Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) Dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, Dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue Sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila.

(1)

PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING)

DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR CHITOSAN-ASETAT,

POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA

Oleh:

YOGI WALDINGGA HASNEDI

C34104007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

YOGI WALDINGGA HASNEDI. C34104007. PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING) DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR

CHITOSAN-ASETAT, POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU.

Penilaian kesegaran ikan secara luas sampai saat ini masih menggunakan cara-cara sensori seperti penampakan (diamati pada mata, kulit, dan insang), tekstur, bau, dan warna. Berbagai teknik pengujian mulai dari yang bersifat konvensional sampai dengan teknik instrumensi modern seperti electronic noses, image analysers, dan berbagai peralatan pengukur elektronik lainnya telah banyak dikembangkan dan diterapkan di masyarakat. Sejalan dengan kemajuan teknik kemasan, berbagai penilaian tingkat kesegaran ikan saat ini telah mengarah pada produk kemasan yang terintegrasi antara nilai kemasan tersebut dengan tingkat kesegaran ikan itu sendiri. Perkembangan kemasan cerdas (smart packaging) dengan sensor yang dapat mendeteksi tingkat kemunduran mutu ikan merupakan inspirasi dan inovasi baru dalam memberikan arti kemudahan, kepraktisan, jaminan mutu serta keamanan pangan hasil-hasil perikanan di masa depan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik tingkat kesensitifan sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, polivinil alkohol (PVA), dan indikator bromthymol blue (BTB) dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila, analisis tingkat kebusukan ikan dengan berbagai parameter uji kebusukan ikan, serta hubungan (korelasi) antara karakteristik tingkat kesensitifan sensor tersebut dengan berbagai parameter uji kebusukan ikan yang ada.

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi analisis tingkat kesensitifan sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat 1 % (v/v) sebanyak 48 ml, PVA 1 % (b/v) sebanyak 48 ml, dan indikator BTB 0,2 % (b/v) sebanyak 4 ml dengan melihat karakteristik terhadap sifat optik (absorbans) dan dinamika respon dari kinerja sensor dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila. Tahap selanjutnya adalah analisis tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan pengamatan terhadap berbagai parameter uji kebusukan ikan, berupa nilai total volatile basic nitrogen

(TVBN), total bacterial counts (TBC), dan nilai pH. Analisis ini dilakukan untuk melihat keakuratan sensor sekaligus juga sebagai pembanding dalam melihat tingkat kebusukan ikan. Sedangkan hubungan (korelasi) antara tingkat kesensitifan sensor dengan berbagai nilai parameter uji kebusukan ikan dilakukan dengan melihat pola kecenderungan dari berbagai hasil pengujian tersebut dalam satu bentuk grafik.

Analisis karakteristik sifat optik dan dinamika respon terhadap sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB memperlihatkan adanya kecenderungan yang nyata dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila. Secara visual sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dapat memberikan pola perubahan warna yaitu dari kuning menjadi kuning tua selanjutnya menjadi hijau dan terakhir hijau kebiruan selama proses kebusukan berlangsung. Hasil pengamatan tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan parameter uji berupa nilai total volatile basic nitrogen (TVBN) dan total bacterial counts (TBC), memperlihatkan juga adanya kecenderungan yang sama


(3)

dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila, dimana nilai TVBN makin

meningkat yaitu dari sebesar 8,40 ± 0,40 mg N/100 g pada jam ke-0 menjadi sebesar 52,36 ± 1,98 mg N/100 g pada jam ke-15 dan nilai TBC dari sebesar nilai log 4,35 ± 0,07 (2,3 x 104 CFU/ml) pada jam ke-0 menjadi sebesar nilai log 9,11 ± 0,05 (1,3 x 109 CFU/ml) pada jam ke-15. Sedangkan untuk nilai pH

cenderung berfluktuatif yakni sebesar 6,50 ± 0,08 pada jam ke-0 kemudian turun menjadi 5,96 ± 0,12 pada jam ke-5 selanjutnya naik menjadi 6,34 ± 0,73 pada jam ke-10 dan 6,44 ± 0,25 pada jam ke-15. Tingkat hubungan (korelasi) antara nilai absorbans sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dengan parameter uji tingkat kebusukan ikan menunjukkan korelasi yang positif, dimana memperlihatkan pola kecenderungan yang sama dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila.


(4)

PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING)

DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR CHITOSAN-ASETAT,

POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

YOGI WALDINGGA HASNEDI C34104007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Judul Penelitian : PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART

PACKAGING) DENGAN SENSOR BERBAHAN

DASAR CHITOSAN-ASETAT, POLIVINIL

ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA Nama Mahasiswa : Yogi Waldingga Hasnedi

Nomor Pokok : C34104007

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si Dr. Akhiruddin Maddu

NIP. 19690603 199802 1001 NIP. 19660907 199802 1006

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila” adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juli 2009

Yogi Waldingga Hasnedi C34104007


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Kecendrungan perkembangan bisnis perikanan dunia, telah menjadikan juga kemasan produk perikanan sebagai pilar industri pasca panen penghasil devisa negara. Pada berbagai negara-negara eropa seperti Inggris raya, Jerman, dan Perancis telah menjadikan kemasan cerdas (smart packaging) sebagai persyaratan utama dalam penjualan produk olahan perikanan di supermarket. Penelitian dan aplikasi kimia seperti penggunaan polimer dan pewarna indikator pH untuk smart packaging

kini semakin marak di negara-negara tersebut.

Hampir pada setiap segmen dari industri kemasan, chitosan dapat memberikan kontribusi yang besar pada industri tersebut. Akhirnya pengembangan dan penggunaan biopolimer chitosan diharapkan dapat menghasilkan produk smart packaging baru yang lebih baik, berkualitas, dan lebih sensitif mendeteksi kesegaran ataupun kebusukan produk perikanan serta bernilai jual tinggi.

Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue Sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, serta membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Bambang Riyanto S.Pi. M.Si. dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang luar biasa kepada penulis, sehingga skripsi yang inovatif ini dapat terwujud.

2. Ibu Ir. Anna C. Erungan MS dan Ibu Desniar S.Pi, M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan masukannya kepada penulis.

3. Bapak Dr. Rimbawan selaku Direktur Kemahasiswaan IPB yang telah membimbing, memotivasi, dan memberi arahan kepada penulis selama berkarir di organisasi kemahasiswaan IPB.


(8)

4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Ayah (Drs. Hasnedi Hasan M.Si.), bunda (Endang Dara), serta adik-adik tercinta (Yoga Dwidingga dan Yola Putridingga), atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

6. Tante Ummu, Nenek, Fathiaduri Shasana atas semua dukungan, motivasi, semangat, dan doa tanpa henti yang diberikan kepada penulis

7. Korean Exchange Bank (KEB) atas dedikasinya yang tinggi terhadap pendidikan Indonesia sehingga telah mendanai sepenuhnya penelitian dan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaik di Kabinet Totalitas Perjuangan BEM KM IPB 2007/2008 : Gema BP, Fahmi Hakim, Feri S, M. Hamdani, Afid IK, Eka F, Rudiyana, Sohib, Irvan “Cumi”, Wahyu S, Duta, Eka Wulan, Sri “Cici” Sugiharti, Gadiez, Melput, Nidia atas kebersamaan dan persahabatan selama berjuang di BEM KM.

9. Teman-teman Beasiswa Aktifis Unggulan Depdiknas untuk Organisasi Kemahasiswaan : Amal, Vyta, Hadi, Diah (Didi), Wulan (jolie), Diana Lo (dion), Casnan, Uti, Dita, Heri atas kebersamaan dan sukacita kita selama di Malaysia.

10. Alim Fauzan (sudah rela begadang dua hari di Lab. Mikrobiologi Hasper), Sereli Pia, Yudha Adi Pradana, M Ubit MA, Anang, Laler, Iis, Ranti, Ratna, Tomi, Andika, Glori S, Fahmi N, dan An’im, serta teman-teman THPers 41, 40, 42, 43, dan 44 atas bantuan semangatnya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Yogi Waldingga Hasnedi, dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hasnedi Hasan dan Ibu Endang Dara. Penulis mengawali pendidikan di SD Islam Nurul Hidayah, Depok pada tahun 1992 hingga tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pamulang, Tanggerang (1998-2001) dan SMA Dwiwarna (Boarding School), Bogor (2001-2004). Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM KM) sebagai Wakil Sekjen 1 pada periode kepengurusan 2005/2006, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-C) sebagai Wakil Ketua pada masa bakti 2006/2007, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) sebagai Direktur Leadership and Entrepreneurship School (LES) pada masa bakti 2007/2008. Penulis juga aktif dalam kegiatan yang bersifat prestatif, diantaranya meraih juara setara emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS) ke-XX di Lampung, pertukaran pelajar dengan Universitas Sabah Malaysia melalui program Beasiswa Unggulan Depdiknas untuk Aktifis Organisasi Kemahasiswaan pada tahun 2008, penerima beasiswa penelitian dari Korean Exchange Bank (KEB) tahun 2008, dan Juara 1 Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia 2009 diselenggarakan oleh LIPI dan AJB Bumiputera.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila”, dibimbing oleh Bambang Riyanto S.Pi. M.Si. dan Bapak Dr. Akhirudin Maddu.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 5

2.2. Kemunduran Mutu Ikan Segar ... 7

2.3. Smart Packaging ... 11

2.4. Chitosan ... 13

2.5. Polivinil Alkohol (PVA) ... 15

2.6. Bromthymol Blue (BTB) ... 16

3. METODOLOGI ... 18

3.1. Waktu dan Tempat ... 18

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 18

3.3. Prosedur Penelitian ... 19

3.3.1. Karakteristik sifat optik dan dinamika respon sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB (mengacu pada Byrne 2002) ... 20

3.3.2. Pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila ... 24

3.3.3. Tingkat hubungan (korelasi) antar parameter pengujian ... 24


(11)

PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING)

DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR CHITOSAN-ASETAT,

POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA

Oleh:

YOGI WALDINGGA HASNEDI

C34104007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

YOGI WALDINGGA HASNEDI. C34104007. PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING) DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR

CHITOSAN-ASETAT, POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU.

