PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS MUKOSA LAMBUNG MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI ASPIRIN

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN KACANG HIJAU (

Phaseolus

radiatus

) TERHADAP PERBAIKAN STRUKTUR HISTOLOGIS

MUKOSA LAMBUNG MENCIT (

Mus musculus

) YANG

DIINDUKSI ASPIRIN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AIZAWANDA RIZQI EIFFELLIA G0007181

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) Terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit

(Mus musculus) Yang Diinduksi Aspirin

Aizawanda Rizqi Eiffellia, NIM/Semester: G0007181/VII, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 02 November 2010

Pembimbing Utama

Nama : Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci

NIP : 19720105 200112 2 001 ( ______________________ )

Pembimbing Pendamping

Nama : Andri Iryawan, dr., MS. Sp And

NIP : 195311231 985030 1 006 ( ______________________ )

Penguji Utama

Nama : Much. Arief TQ, dr., MS

NIP : 19500913 198003 1 002 ( ______________________ )

Penguji Pendamping

Nama : Mujosemedi, Drs., MSc

NIP : 19600530 198903 1 001 ( ______________________ ) Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof.DR.A.A.Subijanto,dr.,MS. NIP: 19660702 199802 2 001 NIP: 19481107 197310 1 003


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 02 November 2010

Aizawanda Rizqi Eiffellia NIM. G0007181


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Pengaruh Pemberian Kacang Hijau

(Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Struktur Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui apakah pemberian kacang hijau secara

peroral dapat memperbaiki struktur histologis mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikannya.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorikdengan post test only control group design. Hewan uji menggunakan 28 ekor mencit strain Swiss Webster jantan dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I-III (KP I-III). Pada tiga hari pertama KP I-III diberi aspirin 84mg/kg BB dan aquadest 0,25 ml sedangkan KP II dan III diberi kacang hijau dengan dosis bertingkat (0,05 g dan 0,1 gr/ 20g BB). Pada hari ke-4 sampai hari ke-6 berturut-turut pemberian aspirin pada KP I-III dihentikan. Pada KP I tetap diberikan aquadest 0,25 ml sedangkan pada KP II dan III tetap diberikan kacang hijau. Pada hari ke-7 mencit dikorbankan dan diambil lambungnya untuk pembuatan preparat. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Kruskal-Wallis menggunakan program SPSS for Windows Release 17.

Hasil Penelitian : Penelitian ini dilihat dari pengamatan struktur mikroskopis

lambung mencit pada seluruh lapang pandang yang berasal dari kurvatura minor. Pada kelompok kontrol didapatkan hasil sebagian besar normal, sedangkan pada KP I menunjukkan kerusakan berat. Pada KP II dan III menunjukkan keadaan normal dan kerusakan ringan yang menunjukkan bukti adanya perbaikan mikroskopis. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis signifikan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok penelitian p = 0,000 (p<0,050). Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan adanya perbaikan struktur histologis yang dilihat dengan perbandingan antara masing-masing dua kelompok, dimana pada KK-KP I, KP I-KP II, & KP I-KP III hasilnya berbeda signifikan dan pada KK-KP II, KK-KP III, & KP II- KP III hasilnya tidak berbeda signifikan.

Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

pemberian kacang hijau dapat memperbaiki struktur histologis lambung akibat paparan aspirin. Peningkatan dosis kacang hijau tidak menghasilkan efek yang lebih baik dari dosis awal untuk memperbaiki kerusakan mukosa lambung mencit.


(5)

commit to user v

ABSTRACT

Aizawanda Rizqi Eiffellia, G0007181, 2010. Effect of Mungbeans (Phaseolus

radiatus) Against Histological Structure Repair of Gastric Mucosal Mice (Mus musculus) Induced by Aspirin, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: to determine whether the peroral administration of mungbeans can

improve histologic structure of mice’s gastric mucosal exposed to aspirin, and whether the increased dose of mungbeans to enhance the repair effect.

Methods: This research was experimental laboratory and post test only control group

design. Animal tests using mice 28 male Swiss Webster strain were divided into 4 groups: control group and treatment groups I-III (KP I-III). In the first three days of KP I-III given aspirin 84mg/kg body weight and 0.25 ml distilled water while the KP II and III were given the mungbeans with graded doses (0.05 g and 0.1 g / 20g BW). On day 4 to day-to-6 in a row of aspirin in KP I-III was stopped. On the KP I still be given 0.25 ml distilled water while in the KP II and III still be given the mungbeans. On day-7 mice were sacrificed and stomach was taken for making preparations. The data obtained were analyzed statistically by Kruskal-Wallis using SPSS for Windows Release 17.

Results: This study viewed from the observation of microscopic structure of the

stomach of mice in the entire field of view which comes from the minor curvature. In the control group obtained results largely normal, while in the KP I shows heavy damage. In the KP II and III showed normal circumstances and the minor damage that showed repair of microscopic evidence. The result of Kruskal-Wallis test statistic is significant in the presence of significance differences between the four study groups p = 0.000 (p <0.050). The result of Mann-Whitney statistical test showed histological improvement as seen by comparison between each two groups, where the KK-KP I, I-KP KP II, & III KP I-KP and the results differ significantly in KK-KP II, KP KK-III, & KP KP II-III results are not significantly different.

Research Conclusions: From these results, it can be concluded that administration of

mungbeans can improve histological structure repair of gastric mucosal because of aspirin exposure. Increasing doses of mungbeans did not produce a better effect than the initial dose to repair the damage to gastric mucosa of mice.


(6)

commit to user vi

PRAKATA

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) terhadap Perbaikan Gambaran Histologis Mukosa Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., MKes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Suyatmi, dr., Mbiomed.Sci, selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis. 4. Andri Iryawan, dr., MS. Sp And, selaku pembimbing pendamping atas segala

bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.

5. Much. Arief TQ., dr., MS., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Mujosemedi, Drs., MSc, selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Hendra Kusnoto, Drs. dan Elly Zandra, selaku orang tua penulis yang telah memberikan doa, memfasilitasi dan memotivasi dengan penuh kasih sayang. 8. Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, para

dosen beserta segenap staf.

9. Tim Skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta, 02 November 2010


(7)

commit to user vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 3

D. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... ... 5

1. Kacang Hijau ... 5

a. Taksonomi Kacang Hijau ... 6

b. Nama Asing ... 6

c. Morfologi ... 6


(8)

commit to user viii

2. Lambung ... 12

a. Anatomi dan Morfologi Lambung ... 12

b. Lapisan Lambung ... 13

1) Tunika Mukosa ... 13

2) Tunika Submukosa ... 14

3) Tunika Muskularis ... 14

4) Tunika Serosa ... 15

c. Kelenjar Lambung ... 15

1) Kelenjar Kardia ... 15

2) Kelenjar Fundus atau Gastrik ... 15

d. Sistem Pertahanan Lambung ... 17

3. Aspirin ... 18

4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme Gastroprotektor Kacang Hijau ... 20

B. Kerangka Pemikiran ...22

C. Hipotesis ... ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...24

B. Lokasi Penelitian ...24


(9)

commit to user ix

D. Teknik Sampling ... 25

E. Rancangan Penelitian ... 25

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

G. Definisi Operasional Variabel ... 27

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ...30

I. Cara Kerja... ... 30

J. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... ... 38

B. Analisis Data ... 40

BAB V. PEMBAHASAN ... ... 42

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... ... 48

DAFTAR PUSTAKA...49


(10)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obat analgesik antipiretik non steroid (AINS), pada perkembangan ilmu pengobatan sekarang ini merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter (Wilmana & Gan, 2007). Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) digunakan secara umum dan luas oleh kalangan medis, tetapi memiliki risiko yang berhubungan dengan pemakaiannya (Dewabenny, 2010). Salah satu AINS yang terkenal penggunaannya di masyarakat adalah aspirin. Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik, antikoagulan dan anti-inflamasi. (Wikipedia, 2010).

