah menggunakan sedikitnya satu jenis obat-obatan terlarang dalam hidupnya. Di Indonesia sebanyak 5,5 juta penduduk Indonesia pernah atau sedang mengalami ketergantungan NAPZA dan angka tersebut terus bertambah setiap tahunnya (Anonim, 2002).

Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia menurut Badan Koordinasi Narkotika Nasional dari tahun 1997-2002 sebanyak 14.259 kasus, dengan perincian 622 kasus pada tahun 1997, 958 kasus pada tahun 1998, 1.833 kasus tahun 1999, 3.478 kasus pada tahun 2000, 3.617 kasus tahun 2001, 3.751 kasus pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 naik drastis menjadi 7140 kasus. Dari jenis NAPZA yang digunakan proporsi yang paling tinggi adalah penggunaan narkotika 53,7%, psikotropika 43,3% dan zat adiktif 3,0% (Bahri S, 2005).


(14)

Maraknya penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di kalangan remaja atau siswa sudah sangat memprihatinkan. Badan Narkotika Nasional melaporkan bahwa siswa yang menyalahgunakan NAPZA di DKI Jakarta tahun 2000 - 2002 sebanyak 1632 orang. Dari tingkat pendidikan tercatat 333 orang SD, 345 orang SLTP, 810 SLTA, dan 144 Perguruan Tinggi. Tahun 2003 pemakai narkotika di kalangan generasi muda terus meningkat sekitar 3,9% siswa SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Ini belum dapat menggambarkan kondisi sesungguhnya karena merupakan fenomena gunung es, dimana korban penyalahgunaan NAPZA yang dilaporkan jauh lebih besar jumlahnya (Tambunan R, 2001).

Selain Jakarta yang banyak ditemukan kasus penyalahgunaan NAPZA adalah kota Medan, dari data yang dihimpun oleh polda Sumut dari tahun 1995-1999 tercatat 1.567 kasus NAPZA, dengan perincian 72,3% memakai ganja, 4,7% heroin, 11,7% shabu-shabu dan 9,6% pil ecstasy (Bahri S, 2005).

Berdasarkan data-data Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara (PIMANSU) jumlah penyalahgunaan narkoba di Medan tahun 2005 usia 11-15 tahun sebanyak 6 orang dan usia 16-19 tahun sebanyak 133 orang, sedangkan tahun 2006 usia 12-15 tahun sebanyak 12 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 114 orang dan usia 19-23 tahun sebanyak 466 orang (PIMANSU, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Hawari, dkk (1998) dari pasien penyalahguna/ketergantungan NAPZA ditemukan angka kematian (mortality rate) mencapai angka 17,16%. Mereka yang mengalami komplikasi medik berupa kelainan paru 53,73%, gangguan fungsi lever 55,10% dan hepatitis C 56,63%. Sedangkan yang terinfeksi HIV 33,33% (Hawari D, dkk., 2000).


(15)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sianipar F (2002), ditemukan karekteristik penyalahguna NAPZA rawat jalan di RS Jiwa Medan yaitu jumlah penyalahguna NAPZA sebanyak 18,5%, kelompok umur 18-21 tahun sebanyak 47,4%, jenis ganja sebanyak 50,5% dan faktor stresor psikososial dari teman kelompok sebanyak 44,3%.

Melihat begitu banyak masyarakat khususnya remaja yang belum mempunyai pengetahuan yang benar tentang bahaya NAPZA serta semakin banyaknya penyalahgunaan NAPZA dikalangan remaja, membuat penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana perilaku dan sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan. Penulis memilih SMA Al-Al-Azhar Medan sebagai tempat penelitian karena lokasinya yang berada di daerah perkotaan yang memungkinkan siswa mudah untuk menjangkau informasi dan fasilitas yang dibutuhkan yang berhubungan dengan NAPZA. Sementara itu ada pemakai narkoba di SMA Al-Azhar Medan, ini dilihat dari pernah dikeluarkannya siswa dari sekolah karena diketahui membawa narkoba, serta faktor lain yaitu bahwa SMA Al-Azhar merupakan salah satu sekolah swasta yang berbasis islam yang memiliki kurikulum pendidikan agama sebagai mata pelajaran yang utama sehingga diharapkan dapat membentuk kepribadian siswa tersebut.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi masalah adalah semakin banyaknya kasus pemakai NAPZA di kalangan remaja.


(16)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serta tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dan sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan.

2. Untuk mengetahui sikap siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan. 3. Untuk mengetahui tindakan siswa tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar

Medan.

4. Untuk mengetahui sumber informasi tentang bahaya NAPZA di SMA Al-Azhar Medan.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:

1. Bahan masukan pada sekolah, agar dapat menciptakan lingkungan sekolah yang bebas NAPZA dengan cara mencegah siswa menyalahgunakaan NAPZA.

2. Sebagai bahan acuan bagi pihak lain yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo S (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Perilaku Tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (pratice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.


(18)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut penelitian Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo S (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang sudah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.


(19)

2.1.2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb yang di kutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap it8u merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu memiliki 3 komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.1.3. Tindakan (pratice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor


(20)

fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain (Notoatmodjo S, 2003).

2.2. Defenisi NAPZA

NAPZA singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Istilah narkotika ada hubungannya dengan kata narkan (bahasa Yunani) yang berarti menjadi kaku. Kata narkotika atau narcotica juga berasal dari kata narcois yang berarti narkose atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang dapat membiuskan. Narkotika dapat juga disebut sebagai zat atau obat-obatan yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bertindak mempengaruhi sistem susunan saraf pusat (Sasangka H, 2003).

Dalam bidang hukum telah dikeluarkan dua Undang-Undang, yaitu: UU Narkotika No. 22 Tahun 1997, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Sasangka H, 2003).

Sedangkan berdasarkan UU Psikotropika No. 5 Tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Sasangka H, 2003).


(21)

2.3. Jenis-Jenis NAPZA 2.3.1. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro M,1999).

Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari “cengkeraman”-nya (Partodiharjo S, 2006).

Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1997, jenis narkotika dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Yang termasuk dalam golongan ini adalah:

a) Ganja

Nama lain dari ganja adalah Canabis sativa dikenal di Amerika Utara dan Selatan. Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Pulau Jawa, dan lain-lain. Ganja adalah tanaman perdu dengan daun menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus. Jumlah jarinya selalu ganjil, yaitu 5, 7, 9. Daun ganja sering digunakan sebagai bumbu penyedap masakan. Bila digunakan sebagai bumbu masak, daya adiktifnya rendah. Namun, bila dibakar dan asapnya dihirup dapat menimbulkan terjadinya halusinasi atau khayalan. Karena daun ganja mengandung zat THC (Tetrahydrocannabinol) yaitu suatu zat sebagai


(22)

elemen aktif yang oleh para ahli dianggap sebagai hallucinogenio substance (Wresniwiro M, 1999).

b) Kokain

Tanaman coca dapat tumbuh di wilayah beriklim tropis. Nama lain dari tanaman ini yaitu Erytroxyloncoca, termasuk tanaman perdu mirip dengan pohon kopi yang dapat dijadikan obat perangsang, tetapi dalam dunia pengobatan digunakan sebagai obat pemati rasa yang bersifat lokal. Dalam perdagangan gelap, kokain biasanya dipasarkan dalam bentuk :

1. Bentuk kristal berwarna putih 2. Cairan berwarna putih atau bening 3. Tepung dengan warna putih 4. Tablet dengan warna putih

Kokain berasal dari ekstrak daun koka. Kokain biasanya berbentuk kristal atau serbuk halus berwarna putih. Dibanding dengan heroin yang reaksinya keras dan akibat lepas obatnya lebih parah, maka efek kokain lebih ringan dan penggunaannya tidak sulit. Dapat dihirup melalui hidung dengan menggunakan kertas biasa. Efek mengkonsumsi kokain sudah dapat dirasakan dalam waktu 20 menit. Seseorang yang mengkonsumsi kokain mula-mula merasa hebat dan super, gembira dan bersemangat, hiperaktif, pikiran terang, energi makin bertambah, kesiagaannya sangat aktif, dan kemampuan bicaranya lancar (Sasangka H, 2003).


