74
Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 34Pdt.Plw2008PN-Sda tanggal 22 Juli 2008, yang salah satu amar putusannya menyatakan sita jaminan yang telah dilaksanakan
berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 221Pdt.G2006PN-Sby tanggal 20 November 2006 jo. Nomor 15CB2006PN-Sda adalah tidak benar dan harus
diangkat.
6. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara PT Inter World
Steel Mills Indonesia, dkk v. PT Bank Global Internasional, Tbk., Nomor 374Pdt.G1998PN.Jkt.Pst. tanggal 29 Mei 2000
Salah satu amar putusan Pengadilan Negeri ini adalah mengangkat sita jaminan berdasarkan Penetapan Nomor 374Pdt.G1998PN.Jkt.Pst. tanggal 15
September 1998 atas tanah sertifikat HGB milik Tergugat PT Inter World Steel Mills Indonesia. Dalam hal ini hakim mengabulkan gugatan intervensi Penggugat ic.
Bank Global Internasional yang telah mendalilkan bahwa objek sita jaminan atas tanah-tanah tersebut di atas telah dijadikan jaminan kredit dan telah dibebani dengan
hak tanggungan Nomor 729 tanggal 3 Agustus 1998 dan Nomor 141 tanggal 30 Mei 1994.
7. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara PT Inter World Steel
Mills Indonesia, dkk v. PT Bank Global Internasional, Tbk., Nomor 149Pdt2001PT.DKI tanggal 14 Juni 2001
Putusan Pengadilan Tinggi ini membenarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 374Pdt.G1998PN.Jkt.Pst. tanggal 29 Mei 2000, dengan
memperbaiki amar
putusan khususnya
mengenai sita,
menjadi sita
penyesuaianpersamaan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
75
8. Putusan Mahkamah Agung dalam perkara PT Inter World Steel Mills
Indonesia,
dkk v.
PT Bank
Global Internasional,
Tbk., Nomor
2955KPdt2002 tanggal 19 April 2006
Putusan Mahkamah Agung ini menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 149Pdt2001PT.DKI tanggal 14 Juni 2001 dan menolak permohonan
banding dari Pemohon Kasasi PT Inter World Steel Mills Indonesia, dkk.
9. Putusan-putusan Lainnya
a. Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Haji Sugeng Imam Soeparno v. PT Pancing Business Cenre, Drs. Benny Basri, Alwi, SH, dan Kejaksaan Agung
RI, Nomor 1742KPdt2009, tanggal 13 Januari 2010 b. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara Kejaksaan Agung
RI, PT Pancing Business Centre, Alwi, SH, Drs. Benny Basri v. Haji Sugeng Imam Soeparno, Nomor 61Pdt2008PT-Mdn, tanggal 30 Juni 2008
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
76
BAB IV DAMPAK DAN UPAYA HUKUM TERHADAP
PENETAPAN SITA JAMINAN ATAS TANAH YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN
A. Dampak Dari Penetapan Sita Jaminan
Hukum acara membolehkan dilakukan tindakan penyitaan terhadap harta kekayaan debitor atau tergugat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 227 HIR 261
RBg bertalian dengan Pasal 197 HIR 208 RBg. Pasal 720 Rv pun mengatur kebolehan penyitaan. Bahkan hukum materiil sendiri membenarkannya. Misalnya,
Pasal 1131 KUHPerdata menegaskan, seluruh harta debitor menjadi tanggungan pembayaran utangnya kepada kreditor.
Namun demikian, penyitaan merupakan tindakan hukum yang bersifat exceptional, termasuk salah satu acara mengadili yang bersifat istimewa.
68
HIR sendiri menempatkan Pasal 227 tersebut pada Bagian Keenam, yang diberi judul
tentang “Beberapa Hal Mengadili Perkara yang Istimewa.” Letak keistimewaannya adalah sebagai berikut:
a. Penyitaan Memaksakan Kebenaran Gugatan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 227 HIR 261 RBg maupun Pasal 720 Rv, penggugat dapat meminta agar diletakkan sita terhadap harta kekayaan tergugat. Atas
permintaan itu, hakim diberi wewenang mengabulkan pada tahap awal, sebelum dimulai proses pemeriksaan pokok perkara. Dalam hal yang demikian, sebelum
68
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hal. 282
76
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
77
pengadilan sendiri mengetahui secara jelas dan lengkap dasar-dasar alasan gugatan, Pengadilan
telah bertindak menempatkan harta kekayaan tergugat dibawah
penjagaannya, seolah-olah harta itu diasingkan dari penguasaan tergugat sebagai pemilik.
Dengan demikian, tanpa mempedulikan kebenaran dalil gugatan yang diajukan kepada tergugat, Pengadilan bertindak memaksakan kepada tergugat akan
kebenaran dalil penggugat, sebelum kebenaran itu diuji dan dinilai berdasarkan fakta- fakta melalui proses pemeriksaan. Inilah salah satu sifat exceptional tindakan
penyitaan. Kepada hakim diberi kewenangan meletakkan sita terhadap harta kekayaan tergugat melalui sistem pemaksaan kebenaran dalil gugatan penggugat
sebelum gugatan itu sempurna diperiksa dan dinilai. b.