Penilaian kesegaran ikan secara luas sampai saat ini masih menggunakan cara-cara sensori seperti penampakan (diamati pada mata, kulit, dan insang), tekstur, bau, dan warna. Berbagai teknik pengujian mulai dari yang bersifat konvensional sampai dengan teknik instrumensi modern seperti electronic noses, image analysers, dan berbagai peralatan pengukur elektronik lainnya telah banyak dikembangkan dan diterapkan di masyarakat. Sejalan dengan kemajuan teknik kemasan, berbagai penilaian tingkat kesegaran ikan saat ini telah mengarah pada produk kemasan yang terintegrasi antara nilai kemasan tersebut dengan tingkat kesegaran ikan itu sendiri. Perkembangan kemasan cerdas (smart packaging) dengan sensor yang dapat mendeteksi tingkat kemunduran mutu ikan merupakan inspirasi dan inovasi baru dalam memberikan arti kemudahan, kepraktisan, jaminan mutu serta keamanan pangan hasil-hasil perikanan di masa depan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik tingkat kesensitifan sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, polivinil alkohol (PVA), dan indikator bromthymol blue (BTB) dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila, analisis tingkat kebusukan ikan dengan berbagai parameter uji kebusukan ikan, serta hubungan (korelasi) antara karakteristik tingkat kesensitifan sensor tersebut dengan berbagai parameter uji kebusukan ikan yang ada.

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi analisis tingkat kesensitifan sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat 1 % (v/v) sebanyak 48 ml, PVA 1 % (b/v) sebanyak 48 ml, dan indikator BTB 0,2 % (b/v) sebanyak 4 ml dengan melihat karakteristik terhadap sifat optik (absorbans) dan dinamika respon dari kinerja sensor dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila. Tahap selanjutnya adalah analisis tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan pengamatan terhadap berbagai parameter uji kebusukan ikan, berupa nilai total volatile basic nitrogen

(TVBN), total bacterial counts (TBC), dan nilai pH. Analisis ini dilakukan untuk melihat keakuratan sensor sekaligus juga sebagai pembanding dalam melihat tingkat kebusukan ikan. Sedangkan hubungan (korelasi) antara tingkat kesensitifan sensor dengan berbagai nilai parameter uji kebusukan ikan dilakukan dengan melihat pola kecenderungan dari berbagai hasil pengujian tersebut dalam satu bentuk grafik.

Analisis karakteristik sifat optik dan dinamika respon terhadap sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB memperlihatkan adanya kecenderungan yang nyata dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila. Secara visual sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dapat memberikan pola perubahan warna yaitu dari kuning menjadi kuning tua selanjutnya menjadi hijau dan terakhir hijau kebiruan selama proses kebusukan berlangsung. Hasil pengamatan tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan parameter uji berupa nilai total volatile basic nitrogen (TVBN) dan total bacterial counts (TBC), memperlihatkan juga adanya kecenderungan yang sama


(13)

dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila, dimana nilai TVBN makin

meningkat yaitu dari sebesar 8,40 ± 0,40 mg N/100 g pada jam ke-0 menjadi sebesar 52,36 ± 1,98 mg N/100 g pada jam ke-15 dan nilai TBC dari sebesar nilai log 4,35 ± 0,07 (2,3 x 104 CFU/ml) pada jam ke-0 menjadi sebesar nilai log 9,11 ± 0,05 (1,3 x 109 CFU/ml) pada jam ke-15. Sedangkan untuk nilai pH

cenderung berfluktuatif yakni sebesar 6,50 ± 0,08 pada jam ke-0 kemudian turun menjadi 5,96 ± 0,12 pada jam ke-5 selanjutnya naik menjadi 6,34 ± 0,73 pada jam ke-10 dan 6,44 ± 0,25 pada jam ke-15. Tingkat hubungan (korelasi) antara nilai absorbans sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dengan parameter uji tingkat kebusukan ikan menunjukkan korelasi yang positif, dimana memperlihatkan pola kecenderungan yang sama dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila.


(14)

PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART PACKAGING)

DENGAN SENSOR BERBAHAN DASAR CHITOSAN-ASETAT,

POLIVINIL ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

YOGI WALDINGGA HASNEDI C34104007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

Judul Penelitian : PENGEMBANGAN KEMASAN CERDAS (SMART

PACKAGING) DENGAN SENSOR BERBAHAN

DASAR CHITOSAN-ASETAT, POLIVINIL

ALKOHOL, DAN PEWARNA INDIKATOR

BROMTHYMOL BLUE SEBAGAI PENDETEKSI

KEBUSUKAN FILLET IKAN NILA Nama Mahasiswa : Yogi Waldingga Hasnedi

Nomor Pokok : C34104007

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si Dr. Akhiruddin Maddu

NIP. 19690603 199802 1001 NIP. 19660907 199802 1006

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1002


(16)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila” adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juli 2009

Yogi Waldingga Hasnedi C34104007


(17)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Kecendrungan perkembangan bisnis perikanan dunia, telah menjadikan juga kemasan produk perikanan sebagai pilar industri pasca panen penghasil devisa negara. Pada berbagai negara-negara eropa seperti Inggris raya, Jerman, dan Perancis telah menjadikan kemasan cerdas (smart packaging) sebagai persyaratan utama dalam penjualan produk olahan perikanan di supermarket. Penelitian dan aplikasi kimia seperti penggunaan polimer dan pewarna indikator pH untuk smart packaging

kini semakin marak di negara-negara tersebut.

Hampir pada setiap segmen dari industri kemasan, chitosan dapat memberikan kontribusi yang besar pada industri tersebut. Akhirnya pengembangan dan penggunaan biopolimer chitosan diharapkan dapat menghasilkan produk smart packaging baru yang lebih baik, berkualitas, dan lebih sensitif mendeteksi kesegaran ataupun kebusukan produk perikanan serta bernilai jual tinggi.

Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue Sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, serta membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Bambang Riyanto S.Pi. M.Si. dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang luar biasa kepada penulis, sehingga skripsi yang inovatif ini dapat terwujud.

2. Ibu Ir. Anna C. Erungan MS dan Ibu Desniar S.Pi, M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan masukannya kepada penulis.

3. Bapak Dr. Rimbawan selaku Direktur Kemahasiswaan IPB yang telah membimbing, memotivasi, dan memberi arahan kepada penulis selama berkarir di organisasi kemahasiswaan IPB.


(18)

4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Ayah (Drs. Hasnedi Hasan M.Si.), bunda (Endang Dara), serta adik-adik tercinta (Yoga Dwidingga dan Yola Putridingga), atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

6. Tante Ummu, Nenek, Fathiaduri Shasana atas semua dukungan, motivasi, semangat, dan doa tanpa henti yang diberikan kepada penulis

7. Korean Exchange Bank (KEB) atas dedikasinya yang tinggi terhadap pendidikan Indonesia sehingga telah mendanai sepenuhnya penelitian dan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaik di Kabinet Totalitas Perjuangan BEM KM IPB 2007/2008 : Gema BP, Fahmi Hakim, Feri S, M. Hamdani, Afid IK, Eka F, Rudiyana, Sohib, Irvan “Cumi”, Wahyu S, Duta, Eka Wulan, Sri “Cici” Sugiharti, Gadiez, Melput, Nidia atas kebersamaan dan persahabatan selama berjuang di BEM KM.

9. Teman-teman Beasiswa Aktifis Unggulan Depdiknas untuk Organisasi Kemahasiswaan : Amal, Vyta, Hadi, Diah (Didi), Wulan (jolie), Diana Lo (dion), Casnan, Uti, Dita, Heri atas kebersamaan dan sukacita kita selama di Malaysia.

10. Alim Fauzan (sudah rela begadang dua hari di Lab. Mikrobiologi Hasper), Sereli Pia, Yudha Adi Pradana, M Ubit MA, Anang, Laler, Iis, Ranti, Ratna, Tomi, Andika, Glori S, Fahmi N, dan An’im, serta teman-teman THPers 41, 40, 42, 43, dan 44 atas bantuan semangatnya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2009


(19)

RIWAYAT HIDUP

Yogi Waldingga Hasnedi, dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hasnedi Hasan dan Ibu Endang Dara. Penulis mengawali pendidikan di SD Islam Nurul Hidayah, Depok pada tahun 1992 hingga tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pamulang, Tanggerang (1998-2001) dan SMA Dwiwarna (Boarding School), Bogor (2001-2004). Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM KM) sebagai Wakil Sekjen 1 pada periode kepengurusan 2005/2006, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-C) sebagai Wakil Ketua pada masa bakti 2006/2007, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) sebagai Direktur Leadership and Entrepreneurship School (LES) pada masa bakti 2007/2008. Penulis juga aktif dalam kegiatan yang bersifat prestatif, diantaranya meraih juara setara emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS) ke-XX di Lampung, pertukaran pelajar dengan Universitas Sabah Malaysia melalui program Beasiswa Unggulan Depdiknas untuk Aktifis Organisasi Kemahasiswaan pada tahun 2008, penerima beasiswa penelitian dari Korean Exchange Bank (KEB) tahun 2008, dan Juara 1 Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia 2009 diselenggarakan oleh LIPI dan AJB Bumiputera.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengembangan Kemasan Cerdas (Smart Packaging) dengan Sensor Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol, dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue sebagai Pendeteksi Kebusukan Fillet Ikan Nila”, dibimbing oleh Bambang Riyanto S.Pi. M.Si. dan Bapak Dr. Akhirudin Maddu.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 5

2.2. Kemunduran Mutu Ikan Segar ... 7

2.3. Smart Packaging ... 11

2.4. Chitosan ... 13

2.5. Polivinil Alkohol (PVA) ... 15

2.6. Bromthymol Blue (BTB) ... 16

3. METODOLOGI ... 18

3.1. Waktu dan Tempat ... 18

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 18

3.3. Prosedur Penelitian ... 19

3.3.1. Karakteristik sifat optik dan dinamika respon sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB (mengacu pada Byrne 2002) ... 20