(23)

c) Morfin

Morphine adalah zat warna yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah. Morphine ini merupakan alkoloida dari opium diperoleh dengan cara ekstrasi isolsasi dengan menggunakan bahan pelarut kimia tertentu. Dalam dunia pengobatan, morphine digunakan untuk pembiusan pada operasi (pembedahan) dan obat untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Dengan dosis seberat 10-15 mg, morphine dapat menimbulkan rasa santai.

d) Heroin

Heroin tidak digunakan dalam pengobatan karena daya adiktifnya sangat besar dan manfaatnya secara medis belum ditemukan. Heroin merupakan turunan opioda semi sintetik, sebagai turunan dari morphine melalui proses reaksi kimiawi. Nama-nama lain yang sering digunakan oleh pecandu heroin adalah putaw atau pete/pt, dope, smack, horse, black far, dan mexican mud. Heroin 4 kali lebih addicting dari pada morphine. Heroin memiliki daya kerja yang lebih hebat dan lebih membuat ketergantungan. Apalagi pemakaiannya dicampur dengan benda-benda lain seperti kapur, tawas, gips, dan lain-lain, heroin akan bekerja lebih keras lagi dan akan mempercepat kematian sipemakai (Wresniwiro M,1999).

2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat dan termasuk narkotika sintetis, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.

Narkotika ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba (substitusi). Contohnya:

a) Petidin: untuk obat bius lokal, operasi kecil, sunat, dan lain sebagainya. b) Methadon: untuk pengobatan pecandu narkoba.


(24)

c) Naltrexon: untuk pengobatan pencandu narkoba.

Selain untuk pembiusan, narkotika sintetis biasanya diberikan oleh dokter kepada penyalahguna narkoba untuk menghentikan kebiasaannya yang tidak kuat melawan suggesti (relaps) atau sakaw. Narkotika sintetis berfungsi sebagai “pengganti sementara”. Bila sudah benar-benar bebas, asupan narkoba sintetis ini dikurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya berhenti total.

3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein: dipakai untuk obat penghilang batuk (Partodiharjo S, 2006).

2.3.2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku.

Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche). Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan:

1. Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan. Contohnya: shabu-shabu, ekstasi, LSD, dan STP (Partodiharjo S, 2006).

• Shabu-Shabu

Shabu-shabu merupakan jenis zat Psikotropika yang mengandung Methyl

amphetamine. Bentuknya berupa kristal putih. Digunakan dengan cara dibakar


(25)

dengan menggunakan botol kaca khusus (bong) dan disuntikkan. Pengguna shabu-shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas yang melampaui batas kemampuan fisik/berkeringat secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).

Pengguna shabu-shabu menyerang syaraf sehingga dapat menyebabkan rasa gelisah, susah tidur dan lain-lain. Efek lain yang ditimbulkan antara lain: timbul rasa gelisah yang berlebihan, nafsu makan berkurang, rasa cemas berlebihan, susah tidur, kehilangan rasa percaya diri, denyut jantung tidak teratur, tekanan darah tidak stabil. Penggunaan secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung sehingga dapat menyebabkan kematian karena serangan jantung, dapat juga menyebabkan kerusakan pada hati dan ginjal (Nasution Z, 2004).

• Ekstasi

Psikotropika stimulan yang bentuknya bermacam-macam seperti bulat, lonjong, segitiga, dan sebagainya. Di pasaran, ekstasi di jual dengan nama sandi INEX, XTC, leon, pinx lady, dan lain-lain. Ekstasi mengandung

Metildioksimetamfetamin (MDMA). Ekstasi memberikan rasa gembira berlebihan

(euphoria), menghilangkan rasa sedih, malu, lapar, pusing dan kantuk. Reaksi ini berlangsung lebih kurang 4-8 jam. Banyak pemakai ekstasi yang terus-menerus menelan ekstasi dengan dosis tinggi sehingga akhirnya malah mengalami overdosis dan meninggal (Wresniwiro M, 1999).


(26)

• LSD

LSD merupakan singkatan dari Lysergic Acid Diethylamide. Dikenal dengan sebutan Elsid. LSD dapat membuat seseorang dalam keadaan melayang-layang (fly). Hal ini timbul kira-kira ½ sampai 1 jam setelah menelan LSD. Kondisi fly mencapai puncaknya selama 2-6 jam dan menghilang setelah 12 jam. Dampak LSD terhadap pemakainya tidak sama pada setiap orang, hal ini tergantung suasana hati, tempat, dan dengan siapa memakainya. Efek sampingnya yang serius antara lain reaksi psikotis

(kadang-kadang terlambat timbulnya) dengan kecenderungan bunuh diri. Setelah pemakaian selesai, maka kemungkinan si pemakai akan merasa cemas dan mengalami depresi selama beberapa waktu (Sasangka H, 2003).

2. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah: amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.

• Amfetamin

Amfetamin dapat digunakan secara oral (ditelan), dilarutkan dalam air kemudian disuntikan atau juga dicampur dalam rokok kemudian dihisap. Kegunaannya dalam medis adalah untuk gangguan depresi, untuk menghilangkan rasa lelah, untuk mencegah serta menghilangkan rasa shock pembedahan dan sebagainya. Karena amfetamin mempunyai efek samping yang tidak menguntungkan seperti memperburuk suasana jiwa bahkan depresi setelah pemakaiannya serta dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif) (Sasangka H,2003).


(27)

3. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenosina, fleenitrazepam dan sebagainya.

4. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam dan lain-lain (Partodiharjo S, 2006).

2.3.3. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) yakni keinginan mengkonsumsi terus menerus. Contohnya:

1. Rokok

Rokok mengandung zat psikoaktif yang bernama nikotin. Karena itulah rokok dapat menimbulkan perasaan nikmat, rasa nyaman, fit, dan meningkatkan produktifitas. Nikotin terdapat pada tembakau. Penggunaan nikotin secara umum ialah dihisap dalam bentuk rokok, pipa dan cerutu. Nikotin merupakan perangsang pada susunan saraf pusat yang berfungsi sebagai penenang. Keracunan nikotin ditandai dengan gejala sakit perut, diare, muntah, berkeringat, nyeri kepala, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu berbicara serta denyut nadi bertambah cepat serta lemah (Partodiharjo S, 2006).

2. Alkohol

Alkohol merupakan zat yang mengandung etanol dengan fungsi menekan susunan saraf pusat. Akibat yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol akan dapat menimbulkan gangguan mental organik yaitu dalam fungsi berpikir, berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organik ini terjadi karena disebabkan oleh


(28)

reaksi langsung alkohol neuro-transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifatnya yang adiktif tersebut, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan menambah dosis sampai pada tahap keracunan (intoksikasi) atau mabuk.

Dosis rendah dapat membuat tubuh menjadi segar karena alkohol bersifat merangsang. Namun pada pemakaian dosis tinggi akan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan berupa rusaknya jaringan otak, gangguan daya ingat, gangguan jiwa, mudah tersinggung, menurunnya koordinasi otot, reaksi refleksi menurun, kelumpuhan bahkan dapat menyebabkan kematian (Hakim A, 2004).

3. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap , dihirup, dan dicium dapat memabukkan (Wresniwiro M, 1999).

2.4. Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat atau obat tanpa indikasi medik, tanpa petunjuk ataupun resep dokter, digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala, sekurang-kurangnya selama satu bulan dan dapat menciptakan keadaan yang tak terkuasai oleh individu.

Pada umumnya zat atau obat yang disalahgunakan oleh pemakai adalah zat yang termasuk golongan obat psikoaktif (psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran, persepsi tingkah laku) dan fungsi motorik. Zat ini mempunyai potensi untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun secara psikis atau kedua-duanya.

Pemakaian zat merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik sehingga akan menimbulkan gangguan fungsi sosial. Ditandai dengan adanya


(29)

ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau teman-temannya karena perilakunya tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar (Hawari D, 2006).

2.5. Jenis-Jenis Ketergantungan Zat

Semua zat yang termasuk NAPZA dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) yang akan berakibat pada ketergantungan. Secara umum pemakai NAPZA dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu :

a) Ketergantungan primer

Ditandai dengan adanya rasa kecemasan dan depresi yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil.

b) Ketergantungan reaktif

Yaitu terutama terdapat pada remaja dimana adanya dorongan-dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman kelompok sebaya (peer group pressure).

c) Ketergantungan simptomatis

Yaitu ketergantungan sebagai salah satu gejala tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian anti sosial (psikopat) dan pemakaian zat itu untuk kesenangan semata (Jeanne M,1996).


