Nasir Djamil di dalam bukunya ―Anak Bukan Untuk Di Hukum‖ juga menjelaskan tujuan dari konsep restorative justice yaitu:
46
1. Mengupayakan perdamaian antara korban dan anak; 2. Mengutamakan penyelesaian di luar proses peradilan;
3. Menjauhkan anak dari pengaruh negatif proses peradilan; 4. Menanamkan rasa tanggung jawab anak;
5. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; 6. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
7. Meningkatkan keterampilan hidup anak.
B. Kewajiban Pelaksanaan Diversi
1.
Menurut UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Anak memiliki
peran strategis yang secara tegas dinyatakan di dalam konstitusi Indonesia, bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi Anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditindak
lanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi anak. Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-
Hak Anak Convention on the Rights of the Child sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of The Child Konvensi tentang Hak-Hak Anak.
47
46
Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Di Hukum,Jakarta, Sinar Grafika,2013.,hlm.53
Universitas Sumatera Utara
Salah satu bentuk perlindungan anak oleh negara diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Sistem
ini dibangun di atas landasan peraturan perundang-undangan Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Sistem Peradilan Pidana Anak ditujukan untuk kesejahteraan Anak. Hal ini ditegaskan dalam United Nations Standard Minimum
Rules For the Administration of Juvenile Justice, bahwa tujuan peradilan anak adalah:
―Sistem peradilan pidana bagi anakremaja akan mengutamakan kesejahteraan remaja dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-pelanggar
hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-
pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya‖
48
Sistem Peradilan Pidana Anak yang dilandasi Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum memberikan perlindungan optimal
bagi Anak.
49
Perlindungan optimal yang dimaksud melihat bahwa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 menggunakan pendekatan yuridis formal dengan
menonjolkan penghukuman retributif. Paradigma penangkapan, penahanan, dan peghukuman penjara terhadap Anak tersebut berpotensi membatasi kebebasan dan
merampas kemerdekaan Anak. Sebagai upaya mengatasi kelemahan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tersebut, diberlakukan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
47
Sylvester koloay, Kewajiban Melaksanakan Pendekatan Keadilan Restoratif Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia
Ditinjau Dari Aspek Hak Asasi Manusia, Jurnal Vol.IINo.1Januari-Maret2014, Manado.,Hlm.77
48
United Nations dalam Yutirsa Yunus, Analisis Konsep Restorative Justice Melalui Sistem Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Jurnal Rechts Vinding, Vol.2
Nomor 2, Agustus 2013, Jakarta.,hlm.232
49
Ibid, Hlm.232
Universitas Sumatera Utara
Perubahan fundamental dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah digunakannya pendekatan
restorative justice melalui sistem Diversi. Peraturan ini mengatur kewajiban para penegak hukum dalam mengupayakan Diversi penyelesaian melalui jalur non
formal pada seluruh tahapan proses hukum. Bagian yang membedakan antara ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah, pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 hanya
memungkinkan Diversi dilakukan oleh penyidik berdasarkan kewenangan diskresioner yang dimilikinya dengan cara menyerahkan kembali anak tersebut
kepada orangtua, wali, atau orangtua asuhnya.
50
Perubahan signifikan lainnya yang dapat dilihat di dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, yaitu adanya pengaturan secara tegas mengenai Diversi yang ditujukan untuk menjauhkan dan menghindarkan anak dari proses peradilan
sehingga mengupayakan tidak adanya stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan anak dapat kembali ke lingkungan sosialnya dengan normal.
Para pihak yang terlibat di dalam proses Diversi membedakannya dengan sistem peradilan pidana konvensional. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak melibatkan Pekerja Sosial Professional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial di dalam proses penyelesaian
perkara pidana anak, dengan sistem Diversi. Adapun tugas Pekerja Sosial Professional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial tersebut, sebagai berikut:
51
50
Ibid, hlm.233
51
Pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
a. Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;
b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial; c. Menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan
menciptakan suasana kondusif; d. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;
e. Membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang
berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan; f. Memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan
rehabilitasi sosial Anak; g. Mendampingi penyerahan Anak kepada orangtua, lembaga pemerintah, atau
lembaga masyarakat, dan h. Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali
anak di lingkungan sosialnya. Sistem Diversi yang merupakan salah satu pendekatan dari restorative
justice ditegaskan mengenai pelaksanaannya di dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia, yaitu pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu pada Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut:
