BAB III SANKSI BAGI PEJABAT NEGARA
YANG TIDAK MELAKSANAKAN DIVERSI
A. Sanksi Menurut UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana
Anak
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan
yang dapat diterima oleh mereka, kecuali dari itu, maka golongan panutan harus dapat
memanfaatkan unsur-unsur
pola tradisional
tertentu, sehingga
menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam
memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah yang baru serta memberikan keteladanan.
74
Penegak hukum memiliki peranan yang sangat vital di dalam pelaksanaan Diversi. Penegak hukum baik dari penyidik, penuntut umum, dan hakim memiliki
tanggung jawab yang besar di dalam pelaksanaan upaya Diversi bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
74
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi I,Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, 2010.,hlm.34
Universitas Sumatera Utara
Sistem Peradilan Pidana Anak, mengatur kewajiban aparatur hukum dalam sistem peradilan pidana anak sebagai berikut:
75
1. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi oleh Penyidik, Penuntut
Umum, dan Hakim; 2. Identitas Anak, Anak Korban, danatau Anak Saksi wajib dirahasiakan
dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik; 3. Dalam hal jangka waktu sebagaimana penahanan dilakukan untuk
kepentingan penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 lima hari. Jangka waktu penahanan atas permintaan
Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 lima hari. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud telah
berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum; 4. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan, hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 sepuluh hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud atas permintaan Hakim dapat
diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama 15 lima belas hari. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud telah berakhir dan
Hakim belum memberikan keputusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum;
5. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10
75
Wailan N.Ransun, Sanksi Pidana Pelanggaran Kewajiban Oleh Aparatur Hukum Dalam
Sistem Peradilan
Pidana Anak
Di Indonesia,
Jurnal Lex
et Societas,Vol.IINo.2februari2014, hlm.81
Universitas Sumatera Utara
sepuluh hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi paling
lama 15 lima belas hari. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud telah berakhir dan hakim Banding belum memberikan putusan, Anak
wajib dikeluarkan demi hukum. 6. Dalam hal penahanan terpaksa dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan
di tingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 lima belas hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud atas permintaan
Hakim Kasasi dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 20 dua puluh hari. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud
telah berakhir dan Hakim Kasasi belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
7. Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada hari putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya, Pembimbing kemasyarakatan, dan Penuntut Umum. Pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 lima hari sejak putusan
diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
Di dalam poin pertama secara jelas dituliskan bahwa aparatur negara pihak Penyidik, Penuntut Umum, Hakim wajib mengupayakan Diversi bagi
Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Kewajiban pemberian sanksi ini, diikuti dengan adanya ancaman hukuman kepada penegak hukum yang tidak
melaksanakannya. Pasal 95 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan sanksi administratif dapat dikenakan
Universitas Sumatera Utara
kepada penegak hukum yang tidak melakukan upaya Diversi tersebut, yaitu seperti dinyatakan dalam isi pasal tersebut: ― Pejabat atau petugas yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1, Pasal 14 ayat 2, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat 3 Pasal, pasal 27 ayat 1 dan ayat 3, pasal 29 ayat
1, Pasal 39, Pasal 42 ayat 1 dan ayat 4, pasal 55 ayat 1, serta pasal 62 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan .‖
76
Adapun sanksi administratif yang dimaksud diberikan kepada penegak hukum, baik dari penyidik, penuntut umum dan hakim. Ketiganya memiliki
pengaturan tersendiri di dalam pemberian sanksi administratif bagi yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur. Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, mengatur sanksi administratif yang dapat diberikan kepada polisi sebagai pihak penyidik apabila tidak melaksanakan kewajibannya, yang
salah satunya adalah dalam Sistem Peradilan Pidana Anak melakukan upaya Diversi.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa proses penyidikan perkara harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Terhadap
penyidik yang
melakukan penyimpangan
atau
76
Pasal 95 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Universitas Sumatera Utara
menyalahgunakan kewenangan harus dikenakan tindakan koreksi dan diterapkan sanksi administrasi atas tindakan pelanggaran yang dilakukannya secara
proporsional.
77
Adapun penggolongan sanksi dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu hukum pidana, peraturan
disiplin Polri, dan etikan profesi kepolisian.