(30)

2.6. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA

Mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA dapat diterangkan dengan 3 pendekatan, yaitu pendekatan organobiologik, psikodinamik dan psikososial. Ketiga pendekatan ini tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

a) Organobiologik

Dari sudut pandang organobiologik (susunan saraf pusat/otak) mekanisme terjadinya adiksi (ketagihan) hingga depedensi (ketergantungan) NAPZA dikenal dengan 2 istilah, yaitu gangguan mental organic akibat NAPZA atau sindrom otakorganik akibat NAPZA: yaitu kegaduh gelisahan dan kekacauan dalam fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan/emosi) dan psikomotor (perilaku), yang disebabkan oleh efek langsung NAPZA terhadap susunan saraf pusat (otak). Apabila NAPZA dikonsumsi dengan cara ditelan, diminum, dihisap, dihirup, dan melalui suntikan, maka NAPZA melalui peredaran darah sampai susunan saraf pusat (otak) yang menganggu sistem neuro-transmitter sel-sel saraf otak. Akibat gangguan pada sistem neuro-transmitter itu terjadilah gangguan mental dan perilaku akibat NAPZA.

b) Psikodinamik

Hasil penelitian yang dilakukan Hawari D (1990) menyatakan bahwa seseorang akan terlibat penyalahgunaan NAPZA dan dapat sampai pada ketergantungan NAPZA, apabila pada seseorang itu sudah ada faktor predisposisi, yaitu faktor yang membuat seseorang cenderung menyalahgunakan NAPZA. Adanya faktor predisposisi ini saja belum cukup sehingga diperlukan faktor lain yang berperan serta pada penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, yaitu faktor kontribusi. Bila faktor predisposisi


(31)

dan faktor kontribusi ini sudah ada, diperlukan satu faktor lagi yang mendorong terjadinya penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA, yaitu faktor pencetus.

Dalam penelitian tersebut yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah gangguan kejiwaan yaitu gangguan kepribadian (antisosial), kecemasan dan depresi. Sedangkan yang termasuk faktor kontribusi adalah kondisi keluarga yang terdiri dari tiga komponen yaitu keutuhan keluarga, kesibukan orangtua dan hubungan interpersonal antar keluarga. Dan, yang termasuk faktor pencetus adalah pengaruh teman kelompok sebaya dan NAPZA-nya itu sendiri. Proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA adalah hasil dari interaksi antara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus yang dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Faktor Predisposisi

Seseorang dengan gangguan kepribadian (antisosial) mengalami gangguan kepribadian itu yang ditandai dengan perasaan tidak puas dengan dampak perilakunya terhadap orang lain. Selain itu, yang bersangkutan tidak mampu untuk berfungsi secara wajar dan efektif di rumah, sekolah, atau di tempat kerja dan dalam pergaulan sosialnya. Keluhan lain sebagai gambaran penyerta adalah gangguan kejiwaan berupa kecemasan dan atau depresi. Untuk mengatasi ketidakmampuan berfungsi secara wajar dan untuk menghilangkan kecemasan dan atau depresinya itu, maka orang cenderung menyalahgunakan NAPZA. Upaya ini dimaksudkan untuk mencoba mengobati dirinya sendiri (self medication) atau sebagai reaksi pelarian (escape reaction).


(32)

Penelitian yang dilakukan oleh Hawari D (1990) menyebutkan bahwa seseorang dengan gangguan kepribadian (antisosial) mempunyai resiko relatif

(estimated relative risk) 19,9 untuk terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA. Seseorang dengan gangguan kejiwaan kecemasan mempunyai risiko relatif 13,8 untuk terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA. Seseorang dengan gangguan kejiwaaan depresi mempunyai risiko relatif 18,8 untuk terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA.

2. Faktor Kontribusi

Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan dan ketertekanannya itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA. Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(a) Keluarga tidak utuh, misalnya salah satu dari orang tua meninggal, kedua orang tua bercerai atau berpisah.

(b) Kesibukan orang tua, misalnya kedua orang tua sibuk dengan pekerjaan atau aktifitas lain, sehingga waktu untuk anak kurang. Keberadaan orang tua di rumah juga mempunyai pengaruh, misalnya orang tua jarang di rumah menyebabkan komunikasi dan waktu bersama dan perhatian untuk anak juga kurang bahkan tidak ada sama sekali.

(c) Hubungan interpersonal yang tidak baik, yaitu hubungan antara anak dengan orangtuanya, anak dengan sesama saudaranya, dan hubungan


(33)

antara ayah dan ibu yang ditandai dengan bertengkar, dingin masing-masing acuh tak acuh dan lain sebagainya, sehingga suasana rumah menjadi tegang dan kurang kehangatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hawari D (1990) menyatakan bahwa seseorang yang ada dalam lingkungan keluarga yang tidak baik seperti yang dijabarkan di atas mempunyai risiko relatif 7,9 untuk terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA

3. Faktor Pencetus

Penelitian yang dilakukan oleh Hawari D (1990) menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Sedangkan tersedianya dan mudahnya NAPZA diperoleh (easy availability) mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.

Interaksi antara ketiga faktor di atas yaitu faktor predisposisi, dengan kontribusi dan dengan pencetus mengakibatkan seseorang mempunyai resiko jauh lebih besar terlibat penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dibandingkan dengan satu atau dua faktor saja.

c) Psikososial

Penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA adalah salah satu bentuk perilaku penyimpang dari sudut padang psikososial perilaku menyimpang ini terjadi akibat negatif dari interaksi tiga kutub sosial yang tidak kondusif (tidak mendukung ke arah positif); yaitu kutub keluarga, kutub sekolah atau kampus, dan kutub masyarakat.


(34)

Secara skematis terjadinya perilaku menyimpang yang berakibat pada penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA sebagai berikut

Remaja

Masyar akat

Sekolah Keluarga

Perilaku menyimpang (Penyalahgunaan NAPZA)

Gambar 2.1. Skema Perilaku Menyimpang (Penyalahgunaan NAPZA) Anak atau remaja dalam kehidupan sehari-hari hidup dalam tiga kutub yaitu keluarga (rumah tangga), kutub sekolah atau kampus, dan kutub lingkungan sosial atau masyarakat. Bila kutub keluarga atau sekolah/kampus dan kutub masyarakat tidak kondusif, dimana ketiga kutub tersebut saling mempengaruhi kehidupan anak/remaja, maka sebagai hasil interaksi ketiga kutub tersebut (resultante) risiko perilaku menyimpang menjadi lebih besar yang pada gilirannya berakibat pada penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.


(35)

a. Kutub keluarga

Suasana kehidupan rumah tangga yang tidak kondusif bagi perkembangan jiwa anak adalah:

1. Hubungan buruk/dingin antara ayah dan ibu.

2. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga.

3. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek.

4. Sikap orangtua yang dingin atau acuh tak acuh terhadap anak. 5. Sikap orangtua yang kasar dan keras (otoriter) terhadap anak.

6. Campur tangan atau perhatian yang berlebih orangtua terhadap anak (intervensi, proteksi dan kemanjaan yang berlebihan).

7. Orangtua jarang di rumah, terdapatnya istri lain atau perselingkuhan. 8. Sikap atau kontrol yang tidak cukup dan tidak konsisten (berubah-ubah).

9. Kurang stimulasi kognitif dan atau sosial yang berakibat pada kurang berkembangnya kematangan mental/kepribadian.

10.Dan lain-lain, misalnya menjadi anak angkat, kehilangan orangtua dan sebagainya.

b. Kutub sekolah

Keadaan sekolah yang tidak kondusif dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Keadaan sekolah yang tidak kondusif tersebut antara lain: 1. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai.


(36)

3. Kesejahteraan guru yang tidak memadai.

4. Kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti, jumlah mata pelajaran yang berlebihan.

5. Pendidikan agama dan budi pekerti kurang memadai.

6. Lokasi sekolah di daerah yang tidak sesuai dengan suasana belajar mengajar, misalnya di daerah rawan, di pusat perbelanjaan, hiburan dan sejenisnya.