Tidak ada satupun OAINS yang sama sekali aman, bahkan aspirin yang merupakan obat yang cukup efektif, mempunyai efek samping yang lebih sering muncul dan lebih berbahaya jika diberikan dalam dosis yang berlebihan (Nasution, 1992). Efek samping yang paling sering terjadi adalah perdarahan traktus gastronintestinal bagian atas yang signifikan (Dewabenny, 2010). Gejala lain yang diakibatkan oleh aspirin antara lain dispepsia, nyeri epigastrium, indigesti, heart burn (rasa seperti terbakar), nausea dan vomitus (Nasution, 1992). Sebenarnya penggunaan aspirin aman di konsumsi selama menurut aturan resep yang diberikan. Problem gastrointestinal yang utama


(11)

commit to user

pada lambung disebabkan karena aspirin merusak ketahanan mukosa lambung (Amirudin & Usman, 1991), walaupun dalam keadaan normal, mukosa lambung akan dilindungi oleh barier mukus terhadap bahan-bahan iritan yang terdapat dalam makanan, bahkan yang dihasilkan oleh lambung sendiri (Anderson & John, 1986).

Efek samping OAINS cukup berbahaya bagi mukosa lambung. Untuk itu, diperlukan suatu zat yang dapat memperbaiki atau bahkan mencegah kerusakan lambung akibat OAINS. Zat yang dibutuhkan tidak harus obat, tetapi dapat juga dengan memanfaatkan bahan alami dari alam misalnya kacang-kacangan.

Salah satu kacang-kacangan yang mempunyai efek perbaikan terhadap lambung adalah kacang hijau. Kacang hijau atau Phaseolus radiatus berasal dari Famili Leguminoseae (polong-polongan). Kandungan proteinnya cukup tinggi sebanyak 24%. Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber mineral penting, antara lain; kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh untuk memperkuat tulang. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan 73% asam lemak tak jenuh sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat badan. Manfaat kacang hijau cukup banyak, salah satunya dapat memproteksi lambung, yang bahkan sudah dijadikan sebagai obat maag oleh sebagian masyarakat. Akan tetapi, hal ini masih berupa pengobatan tradisional dan belum diteliti (Hermawan, 2008). Kandungan lainnya adalah histidin, dan beta karoten sebagai antioksidan, zat besi yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, berbagai anti inflamasi seperti


(12)

commit to user

alpha-linoleic-acid, linoleic-acid, oleic-acid, magnesium, dll. Di dalam kacang hijau juga terdapat serat, pektin, piridoksin, dsb yang mempunyai berbagai efek terhadap lambung sebagai antiulserasi, menjaga keasaman lambung, dan membantu memperlancar pencernaan (Duke, 2010).

Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk membuktikan apakah kacang hijau dapat memperbaiki kerusakan sel lambung mencit akibat pemberian aspirin.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Apakah pemberian kacang hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin? 2. Apakah peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan perbaikan

terhadap kerusakan stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian kacang hijau secara peroral dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin, dan apakah dengan peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikannya.


(13)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh kacang hijau dalam memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung mencit yang terpapar aspirin.

2. Aspek aplikatif

Penelitian ini dapat menjadikan pedoman pengolahan maupun penelitian lebih lanjut dari kacang hijau untuk memperbaiki sel epitel mukosa lambung.


(14)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)

Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu, kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai penyakit rendah serat (Astawan, 2009).

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur (Rukmana, 1997).


(15)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)

Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan kandungan protein berkisar antara 20 - 35 %. Selain itu, kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat pangan (dietary protein). Selain itu, kadar serat kacang-kacangan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu mencegah berbagai penyakit rendah serat (Astawan, 2009).

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh masyarakat Indonesia. Asal usul kacang hijau diduga dari kawasan India dengan bukti ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus mungo di India atau disebut kacang hijau India. Kacang hijau dibawa masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau di Indonesia mulanya di Pulau Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an berkembang di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur (Rukmana, 1997).


(16)

commit to user

a. Taksonomi Kacang Hijau

Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyak varietasnya. Kedudukan kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi: Angiospremae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Leguminales Famili : Leguminosae Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus radiatus L. (Soeprapto, 1993; Rukmana, 1997) b. Nama Asing

Di Indonesia kacang hijau memiliki beberapa nama daerah, seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores), tibowang cadi (Makassar) (Astawan, 2009). Kerabat dekat kacang hijau adalah kacang hijau India (P.mungo), kratok (P.lunatus L.), kacang merah (P.vulgaris L.), kacang kapri (Pisum sativum L.) (Rukmana, 1997). c. Morfologi

Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar.


(17)

commit to user

Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan Nitrogen sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997). Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara 30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada bagian utama, berbentuk bulat dan berbulu. Warna batang dan cabangnya ada yang hijau dan ada yang ungu (Soeprapto, 1993).

Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelat-cokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah (Rukmana, 1997).

Daun tanaman ini tumbuh majemuk, tiga helai anak per daun per tangkai (Rukmana, 1997). Daunnya trifoliate (terdiri dari tiga helaian) dan letaknya berseling (Soeprapto, 1993). Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau (Rukmana, 1997). Tangkai daunnya cukup panjang, lebih panjang dari daunnya (Soeprapto, 1993).

Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning (Rukmana, 1997). Bunga kacang hijau tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang, dan dapat menyerbuk sendiri (Soeprapto, 1993).

Buah tanaman ini berpolong, panjangnya antara 6 cm – 15 cm. Tiap polong berisi 6 – 16 butir biji (Rukmana, 1997).


(18)

commit to user

Biji kacang hijau berbentuk bulat lonjong, umumnya berwarna hijau, tetapi ada juga yang berwarna kuning, cokelat, atau berbintik-bintik hitam (Rukmana, 1997). Biji kacang hijau lebih kecil dibanding biji kacang-kacangan lain (Soeprapto, 1993). Bijinya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10%), kotiledon (88%), dan sisanya adalah lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan lemak (Astawan, 2009). Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot per butir sekitar 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 gr – 78 gr, berwarna hijau sampai hijau mengkilap (Rukmana, 1997).

d. Kandungan dan Manfaat

Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu sebanyak 24 %. Di dalamnya terdapat sumber mineral penting antara lain kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk memperkuat tulang. Lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh sehingga baik untuk jantung. Selain itu aman dikonsumsi oleh mereka yang memiliki masalah dengan berat badan karena kandungan lemaknya rendah (Yartati, 2005).

Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berfungsi untuk mencegah penyakit beri-beri, membantu proses pertumbuhan, meningkatkan nafsu makan, memperbaiki saluran pencernaan, dan memaksimalkan kerja syaraf. Ada penelitian yang menyatakan


(19)

commit to user

bahwa pada sekelompok orang yang makanannya kurang cukup mengandung vitamin B1, dalam waktu singkat muncul gejala-gejala mudah tersinggung, tidak mampu memusatkan pikiran, dan kurang bersemangat. Gejala-gejala ini mirip dengan tanda-tanda orang stres (Yartati, 2005).

Selain vitamin B1, kacang hijau juga mengandung vitamin B2 yang tugasnya membantu penyerapan protein dalam tubuh. Dengan adanya vitamin B2 ini akan meningkatkan pemanfaatan protein sehingga penyerapannya menjadi lebih efisien (Yartati, 2005).

Pada kacang hijau juga terdapat alpha-linoleic-acid, yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan juga vasodilator. Efek vasodilatasi terhadap lambung yaitu melancarkan peredaran darah di lambung sehingga memperbaiki restitusi sel-sel epitel lambung. Selain alpha-linoleic-acid, zat yang memiliki khasiat sebagai anti inflamasi adalah linoleic acid, magnesium (yang juga mempunyai sifat basa), oleic-acid, dan mufa sedangkan zat yang menyebabkan vasodilatasi adalah arginin, dan serat. Selain manfaat di atas, terdapat pula khasiat antiulserasi yang berasal dari ascorbic-acid, yang juga berfungsi sebagai antigastritik; beta karoten, yang juga sebagai antioksidan, gastroprotektif, antiulcer, dan mucogenic (zat penghasil mukus); serat; glisin; histidin, yang juga sebagai antioksidan, dsb (Duke, 2010).


