Persalinan seksio sesarea TINJAUAN PUSTAKA
sesarea, langsung dilakukan histerektomi pengangkatan rahim oleh karena sesuatu indikasi. Operasi porro adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri
tentunya janin sudah mati, dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
2. Indikasi persalinan seksio sesarea
Banyak indikasi yang dapat menyebabkan seorang ibu harus melahirkan secara seksio sesarea. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan yang
lengkap selama kehamilan. Menurut Liu 2007, seksio sesarea dilakukan untuk mengatasi disproporsi
sefalo-pelvik dan aktifitas uterus yang abnormal, mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu atau janin, mengurangi trauma janin misalnya presentasei bokong
prematur kecil dan infeksi janin misalnya resiko tertular infeksi herpetik atau HIV, mengurangi resiko pada ibu misalnya gangguan jantung tertentu, lesi intrakranial atau
keganasan pada serviks, memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan.
Penyebab utama dilakukan tindakan seksio sesarea bisa berasal dari ibu sendiri, atau berasal dari janin. Menurut Saifuddin 2006, indikasi dilakukan seksio
sesarea dibagi 2 antara lain, indikasi pada ibu yaitu, disproporsi sefalo-pelvik CPD, disfungsi uterus, distosia jaringan lunak dan plasenta previa. Sedangkan indikasi pada
janin yaitu, janin besar, gawat janin, letak lintang. Pada ibu, keadaan yang paling sering menghambat persalinan normal adalah
bentuk dan ukuran panggul yang tidak sesuai dengan ukuran janin, sehingga janin tidak dapat melewati jalan lahir keras. Hal ini karena pada saat hamil ibu sering dikusuk pada
bagian perutnya oleh dukun, padahal akibat dari pengusukan perut yang terlalu sering
dan kuat akan mengakibatkan kondisi rahim ibu terganggu. Persalinan yang panjang dan lama yang tidak menunjukkan kemajuan karena tidak adanya pembukaan pada servik
juga dapat menyebabkan ibu harus dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Menurut Mochtar 1998, indikasi dilakukan seksio sesarea pada ibu antara lain panggul sempit, ruptura uteri yang mengancam, partus yang berlangsung lama
prolonged labor, partus tak maju obstructed labor, pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan indikasi pada janin yaitu malpresentasi janin seperti letak lintang, letak
bokong, presentase dahi dan muka, presentase rangkap dan gamelli bayi kembar. Penyebab operasi sesarea dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor janin
antara lain bayi terlalu besar yang mungkin saja ibu memiliki riwayat diabetes mellitus atau kencing manis. Pertumbuhan janin terhambat karena adanya gangguan
pembentukan jaringan, kelainan letak janin letak sungsang dan letak lintang, ancaman gawat janin fetal distress akan ditemukan pada pemeriksaan denyut jantung janin DJJ
jumlahnya kurang dari 120 dan atau lebih dari 160 kali permenit, janin abnormal misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosephalus atau kepala besar karena
otak berisi cairan. Faktor yang berasal dari plasenta antara lain plasenta previa yaitu letak
plasenta yang abnormal yang menutupi jalan lahir, solutio plasenta yaitu terlepasnya plasenta sebelum bayi lahir, plasenta yang tertanam terlalu dalam atau plasenta akreta
plesenta menempel sampai ke otot rahim, biasanya terjadi pada ibu berusia rawan untuk hamil yaitu diatas 35 tahun, dan ibu yang mempunyai riwayat persalinan yang lalu
dengan operasi yang operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya
plasenta, vasa previa keadaan pembuluh darah diselaput ketuban berada di mulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan.
Kelainan pada tali pusat antara lain prolapsus tali pusat tali pusat menumbung pada saat ketuban dipecahkan teraba tali pusat sehingga menghambat janin
untuk turun, terlilit tali pusat biasanya ditemukan pada leher bayi akibat pergerakan janin yang terlalu aktif, bayi kembar gamelli.
Dari faktor ibu yang menyebabkan dilakukan bedah sesarea antara lain usia ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki resiko
melahirkan dengan operasi. Apalagi dengan usia 40 tahun ke atas, karena berisiko adanya penyakit penyerta seperti jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan pre-eklamsi.