Dari pengamatan ternyata anak-anak yang kondisi sekolahnya tidak baik tersebut dan terutama muatan pendidikan agama dan budi pekerti yang amat minimal, jumlah anak didik (murid) yang terlibat tawuran dan penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA jauh lebih banyak dibandingkan dengan keadaan sekolah yang kondusif dimana muatan pendidikan agama dan budi pekertinya seimbang dengan mata pelajaran lain. Atau dengan kata lain muatan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) seimbang dengan muatan IMTAQ (iman dan taqwa).

c. Kutub Masyarakat

Kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat menjadi faktor terganggunya perkembangan jiwa/kepribadian anak kearah perilaku yang menyimpang yang pada gilirannya terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Lingkungan sosial yang rawan tersebut antara lain :

1. Semakin banyaknya pengangguran, anak putus sekolah, dan anak jalanan. 2. Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan sampai dini hari


(37)

3. Banyaknya penerbitan, tontonan, TV dan sejenisnya yang bersifat pornografis dan kekerasan.

4. Kesenjangan sosial

5. Sering terjadi tawuran antar warga maupun antar sekolah 6. Kebut-kebutan, coret-coret, pengrusakan tempat-tempat umum

7. Tempat-tempat transaksi NAPZA baik secara terang-terangan maupun

sembunyi-sembunyi.

Bila anak berada di lingkungan sosial seperti yang di kategorikan di atas amat berisiko untuk berperilaku menyimpang serta terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA (Hawari D, 2006).

2.7.Gambaran Perilaku Siswa/Remaja Pengguna NAPZA

Perilaku siswa/remaja pengguna NAPZA secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan sekolah, keluarga, dan teman-teman. Misalnya bertindak kasar, tidak sopan, mudah curiga, dan penuh rahasia terhadap orang lain.

2. Suka marah tidak terkendali.

3. Pembangkangan terhadap disiplin yang tiba-tiba, baik di rumah maupun di sekolah. 4. Selalu mengenakan kacamata gelap pada saat tidak tepat untuk menyembunyikan

matanya yang bengkak dan merah.

5. Suka mengasingkan diri/bersembunyi di kamar mandi atau di tempat-tempat yang janggal, seperti di gudang dan di bawah tangga dalam waktu lama serta berkali-kali.


(38)

6. Penurunan tingkat kehadiran di kelas dan prestasi belajar di sekolah secara drastis. 7. Lebih banyak menyendiri dari biasanya, sering bengong dan berhalusinasi.

8. Berat badan turun drastis, karena nafsu makan yang tidak menentu.

9. Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan senang mengenakan kemeja lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan di lengan.

10.Sering di kunjungi oleh orang-orang yang belum di kenal keluarga atau teman-temannya (Karsono E, 2004).

2.8. Ciri-Ciri Sekolah Yang Rentan Terhadap Penyalahgunaan NAPZA

a. Langsung

1. Lingkungan sekolah yang rawan, seperti sekolah yang dekat pusat perbelanjaan, dekat terminal, di lingkungan kumuh dan sebagainya.

2. Kurangnya kontrol dari petugas sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah, baik pada jam pelajaran maupun setelah jam pelajaran sekolah.

3. Banyak terdapat warung dan atau kios di sekitar sekolah yang sering dijadikan tempat transaksi.

4. Penerapan sanksi yang kurang konsekuen terhadap pelanggaran peraturan sekolah.

5. Lokasi sekolah yang di jadikan tempat nongkrong pengguna NAPZA.

6. Kurangnya pemahaman/pengetahuan guru, siswa, petugas sekolah, dan orang tua siswa terhadap bahaya NAPZA.

b. Tidak Langsung


(39)

2. Komunikasi yang kurang efektif antara guru, kepala sekolah, siswa dan orang tua siswa.

3. Kegiatan sekolah yang terlalu padat atau kurang sesuai dengan minat dan bakat siswa.

4. Penanganan yang kurang optimal terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.

5. Kurangnya keterlibatan orang tua terhadap siswa yang tidak terlibat dalam masalah penyalahgunaan NAPZA.

6. Kurang adanya kerjasama antara sekolah dengan masyarakat sekitar, Pemda setempat dan Polri (Makmuri, 2001).

2.9. Bahaya Penyalahgunaan NAPZA

A.Terhadap kondisi fisik 1. Akibat zat itu sendiri

Berbagai zat akan menimbulkan komplikasi sendiri-sendiri sebagai berikut:

• Opioida : menimbulkan gangguan menstruasi, impotensi dan konstipasi kronik.

• Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah terserang infeksi. Ganja juga dapat memperburuk aliran darah koroner.

• Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus, atau perforasi sekat hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.


(40)

• Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya: gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin, dan gangguan seksual.

• Halusinogen : dapat menimbulkan perdarahan otak

• Inhalansia : menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal, hati, jantung dan otak.

2. Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang akan timbul yaitu infeksi, emboli 3. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril: akan terjadi infeksi, berjangkitnya

AIDS atau hepatitis.

4. Akibat pertolongan yang keliru: misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.

5. Akibat tidak langsung: misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.

6. Akibat cara hidup: terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi, dan penyakit kelamin.

B. Terhadap kehidupan mental emosional

Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku yang tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.

C. Terhadap kehidupan sosial

Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja, atau sekolah. Pada umumnya prestasi


(41)

belajar akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan dari sekolah yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahguanakan obat. Hubungan keluarga dan teman pada umumnya juga dapat terganggu. Pemakaian yang lama kan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya memungkinkan terjadinya tindak kriminal. Semua pelanggaran, baik norma maupun hukumnya karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan implusif (Sudirman, 2003).

2.10. Hubungan NAPZA Terhadap Kesehatan Reproduksi

1. Berat Bayi Lahir Rendah

Seorang wanita hamil yang kecanduan menggunakan narkoba akan mengakibatkan wanita tersebut kekurangan gizi sehingga bayi yang dilahirkan juga akan kekurangan gizi, berat bayi lahir rendah, bayi cacat/gangguan mental serta dapat mengakibatkan janin dalam kandungan gugur. Kebiasaan menggunakan narkoba dapat menurunkan pada sifat-sifat anak yang dilahirkan menjadi peminum dan pecandu (Anonim, 2006)

2. Menurunnya Fungsi Seksual

Gangguan fungsi seksual dan reproduksi yang terjadi, tergantung pada jenis narkoba yang digunakan dan jangka waktu menggunakan bahan yang berbahaya tersebut. Penggunaan narkoba pada pria dapat mengakibatkan penurunan kadar hormon testosteron, menurunnya dorongan seksual, disfungsi ereksi, dan hambatan ejakulasi. Pada wanita dapat mengakibatkan kegagalan orgasme, terhambatnya menstruasi,


(42)

gangguan kesuburan, mengecilnya payudara, dan keluarnya cairan pada payudara (Pangkahila, W., 2006)

3. HIV/AIDS

Secara tidak langsung narkoba terkait erat dengan pergaulan seks bebas. Pengguna narkoba jenis ekstasy dapat melakukan aktifitas seksual yang tidak mungkin dilakukan dalam keadaan normal. Perilaku seksual tanpa kontrol ini tentu sangat berisiko tinggi, antara lain bagi penularan Penyakit Menular Seksual (PMS), seperti HIV/AIDS. Pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril serta dipakai secara bersama-sama juga dapat terkena HIV/AIDS (Anonim, 2006).

2.11. Upaya Pencegahan Pada Penyalahgunaan NAPZA

Ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penyalahgunaan NAPZA yaitu:

1. Pencegahan Primer

Yang menjadi sasaran adalah pada kelompok remaja atau orang-orang yang belum menggunakan NAPZA dapat dilakukan penyuluhan mengenai bahaya NAPZA dan kerugian akibat penyalahgunaan NAPZA.

2. Pencegahan Sekunder

Yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang telah menggunakan NAPZA yang masih dalam tahap dini untuk segera mendapatkan pengobatan yang tepat agar dapat terbebas dari efek ketergantungan zat tersebut.

3. Pencegahan Tertier

Yang menjadi sasaran adalah pada pengguna NAPZA yang sudah kecanduan berat, dalam pencegahan disini selain pengobatan juga harus ditempuh dengan


(43)

usaha-usaha rehabilitasi fisik, mental, dan sosial, sehingga dapat sehat kembali. Dengan kondisi sehat diharapkan dapat berfungsi kembali dalam kehidupan sehari-hari baik secara fisik, mental dan interaksi sosial sesama masyarakat dilingkungannya.