(20)

commit to user

Betakaroten merupakan antioksidan larut lemak yang dapat melindungi tubuh dari dampak negatif radikal bebas. Beta karoten merupakan molekul yang mudah teroksidasi dan berubah menjadi bahan kimia lain. Karena mudah teroksidasi beta karoten dapat menjaga keutuhan sel dengan menyediakan satu elektronnya berikatan dengan molekul lain yang mempunyai elektron tidak berpasangan (Dreosti, 1993; Jerusha, 1993; McDermott, 2000). Perlindungan beta karoten terhadap lambung berupa antioksidan yang menghambat proses inflamasi. Ketika inflamasi pada lambung terjadi, maka neutrofil dan makrofag yang teraktivasi akan menghasilkan enzim proteolitik seperti neutrofil elastase dan metaloproteinase serta mieloperoksidase. Pelepasan mieloperoksidase memicu produksi radikal bebas oksigen yang

merupakan properti proinflamasi dan penghambat α-1 antitripsin, sebagai penghambat elastase terpenting. Sebagai antioksidan, beta karoten bereaksi dengan pro-oksida dan menjadikannya tidak berbahaya (Amin, 2006). Selain itu, beta karoten mempunyai kemampuan proteksi terhadap mukus.

Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatis yang mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung gugus hidroksil sehingga mudah larut di dalam air, vitamin C terdapat di cairan ekstraseluler (Burton, 1992). Sebagai antioksidan, vitamin C berfungsi menetralkan oksidan dari stimulasi neutrofil


(21)

commit to user

yang dihasilkan dari proses inflamasi (Fouad & Fisher, 1988). Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10 persen aktivitas vitamin C (Andharwulan, 1992). Asam askorbat memperbaiki serabut kolagen yang terdapat pada lamina propia lambung karena berfungsi sebagai kofaktor pada alfa hidroksilasi pro kolagen. Pada dosis yang tidak berlebih, asam askorbat membantu proteksi lambung dari inflamasi dengan daya regenerasi serabut-serabut kolagen sehingga tidak mengakibatkan ulserasi.

Pada kacang hijau juga terdapat antiulserasi, yang menghambat dan memperbaiki perlukaan (Duke, 2010). Para peneliti Swedia menyatakan bahwa zat yang mengandung antiulserasi diantaranya adalah beta karoten, asam askorbat, pektin, dan piridoksin. Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Pektin merupakan agen anti-ulkus berpotensi yang berguna saat memperkuat ketahanan mukosa dan memajukan penyembuhan luka (Reichert, 1993). Sedangkan piridoksin bersama dengan piridoksal dan piridoksamin, adalah jenis senyawa yang dapat disebut sebagai vitamin B6. Piridoksin berbeda dari piridoksamin pada substituen posisi nomor '4' dari cincin karbonnya. Piridoksin sering digunakan dalam bentuk garamnya, piridoksin hidroklorida. Senyawa ini terdapat pada


(22)

commit to user

berbagai tumbuhan. Piridoksin dan berbagai zat antiulcer lain mampu mengurangi jumlah sel mast dan gravitasi mukosa lambung (Mahmud, 2006).

2. Lambung

Lambung/ventrikulus adalah bagian endokrin dan eksokrin campuran yang mencerna dan mensekresikan hormon (Junqueira, 1997). Ruang pada lambung berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak diantara esofagus dan usus halus (Sherwood, 2001). Berdasarkan anatomis, histologis dan fungsional lambung dibagi menjadi tiga bagian. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan di korpus relatif lebih tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum memiliki otot lebih tebal (Sherwood, 2001).

a. Anatomi dan Morfologi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diagfragma (Lindseth, 2006). Ventrikulus mempunyai dua lubang yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum. Lambung juga mempunyai dua curvatura/lengkungan yang dikenal sebagai curvatura gastrica mayor dan curvatura gastrica minor. Ventriculus mempunyai tiga buah incisura, yaitu incisura cardiaca, incisura angularis dan sulcus intermedius. Fundus gastricus membentuk kubah, menonjol ke atas


(23)

commit to user

dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacus. Corpus adalah bagian ventriculus dari ostium cardiacum sampai incisura angularis. Anthrum pyloricum adalah bagian lambung yang paling berbentuk seperti lambung, dimana lapisan ototnya tebal membentuk musculus spinchter pyloricus. Pada permukaan dalam ventriculus dapat dijumpai plica gastrica, rugae mucosae, dan canalis gastricus waldeyer (Budianto, 2003).

b. Lapisan Lambung

Lambung memiliki beberapa lapisan jika ditinjau dari histologisnya. Lapisan-lapisan tersebut adalah:

1) Tunika Mukosa

Mukosa, lapisan terdalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya (Lindseth, 2006). Epitel yang melapisi adalah epitel selapis silindris yang menghasilkan mukus. Intinya bulat dan lonjong dekat bagian basal dan mengandung granula mukosa (Junqueira, 1997). Pada bagian apikalnya memiliki vili pendek yang ujungnya dilengkapi filamen-filamen halus dari glikokaliks yang jarang. Lamina propria terdiri atas anyaman longgar serat retikuler dan kolagen serta sedikit elastin. Selain itu, anyaman ini


(24)

commit to user

mengandung limfosit, eosinofil, sel mast, dan beberapa sel plasma (Bloom & Fawcett, 2002).

2) Tunika Submukosa

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis (Lindseth, 2006). Submukosa diserbuk oleh sel-sel limfosit, makrofag, dan sel mast (Junqueira, 1997). Jaringan areolar pada submukosa memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Lindseth, 2006). Sedikit sel adiposa mungkin terdapat pada submukosa (Bloom & Fawcett, 2002).

3) Tunika Muskularis

Tidak seperti bagian cerna lain, tunika muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos. Lapisan yang paling luar adalah lapisan longitudinal, lapisan sirkulare di bagian tengah dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum (Lindseth, 2006).


(25)

commit to user

4) Tunika Serosa

Tunika serosa lambung merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari peritoneum visceralis (Lindseth, 2006). c. Kelenjar Lambung

Beberapa kelenjar di dalam lambung memengaruhi aktivitas pencernaan dan menyekresikan getah untuk melindungi lambung. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah:

1) Kelenjar Kardia

Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus. Mukus ini berfungsi protektif terhadap sel epitel lambung (Valle, 2005).

2) Kelenjar Fundus atau Gastrik

Kelenjar ini terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Pepsinogen berfungsi untuk mencerna protein di dalam lambung dan memecah rantai protein menjadi polipeptida. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. HCl yang dihasilkan berfungsi mematikan agen-agen berbahaya dan mencerna makanan. Sedangkan, faktor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Sel-sel mukus


(26)

commit to user

bersifat protektif terhadap lambung. Selain kelenjar-kelenjar yang telah disebutkan, terdapat juga hormon gastrin pada lambung (Lindseth, 2006; Valle, 2005). Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak di pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen (Lindseth, 2006). Sel Enteroendokrin ditemukan di dasar kelenjar lambung. Sel ini berbentuk piramidal atau lonjong, menyelip di antara dasar sel-sel eksokrin berdekatan dari epitel. Sebagian memiliki apeks sempit yang menjulur ke lumen, lainnya terbatas pada dasar epitel. Sebagian dari sel-sel enteroendokrin memiliki sifat-sifat sitokimia yang biasanya dimiliki sel penghasil hormon peptide dan oleh beberapa peneliti digolongkan bersama dengan istilah sel-sel AUPD (Amine Precursor Uptake and Decarboxylation). Sel-sel AUPD tidak hanya terbatas pada saluran gastrointestinal namun juga terdapat di saluran nafas dan tempat lain tubuh. Sel-sel enteroendokrin mukosa lambung mencakup: Sel-sel G penghasil gastrin, sel EC penghasil serotonin, sel D penghasil somatostatin, dan sel A penghasil enteroglukagon. Diantara sel-sel tersebut, sel G mempunyai manfaat fisiologik paling besar. Sel G paling banyak terdapat di antrum pilori. Bentuknya piramidal dengan apeks sempit yang dilengkapi mikrovili panjang. Sel G menghasilkan gastrin, yaitu hormon peptida yang merangsang


(27)

commit to user

motilitas lambung dan stimulator kuat agar sel-sel okstinsik menghasilkan asam (Bloom & Fawcett, 2002).