Untuk itu, ibu-ibu yang berusia diatas 35 tahun, tidak dianjurkan untuk hamil. Tulang panggul cephalopelvic disproportionCPD tidak sesuai ukuran panggul dengan kepala
bayi, persalinan sebelumnya dengan operasi, faktor hambatan jalan lahir jalan lahir yang kaku, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir distosia. Kelainan
kontraksi rahim kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi, ketuban pecah dini KPD yaitu robeknya kantung ketuban sebelum waktunya, akan membuka rahim
sehingga memudahkan masuknya bakteri lewat vagina menyebabkan terjadinya infeksi Kasdu, 2003.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea
Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik, perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut Prawirohardjo
2002, dalam melakukan seksio sesarea perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :
a. Seksio elektif
Seksio sesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan cara operasi, ibu hamil memang selayaknya harus
melakukan pemeriksaan selama kehamilan minimal empat kali, sehingga akan dapat diketahui apakah kehamilan ibu nantinya dapat diakhiri dengan normal tanpa komplikasi
atau harus melalui persalinan seksio, keuntungannya seksio elektif adalah waktu pembedahan dapat ditentukan dan direncanakan oleh dokter yang akan menolongnya
dan dapat dilakukan persiapan yang lebih baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga
menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai berkontraksi.
b. Anestesia
Sebelum dilakukan proses operasi ibu terlebih dahulu akan dibius, ada yang menggunakan bius umum, yang membuat ibu akan tertidur dan tidak akan mengetahui
apapun yang terjadi. Ada juga yang menggunakan bius lokal yang membuat tubuh ibu hanya sebagian saja yang dibius, sehingga ibu dapat mendengar dan bahkan dapat
melihat bayinya. Anestesia atau pembiusan umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat
pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain itu ada pengaruh terhadap tonus uterus sehingga
kadang-kadang timbul perdarahan postpartum karena atonia uteri. Akan tetapi, bahaya terbesar pada pemberian anestesia umum sedang lambung penderita tidak kosong. Pada
wanita yang tidak sadar karena anestesia ada kemungkinan isi lambung masuk kedalam jalan pernapasan, dan ini merupakan hal yang berbahaya. Anestesia spinal aman untuk
janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan tekanan darah penderita turun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman adalah anestesia lokal, akan
tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental penderita. c.
Transfusi darah Pada umumnya perdarahan pada seksio sesarea lebih banyak dari pada persalinan
pervaginam. Perdarahan tersebut akibat insisi pada uterus, ketika pelepasan plasenta, mungkin juga karena terjadinya atonia uteri postpartum. Oleh sebab itu pada setiap akan
dilakukan tindakan seksio sesarea perlu diadakan persediaan darah. Namun, tidak semua rumah sakit mempunyai persediaan darah.
d. Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea yang direncanakan sering tidak diberikan, biasanya pada seksio yang elektif sebelum operasi pasien sudah
diberikan antibiotik. Namun, pada umumnya pemberiannya sangat dianjurkan. Mengingat terjadinya infeksi sangat rawan pada ibu yang post seksio.
4. Jenis-jenis seksio sesarea
Menurut Liu 2007, berdasarkan jenis insisi pada perut dan rahim, maka seksio sesarea dibagi 2, yaitu insisi abdominal dan insisi uterus.
a. Insisi abdominal
Pada dasarnya insisi ini adalah garis tengah subumbilikal dan insisi abdominal bawah transversa. Insisi garis tengah subumbilikal, insisi ini mudah dan cepat. Akses
mudah dengan perdarahan minimal. Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun
bekas luka tidak terlihat, terdapat banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul dibandingkan dengan insisi transversa. Insisi transversa
pfannenstiel insisi ini merupakan pilihan saat ini, secara kosmetik sangat memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit ketidaknyamanan,
memungkinkan mobilitas pascaoperasi lebih baik, insisi secara teknik lebih sulit terutama pada operasi berulang.
