26
dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan.
Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR 261 RBg, elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian
sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak
diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan sia-sia yang tidak mengenai sasaran vexatoir. Sehingga dalam sita ini, tersita harus
didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan tersebut.
2. Objek Yang Dapat Diletakkan Sita Jaminan
Objek permohonan tergantung kepada jenis sita yang dimintakan, pada sita revindicatoir, maka yang dapat disita adalah benda bergerak yang merupakan milik
pemohon atau pemilik hak reklame. Pemohon sita revindicatoir tidak dapat memohon sita dijatuhkan terhadap benda tetap milik pemohon, karena pengalihan
atau pengasingan benda tetap tidak semudah pengalihan benda bergerak, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadi diasingkannya barang tetap tersebut. Pasal 226 2
HIR menjelaskan bahwa dalam permohonan sita revindicatoir harus dijelaskan secara lengkap dan nyata, barang-barang yang dimintakan sita tersebut.
Sedangkan pada sita conservatoir, yang dapat menjadi obyek sita adalah: 1. barang bergerak milik debitur
2. barang tetap milik debitur, dan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
27
3. barang bergerak milik debitur yang berada di tangan orang lain pihak ketiga. Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan
tidak jauh melampaui nilai gugatan nilai uang yang menjadi sengketa, sehingga nilai sita seimbang dengan yang digugat. Penyitaan juga dilakukan terlebih dulu atas
benda-bergerak, dan baru diteruskan ke benda-benda tidak bergerak, jika menurut perkiraan nilai benda-benda tersebut tidak akan mencukupi.
RV masih mengenal beberapa sita conservatoir lainnya yaitu : a. Sita conservatoir terhadap Kreditor
Ada kemungkinannya bahwa Debitor mempunyai piutang kepada Kreditor. Jadi ada hubungan utang piutang timbal balik antara Kreditor dan Debitor. Dalam
hubungan hutang timbal balik antara Debitor dan Kreditor ini, dimana Kreditor sekaligus juga Debitor dan Debitor sekaligus juga Kreditor, tidak jarang terjadi
bahwa prestasinya tidak dapat dikompesasi, misalnya apabila tuntutan piutang Kreditor sudah dapat ditagih dari Debitor, sedang piutang Debitor belum dapat
ditagih dari Kreditor atau apabila Kreditor mempunyai tagihan dalam bentuk uang sedangkan Debitor tagihannya berupa barang. Dalam hal ini maka Kreditor yang
mengajukan gugatan dapat mengajukan permohonan sita conservatoir terhadap dirinya sendiri. Pada hakikatnya sita conservatoir ini tidak lain adalah sita
conservatoir atas barang-barang yang ada di tangan pihak ketiga, hanya dalam hal ini pihak ketiga itu adalah Kreditor itu sendiri.
b. Sita gadai
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
28
Sita gadai ini sebagai sita conservatoir hanya dapat diajukan berdasarkan tuntutan yang disebut dalam pasal 1139 sub 2 KUHPerdata dan dijalankan atas barang-
barang yang disebut dalam pasal 1140 KUHPerdata. c. Sita conservatoir atas barang-barang Debitor yang tidak mempunyai tempat
tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia Rasio dari sita conservatoir ini ialah untuk melindungi penduduk Indonesia
terhadap orang-orang asing bukan penduduk Indonesia, maka oleh karena itu berlaku juga dengan sendirinya bagi acara perdata di Pengadilan Negeri.
d. Sita conservatoir atas pesawat terbang Pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik Debitor menjadi
tanggungan untuk segala perikatan yang bersifat perorangan, dan semua hak-hak atas harta kekayaan dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan, sehingga dengan demikian
dapat disita. Akan tetapi tentang hal ini ada pengecualiannya. Ada bagian-bagian dari harta kekayaaan yang tidak dapat disita dan ada yang dibebaskan dari penyitaan.
Yang tidak dapat disita terutama adalah hak-hak perorangan. Hak untuk mendapat ganti kerugian dalam hubungan perburuhanpun tidak boleh disita untuk menjalankan
putusan hakim. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara berbunyi “ Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap : b.
Uang atau surat berharga milik NegaraDaerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
29
c. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada NegaraDaerah
d. Barang bergerak milik NegaraDaerah baik yang berada pada instansi Pemerintah
maupun pada pihak ketiga e.
Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik NegaraDaerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas Pemerintahan
B. Ketentuan-ketentuan Pokok Hak Tanggungan 1.
Pengertian Hak Tanggungan
Pada tanggal 9 April 1996 diresmikanlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan
Dengan Tanah, undang-undang ini kemudian disebut Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT. Dengan lahirnya UUHT yang mengatur lembaga Hak
Tanggungan ini melahirkan satu unifikasi hukum tanah nasional yang mengatur mengenai tanah, yang kelahirannya sekaligus menggantikan Hypotheek atas hak atas
tanah dan Credietverband. Oleh karena itu, ketentuan mengenai Credietverband dan Hypotheek sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
33
Sesuai dengan Pasal 57 UUPA
34
maka dikatakan hipotik dan Credietverband hanya bersifat temporer selama UUHT yang diperintahkan Pasal 51 UUPA belum
33
Pasal 29 UUHT, yang berisi: ”Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586
dan Staatsblad 1909-584 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
34
Selama undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatblad 1908 No.542 sebagai yang telah diubah dengan Staatblad 1937 No.190. Tim Pustaka Yustia, Pokok-Pokok Hukum Agraria,
Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustia, 2007, hal.34
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
30
diterbitkan, dimana hipotik adalah untuk tanah-tanah yang tunduk kepada KUHPerdata sedangkan Credietverband untuk tanah-tanah yang tunduk kepada
hukum adat.
35
Kelahiran Hak Tanggungan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA dan
UUHT diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan lembaga perbankan sebagai upaya mengamankan kredit yang disalurkan kepada masyarakat.
Berkembangnya Hak Tanggungan selaras dengan tuntutan kemajuan hukum masyarakat dalam menjamin hak atas tanah. Artinya pada saat dibicarakan tentang
perkembangan ekonomi bangsa tentunya bilamana kemajuan ekonomi dikehendaki berkembang maka Hak Tanggungan sangat dibutuhkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dalam memenuhi modal dengan benda tak bergerak sebagai agunannya. Dengan adanya jaminan maka fasilitas penambahan modal kerja akan mudah
diperoleh dengan kredit. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: “Dalam memberikan kredit, Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Oleh karena itu, agar lembaga jaminan ini berkembang sesuai dengan harapan masing-masing pihak, diperlukan ketentuan-ketentuan Hak Tanggungan yang tegas,
mandiri dan konsisten. Hukum Jaminan sejak diundangkannya UUHT bukan saja mempengaruhi
Hukum Jaminan yang pernah dikenal dan berlaku di Indonesia, namun juga
35
A.P.Parlindungan, Menjawab Masalah Pertanahan Secara Tepat dan Tuntas Bandung : Mandar Maju, 1992, hal. 12
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
31
mempengaruhi bagaimana dunia ekonomi luar ingin menanamkan investasinya khususnya
yang berkaitan
dengan dunia
properti atau
konstruksi dengan
menginvestasikan modalnya pada hak-hak atas tanah. Sistem hukum jaminan terbagi dalam dua bagian yakni sistem hukum jaminan
perorangan dan sistem hukum jaminan kebendaan.
36
Jaminan yang paling sering digunakan oleh kreditor bank adalah jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan dapat
digolongkan menjadi 5 macam yaitu: 1.
Gadai pand, yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata; 2.
Hipotek, yang diatur di dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata; 3.
Credietverband, yang diatur di dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909- 586 dan Staatsblad 1909-584 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad
1937-190 jo. Staatsblad 1937-191;
4. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996; 5.
Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
37
Dari kelima macam jaminan kebendaan di atas salah satu jenis jaminan kebendaan adalah hak tanggungan. Saat ini hak tanggungan adalah lembaga hak
jaminan atas tanah yang diatur dalam UUHT, yang berarti pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan credietverband sudah tidak berlaku lagi
karena telah dicabut dengan UUHT.
38
Sutan Remy Sjahdeini memberikan pengertian tentang hak tanggungan adalah salah satu jenis dari hak jaminan di samping hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan
36
Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit Jakarta : Pradnya Paramita, 1977, hal. 5
37
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 24-25
38
Ibid., hal. 25
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
32
dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitor yang memberikan hak utama kepada seorang kreditor tertentu yaitu pemegang hak jaminan itu untuk didahulukan
terhadap kreditor-kreditor lain apabila debitor cidera janji.