d. Sistem Pertahanan Lambung

Pertahanan mukosa gastroduodenal dalam keadaan normal merupakan sistem yang mampu melakukan pemulihan dan bisa bertahan terhadap bahan-bahan yang merusak seperti asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, obat-obatan dan bakteri. Sistem pertahanan atau sistem defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan yakni lapisan pre epitel, sel epitel permukaan dan sub epitel (Tarigan, 2006). Selain itu, beberapa hal yang penting untuk pertahanan mukosa lambung adalah mukus, daya regenerasi sel, aliran darah mukosa dan prostaglandin. Mukus lambung merupakan protektor iritasi mekanis dan kimiawi. Mukus dapat memproteksi mukosa lambung dari asam dan pepsin. Pertahanan lambung juga dibantu daya regenerasi lambung yang cepat. Daya regenerasi yang tinggi ini membuat epitel lambung yang rusak selalu diganti sehingga tidak menghasilkan erosi pada epitelnya. Selain itu, aliran darah mukosa ikut menjaga keutuhan sel dengan mengeluarkan asam yang berlebihan di dalam sel dengan memelihara oksigenasi jaringan sehingga membuffer difusi balik asam. Dalam pertahanan lambung, prostaglandin memperbaiki aliran darah dan mukosa serta menghambat sekresi asam (Amirudin & Usman, 1991)


(28)

commit to user

Selain itu, faktor agresif di atas, kondisi psikologis juga berpengaruh pada lambung. Kondisi seperti capek, stress, akan memacu sekresi sel parietal untuk mengeluarkan HCl. Dalam hal ini, kondisi psikologis yang kurang baik dapat menurunkan pertahanan lambung (Sherwood, 2001).

3. Aspirin

Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika (Rossi, 2006). Anti Inflamasi Non Steroid (AINS; NSAID) umum digunakan untuk mengobati peradangan/inflamasi, nyeri, dan demam dengan menghambat sintesis prostaglandin melalui blokade enzim siklooksigenase (COX). Masih sedikit penelitian yang mendukung mengenai efektivitas terapi nyeri ketika dibandingkan dengan semua AINS (Dewabenny, 2010). AINS menghambat COX-1 dan COX-2, dimana COX-1 bermanfaat mempertahankan integritas mukosa gaster dan duodenum, renal blood flow dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas COX-1 ini dihambat oleh OAINS maka muncul risiko efek samping


(29)

commit to user

OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Kemudian, ekspresi COX-2 akan meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Jika aktifitas COX-2 dihambat dengan OAINS maka proses inflamasi akan berkurang (Simon, 2001).

Aspirin menghambat agregasi platelet melalui penghambatan jalur COX-1. Aspirin memiliki sifat unik dibandingkan dengan yang lain karena berikatan secara irreversibel dan kovalen dengan enzim COX yang bertanggung jawab untuk mediasi agregasi platelet, dan berlangsung selama umur hidup platelet ( 8 – 12 hari). Karena proteksi gastrointestinal dimediasi oleh prostaglandin yang terbentuk melalui enzim COX-1, maka pemberian aspirin terhadap lambung dapat meningkatkan HCl dan menurunkan sekresi mukus yang melindungi lambung (Dewabenny, 2010).

Aspirin juga dapat menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa pasien dengan asma bronkial, terutama yang mempunyai trias: rinitis vasomotor, poliposis nasal dan asma akut sering mengalami reaksi ini. Hal ini disebabkan oleh hambatan prostaglandin yang bersifat bronkodilator. Hambatan terhadap jalur siklo-oksigenase akan mendorong metabolisme asam arakidonat ke arah pembentukan produk lipoksigenase seperti zat anafilaksis yang bereaksi lambat dan leukotrien (C4 dan D4). Zat-zat ini dapat mencetuskan bronkospasme. Pasien yang mempunyai reaksi seperti ini umumnya sensitif terhadap OAINS oleh


(30)

commit to user

karena itu harus dihindari. Reaksi anafilaksis telah dilaporkan pada beberapa OAINS lain terutama tolmetin dan zomepirac. Zomepirac telah ditarik dari peredaran oleh karena efek sampingnya (Nasution, 1992).

4. Mekanisme Kerusakan Lambung oleh Aspirin dan Mekanisme

Gastroprotektor Kacang Hijau

Kerusakan lambung diakibatkan ketidakseimbangan antara faktor defensif dengan faktor agresif (Nasution, 1992). Faktor defensif merupakan faktor yang mempertahankan keadaan lambung, sedangkan faktor agresif adalah faktor yang merusak mukosa lambung.

Asam asetil salisilat merupakan asam lemah dan sangat kecil terionkan dalam lambung pada pemberian oral. Hal ini menyebabkan H+ dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu sehingga tidak larut dalam kondisi asam dari lambung dan menyebabkan absorbsinya di tunda (Valle, 2005). Aspirin juga merupakan asam larut lemak sehingga dapat menembus membran plasma sel epitel yang melapisi mukosa lambung secara cepat (Sherwood, 2001). Mukus pada lambung melindungi lambung dengan cara mencegah difusi asam dari lumen ke mukosa (Amirudin & Usman, 1991). Jika mukosa lambung di tembus dengan asam, maka lambung menjadi luka dan perdarahan (Valle, 2005).

Selain itu, sifat aspirin menghambat enzim COX-1 yang mengakibatkan berkurangnya kadar prostaglandin pada lambung. Prostaglandin yang banyak ditemukan pada mukosa lambung memegang


(31)

commit to user

peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mukus bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa, dan restitusi sel epitel lambung (Tarigan, 2006).

Mekanisme gastroprotektor kacang hijau terhadap lambung dapat dengan cara memperbaiki sirkulasi lambung yaitu dengan cara vasodilatasi aliran darah lambung. Zat-zat yang terkait adalah alpha-linoleic-acid, arginin, dan serat. Selain dengan cara vasodilatasi, dapat juga dengan efek antiinflamasi yang terkandung dalam linoleic acid, magnesium, oleic-acid,dan mufa (Duke, 2010). Terdapat juga efek antiulcer pada pektin dan piridoksin juga antihistamin dari oleic acid dan linoleic acid. Selain itu, efek antioksidan dan pro-kolagen dari ascorbic-acid dan efek mukogenik dari beta karoten menambah proteksi sel-sel lambung terhadap makanan, asam lambung yang berlebih, dan kadar pepsin yang tinggi (Reichert, 1993).


(32)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

COX-1 & COX-2

: mengandung : memicu

: efek aspirin : efek prostaglandin

: menghambat : dikatalis oleh

HCl ↑ Mucus ↓

Pengeluaran histamin (reaksi

inflamasi)

Sebukan sel2 radang & limfosit

Rusaknya lamina propria Inflamasi

Ulkus dan perdarahan Kacang

hijau

β karoten α-linoleic acid Oleic acid, Linoleic acid Ascorbic acid Refluk lambung Asam arakhidonat Prostaglandin Aspirin, Restitusi sel epitel lambung Sekresi sel parietal sekresi mukus Pertahanan sirkulasi lambung Ion trapping Direct toxic cellular injury ↑Keasaman lambung Pektin, piridoksin


(33)

commit to user

C. Hipotesis

1. Pemberian kacang hijau dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin.

2. Peningkatan dosis kacang hijau dapat meningkatkan efek perbaikan terhadap stuktur histologis mukosa lambung mencit (Mus musculus) yang terpapar aspirin.


(34)

commit to user

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.

2. Besar sampel: tiga puluh enam (36) ekor mencit

Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer yaitu :

(k-1) (n-1) > 15 (4-1) (n-1) > 15 3 (n-1) > 15 3n > 15+3

n > 6 ~ 7 Keterangan :

k : Jumlah kelompok


(35)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.

2. Besar sampel: dua puluh lima (36) ekor mencit

Menurut Purawisastra (2001), besar sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer yaitu :

(k-1) (n-1) > 15 (4-1) (n-1) > 15 3 (n-1) > 15 3n > 15+3

n > 6 ~ 7 Keterangan :

k : Jumlah kelompok


(36)

commit to user

Pada penelitian ini besar sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak 9 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini membutuhkan 36 mencit dari populasi yang ada.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari populasi yang ada.

E. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design (Taufiqqurohman, 2003).

KK O0

KP I O1

KP II O2

KP III O3

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

KK = Kelompok kontrol tanpa diberi kacang hijau dan aspirin.

KPI = Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin tanpa diberi kacang hijau. KPII = Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis I. KPIII = Kelompok perlakuan III yang diberi aspirin dan kacang hijau dosis

II.