3.3.2. Pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila ... 24

3.3.3. Tingkat hubungan (korelasi) antar parameter pengujian ... 24


(21)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Tingkat Kesensitifan Sensor Smart Packaging Berbahan Dasar Chitosan-Asetat, Polivinil Alkohol (PVA), dan Pewarna Indikator Bromthymol Blue (BTB) ... 27

4.1.1. Karakteristik sifat optik sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB... 27

4.1.2. Dinamika respon sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA dan indikator BTB dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila ... 30

4.2. Pengujian Tingkat Kebusukan Fillet Ikan Nila ... 33

4.2.1. Total volatile basicnitrogen (TVBN) ... 33

4.2.2. Total bacterial counts (TBC) ... 35

4.2.3. Nilai pH... 37

4.3. Tingkat Hubungan (Korelasi) antara Nilai Absorbans Sensor Smart Packaging Berbahan Dasar Chitosan-asetat, PVA, dan Indikator BTB dengan Berbagai Parameter Kemunduran Mutu Ikan ... 38

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Impor ikan nila oleh Amerika Serikat tahun 2004-2008 (dalam 1000 ton) ... 6 2. Kandungan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus) ... 6

3. Komponen amina terbanyak yang ditemukan selama pembusukan ikan 11 4. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang

digunakan padaberbagai smart packaging ... 12 5. Perbandingan antara data nilai absorbans sensor smart packaging


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Globefish 2009) ... 5 2. Struktur kimia (a) chitin dan (b) chitosan (Prashanth dan Tharanathan

2007) ... 14

3. Struktur monomer polivinil alkohol (Sheftel 2000) ... 16 4. (a) Struktur kimia BTB dan (b) Perubahan warna BTB dalam larutan

(secara berurutan kiri ke kanan : asam-netral-basa) (Wikipedia 2009) 17 5. Rancangan instrumen uji sensor smart packaging berbahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB (Byrne 2002) ... 21 6. Diagram alir pembuatan sensor smart packaging dan analisis karakteritik

sifat optik dan dinamika respon serta pengamatan tingkat kebusukan fillet

ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam (modifikasi dari Byrne 2002 dan Apriyanto 2007) ... 22 7. Alur proses preparasi sampel pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila 23 8. Pola atau model perubahan dan pergeseran nilai puncak absorbans pada

pengamatan karakteristik sifat optik sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila selama 15 jam pada suhu ruang (±30°C) 28 9. Pola kecenderungan rata-rata nilai puncak absorbans spektrum sensor

smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB pada proses kebusukan fillet ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam ... ... 30 10. Pola perubahan warna sensor smart packaging dengan bahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB selama proses kebusukan fillet

ikannila selama waktu pengamatan 15 jam ... 32 11. Grafik kecenderungan peningkatan nilai TVBN dan kecenderungan nilai

absorbans dinamika respon sensor smart packaging dengan bahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB selama proses kebusukan fillet

ikan nila pada waktu pengamatan 15 jam ... 34 12. Grafik kecenderungan peningkatan nilai log TBC dan kecenderungan

nilai absorbans dinamika respon sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB selama proses kebusukan


(24)

13. Grafik kecenderungan peningkatan nilai pH dan kecenderungan nilai absorbans dinamika respon sensor smart packaging dengan bahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB selama proses kebusukan fillet

ikan nila pada waktu pengamatan 15 jam ... 37 14. Grafik hubungan (korelasi) antara perubahan nilai absorbans dinamika

respon dari sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dengan parameter kebusukan fillet ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam ... 41 15. Visualisasi perubahan warna sensor smart packaging dengan bahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB saat digunakan secara langsung sebagai kemasan cerdas dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila : (a) Warna smart packaging pada awal pengamatan (jam ke-0). (b) Warna


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Spesifikasi chitosan dari P.T. Araminta Sidhakarya ... 53 2. Spesifikasi dan proses pembuatan larutan polivinil alkohol ... 54 3. Teknik penanganan dan kondisi fillet ikan nila ... 55 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian ... 56 5. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 57 6. Gambar rangkaian instrumen saat uji absorbans sensor smart

packaging terhadap fillet ikan nila ... 60 7. Lembaran daftar pengujian kemunduran mutu fillet ikan nila selama

penelitian ... 61 8. Data uji spektrum (Absorbans) BTB pada panjang gelombang

400 nm – 580 nm ... 62 9. Data rata-rata absorbans hasil uji spektrum sensor smart packaging

pada panjang gelombang 475,34 nm ... 82 10. Data uji Total Bacterial Count (TBC) fillet ikan nila ... 83 11. Data uji Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN) fillet ikan nila ... 84 12. Data uji nilai pH fillet ikan nila ... 85


(26)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan utama rendahnya nilai ekonomis produk perikanan adalah rentan terhadap kerusakan (spoilage) dan umur simpannya yang pendek (Pacquit 2008). Proses ini diamati oleh Fraser et al. (1961), dimana ketika ikan atlantik cod mati, konsentrasi asam laktat dalam daging meningkat dan menyebabkan nilai pH turun menjadi 6,8 atau 7,0. Kemudian Gram et al. (1990) menyimpulkan bahwa ketika ikan mati, bakteri pembusuk tumbuh dengan cepat mencapai jumlah 108-109 cfu/ml selama penyimpanan dalam es dalam waktu 2-3 minggu.

Sampai saat ini, penilaian kesegaran ikan dan seafood secara luas masih menggunakan penilaian secara sensori ikan seperti penampakan (diamati pada mata, kulit, dan insang), tekstur, bau, dan warna. Martinsdottir et al. (2003) mengemukakan bahwa salah satu teknik ilmiah terbaru penilaian sensori adalah dengan menggunakan metode skor indikasi kualitas (Quality Index Method atau QIM), dimana parameter kesegaran ikan seperti penampakan, tekstur, bau, dan warna dinilai secara kualitatif menggunakan skor berskala 0 (kualitas sangat segar) hingga 3 (kualitas sangat buruk).

Teknik lainnya untuk melihat kesegaran ikan adalah dengan melihat dari aspek mikrobiologi menggunakan metode Total Viable Counts (TVC). Hunter (1920) menyatakan bahwa jumlah bakteri pada ikan yang disimpan dapat meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah bakteri pada ikan salmon segar misalnya, terjadi dari nol sesaat setelah ditangkap hingga meningkat mencapai 155 juta organisme/gram pada suhu 10-21,1°C saat penyimpanan dilakukan selama 96 jam. Fellers (1926) meneliti bahwa pada lendir ikan salmon segar terdapat bakteri sebanyak 370 organisme/ml. Jumlah ini meningkat menjadi 1.950 organisme/ml setelah 2 jam dan 3,9x109 organisme/ml setelah 24 jam pada kondisi suhu 16,7°C. Sedangkan secara kimia, untuk melihat tingkat kesegaran ikan digunakan beberapa metode, diantaranya adalah nilai K (K value) dan Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN). Namun Botta et al. (1984) menyatakan bahwa TVBN bukan merupakan indikator yang baik dalam melihat perubahan kualitas ikan, tetapi lebih tepat sebagai indikator peningkatan nilai


(27)

kebusukan ikan. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa komponen volatil merupakan bentuk akhir dari proses perubahan biokimia kemunduran mutu ikan.

Perkembangan teknik modern dalam penentuan tingkat kesegaran ikan, telah dikembangkan oleh Uni Eropa dengan proyek yang diberi nama “Development of Multi-Sensor Techniques for Monitoring the Quality of Fish (MUSTEC/FAIR 98 4076)”. Dalam proyek ini, berbagai peralatan multi sensor dikombinasikan dengan teknik-teknik instrumentasi. Peralatan tersebut meliputi electronic noses, texture meter, image analysers, colour meters, spektroskopi dan berbagai peralatan pengukur elektronik lainnya (Olafsdottira et al. 2004).

Sejalan dengan keinginan akan kemudahan serta kepraktisan dalam menentukan nilai kemunduran mutu ikan, kemajuan penggunaan berbagai teknik kemasan juga telah diteliti dan dikembangkan bahkan telah banyak dikomersialkan, antara lain dengan metode Time Temprature Integrators-TTI. Secara umum, kemasan ini hanya berupa plastik film yang disertai dengan indikator yang bekerja atau bereaksi terhadap waktu dan suhu penyimpanan dari lingkungan sekitar kemasan yang ada (Day 2008). Berdasarkan teknik indikator tersebut, metode pada kemasan ini masih belum menjamin akan tingkat kemunduran mutu ikan, terlebih dengan sangat kompleksnya proses kemunduran mutu yang terjadi pada berbagai hasil perikanan (Eskin dan Robinson 2001).

Perkembangan pembuatan kemasan penilai tingkat kesegaran ikan saat ini mulai mengarah pada pengintegrasian kemasan dengan nilai kesegaran ikan itu sendiri. Teknik kemasan ini menggunakan suatu metode yang dikenal sebagai Food Quality Indicator-FQI. Kemasan ini bereaksi terhadap perubahan secara kimiawi atau biologi yang ditemukan di dalam kemasan yang menandakan rusaknya produk (Pacquit et al. 2008). Kemudian Byrne et al. (2002) menghitung nilai TVBN dari sampel ikan menggunakan film kemasan yang ditambahkan pewarna indikator pH

cresol red. Penelitian ini ternyata memberikan pandangan baru dalam pembuatan kemasan bersensor dan selanjutnya menginspirasi Pacquit et al. (2005) untuk membuat sensor yang sensitif terhadap kehadiran volatil amin untuk mendeteksi kebusukan ikan, dimana sensor ini memanfaatkan pewarna indikator pH bromocresol green.