39
Dari definisi mengenai hak tanggungan di atas dapat diketahui bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain. Sudah tentu kreditor tertentu yang dimaksudkan adalah kreditor yang memperoleh atau yang menjadi pemegang hak tanggungan
tersebut. UUHT sendiri memberikan definisi “Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah”, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”, di dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT, sebagai berikut: “Hak Tanggungan
adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain.” Terdapat beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam
definisi tersebut yakni: 1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang;
2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;
39
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 4-5
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
33
3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas hak atas tanah saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu. 4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
40
Mengenai apa yang dimaksudkan dengan pengertian “kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain” tidak dijumpai
dalam Penjelasan dari Pasal 1 ayat 1 UUHT tersebut, tetapi dijumpai di bagian lain, yaitu di dalam angka 4 Penjelasan Umum UUHT.
Dalam Penjelasan Umum tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain ialah bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut
sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
41
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bagi pemegang hak tanggungan diberikan kedudukan yang diutamakan daripada kreditor-kreditor lain
dan jika debitor cidera janji, kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan
40
Ibid., hal. 11
41
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah Jakarta : Djambatan, 2006, hal. 177
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
34
perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor- kreditor yang lain tetapi harus mengalah terhadap piutang-piutang negara. Dengan
kata lain, hak negara lebih utama dari kreditor pemegang hak tanggungan. Pengadaan hak-hak jaminan oleh undang-undang adalah untuk memberikan
kedudukan bagi seorang kreditor tertentu untuk didahulukan terhadap kreditor- kreditor lain. Itu pulalah tujuan dari eksistensi hak tanggungan yang diatur UUHT.
Dalam Pasal 51 UUPA, sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan, sebagai
pengganti lembaga Hypotheek dan Credietverband.
42
Dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa istilah hak tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh UUPA. Selama 30 tahun lebih sejak mulai
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga Hak Tanggungan di atas belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya undang-undang yang
mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 51 Undang-Undang tersebut. Dalam kurun waktu itu, berdasarkan ketentuan peralihan
yang tercantum dalam Pasal 57 UUPA, sehubungan dengan jaminan tanah diberlakukan ketentuan Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan ketentuan Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190,
sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam atau berdasarkan UUPA.
Hak tanggungan yang diatur dalam undang-undang ini pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya
42
Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
35
seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut.
Sebagaimana diketahui hukum tanah nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horisontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam
kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, hukum tanah nasional menggunakan juga asas pemisahan horisontal. Dalam rangka asas pemisahan
horisontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap
perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
Oleh karena hukum tanah nasional didasarkan pada hukum adat, maka sudah tentu UUHT harus berdasarkan hukum adat yang menganut asas pemisahan
horisontal. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 4 UUHT. Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan
selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum
adat itu, dalam rangka asas pemisahan horisontal tersebut, dalam undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan hak tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula
meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktik, sepanjang benda-benda tersebut
merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
36
dijadikan jaminan dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam akta pemberian hak tanggungannya.
Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan,
melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan
bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai hak tanggungan menurut undang-undang ini.
Hak tanggungan adalah merupakan hak jaminan. Di dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20
sampai dengan 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
suatu perikatan hukum. Oleh karena itu hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.
43
Konstruksi jaminan dalam definisi ini memiliki kesamaan dengan yang dikemukakan Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan dimana Hartono Hadisoeprapto
berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
44
43
Salim HS, op.cit., hal. 22
44
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
37
Istilah yang digunakan oleh M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang di terima kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam
masyarakat.
45
Dengan demikian secara sistematik, sistem hukum jaminan kebendaan merupakan sub sistem dari hukum benda. Sistem Hukum Jaminan Kebendaan
meliputi jaminan gadai pand, hipotik, hak tanggungan dan jaminan fidusia. Dapat disimpulkan bahwa jaminan hak tanggungan merupakan bagian dari hukum jaminan
kebendaan merupakan sub sistem hukum jaminan. Tanpa menetapkan suatu sistem hukum benda terlebih dahulu, bangunan hukum jaminan nasional tidak akan jelas dan
undang-undang yang diciptakan sebagai bagian dari hukum jaminan itu akan berdiri sendiri. Konsekuensi yang dikhawatirkan adalah undang-undang itu akan bercerai
berai atau tidak berkaitan satu dengan lainnya.
46
2. Asas-asas Hak Tanggungan