Selain 3 hal di atas upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah berkembangnya penyalahgunaan NAPZA adalah dengan pemberian informasi yang tepat tentang akibat penyalahgunaan NAPZA kepada semua orang dan khususnya kepada generasi muda (Jeanne M, 1996).

2.12. Terapi dan Rehabilitasi 2.12.1 Terapi

Terapi atau pengobatan terhadap penyalahgunaan NAPZA haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi medik, psikiatri, sosial dan agama. Terapi pada gangguan penggunaan zat ditujukan untuk mengobati komplikasi medik seperti gangguan mental organik yang hampir selalu dijumpai pada pasien pengguna zat.

Terapi tersebut terdiri dari 2 tahap yaitu detoksifikasi dan pasca detoksifikasi (pemantapan), yang mencakup komponen-komponen sebagai berikut :

a. Terapi Medik-Psikiatrik (Detoksifikasi tanpa anestesi dan substitusi)

Terapi (detoksifikasi) adalah bentuk terapi untuk menghilangkan “racun” (toksin) NAPZA dari tubuh pasien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA. Metode detoksifikasi ini tidak hanya dapat berlaku untuk NAPZA jenis heroin (“putaw”) saja melainkan juga berlaku untuk jenis zat-zat lainnya misalnya cannabis (ganja), kokain,


(44)

alkohol, amphetamine (shabu-shabu, ekstasi) dan zat adiktif lainnya. NAPZA dapat mengganggu sistem neuro-transmitter dalam susunan saraf pusat (otak).

Dalam terapi detoksifikasi digunakan jenis obat-obatan yang tergolong major tranquilizer yang ditujukan terhadap gangguan system neuro-transmitter susunan saraf pusat (otak). Metode detoksifikasi ini memakai system blok total (abstinentia totalis), artinya pasien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA tidak boleh lagi menggunakan NAPZA atau turunannya (derivates) dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai penggati/substitusi.

b. Terapi medik somatik (komplikasi medik)

Yang dimaksud dengan terapi medik somatik adalah pengunaan obat-obatan yang berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik sebagai akibat dilepaskannya NAPZA dari tubuh (detoksifikasi) yaitu gejala putus zat (withdrawal syndrome) maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahgunaan NAPZA. Termasuk dalam terapi medik somatik ini adalah larangan merokok dan mengkonsumsi alkohol bagi pasien pengguna/pemakai NAPZA.

c. Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap pasien penyalahguna NAPZA memegang peranan penting baik dari segi pencegahan (prevensi), terapi maupun rehabilitasi. Unsur agama dalam terapi bagi pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri (self confidence), harapan (hope), dan keimanan (faith).


(45)

d. Terapi Psikososial

Terapi psikososial adalah upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi penyalahguna NAPZA kedalam kehidupannya sehari-hari. Dengan terapi psikososial ini perilaku anti sosial tersebut dapat berubah menjadi perilaku yang secara sosial dapat diterima (adaptive behavior) (Hawari D, 2006).

2.12.2. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah bukan sekedar memulihkan kesehatan semula si pemakai, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Rehabilitasi korban narkoba adalah proses yang menyeluruh dan berkelanjutan. Karena itu rehabilitasi yang dilakukan harus meliputi usaha-usaha untuk mendukung para korban, hari demi hari, dalam membuat pengembangan dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik, mental, spiritual dan sosial. Dengan kondisi yang sehat tersebut diharapkan mereka mampu kembali ke fungsi wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, tempat kerja dan lingkungan sosialnya (Hawari D, 2006).

2.13. Sumber Informasi

Memang tidak mudah untuk mendefinisikan konsep informasi karena istilah yang satu ini mempunyai bermacam aspek, ciri, dan manfaat satu dengan yang lainnya terkadang berbeda. Informasi bisa jadi hanya berupa kesan pikiran seseorang atau mungkin juga berupa data yang tersusun rapi. Lebih lanjut, informasi dapat berupa data


(46)

atau fakta, tetapi bisa juga bukan berupa fakta. Oleh karenanya, informasi tidak sama dengan data ataupun fakta.

Dari sedemikian banyaknya informasi, hanya sedikit yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh manusia. Informasi yang hanya dirasakan dan didengar serta dilihat itu susah diolah karena ia akan menjurus kepada informasi lisan. Akan tetapi, informasi yang direkam inilah nantinya bisa diolah dan di manfaatkan oleh manusia sesuai dengan keperluannya.

Informasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu informasi lisan dan informasi tulisan. Karena informasi lisan sulit diukur dan dibuktikan juga kurang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan manusia pada umumnya maka informasi lisan tidak dibicarakan. Yang termasuk informasi terekam seperti buku, majalah, surat kabar, laporan hasil penelitian, film, mikrofilm, mikrofis, bahkan sekarang sudah banyak yang direkam ke dalam disket dan mikrokomputer.

Dalam organisasi kesekolahan atau pada lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya, informasi yang bermanfaat adalah informasi yang banyak mendukung tugas-tugas lembaga tersebut, yaitu semua jenis informasi yang mempunyai aspek edukatif, riset, dan rekreatif (Yusuf P, 1998).


(47)

2.14. Kerangka Konsep

Karakteristik siswa - umur

- Uang saku - Tempat tinggal - Kegiatan setelah

pulang sekolah

Tindakan Sikap

Pengetahuan

Sumber informasi

Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah karakteristik siswa yang meliputi: umur, uang saku, tempat tinggal, dan kegiatan setelah pulang sekolah, serta pengetahuan, sikap, dan tindakan serta sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Al-Azhar Medan. Alasan memilih lokasi penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Karena adanya siswa yang terlibat penyalahgunaan NAPZA.

2. SMA Al-Azhar berada di tengah kota sehingga peneliti mengasumsikan bahwa kemungkinan memperoleh informasi lebih cepat, termasuk informasi tentang bahaya NAPZA dimana pengaruh informasi yang semakin mudah diakses, justru memancing remaja mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat.

3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku dan sumber informasi siswa tentang bahaya NAPZA di sekolah tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian


(49)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Al-Azhar Medan yang berjumlah 507 orang.

3.3.2. Sampel

Tehnik penarikan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling dengan rumus: (Gaspers V, 1991)

78 ) 4 , 0 1 ( 4 , 0 . ) 96 , 1 ( ) 1 , 0 .( 507 ) 4 , 0 1 )( 4 , 0 .( ) 96 , 1 .( 507 ) 1 ( . . ) 1 ( . 2 2 2 2 2 2 2 = − + − = − + − = n n p p Zc G N p p Zc N n

Berdasarkan tingkat kepercayaan 95% maka besar sampel minimal sebanyak 78 orang.

Keterangan:

N = Besar populasi n = Besar sampel

P = Proporsi siswa yang memiliki pengetahuan baik = 0,4 Zc = Taraf kepercayaan 95% (1,96)

G = Galat pendugaan = 0,1

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder:


(50)

2. Data sekunder diperoleh dari kantor tata usaha SMA Al-Azhar Medan. Data yang dibutuhkan adalah jumlah siswa masing-masing kelas, dan gambaran umum SMA Al-Azhar Medan.

3.5. Definisi Operasional

a. Karakteristik Siswa:

- Umur merupakan usia siswa antara 15-18 tahun

- Uang saku merupakan uang yang diberikan oleh orang tua sehari-hari

- Tempat tinggal merupakan tempat dimana siswa tersebut hidup menetap didalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meliputi: bersama orang tua, famili, asrama dan kost

- Kegiatan setelah pulang sekolah merupakan aktifitas yang dilakukan sehari-hari setelah akhir pulang sekolah.

b. Pengetahuan tentang NAPZA merupakan sesuatu yang diketahui oleh siswa mengenai NAPZA, penyalahgunaan NAPZA, faktor-faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkan dan tanda-tanda/ciri-ciri siswa yang telah memakai NAPZA.

c. Sikap tentang NAPZA adalah respon atau reaksi dari siswa tentang

penyalahgunaan NAPZA di sekolah.

d. Tindakan merupakan perwujudan nyata dari pengetahuan dan sikap siswa dalam upaya menjauhi NAPZA.

e. Sumber Informasi adalah darimana responden memperoleh informasi tentang bahaya NAPZA, meliputi ibu, ayah, saudara, guru, teman, media cetak dan media elektronik.