(28)

Perkembangan menarik dari penelitian kemasan bersensor Byrne et al. (2002) dan Pacquit et al. (2005) sebenarnya adalah pada penggunaan selulosa-asetat sebagai bahan dasar film kemasan yang juga sekaligus sebagai perangkap matriks pewarna indikator pH. Buntyakov dan Aver’yanova (1969) menyatakan bahwa selulosa-asetat memiliki titik lebur (softening point) cukup tinggi (230°C) sehingga memiliki intermolekuler dan intramolekuler pada ikatan hidrogen yang kuat untuk dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan plastik film yang bersifat biodegradable.

Berdasarkan berbagai penelitian plastik film kemasan saat ini, penggunaan

chitosan sebagai bahan dasar film kemasan merupakan bentuk penelitian yang paling banyak dilakukan. Suyatma et al. (2004) misalnya, menyatakan bahwa untuk meningkatkan ketahanan laju udara pada chitosan film perlu dilakukan pencampuran dengan polimer komersial poly(lactic acid) (PLA). Kamel et al. (2004) mendapatkan hasil bahwa perlakuan dengan 1% larutan polivinil alkohol (PVA) atau 0,3% larutan

chitosan memberikan karakteristik fisik maksimum pada kertas. Apriyanto (2007) telah mengembangkan biofilm berbahan dasar PVA dan chitosan, dimana kombinasi PVA 80% (v/v) dengan chitosan 20% (v/v) mampu meningkatkan ketebalan, kuat tarik, dan persentase pemanjangan pada biofilm secara nyata. Permana (2008) menegaskan bahwa kombinasi chitosan 10% (b/v) dan PVA 26% (b/v) meningkatkan kuat tarik dan persen pemanjangan komposit biofiber. Adanya kemiripan struktur kimia antara chitosan dengan selulosa dijelaskan oleh Ban et al.

(2005), dimana penambahan chitosan sebanyak 33% memiliki kualitas film

biopolimer yang mirip dengan penambahan 22% selulosa.

Berdasarkan berbagai informasi tersebut, pengembangan smart packaging

dengan sensor penentu kebusukan ikan berbahan dasar chitosan, polivinil alkohol (PVA) dan pewarna indikator pH menjadi sangat menarik untuk dilakukan. Di masa depan, smart packaging dengan sensor penentu kebusukan ikan ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai plastik film kemasan ikan segar yang dapat mendeteksi tingkat kebusukan ikan, sehingga penilaian tingkat kebusukan ikan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan praktis serta dapat menjamin kemunduran mutu yang ada.


(29)

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari karakteristik sifat optik dan dinamika respon kinerja sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, polivinil alkohol (PVA), dan indikator bromthymol blue (BTB) dalam mendeteksi kebusukan fillet ikannila. 2. Mempelajari tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan parameter uji berupa nilai

total volatile basic nitrogen (TVBN), total bacterial counts (TBC), dan nilai pH. 3. Mempelajari tingkat hubungan (korelasi) antara nilai absorbans sensor smart

packaging berbahan dasar chitosan-asetat, polivinil alkohol (PVA), dan indikator bromthymol blue (BTB) dengan berbagai parameter uji kebusukan ikan.


(30)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut Trewavas (1983), klasifikasi ikan nila adalah : Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Sub kelas : Acanthopterigii

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

Ikan nila dideskripsikan sebagai hewan vertebrata yang memiliki tulang belakang sebanyak 30-32 buah. Ikan nila memiliki total sirip punggung sebanyak 15-18 yang 11-13 diantaranya adalah sirip lunak. Umumnya sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam. Sirip keras pada dubur sebanyak 3 buah sedangkan sirip lunak pada dubur sebanyak 9-11 buah. Ikan nila memiliki ciri khas berupa adanya garis-garis belang vertikal pada sirip ekor sebanyak 7-12 garis-garis (Trewavas 1983). Spesifik visual ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Globefish 2009)

Panjang tubuh total ikan nila adalah 60 cm (Eccles 1992), sedangkan bobot maksimum yang pernah dilaporkan seberat 4.324 gram (IGFA 2001). Umur harapan


(31)

hidup ikan nila dapat mencapai 9 tahun (Noakes dan Balon 1982). Ikan nila hidup pada perairan tawar dan payau dengan kedalaman 5 meter (Bailey 1994) hingga 20 meter (Oijen 1995), dimana daerah tersebut beriklim tropis dengan kisaran suhu antara 14°C - 33°C (Philippart dan Ruwet 1982).

Ikan nila merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi. Amerika Serikat merupakan negara utama pengimpor ikan nila dengan nilai total impor pada tahun 2008 sebesar 179,4 juta ton. Jenis produk yang biasa dipasarkan adalah dalam bentuk utuh beku, fillet beku, dan fillet segar (Globefish 2009). Jumlah impor ikan nila yang dibutuhkan Amerika Serikat selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Impor ikan nila oleh Amerika Serikat tahun 2004-2008 (dalam 1000 ton) Jenis produk Tahun produksi

2004 2005 2006 2007 2008

Utuh beku (Whole frozen) 57,3 56,5 60,8 46,9 49,6

Fillet beku (Frozen fillets) 36,2 55,6 74,4 100,6 100,6

Fillet segar (Fresh fillets) 19,5 22,7 23,1 26,2 29,2

Total 112,9 134,9 158,3 173,7 179,4

Sumber : Globefish (2009)

Setiap ikan memiliki kandungan kimia dalam tubuhnya. Kandungan kimia terbesar pada ikan terdiri atas air, protein, lemak, dan mineral (abu). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui komposisi kandungan kimia pada ikan nila. Rata-rata kadar air yang terkandung dalam ikan nila sebesar 81,03 ± 2,11 %, rata-rata kadar abu sebesar 0,94 ± 0,30 %, rata-rata kadar protein 16,04 ± 2,35 %, dan rata-rata kadar lemak sebesar 1,38 ± 1,09 %. Data lengkap komposisi kandungan kimia ikan nila disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus)

Analisis Jumlah (%, b/b) Nilai rataan a b c d e

Kadar air 78,1 81,19 81,4 83,99 80,45 81,03 ± 2,11 Kadar abu 1,0 0,51 1,20 0,78 1,21 0,94 ± 0,30 Kadar protein 19,8 15,05 15,80 13,40 16,17 16,04 ± 2,35 Kadar lemak 1,8 3,07 0,60 1,03 0,39 1,38 ± 1,09 Sumber : (a) Puwastien et al. (1999), (b) Imanawati (2000), (c) Suyanto (2002), (d)


(32)

2.2. Kemunduran Mutu Ikan Segar

Produk perikanan telah lama dikonsumsi masyarakat karena terdapat berbagai manfaat kesehatan dalam produk ini. Manfaat kesehatan dari daging ikan diperoleh dari kandungan gizinya yang tinggi meliputi protein dengan kisaran jumlah antara 16%-21% dari berat tubuh total dan asam lemak tak jenuh dengan kisaran kandungan lemak antara 0,2%-2,5% dari berat tubuh total (Tarr 1966). Secara umum, setiap konsumen memilih produk perikanan yang masih terjaga kesegarannya. Kesegaran ikan berkaitan erat dengan mutu ikan.

Setelah ikan mati, seluruh otot ikan mengalami relaksasi dan tekstur menjadi elastis serta lemas yang bertahan dalam beberapa jam, setelah otot berkontraksi. Otot ikan kemudian menjadi keras dan kaku, seluruh tubuh ikan menjadi tidak fleksibel dan ikan berada dalam kondisi rigor mortis. Selesainya rigor mortis membuat otot kembali rileks dan menjadi lemas, tapi tidak lebih elastis seperti sebelum rigor. Kecepatan permulaan dan akhir rigor bervariasi dari spesies ke spesies dan dipengaruhi oleh suhu, penanganan, ukuran, dan kondisi fisik pada ikan (FAO 1995). Selanjutnya juga dijelaskan bahwa mutu ikan setelah mati sangat dipengaruhi oleh keadaan pasar, geografis, dan budaya (Pacquit et al. 2008).

MacLeod et al. (1963) mengidentifikasi berbagai enzim antara lain phosphofructokinase, aldolase, enolase, dan pyruvic kinase yang bertanggung jawab dalam glikolisis ikan rainbow trout maupun ekstraknya. Tarr (1966) menyebutkan bahwa jumlah asam laktat dalam daging ikan dapat meningkat setelah mati. Pada ikan atlantik cod, ditemukan konsentrasi asam laktat yang tinggi dalam daging dan menyebabkan nilai pH menjadi rendah yakni sebesar 6,8 atau 7,0 (Fraser et al. 1961). Suasana asam pada daging ikan menyebabkan ATPase aktif dan mendegradasi ATP menjadi ADP. ADP selanjutnya didegradasi oleh myokinase menjadi AMP. AMP deaminase mendegradasi AMP menjadi IMP. Hidrolisis AMP menjadi IMP berjalan sangat cepat. Phosphatase memecah IMP menjadi Inosin dan orthophosphate. Hidrolisis IMP menjadi inosin lebih lambat dibanding hidrolisis AMP menjadi IMP. Inosin kemudian didegradasi oleh ribosida hidrolase menjadi hipoksantin dan ribose (Tomlinson et al. 1961; Jones dan Murray 1960; Partmann 1965; Kobayashi 1966). Hipoksantin selanjutnya dipecah oleh xantin oksidase menjadi asam urat (Spinelli et al. 1963). Penelitian selama 16 tahun sebelum 1966


(33)

menunjukkan bahwa otot beberapa spesies ikan mengandung adenine nukleotida dalam konsentrasi yang hampir sama dengan yang ada pada otot tikus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa kadar ATP dalam otot ikan yang diistirahatkan berjumlah 500-800 µmol per 100 g otot (Saito et al. 1959; Jones dan Murray 1960; Fraser et al. 1961; Tomlinson et al. 1961)

Setelah ikan mati dan mengalami penyimpanan, jumlah mikroorganisme pada kulit dan permukaan insang meningkat dan menyebar ke jaringan tubuh ikan lainnya. Umumnya, satu atau lebih spesies dikategorikan sebagai Specific Spoilage Organism

(SSO). SSO tumbuh berkembang dalam daging ikan tergantung pada kondisi lingkungan dan komponen metabolit yang terkandung dalam daging ikan (Hamada-Sato 2005). Ruskol and Bendsen (1992) melaporkan bahwa bakteri dapat dideteksi dengan mikroskop pada daging ikan ketika jumlahnya di permukaan kulit mencapai di atas 106 cfu/cm2.