b. Insisi uterus
Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau insisi segmen bawah transversa. Seksio sesarea segmen bawah, keuntungannya adalah lokasi
tersebut memiliki lebih sedikit pembuluh darah sehingga kehilangan darah yang ditimbulkan lebih sedikit, mencegah penyebaran infeksi ke rongga abdomen, merupakan
bagian uterus yang sedikit berkontraksi sehingga sedikit kemungkinan terjadinya ruptur pada bekas luka di kehamilan berikutnya, penyembuhan lebih baik dengan komplikasi
pascaoperasi yang lebih sedikit seperti pelekatan, implantasi plasenta di atas bekas luka uterus kurang cenderung terjadi pada kehamilan berikutnya.
Kerugiannya meliputi akses mungkin terbatas, lokasi uterus yang berdekatan dengan kandung kemih meningkatkan resiko kerusakan khususnya pada prosedur
pengulangan., perluasan ke sudut lateral atau dibelakang kandung kemih dapat meningkatkan kehilangan darah.
Seksio sesarea klasik, insisi ini di tempatkan secara vertikal di garis tengah uterus, indikasi penggunaannya meliputi jika akses ke segmen bawah terhalang oleh
pelekatan fibroid uterus, jika janin terimpaksi pada posisi transversa, pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior, jika ada karsinoma serviks, jika
kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.
Kerugiannya meliputi hemostasis lebih sulit dengan insisi vaskulat yang tebal, pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin, plasenta anterior dapat ditemukan selama
pemasukan, penyembuhan terhambat karena involusi miometrial, terdapat lebih besar resiko ruptur uterus pada kehamilan berikutnya. Insisi kronig-gellhom-beck, insisi ini
adalah insisi pada garis tengah pada segmen bawah yang digunakan pada pelahiran prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam keadaan
terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan untuk memberi lebih banyak akses, insisi ini lebih sedikit komplikasi seksio sesarea klasik, insisi ini tidak
menutup kemungkinan pelahiran pervaginam. 5.
Perawatan praoperasi Menurut Liu 2007, perawatan praoperasi yang harus dikerjakan sebelum
tindakan bedah dimulai terdiri atas : pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus mengemukakan alasan ini
dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang. Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anestesia
dan ibu, beritahu dokter pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2 unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan
tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan infus,
pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.
6. Perawatan pascaoperasi
Menurut Liu 2007 ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau medis memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum untuk semua ibu
meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah, pernapasan, frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur 15 menit, pastikan kondisinya stabil. Lihat
tinggi fundus pastikan rahim berkontraksi dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia, pertahankan keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat,
tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya diabetes mellitus. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan
keadaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang berhubungan dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk melakukan pengkajian
ulang pasca melahirkan guna memastikan penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan pemakain alat kontrasepsi, dan memastikan tindak lanjut perawatan
untuk kondisi medisnya. 7.
Risiko operasi seksio sesarea Operasi seksio sesarea sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, bukan
karena keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit, hal ini karena risiko operasi sesarea lebih besar dari pada persalinan alami. Demikian teori yang disebutkan
dalam buku Obstetrics and Gynecology dalam Kasdu, 2003. Didalamnya dijelaskan, dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan, bedah sesarea memiliki
risiko . Misalnya, kondisi pasien yang tidak dapat diduga sebelumnya. Menurut Peel dan Chamberlain, indikasi untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya
mengakibatkan angka kematian ibu 17 sebelum dikoreksi dan 0,58 sesudah
dikoreksi, sedangkan kematian janin 14,5. Pada 774 persalinan berikutnya, terjadi 1,03 rupture uteri rahim yang robek. Risiko ini bisa menimpa ibu maupun bayinya.
Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling banyak dari
operasi sesarea adalah akibat dari tindakan anestesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis radang
endometrium, tromboplebilitis pembekuan darah pembuluh balik, embolisme penyumbatan pembuluh darah, paru-paru, dan pemulihan bentuk serta letak rahim
menjadi tidak sempurna. Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan
dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi pada semua orang.
a. Alergi
Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes. Pada awalnya, yaitu pada saat
pembedahan, segalanya bisa berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru
bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara
melahirkan alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu, biasanya
sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi
seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul
pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak.
Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.
c. Cedera pada organ lain
Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau kandung kemih. Penyembuhan
luka bekas bedah sesarea yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing. Selain itu, dapat pula berdampak pada organ lain dengan
menimbulkan perlekatan pada organ-organ didalam rongga perut untuk kehamilan risiko tinggi yang memerlukan penanganan khusus.
d. Parut dalam rahim
Seorang wanita yang sudah pernah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan dan persalinan berikutnya
memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika opersai dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar
1-3 angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya, kondisi ini terjadi apabila menggunakan sayatan klasik atau vertikal.
e. Demam
Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi. Komplikasi ringan yang sering terjadi
adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat, seperti peritonitis radang selaput perut, sepsis reaksi umum disertai
demam karena kegiatan bakteri, atau disebut juga terjadi infeksi puerperal. Infeksi pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah
diupayakan tindakan vaginal sebelumnya. f.
Mempengaruhi produksi ASI Efek pembiusan dapat mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan
total narkose. Akibatnya, kolostrum air susu yang keluar pertama kali tidak bisa dinikmati oleh bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun,
apabila dilakukan dengan pembiusan regional misalnya spinal tidak banyak mempengaruhi produksi ASI .
8. Menghindarkan bedah sesarea yang tidak perlu
Berkaitan dengan pencanangan Departemen Kesehatan, IDI, dan POGI mengenai upaya penurunan angka bedah sesarea di Indonesia, ada enam langkah yang harus
ditempuh agar angka bedah sesarea dapat dikendalikan, yaitu: 1 pendidikan dan evaluasi terhadap pasien secara cermat; 2 telaah review eksternal; 3 penyebarluasan
informasi kepada masyarakat mengenai tingginya angka bedah sesarea bagi setiap dokter atau RS; 4 reformasi terhadap horonarium dokter yang melakukan bedah
sesarea; 5 reformasi pembayaran bagi RS; dan 6 reformasi terhadap tuntutan
malpraktik, di mana selain pasien organisasi profesi seperti IDI atau POGI dalam hal ini dapat mengajukan tuntutan malpraktik kepada dokter yang bertindak melanggar atau
menyalahi etika maupun ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, termasuk mengenai masalah bedah sesarea.
Keenam langkah ini memang jelas berpihak kepada pasien, sedangkan dokter kebidanan harus benar-benar back to basic untuk dapat menerimanya dengan tulus.
Apabila diterapkan, maka keenam langkah tersebut akan mereduksi serta mengurangi hak istimewa dan arogansi dokter secara bermakna. Sebaliknya, memberikan hak yang
lebih luas, adil dan proporsional kepada para pasien. Dengan begitu, diperoleh suatu jaminan bahwa bedah sesarea benar-benar merupakan tindakan yang profesional dan
sesuai dengan etika medis. Selain itu, terdapat keseimbangan dengan hak pasien dalam proses pengambilan keputusan untuk pembedahan sesarea, sesuatu yang belakangan ini
semakin diabaikan dalam hubungan profesional dokter-pasien Dewi dan Fauzi, 2007. 9.
Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea a.
Sebelum persalinan : para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca dan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, kalau
perlu ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh bidan, dokter, ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula bila memungkinkan untuk melihat fasilitas
tempatnya bersalin kelak, lalu bertanya kepada lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang mengetahui mengenai persalinan. Jika direncanakan untuk bedah sesarea, mintalah
dokter untuk menjelaskan dan membuktikan indikasi medisnya. b.
Dalam persalinan : diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin dirumah, sampai dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat
sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan aktivitas.
Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit, tetapi sebaiknya tidak meminta untuk
dibius regional maupun umum. Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor penting. Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang istri
yang sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari bedah sesarea. Semua pihak harus menyadari bahwa persalinan atau kelahiran yang alamiah adalah
yang terbaik, sedangkan bedah sesarea sebenarnya merupakan alternatif Dewi fauzi, 2007.