(-) = Pemberian aquades 0,20 ml dan 0,25 ml peroral/mencit pada kelompok kontrol selama 6 hari perlakuan

Sampel Mencit 36 ekor

Bandingkan dengan uji


(37)

commit to user

X I = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit dan aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

X II = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

X III = Pemberian aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

O0 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada kelompok kontrol.

O1 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP1.

O2 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP2.

O3 = Gambaran histologis mukosa lambung mencit pada bagian

kurvatura minor pada KP3

Pengamatan keadaan mukosa lambung mencit pada bagian kurvatura minor dilakukan setelah hari ke-14 sejak adaptasi dimulai.

F. Identifikasi variabel penelitian

1. Variabel bebas : Pemberian kacang hijau.


(38)

commit to user

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis pakan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar tak terkendali

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal lambung mencit.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas: pemberian kacang hijau

Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau yang bagus bewarna hijau dan masih segar yang bisa didapatkan di pasar. Kacang hijau kemudian dibersihkan, ditumbuk atau diblender tanpa air kemudian ditimbang dan diberikan secara per oral dengan sonde lambung dalam 2 dosis yaitu 3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air sehingga untuk 0,05 gr didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau dan dosis 2 kalinya yaitu 0,5 ml larutan kacang hijau.

a. Dosis I : 0,05 gr/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan pada mencit KP2 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3

perlakuan dan 0,05 gr/20grBB mencit/hari ke 4-6 perlakuan.

b. Dosis II : 0,1 ml/20grBB mencit/hari dosis kacang hijau diberikan pada mencit KP3 1 jam setelah pemberian aspirin pada hari ke 1-3


(39)

commit to user

2. Variabel terikat: Keadaan histologis mukosa lambung

Diukur dengan melihat tingkat kerusakan mukosa lambung pada bagian kurvatura minor dimana vaskularisasi sangat sedikit sehingga mudah mengalami perlukaan akibat faktor agresif (Sangelorang, 1998). a. Normal : tidak terdapat sebukan limfosit dan tidak terdapat

kerusakan mukosa serta eksfoliasi sel epitel b. Kerusakan ringan : terdapat sebukan limfosit disertai sel-sel radang

di lamina propria, dan eksfoliasi sel epitel superfisial

c. Kerusakan berat : terdapat pelepasan sebagian atau seluruh jaringan mukosa sampai ke lapisan submukosa dengan atau tanpa terlihat tanda-tanda perdarahan.

Untuk keperluan uji statistik, maka masing-masing kategori diberikan skor. Gambaran mikroskopis normal diberi skor 0, gambaran mikroskopis kerusakan ringan diberi skor 1, sedangkan gambaran mikroskopis kerusakan berat diberi skor 2. Skala yang pengukuran variabel terikat adalah skala ordinal. Dicari pada semua bagian mukosa di kurvatura minor.

3. Variabel luar terkendali a. Variasi genetik

Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dengan galur Swiss webster.

b. Jenis kelamin


(40)

commit to user

c. Umur

Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan. d. Suhu udara

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 25-28o C.

e. Berat badan

Berat badan hewan percobaan + 20 g. f. Jenis makanan

Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM. g. Keadaan awal lambung hewan coba

Hewan coba dipilih yang sehat dan diadaptasikan dengan baik sehingga diminimalisasikan adanya kerusakan lambung sebelum perlakuan.

4. Variabel luar tak terkendali

a. Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.

b. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan mencit terhadap zat yang digunakan


(41)

commit to user

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

1. Alat-alat yang digunakan

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 9 ekor mencit. b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja). e. Sonde lambung.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi. g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk. i. Kamera digital

2. Bahan yang digunakan a. Aspirin.

b. Makanan hewan percobaan (pellet). c. Aquades.

d. Air PAM.

e. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE. f. Kacang hijau

I. Cara Kerja

1. Dosis dan pengenceran kacang hijau

Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau yang bagus berwarna hijau dan masih segar yang bisa didapatkan di


(42)

commit to user

pasar. Untuk pembuatan larutan, dilakukan di Laboratorium Histologi FK UNS.

Perhitungan kacang hijau :

Untuk dosis kacang hijau pada mencit, menggunakan faktor konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada mencit dengan berat badan 20 gr adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Menurut Agustin dalam bukunya yang berjudul Pengobatan Tradisional, dosis tepung kacang hijau yang digunakan untuk manusia adalah satu sendok makan (15 ml) atau 18 gr untuk manusia dengan berat badan 70 kg. Nilai konversi 0,0026 untuk mencit maka 18 x 0,0026 = 0,05 gr untuk mencit dengan berat badan 20 gr.

Kacang hijau dicuci, dihancurkan tanpa air, kemudian ditimbang. 3 gr kacang hijau dilarutkan dengan 15 ml air sehingga untuk 0,05 gr didapatkan 0,25 ml larutan kacang hijau.

Kemudian, untuk mengetahui dosis yang paling efektif dalam memperbaiki kerusakan sel epitel mukosa lambung dipakai dosis 2 kalinya yaitu 0,50 ml larutan kacang hijau.

Jadi, dalam penelitian ini dipakai dua dosis kacang hijau, yaitu dosis pertama 0,05 gr/20grBB dan dosis kedua 0,1 gr/20grBB.

2. Dosis dan pengenceran aspirin

Dosis aspirin yang diketahui dapat merusak mukosa lambung tikus adalah 600 mg/kgBB (Sangelorang, 1998). Nilai konversi dari tikus ke


(43)

commit to user

mencit adalah 0,14. Jadi, dosis untuk mencit adalah 0,14 x 600 = 84 mg/KgBB atau untuk mencit dengan berat badan 20 gr = 1,7 mg aspirin

Aspirin 500 mg dilarutkan dalam aquadest hingga 59 ml. Dalam 1 ml larutan aspirin mengandung 8,5 mg aspirin. Dosis pemberian aspirin peroral adalah 1,7 mg/20 gr berat badan mencit. Jumlah yang diberikan yaitu 0,20 ml = 84 mg/kgBB mencit setiap kali pemberian. Aspirin ini diberikan pada kelompok perlakuan 1, 2, dan 3. Preparat aspirin yang telah dilarutkan dalam aquades ini diberikan satu kali sehari.

3. Persiapan mencit

Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan. 4. Pengelompokan Subjek

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-masing kelompok terdiri dari 9 mencit. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:

KK = Kelompok kontrol diberi aquades 0,20 ml peroral/mencit dan aquades 0,25 ml setiap hari selama 9 hari berturut-turut. Kemudian dilanjutkan aquades 0,25 ml dari hari ke-11 hingga hari ke-13

b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit dan


(44)

commit to user

dan dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

c. KP2 = Kelompok perlakuan II diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral dosis I yaitu 0,05 gr/20grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

1x/hari diberikan 2 jam setelah makan dan kacang hijau peroral dosis II yaitu 0,10 gr/20grBB mencit pada hari 1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

5. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan, mencit telah diadaptasikan selama 7 hari, kemudian mencit ditimbang berat badannya. Perlu diketahui, mencit yang digunakan untuk penelitian ini tidak termasuk dengan mencit yang digunakan untuk perlakuan nantinya. Setelah 2 jam dipuasakan sehabis makan, mencit diberi aspirin dengan dosis 84 mg/kgBB kemudian ditunggu selama 2 jam untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang telah ditimbulkan setelah diinduksi aspirin. Setiap 1 jam, seekor mencit dikorbankan dan dilihat lambungnya untuk menentukan derajat kerusakan lambung yang dipakai pada perlakuan nantinya.


(45)

commit to user

Hasil dari penilitan ini didapatkan kerusakan mukosa lambung derajat ringan pada mencit pertama yang dikorbankan 1 jam setelah pemberian aspirin. Sedangkan pada mencit yang dikorbankan setelah 2 jam pemberian aspirin mengalami kerusakan mukosa lambung derajat berat.