Dalam keilmuan mikrobiologi pangan, terdapat dua aspek penting yang menjadi perhatian, yakni keamanan produk dan kesegaran produk. Aspek keamanan pada produk pangan berkaitan dengan keberadaan bakteri patogen berbahaya seperti

C.botulinum dan Vibrio spp. Bakteri patogen ini menghasilkan biotoksin yang berbahaya bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bakteri patogen ini dapat berasal dari mikroba flora alami daging ikan atau dapat juga dari luar daging ikan akibat proses pengolahan, penyimpanan, ataupun transportasi (Whittle et al. 1990 dan Huss et al. 1997). Aspek kesegaran pada produk pangan berkaitan dengan pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Pseudomonas spp, Shewarella putrefaciens, dan Photobacterium phosphoreum. Mikroba pembusuk ini mendegradasi komponen metabolit pada daging ikan sehingga menyebabkan bau amis dan hilangnya flavor khas pada daging ikan (Whittle et al. 1990).

Bakteri pada ikan yang ditangkap di air bersuhu sedang (± 20°C) akan memasuki fase pertumbuhan eksponensial segera setelah ikan mati. Mikroflora pada ikan cepat beradaptasi pada suhu chilling. Bakteri tumbuh dengan cepat mencapai jumlah 108-109 cfu/g daging atau cm2 kulit setelah 2-3 minggu penyimpanan dalam es. Bakteri pada ikan yang ditangkap di suhu tropis (28°C-30°C) biasanya memiliki fase lag antara 1-2 minggu jika ikan disimpan dalam es (Gram 1990 dan Gram et al.


(34)

mutu ikan. Daging ikan yang mengandung 1 juta atau lebih bakteri per gram menunjukkan rendahnya mutu ikan dan tidak layak untuk dipasarkan (Griffiths 1937). Beberapa metabolit pada daging ikan yang biasa didegradasi oleh mikroba pembusuk adalah komponen nitrogen volatil, biogenik amin, dan komponen sulfur.

Peptida dan asam amino bebas diproduksi dari proses autolisis protein yang banyak dijumpai pada ikan-ikan pelagis komersial. Masuknya bakteri pembusuk ke dalam ikan capelin akibat proses autolisis juga ditandai oleh adanya proses dekarboksilasi asam amino, produksi biogenik amin, dan nilai nutrisi ikan yang semakin menurun secara nyata. Ikan capelin yang telah turun nila gizinya secara nyata akan diolah sebagai tepung ikan untuk keperluan pakan (Aksnes dan Brekken 1988). Selain itu, ikan herring yang diolah sebagai tepung pakan ternyata mengandung enzim proteolitik seperti karboksi-peptidase A dan B, kimotripsin, dan tripsin (Aksnes 1989). Enzim-enzim proteolitik yang terdapat dalam ikan adalah penggerak utama proses autolisis. Katepsin merupakan yang paling banyak dijumpai pada ikan. Katepsin bertugas untuk memecah protein menjadi asam amino yang diperlukan ikan saat masih hidup akan tetapi menjadi tidak terkendali aktifitasnya saat ikan mati (FAO 1995). Reddi et al. (1972) menemukan bahwa sebuah enzim yang dipercaya sebagai katepsin D pada ikan flounder dapat aktif pada kisaran nilai pH antara 3 hingga 8 dengan aktifitas maksimum pada nilai pH 4. Akan tetapi, katepsin L lebih baik dalam meng-autolisis daging ikan dibandingkan katepsin D. Yamashita dan Konogaya (1990) menjelaskan bahwa korelasi linier antara aktifitas katepsin L dengan daya rusaknya terhadap daging ikan adalah sempurna dengan nilai determinasi sebesar 86 % pada ikan segar dan 95% pada ikan beku/thawing. Protease terbanyak setelah katepsin adalah kalpain. Kalpain merupakan endopeptida intraseluler yang mengandung sistein dan kalsium. Kalpain sangat aktif pada kisaran pH fisiologis sehingga mempengaruhi kelenturan daging ikan saat penyimpanan pada suhu chilling (FAO 1995). Kalpain berperan dalam mencerna myosin menjadi molekul lebih sederhana dengan berat molekul 150.000 Da. Kalpain pada ikan jauh lebih aktif pada suhu rendah sehingga ikan pada perairan dingin lebih mudah di-autolisis oleh kalpain dibandingkan ikan pada perairan tropis (Muramoto et al. 1989).

Lipid pada ikan mengalami degradasi melalui proses oksidasi dan hidrolisis. Hasil dari kedua proses tersebut menghasilkan produk dengan rasa dan bau yang


(35)

tidak menyenangkan. Lemak ikan sangat mudah mengalami degradasi lipid yang menimbulkan beberapa masalah pada mutu ikan yang disimpan pada temperatur di bawah 0°C. Jumlah yang besar dari asam lemak tak jenuh ditemukan dalam lipid ikan dan sangat mudah mengalami oksidasi oleh mekanisme autokatalitik. Proses autokatalitik menghasilkan produk autooksidasi dengan rantai karbon lebih pendek seperti aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, alkane, dan asam tiobarbiturik. Pada ikan atlantik cod, produksi asam lemak bebas juga terjadi meskipun pada suhu rendah. Trigliserida dihidrolisis menjadi digliserida dan asam lemak bebas dengan bantuan trigliserida lipase. Sedangkan fosfolipid dihidrolisis menjadi lisofosfolipid dan asam lemak bebas dengan bantuan fosfolipase. Hubungan antara aktifitas enzim-enzim ini dengan kehadiran asam lemak bebas belum begitu stabil. Akan tetapi, hidrolisis membantu proses oksidasi dengan baik (FAO 1995).

Komponen volatil amin seperti trimetil amin (TMA), ammonia (NH3), dan dimetilamin (DMA) tergabung dalam komponen nitrogen basa volatil total (TVB-N). Komisi Eropa (2006) telah menjelaskan bahwa kadar TVB-N dapat digunakan sebagai penilaian terhadap kemunduran mutu ikan jika metode sensori dianggap meragukan. Hebard et al. (1982) menjelaskan bahwa trimetil amin oksida (TMAO) umumnya ditemukan pada ikan-ikan air laut. Trimetil amin (TMA) dihasilkan dari TMAO dari bakteri pembusuk selama penyimpanan ikan dalam keadaan dingin (menggunakan es). Hebard et al. (1982) juga menyatakanselama penyimpanan beku, TMAO pada spesies ikan gadoid dipecah menjadi dimetil amin (DMA) dan formaldehid (FA) oleh enzim yang terdapat dalam daging ikan tersebut.

TMAO merupakan bagian penting dalam komposisi kimia daging ikan-ikan air laut karena memiliki fungsi sebagai osmoregulator dan zat anti beku bagi ikan-ikan laut dalam (FAO 1995). Hebard et al. (1982) menjelaskan bahwa jumlah TMAO dalam daging ikan tergantung pada spesies, musim, dan lokasi penangkapan. Kandungan tertinggi TMAO terdapat dalam daging ikan bertulang rawan dan cumi-cumi sebesar 75-250 mg N/100 g. Ikan cod memiliki TMAO sebesar 60-120 mg N/100 g. Akan tetapi, satu pengecualian didapatkan dalam penelitian yang dilakukan Gram et al. (1989) dimana ikan nila perch dan tilapia dari danau Viktoria memiliki kandungan TMAO yang besar bagi ukuran ikan air tawar yakni sebesar 150-200 mg N/100 g.


(36)

Duflos et al. (2006) melakukan teknik spektroskopi massa dalam menentukan jenis-jenis zat volatil yang dikeluarkan oleh ikan cod, makarel, dan whiting pada penyimpanan 0 dan 10 hari dalam suhu 4°C. Dalam penelitian tersebut teridentifikasi 20 komponen volatil yang dikeluarkan ketiga spesies ikan tersebut. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah amonia, dimetilamin, dan trimetilamin. Data dari ketiga komponen TVB tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Kesimpulan yang didapat dari Tabel 3 adalah bahwa ketiga komponen volatil bersifat basa karena memiliki nilai pKa lebih dari 7.

Tabel 3. Komponen amina terbanyak yang ditemukan selama pembusukan ikan Komponen Rumus

Molekul

Boiling Point (°C) Densitas (g/L) pKa

Amonia NH3 -33,4 0,68 9,25

Dimetilamin N(CH3)2H 7 1,5 10,73

Trimetilamin N(CH3)3 2,9 0,67 9,81 Sumber : Duflos et al. (2006)

2.3. Smart Packaging

Day (2008) menjelaskan bahwa active packaging merupakan suatu sistem kemasan yang sengaja ditambahkan dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kemasan dalam menjaga atau memelihara aspek kualitas, keamanan, dan sensori dari bahan pangan. Kemasan aktif memiliki kemampuan untuk memerangkap atau menahan masuk oksigen, menyerap karbondioksida, uap air, etilen, dan atau flavor, bau, noda, mengeluarkan karbondioksida, etanol, antioksidan, serta memelihara kontrol suhu dan bertanggung jawab terhadap perubahan suhu. Pira Internasional Ltd. memberikan estimasi nilai global terhadap penjualan kemasan aktif pada tahun 2005 senilai $ 1.558 miliar dan diramalkan meningkat pada tahun 2010 menjadi $ 2.649 miliar (Anonim 2005). Day (2003) menjelaskan bahwa kemasan aktif (active packaging) memiliki definisi berbeda dengan kemasan cerdas (smart packaging). Robertson (2006) mendefinisikan kemasan cerdas (smart packaging) sebagai kemasan yang memiliki indikator, baik yang diletakkan secara internal maupun secara eksternal dan mampu memberikan informasi tentang keadaan kemasan dan atau kualitas makanan di dalamnya.