(51)

3.6. Aspek Pengukuran

1. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur melalui 11 pertanyaan, dengan memberi skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot jika jawabannya benar maka skornya 1. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4, jika responden menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-d diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-d diberi skor 4, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 5 dan 6, jika responden menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-e diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-e diberi skor 5, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 7, jika menjawab salah satu pilihan dari a, b, atau c diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-c diberi skor 3, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 8, jika menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-h diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-h diberi skor 8, sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0.

Demikian juga untuk pertanyaan nomor 10, jika menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-b diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-b diberi skor 2, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 41 (Pratomo H, 1986).

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan responden dapat di katagorikan sebagai berikut :

a. Pengetahuan baik, jika responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang bahaya NAPZA (skor jawaban responden > 75 % dari nilai tertinggi yaitu >31)


(52)

b. Pengetahuan sedang, jika responden mengetahui sebagian tentang bahaya NAPZA (skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi 16-31)

c. Pengetahuan kurang, jika responden hanya mengetahui sebagian kecil tentang bahaya NAPZA (skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <16). d. Tidak berpengetahuan, jika responden tidak memiliki jawaban yang benar. 2. Sikap

Sikap diukur melalui 7 pertanyaan dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan memberikan bobot penilaian, jika jawaban setuju skornya 1, dan jika jawaban tidak setuju maka skornya 0. khusus untuk pertanyaan nomor 4 jika menjawab salah satu saja dari a-h diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-h diberi skor 8. Untuk pertanyaan nomor 3 dan 6, jika jawabannya tidak setuju maka skornya 1, dan bila jawabannya setuju maka skornya 0. Sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 14 (Pratomo H, 1986).

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka sikap responden dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Sikap baik jika responden mempunyai sikap yang baik (skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi >11).

b. Sikap sedang jika responden mempunyai sikap sedang (skor jawaban responden 40-75% dari nilai tertinggi 6-11).

c. Sikap kurang jika responden mempunyai sikap yang kurang baik (skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <6) benar


(53)

3. Tindakan

Tindakan diukur melalui pernah atau dulu pernah atau tidak pernah menggunakan NAPZA.

4. Sumber Informasi

Sumber informasi diukur melalui pernah mendapat sumber informasi tentang bahaya NAPZA yang benar, baik dari orang tua, guru, media cetak dan elektronik.

3.7. Uji Validitas dan Reabilitas

Salah satu masalah dalam suatu penelitian adalah bagaimana data yang di peroleh dapat akurat dan objektif. Hal ini sangat penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya bila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya.

Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan r hasil. Bila r hasil > nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Dalam uji reabilitas dilihat nilai Cronbach Alpha. Bila nilai r Cronbach Alpha > nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

3.8. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara editing, coding, dan tabulating. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis yang bersifat deskriptif yaitu mendeskripsikan perilaku dan sumber informasi remaja tentang bahaya NAPZA dalam bentuk distribusi frekuensi.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Perguruan Al-Azhar Medan merupakan sekolah swasta yang terletak di jalan Pintu Air IV No. 214 Kelurahan Kwala Bekala Padang Bulan Medan. Perguruan Al-Azhar didirikan oleh Hajjah Rachmah Nasution pada tanggal 16 Juli 1984 yang menyelenggarakan jenjang pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah. Nama Al-Azhar merupakan usulan dari seorang tokoh pengusaha Bapak Abdul Hakim Nasution (abang kandung Ibu Hajjah Rachmah Nasution) sebagai pengganti nama Perguruan Indra Utama.

Perguruan Al-Azhar mempunyai Visi yaitu ”Wadah Intelektual Muslim dan Muslim Intelektual”. Sedangkan Misinya yaitu:

1. Bermuatan iman dan taqwa di qalbunya.

2. bermuatan ilmu dan teknologi dalam akal pikirannya.

Kegiatan belajar mengajar dilakukan dari pagi dimulai dari jam 07.30-14.45, dan dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakulikuler untuk anak SMA kelas X dan XI dihari Senin dan Rabu, sedangkan untuk SMA kelas XII melakukan kegiatan bimbingan di sekolah pada hari Selasa dan Kamis.

4.2. Karakteristik Siswa

Adapun karakteristik siswa menurut umur, uang saku, tempat tinggal dan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:


(55)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin f %

1. Laki-laki 37 47.4

2. Perempuan 41 52.6

Total 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 41 orang (52,6 %) dan laki-laki

sebanyak 37 orang (47,4 %).

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa Berdasarkan Umur

No. Umur f %

1. 15 26 33.3

2. 16 30 38.5

3. 17 18 23.1

4. 18 4 5.1

Total 78 100.0

Dari tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi umur siswa terbanyak adalah umur 16 tahun yaitu sebanyak 30 orang (38,5 %) dan umur 18 tahun sebanyak 4 orang yaitu sebanyak 4 orang (5,1 %).

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa Berdasarkan Tempat Tinggal

No. Tempat Tinggal f %

1. Orang Tua 59 75.6

2. Famili 8 10.3

3. Asrama 4 5.1

4. Kos 7 8.9

Total 78 99.9

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa frekuensi tempat tinggal siswa terbanyak adalah bersama orang tua yaitu sebanyak 59 orang (75,6 %). Sedangkan siswa yang tinggal bersama famili sebanyak 8 orang (10,3 %), siswa yang tinggal diasrama sebanyak 4 orang (5,1 %), dan siswa yang kos sebanyak 7 orang (8,9 %).

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa berdasarkan Uang Saku

No. Uang Saku f %

1. <10.000 41 52.6

2. 10.000-15.000 17 21.8


(56)

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa frekuensi berdasarkan uang saku siswa SMA Al-Azhar Medan tahun 2007, yang mempunyai uang saku Rp.10.000-Rp.15.000 adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 17 orang (21,8 %), sedangkan yang terbanyak adalah siswa yang mempunyai uang saku <Rp10.000 yaitu sebanyak 41 orang (52,6 %).

Tabel 4.5. Distribusi karakteristik Siswa Berdasarkan Kegiatan Setelah Pulang Sekolah

No. Kegiatan Setelah Pulang Sekolah f %

1. Ekstrakurikuler, main ke rumah

teman, jalan-jalan 21 26.9

2. Ekstrakurikuler, bimbingan belajar, di

rumah saja 13 16.7

3. Bimbingan belajar, les private, di

rumah saja 15 19.2

4. Les private, jalan-jalan, warnet 7 8.9

5. Ekstrakurikuler, main ke rumah

teman, warnet 18 23.1

6. Ekstrakurikuler, membantu orang tua 4 5.1

Total 78 99.9

Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa frekuensi kegiatan siswa setelah pulang sekolah yang terbanyak adalah ekstrakurikuler, main ke rumah teman dan jalan-jalan sebanyak 21 orang (26,9 %), sedangkan yang ekstrakurikuler dan membantu orang tua sebanyak 4 orang (5,1 %).

4.3. Sumber Informasi

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Siswa yang Memperoleh Informasi Tentang Bahaya NAPZA

No. Sumber Informasi f %

1. Teman 20 25.6

2. Anggota Keluarga (ayah,

ibu, kakak, adik) 9 11.5

3. Guru 14 17.9

4. Media Cetak 16 20.5

5. Media Elektronik 19 24.4


(57)

Dari tabel 4.6. dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh sumber informasi tentang bahaya NAPZA yang terbanyak adalah dari teman yaitu sebanyak 20 orang (25,6 %), dari media elektronik sebanyak 19 orang (24,4 %), dari media cetak sebanyak 16 orang (20,5 %), guru sebanyak 14 orang (17,9 %) dan dari anggota keluarga sebanyak 9 orang (11,5 %).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Siswa yang Memperoleh Penyuluhan Tentang Bahaya NAPZA

Pernah Tidak Pernah

No. Instansi

f % f %

1. Pihak Sekolah 51 65.4 27 34.6

2. Kepolisian 35 44.9 43 55.1

3. Departemen Sosial 20 25.6 58 74.4

4. Petugas Kesehatan 28 35.9 50 64.1

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa yang pernah mendapat penyuluhan tentang bahaya NAPZA dari pihak sekolah adalah sebanyak 51 orang (65,4 %), dari pihak kepolisian sebanyak 35 orang (44,9 %), dari Departemen Sosial sebanyak 20 orang (25,6 %), dan dari petugas kesehatan sebanyak 28 orang (35,9 %).