78
Tindakan pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam pelanggaran administrasi, dikenakan sanksi penindakan
secara administratif berupa:
79
1. Pemeriksaan intensif oleh Perwira Pengawas Penyidik; 2. Pembuatan pernyataan tentang tindakan yang telah dilakukan oleh
Penyidik; 3. Teguran tertulis;
4. Tindakan penghentian kegiatan penyidik dari penanganan perkara; 5. Tindakan skorsinglarangan untuk melakukan kegiatan penyidikan dalam
periode tertentu; 6. Tindakan pengguguran growndit dari tugas penyidikan;
7. Pembebanan kewajiban mengikuti kegiatan pembinaan; dan 8. Pembebanan kewajiban menyelesaikan tugas lain.
77
Pasal 4 ayat 1 dan 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
78
Pasal 142 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
79
Pasal 142 ayat 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Peraturan jaksa
Agung Republik
Indonesia nomor:
PER:067AJA072007 tentang Kode Perilaku Jaksa mengatur tentang tindakan administratif yang dapat diberikan kepada Jaksa apabila tidak melaksanakan
kewajibannya. Adapun dalam hal ini, kewajiban jaksa tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
80
a. Mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan perturan kedinasan yang berlaku;
b. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
c. Mendasarkan kepada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
d. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekananancaman opini publik scera langsung atau tidak langsung;
e. Bertindak secara obyektif dan tidak memihak; f. Memberitahukan danatau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangkaterdakwa maupun korban; g. Membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak
hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu; h. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai
kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak
langsung; i. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;
80
Pasal 3 Peraturan jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER:067AJA072007 tentang Kode Perilaku Jaksa
Universitas Sumatera Utara
j. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. Menghormati dan menlindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan
dan instrument Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal; l. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;
m. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
n. Bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.
Jenis tindakan administratif yang kemudian dapat dikenakan kepada jaksa, yang dalam hal ini seperti tidak melaksanakan upaya Diversi dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
81
a. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi
tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian; b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain.
Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02PBMAIX2012 , 02PBP.KY092012
tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim menyatakan ada beberapa jenis sanksi yang dapat diberikan kepada hakim. Sanksi tersebut
81
Pasal 5 ayat 3 Peraturan jaksa Agung Republik Indonesia nomor: PER:067AJA072007 tentang Kode Perilaku Jaksa
Universitas Sumatera Utara
dibagi menjadi 3, yaitu sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat.
82
Adapun sanksi ringan kepada hakim terdiri dari 3 tiga sanksi yaitu:
83
a. Teguran lisan b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis Sanksi sedang kepada hakim dapat dibagi menjadi 6 enam sanksi, yaitu:
84
a. Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 satu tahun b. Penurunan gaji sebesar 1 satu kali kenaikan gaji berkala paling lama 1
satu tahun c. Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 satu tahun
d. Hakim nonpalu paling lama 6 enam bulan e. Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah
f. Pembatalan atau penangguhan promosi Sanksi terakhir yaitu sanksi berat terdiri dari 5 lima sanksi yaitu:
85
a. Pembebasan dari jabatan
82
Pasal 19 ayat 1 Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02PBMAIX2012 , 02PBP.KY092012 tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
83
Pasal 19 ayat 2 Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02PBMAIX2012 , 02PBP.KY092012 tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
84
Pasal 19 ayat 3 Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02PBMAIX2012 , 02PBP.KY092012 tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
85
Pasal 19 ayat 4 Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02PBMAIX2012 , 02PBP.KY092012 tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Universitas Sumatera Utara
b. Hakim nonpalu lebih dari 6 enam bulan dan paling lama 2 dua tahun
c. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 3 tiga tahun
d. Pemberhentian tetap dengan hak pensiun e. Pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 96 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur tentang hukuman berupa sanksi pidana yang dapat
diberikan kepada penegak hukum yang tidak melaksanakan upaya Diversi, seperti diuraikan: ―Penyidik, penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak
melaksanakan Diversi kepada Anak, yang diatur pada Pasal 7 ayat 2, maka penyidik, Penuntut Umum, ataupun hakim tersebut, dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.‖
B. Pembatalan Sanksi Pidana Melalui Putusan MK No.110PPU-X2012