6. Cara Kerja dan Perlakuan

Pada perlakuan sesungguhnya, mencit yang sudah dikelompokkan kemudian diadaptasikan terhadap lingkungan Laboratorium Histologi FK UNS selama 7 hari serta diberi makan dan minum secara ad libitum dan pada hari ke-8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan. Kemudian sampel dibagi menjadi 4 kelompok, dengan masing-masing kelompok 9 ekor dengan cara random. Kelompok kontrol diberi aquadest per oral selama 13 hari. Kelompok perlakuan 1 diberi Aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB peroral dan aquades 0,25 ml perhari selama 3 hari dimulai dari hari pertama hingga hari ke-3 perlakuan dilanjutkan pemberian aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Kelompok perlakuan 2 diberi aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB peroral 2 jam setelah makan di siang hari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau 0,05 gr/20grBB 1x/hari diberikan sejak hari pertama hingga hari ke-3 perlakuan, kemudian dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok perlakuan 3 diberi aspirin dengan dosis 84 mg/Kg BB peroral 2 jam setelah makan


(46)

commit to user

dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau 0,10 gr/20grBB sejak hari pertama hingga hari ke-3 perlakuan, dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10 gr/20grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, pemberian kacang hijau dilakukan setelah 1 jam pemberian aspirin karena dalam waktu 1 jam mukosa lambung mencit akan mengalami kerusakan ringan dan dalam waktu 2 jam akan mengalami kerusakan berat.


(47)

commit to user Aquades 0,25

ml

Aquades 0,25 ml Kacang hijau

0,05 gr/20grBB

Kacang hijau 0,10 gr/20grBB

Dilanjutkan hingga hari ke-13 penelitian, kemudian hewan dikorbankan dan dibuat preparat

Dipuasakan 2 jam setelah pemberian pakan

Sampel 36 ekor mencit

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan I Kelompok Perlakuan III Kelompok Perlakuan II

Diadaptasikan selama 7 hari, dengan pemberian pakan dan air minum dari PAM

Aspirin dosis 84/KgBB

Perlakuan dilanjutkan sampai hari ke-10 penelitian

Aquades 0,2 ml

Hari ke-8 ditimbang BB untuk menentukan dosis dan perlakuan

ditunggu sekitar 1 jam

Aquades 0,25 ml Aquades 0,25 ml Kacang hijau 0,05 gr/20grBB ml/20grBB Kacang hijau 0,10 gr/20grBB Skema Pemberian perlakuan :

Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian


(48)

commit to user

7. Pengukuran hasil

Setelah perlakuan selesai, pada hari ke-14 semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra cervical. Kemudian lambung pada bagian kurvatura minor diambil untuk selanjutnya dibuat preparat dengan potongan transversal. Tiap 1 hewan uji dibuat menjadi 3 preparat dengan ketebalan 7-10 mikron. Preparat dibuat dengan pengecatan HE dengan metode parafin. Pengamatan preparat dengan perbesaran 100x untuk mengamati seluruh lapang pandang.

J. Teknik analisis data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji statistic Kruskal-Wallis (α = 0, 05) untuk mengetahui bahwa paling sedikit ada satu kelompok menunjukkan nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (α = 0, 05) untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara dua kelompok perlakuan (Murthi, 1994). Data diolah dengan program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17.0 for Windows.


(49)

commit to user

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.

Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

0 1 2 3 4 5 6 7

kontrol KP I KP II KP III

normal

kerusakan ringan kerusakan berat

Gambar 4.1 Tingkat Kerusakan Mukosa Lambung pada Kelompok Kontrol,


(50)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa tingkat kerusakan mukosa lambung yaitu kerusakan ringan, berat, ataukah normal yang dilihat pada seluruh lapang pandang tiap 1 preparat mukosa lambung mencit bagian kurvatura minor.

Untuk masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

0 1 2 3 4 5 6 7

kontrol KP I KP II KP III

normal

kerusakan ringan kerusakan berat

Gambar 4.1 Tingkat kerusakan mukosa lambung pada kelompok kontrol,


(51)

commit to user

Keterangan :

K : Kelompok kontrol diberi aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit pada kelompok kontrol selama 6 hari perlakuan KP I : Kelompok perlakuan I yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit

dan aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

KP II : Kelompok perlakuan II yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,25 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

KP III : Kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari dan 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,5 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,5 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa gambaran histologis mukosa lambung pada kelompok kontrol terdapat empat preparat dalam keadaan normal dan tiga preparat dengan kerusakan ringan. Pada kelompok perlakuan I yang hanya diberikan aspirin terdapat tujuh preparat dengan kerusakan berat. Sedangkan pada kelompok perlakuan II dan III, selain diberikan aspirin juga diberikan kacang hijau dengan dosis bertingkat, sehingga terjadi


(52)

commit to user

penurunan jumlah kerusakan mukosa yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan I, yaitu pada kelompok perlakukan II dengan tiga preparat dalam keadaan normal serta empat preparat dengan kerusakan ringan, dan kelompok perlakuan III satu preparat dalam keadaan normal, serta enam preparat sisanya dalam kerusakan ringan.

B. Analisis Data

Data tersebut kemudian diuji dengan uji non parametrik. Karena data yang didapat merupakan data kategorikal dengan skala ordinal dan kelompok perlakuan lebih dari 2 kelompok, maka digunakan uji Kruskall-Wallis untuk menguji data tersebut.

Uji Kruskall-Wallis dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05) bertujuan mengetahui bahwa paling sedikit ada satu kelompok menunjukkan nilai yang lebih besar daripada kelompok lainnya.

Tabel 4.2 Hasil Uji Kruskal-Wallis antara Kelima Kelompok

Keadaan Lambung

p Pengambilan keputusan

Histologis Mukosa

0,000 (p<0,05) Ho ditolak à signifikan

Pada uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai signifikasi terhadap keadaan histologis mukosa lambung 0,000 dimana signifikasi p<0,05, sehingga Ho ditolak, yang artinya H1 diterima. Dimana H1 adalah data diantara keempat


(53)

commit to user

Untuk mengetahui letak perbedaan keadaan histologis mukosa lambung keempat kelompok tersebut selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney. Hasil ujinya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Keadaan Histologis Mukosa Lambung

No. Pasangan kelompok Signifikansi/p< 0,05 Simpulan

1. KK – KP I 0,001 Berbeda signifikan

2. KK – KP II 0,606 Tidak signifikan

3. KK – KP III 0,107 Tidak signifikan

4. KP I – KP II 0,001 Berbeda signifikan

5. KP I – KP III 0,000 Berbeda signifikan

6. KP II – KP III 0,254 Tidak signifikan

Dari hasil di atas p<0,05 dikatakan signifikan. Pada pasangan kelompok KK – KP I, KP I – KP II, dan KP I – KP III didapatkan p<0,05. Maka hasil dari pasangan kelompok tersebut adalah signifikan yang berarti terdapat perbedaan bermakna dari pasangan kelompok di atas.

Sebaliknya, pada pasangan kelompok KK – KP II, KK – KP III, dan KP II – KP III mempunyai hasil p>0,05. Dengan kata lain, hasil dari pasangan kelompok tersebut tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada pasangan kelompok tersebut.


(54)

commit to user

42

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28 mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan aspirin. Pada kelompok kontrol, hanya tiga ekor dari tujuh ekor mencit yang


(55)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang dibagi dalam empat kelompok yaitu kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan I (KP-I), kelompok perlakuan II (KP-II), dan kelompok perlakuan III (KP-III). Dari 36 mencit yang ada, hanya tujuh mencit perkelompok yang digunakan lambungnya sehingga 28 mencit digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis. Kelompok kontrol hanya diberi diet standar, aquades 0,2 ml dan 0,25 ml peroral/mencit selama 6 hari perlakuan. Kelompok perlakuan I diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit serta aquades 0,25 ml perhari pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dilanjutkan dengan aquades 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan

Kelompok perlakuan II diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,05 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,05 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Kelompok perlakuan III diberi diet standar dan aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,10 gr/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,10 gr/20 grBB pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan.

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian kacang hijau terhadap kerusakan histologis mukosa lambung mencit yang dipapar dengan aspirin. Pada kelompok kontrol, hanya tiga ekor dari tujuh ekor mencit yang


(56)

commit to user

dilihat secara mikroskopis yang mengalami kerusakan lambung derajat ringan. Hal ini disebabkan pada kelompok kontrol hanya diberikan aquadest dan tidak diberikan zat perusak (aspirin). Hal ini sesuai dengan keadaan normal lambung. Dalam keadaan normal, sawar lambung memungkinkan sedikit difusi balik ion H+. Selain itu, kerusakan lambung dapat pula disebabkan oleh proses penyondean langsung terhadap lambung mencit. Penyondean langsung ke lambung mencit termasuk tindakan yang dapat mengiritasi mukosa lambung mencit tersebut.