(37)

Pada tahun 1949, Clark telah membuat paten sebuah aplikasi berupa indikator untuk produk pangan yang mampu melihat perubahan irreversible yang disebabkan oleh aktivitas bakteri. Sebuah penentuan langsung terhadap keberadaan karbondioksida dari produk yang telah mengalami pembusukan secara mikrobiologi menggunakan indikator berbasis warna pH telah ditemukan oleh Lawdermilt pada tahun 1962. Smolander (2008) telah merangkum beberapa perkembangan dalam riset indikator kesegaran produk perikanan dari beberapa peneliti smart packaging. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang digunakan pada berbagai smart packaging dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang digunakan padaberbagai smart packaging

No. Metabolit yang dideteksi

Indikator Potensial dan prinsip sensor Produk indikator kesegaran komersial 1. Gas-gas basa

volatil

DTN pada komponen volatil dari produk dalam kemasan bereaksi dan merubah warna dari pewarna indikator

It’s Fresh™ (It’s Fresh! Inc.) 2. Komponen

nitrogen volatil (TMA, DMA, Amonia)

Reaksi dilihat berdasarkan perubahan warna menggunakan pewarna sensitif pH, atau dengan sensor optik

Fresh Taq (USA), freshQ (USA) 3. Produk

degradasi ATP

Test strip, biosensor elektrokimia berdasarkan penentuan enzimatis, kontak langsung dengan makanan

Transia GmbH (Jerman) 4. Komponen

sulfur

DTN pada komponen volatil sulfur dari kemasan, reaksi berdasarkan perubahan warna mioglobin, atau perubahan warna lembaran perak skala nano

Freshness Guard Indicator

(Finlandia)

Sumber : Smolander 2008

Ada dua indikator yang dapat mendeteksi kualitas makanan non-destruktif yakni, Time-Temprature Integrators (TTI) dan Food Quality Indicators (FQI). Dua indikator ini memiliki prinsip kerja sebagai colorimetric dengan melihat perubahan warna akibat menurunnya mutu produk perikanan di dalam kemasan. Kinerja dari kedua tipe indikator ini berdasarkan prinsip kimia. Perbedaan di antara keduanya adalah TTI memperlihatkan perubahan warna akibat efek perubahan suhu kerena reaksi antara kimia produk dengan indikator sedangkan FQI bereaksi pada perubahan secara kimiawi atau biologi yang ditemukan di dalam kemasan yang menandakan rusaknya produk. Kelemahan dari TTI adalah tidak dapat memberikan indikasi


(38)

kualitas sebenarnya pada produk makanan. Berdasarkan teknik indikator TTI, metode pada kemasan ini masih belum menjamin akan tingkat kemunduran mutu ikan, terlebih dengan sangat kompleksnya proses kemunduran mutu yang terjadi pada berbagai hasil perikanan (Eskin dan Robinson 2001). FQI mampu memberikan informasi menurunnya kualitas akibat proses pembusukan. Parameter yang digunakan FQI adalah tekstur, warna, kemampuan elektrik, dan bau (Pacquit et al.

2008).

Penilaian amina dalam daging ikan dan analisis TVB-N telah lama digunakan sebagai penilaian mutu (Fishery products/Food Hygiene European Legislation 1995

dalam Pacquit 2008). FQI memiliki prinsip pada penghitungan nilai amina dalam ikan. Nilai pH daging ikan meningkat sebagai akibat kadar amina pada daging ikan meningkat. Perubahan pH ini dideteksi oleh pewarna pH yang bertindak sebagai indikasi dari mutu daging ikan. Alat sensor yang berisi pewarna indikator pH diletakkan di dalam membran polimer berbasis selulosa. Konsep FQI terlihat sederhana tetapi memiliki beberapa masalah. Masalah pada FQI diantaranya adalah adanya jarak antara peningkatan jumlah mikroba dan peningkatan konsentrasi amina (Pacquit et al. 2008).

Kedua teknologi ini (TTI dan FQI) dapat dipadukan pemanfaatannya dimana TTI yang menjamin kondisi rantai dingin, sementara FQI menjamin kualitas. Smart packaging dapat memberikan informasi aktual mengenai kesegaran dan keamanan pada produk perikanan dalam kemasan, menurunkan kerugian akibat kerusakan produk, dan memberikan estimasi lebih akurat dibandingkan label “baik digunakan sebelum tanggal” (Pacquit et al. 2008).

2.4. Chitosan

Chitosan merupakan produk dari proses deasetilasi chitin yang merupakan komponen utama eksoskeleton dari kelas krustacea. Chitosan adalah kopolimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer D-glukosamin (GlcN) dalam ikatan β (1-4) yang terdiri dari 2-asetil-2-deoksi-D-glukopiranosa dan 2-amino-2-deoksi- β-D-glukopiranosa (Prashanth dan Tharanathan 2007). Berat molekul chitosan

sebesar 1,24 x 106 Dalton sedangkan derajat deasetilasinya adalah sekitar 80 %-85 % (Krajewska 2004). Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang


(39)

dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang pada

chitosan, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari chitosan

(Graham et al. 1979). Chitosan merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida, dan asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan chitosan membentuk ion netral.

Chitosan mempunyai gugus amino bebas polikationik, pengkelat, dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Bila chitosan dilarutkan dalam asam maka chitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linear sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam berbagai reagen biologi termasuk enzim (Rinaudo 2006). Proses kationisasi mengarah kepada pembentukan grup yang fungsional (OH dan NH). Chitosan yang larut dalam asam memiliki keunikan yakni mampu membentuk gel yang stabil dan membentuk muatan dwi kutub, yaitu muatan positif pada gugus NH dan muatan negatif pada gugus karboksilat (Krajewska 2004). Struktur chitin dan chitosan

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia (a) chitin dan (b) chitosan (Prashanth dan Tharanathan 2007)

Chitosan secara kimia dapat digunakan sebagai pengganti selulosa, dimana dalam gugus hidroksil chitosan pada C2 telah diganti oleh gugus amina (Krajewska 2004). Kemiripan struktur kimia antara chitosan dengan selulosa juga dijelaskan oleh Ban et al. (2005), dimana penambahan chitosan sebanyak 33% memiliki kualitas film

biopolimer yang mirip dengan penambahan 22% selulosa. Sifat yang terdapat pada


(40)

atas 6,5 tetapi cepat larut dalam asam organik encer seperti asam asetat, asam sitrat, asam formiat dan asam mineral lain kecuali sulfur. Pelarut yang umum digunakan dalam proses pembuatan membran polimer berbahan dasar chitosan adalah larutan asam asetat (Rinaudo 2006).

Keunggulan sifat chitosan film yang biodegradable telah dibuktikan Makarios-Laham dan Lee (1995). Di dalam tanah, PE-Chitosan film memiliki tingkat degradasi lebih tinggi dibandingkan film komersial dengan bahan dasar tepung kanji. Untuk meningkatkan ketahanan laju udara pada chitosan film, Suyatma et al. (2004) mencampurnya dengan polimer komersial poly(lactic acid) (PLA). Ban et al. (2005) membuktikan bahwa chitosan dengan konsentrasi 28% mampu memberi kekuatan tarik 10 kali lipat pada film dari tepung kanji komersial. Kamel et al. (2004) mendapatkan hasil bahwa perlakuan dengan 1% larutan PVA atau 0,3% larutan

chitosan memberikan karakteristik fisik maksimum pada kertas. Chen et al. (2007) yang meneliti karakteristik ikatan yang terjadi pada film chitosan dan PVA menemukan bahwa interaksi ikatan hidrogen antara chitosan dan PVA membuat struktur kimia film yang dihasilkan sangat kokoh. Apriyanto (2007) telah mengembangkan biofilm berbahan dasar PVA dan chitosan dengan penambahan sorbitol.

2.5. Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol adalah suatu kopolimer vinil alkohol yang tersusun dari komonomer unit vinil seperti ethylene dan propylene. Pembentukan polivinil alkohol dilakukan melalui proses hidrolisis (saponifikasi) dari polivinil asetat. Etilen direaksikan dengan asam asetat akan membentuk vinil asetat. Reaksi ini dapat berjalan dengan adanya katalis yaitu garam palladium (II) klorida (Schonberger et al.

1997). Polivinil alkohol merupakan polimer sintetik yang mudah diuraikan secara biologi (biodegradable) dan suatu material non toksik. Pada perkembangannya, polivinil alkohol telah diaplikasikan dalam bidang kesehatan (biomedical), pelapis bahan, bahan pembuat deterjen, lem, serta pengemulsi (Hodgkinson and Taylor 2000).

Wujud polivinil alkohol adalah powder atau serbuk yang berwarna putih dan dapat larut dalam air pada suhu 80°C serta memiliki densitas sebesar 1,20-1,3020


(41)

n

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎢ ⎣

⎡− −

OH

|

CH CH2

g/cm3 (Sheftel 2000). Polivinil alkohol dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kemasan plastik film. Polivinil alkohol memiliki kuat sobek sebesar 147-834 N.mm-1, kuat tarik sebesar 44-64 MN.m-2 serta persen pemanjangan sebesar 150-400 %. Dengan karakteristik tersebut dan sifatnya yang mudah larut dalam air, polivinil alkohol dapat dibentuk menjadi kemasan plastik film yang biodegradable

(Hodgkinson and Taylor 2000). Bentuk struktur dari polivinil alkohol dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur monomer polivinil alkohol (Sheftel 2000)

2.6. Bromthymol Blue (BTB)

Bromthymol Blue (BTB) merupakan salah satu indikator untuk zat yang mengandung asam dan basa lemah. Massa molar dan densitas BTB masing-masing adalah 624,38 g/mol dan 1,25 g/cm3. BTB digunakan untuk mengamati aktifitas fotosintesis dan sebagai indikator adanya aktifitas pernafasan (berubah warna dari hijau menjadi kuning apabila gas CO2 muncul). BTB bereaksi kepada asam lemah. BTB dapat berada dalam bentuk protonasi (warna kuning) maupun bentuk deprotonasi (warna biru). Akan tetapi dalam larutan netral, BTB bewarna hijau. Pewarna indikator pH ini dijual dalam bentuk serbuk garam sodium. BTB sering digunakan untuk menentukan sifat dari suatu bahan apakah asam lemah atau basa lemah. Batas deteksi pH yang dapat dibaca BTB adalah 6,0 (asam) hingga 7,6 (basa). pKa dari BTB adalah 7,10 (Wikipedia 2009). Struktur kimia dan perubahan warna pada BTB dapat dilihat dalam Gambar 4.


(42)

a. b.

Gambar 4. (a) Struktur kimia BTB dan (b) Perubahan warna BTB dalam larutan (secara berurutan kiri ke kanan : asam-netral-basa) (Wikipedia 2009) Pacquit et al. (2008) menegaskan bahwa pemilihan pewarna indikator pH adalah faktor penting dalam pembuatan smart packaging produk perikanan. Pewarna indikator yang dipilih harus memiliki gugus sulfonphthalein yang merupakan struktur dasar yang dibentuk oleh tiga cincin aromatik. Pewarna indikator pH tersebut harus memiliki respon nyata (sensitifitas tinggi) terhadap perubahan konsentrasi zat-zat amina. Dari persyaratan yang disebutkan Pacquit, BTB masuk dalam kriteria pewarna indikator pH bagi smart packaging produk perikanan.


(43)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2009 sampai dengan Mei 2009. Penelitian berupa pembuatan smart packaging, pengamatan karakteristik sensor smart packaging, dan pengujian kemunduran mutu ikan meliputi uji TVBN, TBC, dan nilai pH dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian sifat optik smart packaging (nilai absorbans) dan dinamika respon sensor dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk membuat smart packaging dibagi menjadi dua macam yakni bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama terdiri dari larutan

chitosan 6% (b/v) dengan derajat deasetilasi 80,45% diperoleh dari P.T. Araminta Sidhakarya (spesifikasi chitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1), bubuk polivinil alkohol (PVA) 72000 g/mol (Spesifikasi dan proses pembuatan larutan polivinil alkohol dapat dilihat pada Lampiran 2), dan

Bromthymol Blue (BTB) 0,2% (b/v). Bahan pendukung adalah air aquades. Sedangkan ikan yang digunakan sebagai objek uji terhadap sensor smart packaging

adalah fillet ikan nila (kondisi ikan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3). Bahan yang digunakan dalam analisis TBC adalah garam fisiologis, Natrium Agar (NA), dan aquades. Bahan yang digunakan dalam analisis TVBN adalah asam borat, TCA 7%, K2CO3, dan HCl 0,01 N. Bahan yang digunakan dalam analisis nilai pH adalah aquades, buffer 4 dan 7. Gambar bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4.

Alat yang digunakan untuk membuat smart packaging adalah gelas piala 100 ml, gelas ukur 50 ml, sudip, timbangan digital, kompor listrik, pipet volumetrik,

ultrasonic processor, termometer, magnetic stirer, kertas label, dan kaca preparat. Alat yang digunakan dalam analisis TBC adalah tabung reaksi, cawan petri, pipet volumetrik, inkubator, vorteks dan digital coloni counter. Alat yang digunakan untuk


(44)

pengujian TVBN adalah homogenizer, kertas saring, pipet volumetrik, cawan

conway, dan inkubator. Alat yang digunakan dalam menentukan nilai pH adalah pH meter. Alat yang digunakan untuk pengujian optik smart packaging adalah USB 2000 Vis-NIR spectrophotometer dengan software komputer yang digunakan bernama Spectra Suite, range antara 380°-1100° µm. Komponen lain dari alat ini adalah fiber optic probe, probe holder, dan light source. Gambar dan spesifikasi lengkap alat-alat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.3. Prosedur Penelitian

Smart Packaging dibuat berdasarkan acuan penelitian yang dilakukan Byrne

et al (2002), yang menggunakan bahan-bahan seperti selulosa-asetat sebanyak 48 ml,

dibutyl phthalate (DPT) sebanyak 48 ml, dan pewarna indikator pH Cresol Red

sebanyak 4 ml. Modifikasi yang dilakukan meliputi selulosa-asetat disubstitusi dengan chitosan-asetat, DPT disubstitusi dengan Polivinil Alkohol (PVA) dan

Cresol red disubstitusi dengan Bromthymol Blue (BTB). Penggantian Cresol red

dengan Bromthymol Blue dikarenakan faktor kesesuaian campuran larutan dengan

chitosan-asetat dan PVA, sedangkan penggunaan chitosan-asetat dan PVA didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Apriyanto (2007).

Tingkat kesensitifan sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dilakukan dengan melihat karakteristik terhadap sifat optik (absorbans) dan dinamika respon dari kinerja sensor tersebut dalam mendeteksi kebusukan fillet ikannila. Pengamatan karakteristik ini dilakukan setiap 1 jam sekali pada suhu 30°C selama waktu pengamatan 15 jam. Penilaian tingkat kebusukan fillet

ikan nila dilakukan dengan pengamatan terhadap parameter kebusukan ikan yang meliputi uji Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN), Total Bacterial Counts (TBC), dan nilai pH. Tingkat kebusukan ini dilakukan sebagai pembanding sekaligus untuk melihat tingkat keakuratan sensor smart packaging dalam mendeteksi tingkat kebusukan fillet ikan nila. Pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila ini dilakukan setiap 5 jam sekali pada suhu 30°C selama waktu pengamatan 15 jam. Adapun hubungan (korelasi) antara karakteristik sifat optik (dinamika respon) sensor dengan berbagai nilai hasil parameter uji tingkat kebusukan ikan dilakukan dengan melihat


(45)

pola kecenderungan dari berbagai hasil pengujian tersebut yang disajikan dalam satu bentuk grafik.

3.3.1. Karakteristik sifat optik dan dinamika respon sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB (mengacu pada Byrne 2002)

Sampel ikan dengan bobot 25 gram diletakkan dalam gelas plastik berukuran tinggi 50 mm dan diameter 50 mm. Di tengah penutup gelas dilubangi dengan diameter kurang lebih 1 cm. Sensor smart packaging selanjutnya diletakkan terbalik di atas penutup gelas. Kertas filter bewarna putih ditempelkan mengelilingi sensor untuk memberikan warna latar putih, sehingga perubahan warna sensor jelas terlihat. Bagian atas selanjutnya ditempelkan selotip transparan untuk menahan sensor dan kertas filter. Di sekeliling penutup gelas dilapisi selotip untuk mencegah keluar komponen volatil perubahan biokimia kebusukan ikan dari gelas sehingga dapat tertangkap secara langsung oleh sensor. Agar penyinaran efektif, pada sekeliling gelas ditempel lakban hitam, sehingga cahaya yang kembali ke detektor (spectrophotometer) hanya berasal dari refleksi cahaya sensor smart packaging. Gelas berisi ikan dan sensor ini disimpan pada suhu ruang (30°C). Rancangan instrumen uji sensor smart packaging dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar rangkaian instrumen uji sensor smart packaging dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 6.

Spectrophotometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah USB 2000 Vis-NIR. Spektrofotometer USB 2000 Vis-NIR bekerja dengan metode refleksi cahaya. Cahaya dari lampu disalurkan menuju probe fiber optik bentuk “Y” dan selanjutnya ditembakkan ke sensor. Cahaya yang datang (transmisi) sebagian diserap (absorb) oleh sensor dan sisanya dipantulkan (refleksi) kembali ke probe. Cahaya diteruskan oleh probe menuju spektrofotometer USB 2000 Vis-NIR dan diolah. Data olahan dikirim ke komputer. Software Spectra Suite (Ocean Optics) yang sudah

di-install dalam komputer digunakan untuk menerjemahkan data dari spektrofotometer USB 2000 Vis-NIR menjadi grafik spektrum dari sensor. Grafik spektrum yang ditampilkan dapat berupa transmisi, absorbans, dan refleksi. Sebelum sensor diukur, dilakukan dahulu pengukuran spektrum blanko berupa kaca preparat tanpa sensor (bening). Pengukuran absorbansi dilakukan setiap 1 jam sekali. Data dari


(46)

spektrofotometer diolah menggunakan microsoft excell untuk dibuat grafik absorbans cahaya panjang gelombang sehingga dapat dilihat perubahan sifat optik sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB sebelum dan sesudah diuji ke fillet ikan nila. Selanjutnya dibuat grafik puncak absorbans spektrum sensor serta waktu pengamatan untuk melihat dinamika respon sensor yang ada.

Gambar 5. Rancangan instrumen uji sensor smart packaging berbahan dasar

chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB (Byrne 2002).

Proses pembuatan smart packaging dengan sensor berbahan dasar chitosan-asetat,

PVA, dan indikator BTB (Byrne 2002 dan Apriyanto 2007)

Komposisi larutan yang digunakan terdiri dari chitosan-asetat 1 % (b/v) sebanyak 48 ml, polivinil alkohol (PVA) 1 % (b/v) sebanyak 48 ml, dan pewarna indikator pH Bromthymol Blue (BTB) 0,2% (b/v) sebanyak 4 ml. Pencampuran larutan dilakukan dengan menggunakan ultrasonic processor selama 60 menit. Setelah itu dilakukan pencetakan (coated) dengan menggunakan kaca preparat berukuran luas 1,5 cm2 untuk selanjutnya dikeringkan pada suhu 50°C selama 30 menit. Diagram alir selengkapnya proses pembuatan sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber cahaya (Lampu) Spektrofotometer

Sensor Kertas filter

Selotip

Sampel ikan

TVB-N

Gelas plastik


(47)

Keterangan : *) Proses yang dimodifikasi dari Byrne (2002) dan Apriyanto (2007)

Gambar 6. Diagram alir pembuatan sensor smart packaging dan analisis karakteritik sifat optik dan dinamika respon serta pengamatan tingkat kebusukan fillet

ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam (modifikasi dari Byrne 2002 dan Apriyanto 2007).