52
1 Sistem peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan restoratif.
2 Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
52
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Universitas Sumatera Utara
a. Penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini; b. Persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum; dan c. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, danatau pendampingan
selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
3 Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
Ketentuan pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa upaya Diversi wajib
dilaksanakan baik dari tahap penyidikan, penuntutan, dan juga masa persidangan. Kewajiban tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
53
Ketentuan UU No.112012
Perihal Kewajiban Pengupayaan Diversi
Pasal 7 Pada semua tingkatan pemeriksaan mulai dari
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan wajib mengupayakan Diversi
Pasal 28 Penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu 7
hari setelah ditemukan anak Pasal 37
Penuntut umum wajib mengupayakan Diversi Pasal 49
Hakim wajib mengupayakan Diversi
Sumber: Diolah berdasarkan undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak.
Pasal-pasal tersebut diatas menyimpulkan bahwa para penegak hukum, baik dari penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib untuk mendahulukan dan mengupayakan
jalur hukum non-formal yaitu proses Diversi di dalam penyelesaian perkara pidana anak, yang dilaksanakan secara musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak. Keberlakuan
53
Ibid, hlm.241
Universitas Sumatera Utara
sistem Diversi ini diharapkan dapat memberikan perlindungan dan keadilan yang utuh bagi anak dari sistem hukum pidana konvensional.
2.
Menurut PERMA No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Pasal 6 ayat 1 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan politik 1966 International Covenant on and Political Rights, ICCPR menyatakan
bahwa ―Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun insan manusia yang secara gegabah
boleh dirampas kehidupannya‖. Pernyataan ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
54
Upaya merealisasikan
prinsip-prinsip perlindungan
anak seperti
mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak dan prinsip non diskriminasi dapat ditemukan
dengan diaturnya secara tegas tentang keadilan restoratif dan Diversi di dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Upaya diversi tersebut
dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigma terhadap Anak yang Berkonflik dengan
Hukum dan pada akhirnya anak tersebut dapat kembali ke lingkungan sosialnya secara wajar.
54
Moch Faisal Salam dalam Slysvester Koloay,Op.Cit.,hlm.80
Universitas Sumatera Utara
Apabila melihat Pasal 107 UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang salah satunya berisi ketentuan tentang Diversi harus ditetapkan paling lambat 1 satu tahun sejak Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diberlakukan. Peraturan pelaksanaan yang dimaksud apabila melihat Pasal 15 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah PP, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut, ― Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses
Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemer
intah.‖
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan yang dimaksud hingga saat ini belum dikeluarkan. Apabila melihat berlakunya UU No.11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu berlaku sejak tanggal 31 Juli 2014, maka demi keefektifan pelaksanaan upaya Diversi tersebut, perlu ditetapkan
suatu peraturan pelaksaan sebagai pedoman di dalam melaksanakan Diversi. Kondisi kekosongan peraturan pelaksanaan Diversi tersebut mengakibatkan
Mahkamah Agung mengambil kebijakan untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak tepatnya pada tanggal 24 Juli 2014 dengan ditandatangani oleh ketua Mahkamah Agung, Muhammad Hatta Ali.
Sama halnya dengan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, PERMA No. 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, peraturan ini juga menyatakan dan mengatru kewajiban pelaksanaan Diversi bagi Anak yang Berkonflik dengan
Universitas Sumatera Utara
Hukum. PERMA No. 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan Diversi diberlakukan terhadap
anak yang telah berumur 12 dua belas tahun tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun atau telah berumur 12 dua belas tahun meskipun pernah kawin
tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.
55
Hakim anak berkewajiban untuk mengupayakan Diversi bagi anak yang di dakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah
7 tujuh tahun dan di dakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 tujuh tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan
subsidiaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi gabungan, sebagaimana dicantumkan di dalam pasal 3 PERMA No.4 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Pembeda di antara UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan PERMA No.04
tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak adalah bahwa Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan
secara tegas kewajiban pelaksanaan Diversi oleh penegak hukum, baik dari penyidik, penuntut umum, dan juga hakim, sedangkan pada PERMA No.04 Tahun
2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak lebih menekankan kewajiban pelaksanaan Diversi oleh Hakim Anak di
Pengadilan.
55
Pasal 2 PERMA No.4 Tahun 2014 tentang pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Universitas Sumatera Utara
C. Pelaksanaan Diversi di Indonesia