Pada kelompok perlakuan I, yakni kelompok yang mendapatkan aspirin dengan dosis 84mg/KgBB keseluruhannya dijumpai kerusakan berat. Hal ini dikarenakan aspirin merupakan asam asetilsalisilat yaitu asam lemah yang secara lamngsung menyebabkan H+ dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu sehingga tidak larut dalam kondisi asam dari lambung dan menyebabkan absorbsinya di tunda (Valle, 2005). Selain itu, aspirin merupakan asam yang larut lemak sehingga mudah menembus lapisan mukosa lambung. Secara tidak langsung, aspirin menghambat enzim COX-1 dan COX-2 dimana mereka mengkatalis asam arakhidonat menjadi prostaglandin (Tarigan, 2006). Dalam hal ini, prostaglandin berperan dalam mempertahankan sirkulasi lambung, menambah sekresi mukus dan menghambat sel parietal. Sirkulasi lambung mempercepat regenerasi sel epitel mukosa lambung dan sekresi mukus berperan sebagai pertahanan mukosa lambung dari bahan-bahan iritan. Sedangkan sel parietal berperan merangsang HCl yang dapat mengiritasi lambung. Terperangkapnya ion H+ dan menurunnya regenerasi epitel dan kadar prostaglandin akibat aspirin menyebabkan iritasi skala besar pada mukosa lambung.


(57)

commit to user

Pada kelompok perlakuan II, yaitu kelompok yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,25 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan terlihat kerusakan ringan pada empat ekor mencit dan tiga ekor sisanya dalam keadaan normal. Pemberian aspirin dosis 84mg/KgBB dalam waktu 1 jam dapat memperlihatkan kerusakan ringan hingga sedang pada mukosa lambung. Hal ini sudah diuji dalam uji pendahuluan dimana dua ekor mencit diet standar diberi aspirin dosis 84mg/KgBB. Satu ekor mencit dikorbankan setelah 1 jam pemberian aspirin dah satu ekor lagi dikorbankan setelah 2 jam pemberian aspirin. Mencit pertama memperlihatkan kerusakan mukosa lambung ringan hingga sedang, sedangkan mencit kedua memperlihatkan kerusakan mukosa lambung tingkat berat. Pemberian kacang hijau setelah 1 jam pemberian aspirin terbukti dapat memperbaiki kerusakan tersebut hingga keadaan normal. Dalam kacang hijau terdapat alpha-linoleic-acid, arginin, dan serat dapat memperbaiki sirkulasi lambung yaitu dengan cara vasodilatasi aliran darah sehingga mempercepat regenerasi epitel lambung. Selain dengan cara vasodilatasi, dapat juga dengan efek antiinflamasi oleic acid, dan linoleic acid yang menghambat pengeluaran histamin, serta asam askorbat menghambat rusaknya lamina propria. Zat- zat antiulcer pada pektin dan piridoksin menghambat terjadinya ulkus serta perdarahan, kemudian kandungan antioksidan, pro-kolagen dari ascorbic-acid serta mukogenik dari beta karoten menambah proteksi sel-sel lambung memperbaiki kembali keadaan histologis mukosa lambung. Pemberian kacang


(58)

commit to user

hijau tanpa pemberian aspirin pada hari perlakuan ke-4 hingga ke-6 bertujuan untuk memaksimalkan efek perbaikan yang maksimal pada mukosa lambung.

Pada kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,5 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,5 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Dosis kacang hijau yang diberikan pada kelompok ini dua kali lipat dosis pemakaian awal. Hasilnya, dari sampel tujuh ekor mencit, hanya seekor diantaranya yang gambaran histologis mukosa lambungnya mencapai normal sedangkan sisanya dalam keadaan kerusakan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis tidak memberikan efek yang lebih baik dibandingkan memakai dosis awalnya.

Data hasil perhitungan dianalisis dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok perlakuan (p<0,05). Dari hasil uji Mann-Whitney terdapat beberapa hasil uji dimana hasil uji kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan I (diberikan aspirin) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini terjadi karena kerusakan mukosa lambung derajat berat pada kelompok perlakuan I yang meluas. Hal ini terjadi karena kerusakan yang tidak terobati pada mukosa lambung kelompok perlakuan I.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan I (aspirin) dan kelompok perlakuan II (aspirin dan kacang hijau dosis 0,25 ml) berbeda signifikan yang berarti menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan


(59)

commit to user

pemberian aspirin pada kelompok perlakuan I merusak total sel-sel epitel mukosa lambung mencit sedangkan kerusakan pada kelompok perlakuan II berhasil diperbaiki. Begitu pula hasil antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan III (aspirin dan kacang hijau dosis 0,5 ml) yang menunjukkan perbedaan yang bermakna oleh karena mukosa lambung pada kelompok perlakuan III juga berhasil diperbaiki mendekati normal.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan II dan kelompok perlakuan III tidak berbeda signifikan. Hal ini dikarenakan pada kelompok perlakuan II diantara tujuh ekor mencit, mukosa lambung pada tiga ekor mencit berhasil diperbaiki hingga normal sedangkan empat ekor lainnya hanya dapat diperbaiki hingga derajat kerusakan ringan. Sedangkan pada kelompok perlakuan III yang memakai dosis dua kali lipatnya terdapat seekor mencit yang mukosa lambungnya normal dan sisanya berderajat kerusakan ringan. Hasil yang tidak signifikan ini menunjukkan kedua dosis kacang hijau yang dipakai dapat memperbaiki mukosa lambung mencit hingga seperti keadaan yang normal. Dalam perbandingan ini juga memperlihatkan bahwa dosis pertama (kacang hijau 0,25 ml/20g BB mencit) yang efektif untuk perbaikan mukosa lambung mencit.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II (diberi aspirin kemudian kacang hijau setelah 1 jam) tidak signifikan. Hal ini disebabkan pemberian aspirin 84mg/KgBB merusak sel-sel epitel mukosa lambung kemudian segera diperbaiki dengan pemberian kacang hijau 0,25 ml/20g BB mencit. Hasil yang tidak signifikan dikarenakan perbaikan mukosa lambung mencit oleh kacang hijau berhasil mendekati normal seperti layaknya kelompok


(60)

commit to user

kontrol. Begitu pula hasil uji antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan III yang tidak signifikan. Hasil ini juga dipengaruhi oleh waktu paparan antara aspirin yang dipaparkan 3 hari dan kacang hijau yang diberikan selama 6 hari. Oleh karena itu, proses perbaikan mendekati normal sehingga hasilnya tidak signifikan.

Dari hasil dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kacang hijau dapat memperbaiki kerusakan histologis mukosa lambung pada mencit yang dipapar aspirin. Kacang hijau dalam dua dosis yang diujikan mampu memperbaiki mukosa lambung setara dengan keadaan semula walaupun pemberian kacang hijau dengan dosis bertingkat tidak menghasilkan efek yang lebih dibandingkan dosis awal untuk memperbaiki kerusakan mukosa lambung mencit.


(61)

commit to user

48

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian kacang hijau (Phaseolus radiatus) dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung akibat pemberian aspirin.

2. Peningkatan dosis kacang hijau (Phaseolus radiatus) tidak diikuti dengan peningkatan efek perbaikan pada kerusakan mukosa lambung mencit.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kacang hijau pada lambung terhadap bahan iritatif lainnya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan rentang waktu pemberian kacang hijau untuk mengetahui jangka waktu perbaikan maksimal dari kacang hijau tersebut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan ekstrak kacang hijau sehingga lebih memudahkan pengolahannya dan aplikasinya dalam kehidupan.


(1)

commit to user

dilihat secara mikroskopis yang mengalami kerusakan lambung derajat ringan. Hal ini disebabkan pada kelompok kontrol hanya diberikan aquadest dan tidak diberikan zat perusak (aspirin). Hal ini sesuai dengan keadaan normal lambung. Dalam keadaan normal, sawar lambung memungkinkan sedikit difusi balik ion H+. Selain itu, kerusakan lambung dapat pula disebabkan oleh proses penyondean langsung terhadap lambung mencit. Penyondean langsung ke lambung mencit termasuk tindakan yang dapat mengiritasi mukosa lambung mencit tersebut.

Pada kelompok perlakuan I, yakni kelompok yang mendapatkan aspirin dengan dosis 84mg/KgBB keseluruhannya dijumpai kerusakan berat. Hal ini dikarenakan aspirin merupakan asam asetilsalisilat yaitu asam lemah yang secara lamngsung menyebabkan H+ dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu sehingga tidak larut dalam kondisi asam dari lambung dan menyebabkan absorbsinya di tunda (Valle, 2005). Selain itu, aspirin merupakan asam yang larut lemak sehingga mudah menembus lapisan mukosa lambung. Secara tidak langsung, aspirin menghambat enzim COX-1 dan COX-2 dimana mereka mengkatalis asam arakhidonat menjadi prostaglandin (Tarigan, 2006). Dalam hal ini, prostaglandin berperan dalam mempertahankan sirkulasi lambung, menambah sekresi mukus dan menghambat sel parietal. Sirkulasi lambung mempercepat regenerasi sel epitel mukosa lambung dan sekresi mukus berperan sebagai pertahanan mukosa lambung dari bahan-bahan iritan. Sedangkan sel parietal berperan merangsang HCl yang dapat mengiritasi lambung. Terperangkapnya ion H+ dan menurunnya regenerasi epitel dan kadar prostaglandin akibat aspirin menyebabkan iritasi skala besar pada mukosa lambung.


(2)

commit to user

Pada kelompok perlakuan II, yaitu kelompok yang diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari kemudian 1 jam setelah itu diberikan kacang hijau dosis I yaitu 0,25 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,25 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan terlihat kerusakan ringan pada empat ekor mencit dan tiga ekor sisanya dalam keadaan normal. Pemberian aspirin dosis 84mg/KgBB dalam waktu 1 jam dapat memperlihatkan kerusakan ringan hingga sedang pada mukosa lambung. Hal ini sudah diuji dalam uji pendahuluan dimana dua ekor mencit diet standar diberi aspirin dosis 84mg/KgBB. Satu ekor mencit dikorbankan setelah 1 jam pemberian aspirin dah satu ekor lagi dikorbankan setelah 2 jam pemberian aspirin. Mencit pertama memperlihatkan kerusakan mukosa lambung ringan hingga sedang, sedangkan mencit kedua memperlihatkan kerusakan mukosa lambung tingkat berat. Pemberian kacang hijau setelah 1 jam pemberian aspirin terbukti dapat memperbaiki kerusakan tersebut hingga keadaan normal. Dalam kacang hijau terdapat alpha-linoleic-acid, arginin, dan serat dapat memperbaiki sirkulasi lambung yaitu dengan cara vasodilatasi aliran darah sehingga mempercepat regenerasi epitel lambung. Selain dengan cara vasodilatasi, dapat juga dengan efek antiinflamasi oleic acid, dan linoleic acid yang menghambat pengeluaran histamin, serta asam askorbat menghambat rusaknya lamina propria. Zat- zat antiulcer pada pektin dan piridoksin menghambat terjadinya ulkus serta perdarahan, kemudian kandungan antioksidan, pro-kolagen dari ascorbic-acid

serta mukogenik dari beta karoten menambah proteksi sel-sel lambung memperbaiki kembali keadaan histologis mukosa lambung. Pemberian kacang


(3)

commit to user

hijau tanpa pemberian aspirin pada hari perlakuan ke-4 hingga ke-6 bertujuan untuk memaksimalkan efek perbaikan yang maksimal pada mukosa lambung.

Pada kelompok perlakuan III diberi aspirin 84 mg/kgBB mencit perhari serta 1 jam kemudian diberikan kacang hijau dosis II yaitu 0,5 ml/20 grBB mencit pada hari ke-1 hingga ke-3 perlakuan dan dilanjutkan pemberian kacang hijau 0,5 ml pada hari ke-4 hingga ke-6 perlakuan. Dosis kacang hijau yang diberikan pada kelompok ini dua kali lipat dosis pemakaian awal. Hasilnya, dari sampel tujuh ekor mencit, hanya seekor diantaranya yang gambaran histologis mukosa lambungnya mencapai normal sedangkan sisanya dalam keadaan kerusakan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis tidak memberikan efek yang lebih baik dibandingkan memakai dosis awalnya.

Data hasil perhitungan dianalisis dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis

dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji

Mann-Whitney. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang

bermakna antara keempat kelompok perlakuan (p<0,05). Dari hasil uji

Mann-Whitney terdapat beberapa hasil uji dimana hasil uji kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan I (diberikan aspirin) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini terjadi karena kerusakan mukosa lambung derajat berat pada kelompok perlakuan I yang meluas. Hal ini terjadi karena kerusakan yang tidak terobati pada mukosa lambung kelompok perlakuan I.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan I (aspirin) dan kelompok perlakuan II (aspirin dan kacang hijau dosis 0,25 ml) berbeda signifikan yang berarti menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan


(4)

commit to user

pemberian aspirin pada kelompok perlakuan I merusak total sel-sel epitel mukosa lambung mencit sedangkan kerusakan pada kelompok perlakuan II berhasil diperbaiki. Begitu pula hasil antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan III (aspirin dan kacang hijau dosis 0,5 ml) yang menunjukkan perbedaan yang bermakna oleh karena mukosa lambung pada kelompok perlakuan III juga berhasil diperbaiki mendekati normal.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan II dan kelompok perlakuan III tidak berbeda signifikan. Hal ini dikarenakan pada kelompok perlakuan II diantara tujuh ekor mencit, mukosa lambung pada tiga ekor mencit berhasil diperbaiki hingga normal sedangkan empat ekor lainnya hanya dapat diperbaiki hingga derajat kerusakan ringan. Sedangkan pada kelompok perlakuan III yang memakai dosis dua kali lipatnya terdapat seekor mencit yang mukosa lambungnya normal dan sisanya berderajat kerusakan ringan. Hasil yang tidak signifikan ini menunjukkan kedua dosis kacang hijau yang dipakai dapat memperbaiki mukosa lambung mencit hingga seperti keadaan yang normal. Dalam perbandingan ini juga memperlihatkan bahwa dosis pertama (kacang hijau 0,25 ml/20g BB mencit) yang efektif untuk perbaikan mukosa lambung mencit.

Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan II (diberi aspirin kemudian kacang hijau setelah 1 jam) tidak signifikan. Hal ini disebabkan pemberian aspirin 84mg/KgBB merusak sel-sel epitel mukosa lambung kemudian segera diperbaiki dengan pemberian kacang hijau 0,25 ml/20g BB mencit. Hasil yang tidak signifikan dikarenakan perbaikan mukosa lambung mencit oleh kacang hijau berhasil mendekati normal seperti layaknya kelompok


(5)

commit to user

kontrol. Begitu pula hasil uji antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan III yang tidak signifikan. Hasil ini juga dipengaruhi oleh waktu paparan antara aspirin yang dipaparkan 3 hari dan kacang hijau yang diberikan selama 6 hari. Oleh karena itu, proses perbaikan mendekati normal sehingga hasilnya tidak signifikan.

Dari hasil dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kacang hijau dapat memperbaiki kerusakan histologis mukosa lambung pada mencit yang dipapar aspirin. Kacang hijau dalam dua dosis yang diujikan mampu memperbaiki mukosa lambung setara dengan keadaan semula walaupun pemberian kacang hijau dengan dosis bertingkat tidak menghasilkan efek yang lebih dibandingkan dosis awal untuk memperbaiki kerusakan mukosa lambung mencit.


(6)

commit to user

48 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian kacang hijau (Phaseolus radiatus) dapat memperbaiki stuktur histologis mukosa lambung akibat pemberian aspirin.

2. Peningkatan dosis kacang hijau (Phaseolus radiatus) tidak diikuti dengan peningkatan efek perbaikan pada kerusakan mukosa lambung mencit.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kacang hijau pada lambung terhadap bahan iritatif lainnya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan rentang waktu pemberian kacang hijau untuk mengetahui jangka waktu perbaikan maksimal dari kacang hijau tersebut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan ekstrak kacang hijau sehingga lebih memudahkan pengolahannya dan aplikasinya dalam kehidupan.