Penyitaan Membenarkan Putusan yang Belum Dijatuhkan Sekiranya tindakan penyitaan dilakukan hakim, sesudah proses pemeriksaan
pokok perkara berlangsung, hal itu tetap diambil mendahului putusan. Seolah-olah kepada tergugat dipaksakan kebenaran putusan yang menyatakan dirinya wanprestasi
atau melakukan perbuatan melawan hukum, sebelum putusan yang bersangkutan diambil dan dijatuhkan.
Karena undang-undang memberi wewenang kepada hakim meletakkan sita sebagai tindakan exceptional, sehingga hakim dapat menghukum tergugat dengan
menempatkan harta kekayaannya di bawah penjagaan, meskipun putusan tentang kesalahannya belum dijatuhkan sehingga dengan demikian, sebelum putusan diambil
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
78
dan dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan tergugat.
Sita merupakan
tindakan perampasan,
sebagaimana telah
dijelaskan, penyitaan berarti menempatkan harta kekayaan tersita di bawah penjagaan pengadilan
untuk memenuhi kepentingan pemohon, dalam hal ini penggugat atau kreditor. Ditinjau dari segi nilai Hak Asasi Manusia, penyitaan tidak berbeda dengan
perampasan harta kekayaan tergugat. Akan tetapi berdasarkan landasan exceptional yang diberikan undang-undang kepada hakim, tindakan perampasan itu telah
dijustifikasi hukum acara, sehingga tindakan itu sah menurut hukum, walaupun tergugat sebagai pemilik belum dinyatakan salah dan bertanggung jawab atas perkara
yang disengketakan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Walaupun tindakan exceptional yang terkandung dalam penyitaan secara
implisit mengandung pelanggaran hak asasi yang substansial, namun hukum membolehkannya.
Karena penyitaan
dilakukan sebelum
dijatuhkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berbeda dengan sita eksekusi, sita yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap sehingga sifat perampasan yang melekat pada sita eksekusi benar-benar berdasarkan hukum yang sudah pasti.
Sehubungan dengan itu, tanpa mengurangi kebolehan meletakkan sita pada harta kekayaan tergugat sebelum putusan pengadilan dijatuhkan dan berkekuatan
hukum tetap,
pengabulan permintaan
sita harus
benar-benar dinilai
dan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
79
dipertimbangkan dengan saksama dan objektif oleh hakim. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian ialah dampak psikologis yang
timbul dari penyitaan. Dari segi pelaksanaan, penyitaan sifatnya terbuka untuk umum:
69
a. Pelaksanaannya secara fisik, dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat
sekitarnya. b.
Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepada desa, namun dapat dan boleh pula disaksikan oleh anggota masyarakat luas.
c. Secara administratif yustisial, penyitaan barang tertentu harus diumumkan
dengan jalan mendaftarkan dalam buku register kantor yang bersangkutan, agar diketahui umum sesuai dengan asas publisitas.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penyitaan berdampak psikologis yang sangat merugikan nama baik atau kredibilitas seseorang baik sebagai pribadi, apalagi sebagai
pelaku bisnis. Tindakan penyitaan meruntuhkan kepercayaan orang atas bonafiditas korporasi dan bisnis yang dijalankan, padahal belum tentu penyitaan yang dilakukan
dibenarkan dan dikuatkan sampai akhir proses penyelesaian perkara. Sekiranya pun pada akhirnya penyitaan dinyatakan tidak sah dan diperintahkan untuk diangkat,
sangat sulit bagi tersita memulihkan dan mengembalikan citra yang baik kepada kondisi semula.
Pengaruh buruk penyitaan dari segi psikologis bukan hanya ditanggung dan
69
Ibid, hal. 284-285
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
80
menimpa diri pribadi dan bisnis tersita, tetapi berdampak luas kepada keluarga dalam pergaulan sosial. Oleh karena itu, pengadilan tidak layak terlampau menyederhanakan
pengabulan permintaan sita tanpa dasar alasan dan pertimbangan yang serius.
B. Upaya Hukum Terhadap Penetapan Sita Jaminan 1.
Perlawanan Pihak Tersita
HIRRBg sama sekali tidak mengatur upaya hukum khusus bagi pihak tersita untuk melawan instrumen sita jaminan. Memang pada dasarnya sita jaminan tidak
ditujukan untuk melakukan eksekusipenjualan terhadap obyek sita dan sekedar melarang tersita untuk melakukan perbuatan hukum terhadap barang tersebut.
Namun, sita jaminan tersebut tetap dapat menimbulkan kerugian terhadap tersita. Sebaliknya Rv justru memuat ketentuan yang secara khusus mengatur
perlawanan terhadap sita jaminan, Pasal 724 dan 725 Rv memberikan kesempatan bagi tersita untuk mengajukan bantahan baik dengan sidang singkat di hadapan ketua
pengadilan maupun dihadapan sidang raad van justitie. Perlawanan ini diajukan dalam suatu pemeriksaan atas sah dan berharga atau tidaknya sita jaminan, yang
harus diadakan 8 delapan hari setelah sita ditetapkan. Pada praktiknya, selain instrumen berdasarkan pasal 724 Rv, tersita dapat juga
mengajukan: a.
Gugat rekonvensi terhadap pemohon sita, gugat ini berisi permohonan kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela untuk mengangkat atau merubah
sita jaminan tersebut, atau
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
81
b. Permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk mengangkat atau
merubah sita tersebut. Adapun bantahan dapat diajukan dengan alasan barang yang disita bukan
milik tergugat atau atas alasan dalil gugatan tidak mempunyai dasar hukum.
70
2. Perlawanan Pihak Ketiga