Proses preparasi sampel tingkat kebusukan fillet ikan nila

Proses preparasi sampel dilakukan untuk memaksimalkan tingkat kesensitifan sensor dalam mendeteksi proses kebusukan ikan yang nyata serta meminimalkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keakuratan data, seperti adanya perbedaan perlakuan selama penanganan dan pengujian serta timbulnya kontaminasi terhadap sampel yang digunakan. Sampel ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fillet ikan nila.

Larutan chitosan -asetat 48 ml* BTB 4 ml *

Pencampuran Larutan

polivinil alkohol 48 ml *

Homogenisasi dengan

ultrasonic processor Pulse 50 %, selama 60 menit

Pencetakan pada kaca preparat ukuran 1,5 cm2*

Pengeringan T : 50°C, t : 30 menit

Sensor Smart Packaging

Pengujian pada fillet ikan nila selama 15 jam

Analisis sifat optik dan dinamika respon sensor smart packaging


(48)

Ikan nila hidup dengan berat rata-rata ± 500 gram per ekor didapatkan dari pasar lokal daerah Depok, Jawa Barat. Selama pengangkutan, ikan nila dimasukkan ke dalam kantung plastik ukuran besar dan diberi oksigen. Perjalanan yang ditempuh sejauh 32 km selama ± 60 menituntuk sampai di Laboratorium. Setelah sampai, ikan diistirahatkan dalam aquarium selama semalam (±12 jam) untuk mengurangi tingkat

stress selama dalam perjalanan. Setelah 12 jam, ikan siap untuk dimatikan dan disiangi. Selanjutnya dilakukan pembuatan fillet dan pencucian dengan air bersih. Sampel ikan yang digunakan dalam pengamatan merupakan dari daging yang diambil pada daerah pusat (center) dari fillet ikan nila. Sampel diambil secara duplo, dimana masing-masing plot sebanyak 25 gram digunakan untuk pengujian sifat optik (absorbans) sensor dan dinamika respon sensor. Kemudian dari fillet ikan nila yang sama diambil sampel masing-masing 25 gram untuk pengujian kebusukan ikan selama waktu penyimpanan dengan empat kali waktu pengamatan. Sampel yang digunakan dalam pengujian kebusukan ikan untuk satu perlakuan meliputi uji TVBN (10 gram sampel), uji TBC (10 gram sampel), dan nilai pH (5 gram sampel). Penelitian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Alur preparasi sampel pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Alur proses preparasi sampel pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila 3.3.2. Pengujian tingkat kebusukan fillet ikan nila

Analisis tingkat kebusukan fillet ikan nila yang dilakukan meliputi uji TVBN, TBC dan nilai pH. Analisis dilakukan bersamaan dengan uji dinamika respon sensor

Bagian center fillet ikan yang diambil

Sampel ikan dari bagian tengah

fillet ikan

25 g

100 g

Pengujian ke smart packaging

Analisis kemunduran mutu ikan pada jam ke-0, ke-5, ke-10, ke-15:

• TVBN • TBC • Nilai pH (Fillet ikan nila)


(49)

smart packaging. Pengamatan tingkat kebusukan fillet ikan nila dengan uji TVBN, TBC dan nilai pH dilakukan pada jam ke-0, ke-5, ke-10, dan ke-15 dengan kondisi suhu ruang (± 30°C). Lembar daftar pengujian kemunduran mutu fillet ikan nila dapat dilihat pada Lampiran 7.

3.3.3. Tingkat hubungan (korelasi) antar parameter pengujian

Setiap data analisis dalam penelitian ini diolah menggunakan software

Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk grafik regresi polinomial. Kemudian data dinamika respon sensor smart packaging dibandingkan dengan data setiap parameter tingkat kebusukan fillet ikan nila. Tingkat hubungan (korelasi) parameter yang dibuat diantaranya dengan membandingkan antara data dinamika respon sensor smart packaging dengan data analisis TVBN, pembandingan data dinamika respon sensor

smart packaging dengan data analisis TBC, dan pembandingan data dinamika respon sensor smart packaging dengan data analisis nilai pH. Selanjutnya keempat data analisis (dinamika respon sensor smart packaging, analisis TBC, analisis TVBN, analisis nilai pH) disajikan dalam satu grafik menggunakan software Sigma Plot.

3.4. Prosedur Pengujian

Total Bacterial Count (TBC) (Fardiaz 1987)

Prinsip kerja dari analisis TBC adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 10 gram sampel ke dalam 90 ml larutan pengencer sampai larutan homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan pengencer steril sebanyak 9 ml sehingga terbentuk pengenceran 10-1, setelah itu dikocok agar homogen.

Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampel diencerkan hingga pengenceran 10-6. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.


(50)

Media agar (Natrium Agar) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode cawan tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik, yaitu tutup cawan diletakkan di bagian bawah cawan petri. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 300C dan diinkubasi selama 48 jam, selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri

Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni. Dalam penentuan Standart Plate Count (SPC), jika hasil bagi antara jumlah koloni bakteri pada pengenceran besar (terpilih) dengan jumlah koloni bakteri pada pengenceran kecil (terpilih) lebih kecil dan atau sama dengan 2 maka nilai SPC diperoleh dengan merata-ratakan jumlah koloni bakteri dari kedua pengenceran tersebut. Apabila hasil bagi tersebut lebih besar dari 2 maka nilai SPC diperoleh dengan memilih jumlah koloni bakteri terkecil di antara dua pengenceran tersebut.

Total Volatil Basic Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995)

Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil nitrogen yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisis TVBN adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di- dan trimetilamin) pada suhu kamar selama 24 jam. Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N.

Sampel sebanyak 10 gram ditambahkan 30 ml larutan TCA 7% kemudian diblender selama 1 menit kemudian disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml dimasukkan ke dalam ”innner chamber” cawan conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi hampir menutupi cawan.

Dengan memakai pipet ukuran 1 ml yang lain, filtrat dimasukkan ke dalam

outer chamber di sebelah kiri. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur.


(1)

Lampiran 7. Lembaran daftar pengujian kemunduran mutu fillet ikan nila selama penelitian

a. Uji Total Bacterial Count (TBC) Kode

Sampel Ulangan

Pengamatan jam ke-

Pengenceran

Log TBC (CPU/ml) 10-5 10-6 10-7

A 1 0 5 10 15 B 2 0 5 10 15

b. Uji Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN) Kode

Sampel Ulangan

Pengamatan jam ke-

Volume titrasi

(ml) Nilai TVBN (mg N/100 g)

A 1 0 5 10 15 B 2 0 5 10 15 c. Uji nilai pH

Kode

Sampel Ulangan

Pengamatan jam ke-

0 5 10 15 A 1


(2)

Lampiran 9. Data rata-rata absorbans hasil uji spektrum sensor smart packaging pada panjang gelombang 475,34 nm

Jam

Ulangan

(arbitrary unit/a.u.) Rata rata (a.u.) 1 2

0 0,224 0,274 0,249 ± 0,0354 1 0,226 0,273 0,250 ± 0,0325 2 0,225 0,280 0,253 ± 0,0389 3 0,228 0,282 0,255 ± 0,0354 4 0,243 0,293 0,268 ± 0,0354 5 0,248 0,298 0,273 ± 0,0354 6 0,251 0,301 0,276 ± 0,0332 7 0,266 0,316 0,291 ± 0,0354 8 0,269 0,319 0,294 ± 0,0354 9 0,270 0,320 0,295 ± 0,0354 10 0,279 0,330 0,305 ± 0,0354 11 0,281 0,332 0,307 ± 0,0354 13 0,283 0,334 0,309 ± 0,0361 15 0,284 0,336 0,310 ± 0,0389


(3)

(4)

Lampiran 10. Data uji Total Bacterial Count (TBC) fillet ikan nila

Jam ke- Ulangan Duplo 10(-1) 10(-2) 10(-3) 10(-4) 10(-5) 10(-6) 10(-7) 10(-8) SPC Log

TBC

Rata-rata Log TBC

0

1 1 TBUD 182 38 2,0 x 104 4,30 4,35 2 TBUD 220 21

2 1 TBUD 253 67 35 2,5 x 104 4,40 2 TBUD 247 11 12

5

1 1 TBUD 32 3 3,2 x 105 5,51 5,81 2 TBUD 31 2

2 1 TBUD TBUD 126 52 1,3 x 106 6,11 2 TBUD TBUD 132 32

10

1 1 TBUD 165 1,3 x 107 7,11 7,50 2 TBUD 104

2 1 TBUD TBUD 215 95 38 7,6 x 107 7,88 2 TBUD TBUD TBUD 57 32

15

1 1 TBUD 150 21 1,4 x 109 9,15 9,11 2 TBUD 134 24

2 1 TBUD TBUD 105 7 1,2 x 109 9,08 2 TBUD TBUD 127 8


(5)

Lampiran 11. Data uji Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN) fillet ikan nila

Jam ke- Ulangan Duplo Blanko

Vol.

titrasi TVB

Rata-rata TVBN

0

1 1 0,3 0,45 8,4 8,68

2 0,46 8,96

2 1 0,35 0,49 7,84 8,12

2 0,5 8,4

5

1 1 0,3 0,56 14,56 14,84

2 0,57 15,12

2 1 0,35 0,6 14 14,28

2 0,61 14,56

10

1 1 0,3 0,78 26,88 27,44

2 0,8 28

2 1 0,35 0,85 28 29,4

1 0,9 30,8

15

1 1 0,3 1,24 52,64 50,96

2 1,18 49,28

2 1 0,35 1,3 53,2 53,76


(6)

Lampiran 12. Data uji nilai pH fillet ikan nila

Jam ke- Ulangan Nilai pH

0 1 6,55

2 6,44

5 1 5,87

2 6,04

10 1 6,85

2 5,82

15 1 6,26