4.4. Distribusi Perilaku

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Pengetahuan Tentang Bahaya NAPZA

No. Pengetahuan f %

1. Baik 8 10.3

2. Sedang 59 75.6

3. Kurang Baik 11 14.1

Total 78 100.0

Dari tabel 4.8. dapat diketahui pengetahuan tentang bahaya NAPZA dari 78 siswa SMU Al-Azhar Medan tahun 2007, yang dapat menjawab dengan baik hanya 8 orang (10,3 %), sedangkan yang mempunyai pengetahuan yang kurang baik adalah 11


(58)

orang (14,1 %), dan yang paling banyak siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang yaitu 59 orang (75,6 %).

Gambaran pengetahuan siswa berdasarkan pengertian NAPZA dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Siswa Tentang Pengertian NAPZA

Tahu Tidak Tahu

No. Pengertian NAPZA

f % f %

1. Narkotika 48 61.5 30 38.5

2. Psikotropika 48 61.5 30 38.5

3. Zat Adiktif Lainnya 36 46.2 42 53.8

4.

Zat yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem saraf pusat

58 74.4 20 25.6 Dari tabel 4.9. dapat dilihat bahwa pengetahuan tentang pengertian NAPZA yang paling banyak diketahui siswa yaitu berupa zat yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem saraf pusat yaitu sebanyak 58 orang (74,4 %).

Adapun pengetahuan siswa dilihat dari ciri-ciri remaja pengguna NAPZA dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Siswa tentang Ciri-ciri Remaja Pengguna NAPZA

Tahu Tidak Tahu

No. Ciri-ciri

f % f %

1. Suka marah tidak terkendali 70 89.7 8 10.3

2.

Suka bersembunyi di kamar mandi atau ditempat-tempat yang janggal

64 82.1 14 17.9

3. Berat badan turun drastis 66 84.6 12 15.4

4.

Sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal teman-temannya

34 43.6 44 56.4

5.

Kurang suka terlibat kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat positif

66 84.6 12 15.4 Dari tabel 4.10. dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang ciri-ciri pengguna NAPZA yang terbanyak adalah suka marah tidak terkendali yaitu sebanyak 70


(59)

orang (89,7 %), sedangkan sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal teman-temannya sebanyak 34 orang (43,6 %).

Pengetahuan siswa tentang dampak NAPZA bagi kesehatan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Pengetahuan Siswa tentang Dampak NAPZA Bagi Kesehatan

Tahu Tidak Tahu

No. Dampak NAPZA Bagi

Kesehatan f % f %

1. Kerusakan otak 75 96.2 3 3.8

2. Gagal ginjal 42 53.8 36 46.2

3. Hepatitis B, C 35 44.9 43 55.1

4. Jantung 44 56.4 34 43.6

5. HIV/AIDS 68 87.2 10 12.8

Dari tabel 4.11. dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang dampak NAPZA bagi kesehatan sebanyak 75 orang (96,2 %) menjawab kerusakan otak dan yang paling sedikit diketahui siswa adalah dapat menderita hepatitis B, C yaitu sebanyak 35 orang (44,9 %).

Tabel 4.12. Distribusi Pengetahuan Siswa tentang Penyebab Seseorang Menggunakan NAPZA

Tahu Tidak Tahu

No. Penyebab

f % f %

1. Adanya ketidakharmonisan

keluarga 65 83.3 13 16.7

2. Adanya bujukan teman untuk

menggunakan NAPZA 67 85.9 11 14.1

3. Ingin coba-coba 68 87.2 10 12.8

Dari tabel 4.12. dapat diketahui bahwa siswa yang mempunyai pengetahuan tentang penyebab seseorang menggunakan NAPZA yang paling banyak diketahui siswa adalah karena ingin coba-coba yaitu sebanyak 68 orang (87,2 %).


(60)

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Sikap Tentang Bahaya NAPZA

No. Sikap f %

1. Baik 43 55.1

2. Sedang 27 34.6

3. Kurang baik 8 10.3

Total 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.13. frekuensi sikap siswa tentang bahaya NAPZA dapat dilihat bahwa yang sudah memiliki sikap yang baik tentang bahaya NAPZA adalah sebanyak 43 orang (55,1 %), sedangkan 8 orang (10,3 %) memiliki sikap yang kurang baik tentang bahaya NAPZA.

Gambaran sikap siswa tentang gangguan perilaku akibat menggunakan NAPZA ada yang setuju dan tidak setuju. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.14. Distribusi Sikap Siswa tentang Gangguan Perilaku Akibat Menggunakan NAPZA

Setuju Tidak Setuju

No. Pertanyaan Tentang sikap

f % f %

1. Meninggalkan ibadah 72 92.3 6 7.7

2. Berbohong 64 82.1 14 17.9

3. Membolos 65 83.3 13 16.7

4. Seks bebas 71 91.0 7 9.0

5. Prestasi belajar menurun 70 89.7 8 10.3

6. Mencuri 67 85.9 11 14.1

7. Melawan orang tua 60 76.9 18 23.1

8. Meninggalkan

rumah/minggat 57 73.1 21 26.9

Dari tabel 4.14. dapat diketahui bahwa sikap siswa tentang gangguan perilaku akibat menggunakan NAPZA yang paling banyak disetujui adalah NAPZA dapat menyebabkan seseorang akan meninggalkan ibadah yaitu sebnayak 72 orang (92,3 %) dan sikap yang paling sedikit disetujui siswa adalah melawan orang tua yaitu sebanyak 60 orang (76,9 %).


(61)

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Tindakan Menggunakan NAPZA

No. Tindakan f %

1. Pernah, sampai sekarang 4 5.1

2. Dulu pernah 1 1.3

3. Tidak pernah 73 93.6

Total 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.15. frekuensi tindakan siswa yang pernah menggunakan NAPZA adalah sebanyak 4 orang (5,1 %) yang pernah menggunakan NAPZA sampai sekarang, sebanyak 1 orang (1,3 %) dulu pernah menggunakan NAPZA tetapi sekarang sudah tidak, dan sebanyak 73 orang (93,6 %) tidak pernah menggunakan NAPZA.

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Umur

Penggunaan NAPZA No. Umur

Ya % Tidak % Total %

1. 15 3 11.5 23 88.5 26 100.0

2. 16 2 6.7 28 93.3 30 100.0

3. 17 - - 18 100.0 18 100.0

4. 18 - - 4 100.0 4 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.16. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan umur adalah sebanyak 3 orang (11,5 %) yang menggunakan NAPZA berumur 15 tahun, dan sebanyak 2 orang (6,7 %) yang menggunakan NAPZA berumur 16 tahun.

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Tempat Tinggal

Pengguna NAPZA No. Tempat Tinggal

Ya % Tidak %

Total %

1. Orang tua 5 8.5 54 91.5 59 100.0

2. Famili - - 8 100.0 8 100.0

3. Asrama - - 4 100.0 4 100.0

4. Kos - - 7 100.0 7 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.17. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan tempat tinggal bahwa yang menggunakan NAPZA tinggal bersama orang tua.


(62)

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Siswa yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Uang Saku

Pengguna NAPZA No. Uang Saku

Ya % Tidak %

Total %

1. <10.000 - - 41 100.0 41 100.0

2. 10.000-15.000 3 17.6 14 82.4 17 100.0

3. >15.000 2 10.0 18 90.0 20 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.18. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan uang saku adalah sebanyak 3 orang (17,6 %) memiliki uang saku Rp.10.000-15.000 dan sebanyak 2 orang (10,0 %) memiliki uang saku >Rp.15.000.

Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Kegiatan Setelah Pulang Sekolah

Pengguna NAPZA No. Kegiatan Setelah

Pulang Sekolah Ya % Tidak %

Total %

1. Ekstrakurikuler, main kerumah teman, jala-jalan

3 14.3 18 85.7 21 100.0

2. Ekstrakurikuler, bimbingan belajar, di rumah saja

- - 13 100.0 13 100.0

3. Bimbingan belajar, les private, di rumah saja

- - 15 100.0 15 100.0

4. Les private, jalan-jalan, warnet

- - 7 100.0 7 100.0

5. Ekstrakurikuler, main kerumah teman, warnet

1 5.6 17 94.4 18 100.0 6. Ekstrakurikuler,

membantu orang tua

1 25.0 3 75.0 4 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.19. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan kegiatan setelah pulang sekolah adalah sebanyak 3 orang (14,3 %) melakukan kegiatan ekstrakurikuler, main kerumah teman, dan jalan-jalan, 1 orang (5,6 %) melakukan kegiatan ekstrakurikuler, main kerumah teman, dan warnet, dan 1 orang (25,0 %) hanya melakukan kegiatan ekstrakurikuler dan membantu orang tua.


(63)

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Pengetahuan Tentang Bahaya NAPZA

Pengguna NAPZA No. Pengetahuan

Ya % Tidak %

Total %

1. Baik - - 8 100.0 8 100.0

2. Sedang 3 5.1 56 94.9 59 100.0

3. Kurang baik 2 18.2 9 81.8 11 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.20. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan pengetahuan tentang bahaya NAPZA adalah sebanyak 3 orang (5,1 %) memiliki pengetahuan sedang dan 2 orang (18,2 %) memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bahaya NAPZA.

Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Siswa Yang Menggunakan NAPZA Berdasarkan Sikap Tentang Bahaya NAPZA

Pengguna NAPZA No. Sikap

Ya % Tidak % Total %

1. Baik 1 2,3 42 97.7 43 100.0

2. Sedang 2 7.4 25 92.6 27 100.0

3. Kurang Baik 2 25.0 6 75.0 8 100.0

Total 5 6.4 73 93.6 78 100.0

Berdasarkan tabel 4.21. frekuensi siswa yang menggunakan NAPZA berdasarkan sikap tentang bahaya NAPZA adalah sebanyak 1 orang (2,3 %) memiliki sikap yang baik, 2 orang (7,4 %) memiliki sikap yang sedang dan 2 orang (25,0 %) memiliki sikap yang kurang baik tentang bahaya NAPZA.


(1)

6. Menurut saudara, apa dampak dari penyalahguna NAPZA bagi kesehatan?(jawaban boleh lebih dari satu)

Dampak terhadap kesehatan Benar Salah a. Kerusakan otak

b. Gagal ginjal c. Hepatitis B,C d. Jantung e. HIV/AIDS

7. Apakah saudara tahu apa penyebab seseorang menggunakan NAPZA?

Penyebab Benar Salah

a. Adanya ketidak harmonisan keluarga

b.Adanya bujukan dari teman untuk menggunakan NAPZA

c. ingin coba-coba

8. Apakah saudara tahu secara umum gangguan perilaku akibat menggunakan NAPZA?

Gangguan Perilaku Benar Salah a. Meninggalkan ibadah

b. Berbohong c. Membolos

d. Meninggalkan rumah/minggat e. Seks bebas

f. Melawan orang tua g. Prestasi belajar menurun h. Mencuri

9. Apakah saudara tahu dengan test urine dapat diketahui bahwa seseorang pengguna NAPZA?

a. Tes urin b. Tidak tahu

10.Pengguaan NAPZA masih bisa di sembuhkan dengan

Penyembuhan Benar Salah

a. Terapi (pengobatan) b. Rehabilitasi


(2)

D. SIKAP

1. Apakah saudara setuju bahwa menggunakan NAPZA itu adalah hal yang tidak wajar untuk remaja yang sedang bersekolah seperti kamu?

a. Setuju, alasannya………. b. Tidak setuju, alasannya……….. 2. Apakah saudara setuju NAPZA berbahaya bagi kesehatan?

a. Setuju,alasannya………. b. Tidak setuju, alasannya……… 3. Setujukah saudara bila pengguna NAPZA dihindari?

a. Setuju, alasannya………..

b. Tidak setuju, alasannya……….

4. Apakah saudara setuju menggunakan NAPZA dapat mengalami gangguan prilaku sebagai berikut?

Ciri-ciri Benar Salah

a. Meninggalkan ibadah b. Berbohong

c. Membolos d. Seks bebas

e. Prestasi belajar menurun f. Mencuri

g. Melawan orang tua

h. Meninggalkan rumah/minggat

5. Apakah saudara setuju kebiasaan merokok merupakan perilaku awal yang biasanya menjadi pemicu orang mencoba NAPZA?

a. Setuju, alasannya………

b. Tidak setuju, alasannya……….

6. Bagaimana sikap saudara jika pengguna NAPZA diasingkan/diisolasi dari masyarakat?

a. Setuju, alasannya……….. b. Tidak setuju,alasannya………

7. Apakah saudara setuju bila pemakai dan pengedar NAPZA dihukum seberat-beratnya?

a. Setuju, alasannya... b. Tidak setuju, alasannya...


(3)

E. TINDAKAN

1. Apakah saudara pernah menggunakan salah satu jenis NAPZA a. Pernah, sampai sekarang

b. Dulu pernah, sekarang tidak(lanjut ke no. 2-9)

c. Tidak pernah(bila menjawab tidak pernah, lanjut ke no.12) 2. Jika pernah dan dulu pernah, jenis NAPZA apa yang saudara gunakan?

a. Ganja b. Heroin c. Ekstasi d. Alkohol e. Shabu-shabu

f. Lainnya, (sebutkan)………..

3. Kapan pertama kalinya saudara menggunakan salah satu jenis NAPZA a. SD

b. SMP c. SMU

4. Siapa yang pertama kali memberikannya kepada saudara? a. Teman

b. Keluarga

c. Dokter/pemalsuan resep d. Pengedar/penjual

5. Berapa kali saudara memakainya? a. Seminggu sekali

b. Seminggu dua atau tiga kali c. Setiap hari

d. Sebulan sekali

6. Biasanya dengan siapa saudara menggunakannya? a. Sendiri

b. Teman c. Kakak/abang

7. Dimana biasanya saudara menggunakannya? a. Dirumah, waktu sendiri

b. Dirumah teman

c. Ditempat yang sunyi bersama teman d. Di sekolah


(4)

9. Apakah saudara pernah mengalami gangguan setelah memakai NAPZA? a. Gangguan pada fungsi hati

b. Ginjal c. Jantung d. Hepatitis

10.Apakah saudara pernah mencoba berhenti mengkonsumsi NAPZA? a. Ya

b. Tidak

11.Jika pernah mencoba berhenti memakai NAPZA, atas saran siapa? a. Orang tua

b. Teman c. Guru d. Diri sendiri

12.Bila ada yang menawarkan NAPZA kepada saudara maka a. Diamkan saja/tidak peduli

b. Membeli dan mencobanya c. Melaporkan ke pihak sekolah d. Melaporkan ke pihak yang berwajib

13.Cara untuk mencegah agar tidak terlibat dalam masalah NAPZA pada remaja a. Memperkuat ajaran agama dan iman

b. Mengisi waktu luang dengan hal yang berguna c. Tidak berteman dengan pecandu NAPZA


(5)

Frequency Table

jenis kelamin

37 47.4 47.4 47.4

41 52.6 52.6 100.0

78 100.0 100.0

laki-laki perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

umur responden

26 33.3 33.3 33.3

30 38.5 38.5 71.8

18 23.1 23.1 94.9

4 5.1 5.1 100.0

78 100.0 100.0

15 16 17 18 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

uang saku (Rp)

41 52.6 52.6 52.6

17 21.8 21.8 74.4

20 25.6 25.6 100.0

78 100.0 100.0

< 10000 10000-15000 >=15000 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

tempat tinggal responden

59 75.6 75.6 75.6

8 10.3 10.3 85.9

4 5.1 5.1 91.0

orang tua family asrama Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

Pengetahuan total

8 10.3 10.3 10.3

59 75.6 75.6 85.9

11 14.1 14.1 100.0

78 100.0 100.0

>32 (baik) 17-32 (sedang) <17 (kurang) Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sikap total

43 55.1 55.1 55.1

27 34.6 34.6 89.7

8 10.3 10.3 100.0

78 100.0 100.0

>11 (baik) 6-11 (sedang) <6 (kurang) Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent