diduga dari makin meningkatnya produksi asam laktat yang berasal dari proses pemecahan glikogen fillet ikan nila. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Tarr
1966, dimana jumlah asam laktat dalam daging ikan terus meningkat setelah ikan itu mati.
Jika melihat kecenderungan peningkatan nilai tersebut dibandingkan dengan kecenderungan data dinamika respon sensor smart packaging dengan
bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB menunjukkan bahwa pola kecenderungan data nilai pH cenderung berubah-ubah, namun kecenderungan ini
semakin sama yaitu makin meningkat sejalan dengan makin lamanya waktu pengamatan dari proses kebusukan fillet ikan nila.
Menurut Fraser et al. 1961 pada ikan atlantik cod yang telah mati ditemukan konsentrasi asam laktat dalam daging yang makin tinggi sejalan
dengan nilai pH yang makin rendah, yaitu sebesar 6,8. Penurunan nilai pH sesaat setelah mati juga dialami jenis-jenis ikan yang lain. Data FAO 1995
menyebutkan bahwa pada ikan cod, pH cenderung turun dari 6,8 menjadi 6,1 hingga 6,5. Pada ikan makarel secara umum, pH akhir adalah sebesar 5,8 hingga
6,0; pada ikan tuna dan halibut, nilai pH akhir adalah sebesar 5,4 atau 5,6. Suasana asam pada daging ikan menurut Aksnes 1989 menyebabkan enzim
katepsin menjadi aktif dan menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana berupa peptida, asam amino, dan amonia yang bersifat basa, sehingga
pH kembali naik mendekati netral. Oleh karena itu, pada penyimpanan jam ke-10 nilai pH fillet nila segar kembali naik. Penelitian yang dilakukan Lin et al. 2006
terhadap kebusukan ikan rainbow trout yang disimpan pada suhu 4°C menggunakan spektroskopik infra merah juga menunjukkan pola naik dan turun
pada nilai pH, dimana pada hari pertama nilai pH sebesar 6,50 dan hari ke-8 nilai pH cenderung turun menjadi 6,33.
4.3. Tingkat Hubungan Korelasi antara Nilai Absorbans Sensor Smart
Packaging Berbahan Dasar Chitosan-asetat, PVA, dan Indikator BTB dengan Berbagai Parameter Kemunduran Mutu Ikan
Hubungan korelasi hasil pendeteksian tingkat kebusukan fillet ikan nila dari perubahan warna sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat,
PVA, dan indikator BTB dengan nilai yang dihasilkan dari parameter kebusukan
ikan seperti nilai TVBN, TBC, dan nilai pH sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesensitifan dan keefektifan sensor dalam mendeteksi
kebusukan fillet ikan nila. Pembandingan yang sama juga dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya untuk melihat tingkat keefektifan dari sensor smart
packaging yang dihasilkan. Byrne et al. 2002 dalam penelitiannya dengan
membuat sensor smart packaging berbahan dasar selulosa dan pewarna indikator pH Cresol Red CR telah membandingkan dinamika respon sensor yang
dihasilkannya dengan peningkatan nilai TVBN dari fillet ikan cod. Selanjutnya Pacquit et al. 2005 dalam penelitiannya dengan membuat sensor smart
packaging berbahan dasar selulosa dengan menggunakan pewarna indikator pH
Bromocresol Green BCG telah membandingkan dinamika respon sensornya
dengan peningkatan nilai log TBC dari fillet ikan cod. Perbandingan antara data absorbans smart packaging dengan parameter kemunduran mutu fillet ikan nila
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan antara data nilai absorbans sensor smart packaging dengan
parameter kemunduran mutu fillet ikan nila
Waktu Pengamatan
Jam Absorbans Smart
Packaging arbitrary
unita.u. Analisis TVBN
mg N100 g Analisis
Log TBC CFUml
Analisis nilai pH
0,249 ± 0,035 8,40 ± 0,40
4,35 ± 0,07 6,50 ± 0,08
5 0,273 ± 0,035
14,56 ± 0,40 5,81 ± 0,43
5,96 ± 0,12 10
0,305 ± 0,035 28,42 ± 1,39
7,50 ± 0,54 6,34 ± 0,73
15 0,310 ± 0,039
52,36 ± 1,98 9,11 ± 0,05
6,44 ± 0,25
Berdasarkan hasil analisis dari berbagai parameter tingkat kebusukan ikan menunjukkan bahwa pada waktu pengamatan jam ke-0, fillet ikan nila memiliki
nilai TVBN sebesar 8,40 ± 0,40 mg N100 g, nilai TBC sebesar nilai log 4,35 ± 0,07 2,3 x 10
4
CFUml, dan nilai pH sebesar 6,50 ± 0,08; sedangkan nilai rata-rata absorbans sensor smart packaging berbahan dasar chitosan-asetat, PVA,
dan indikator BTB sebesar 0,249 arbitrary unit a.u.. Secara keseluruhan waktu pengamatan jam ke-0 menginformasikan kondisi fillet ikan nila masih sangat
segar. Saat waktu pengamatan jam ke-5, nilai pH mengalami penurunan menjadi
5,96 ± 0,12. Penurunan nilai pH ini diduga disebabkan dari makin meningkatnya produksi asam laktat sebagai akibat pemecahan glikogen otot ikan dalam proses
glikolisis. Namun nilai TVBN dan TBC terus meningkat, masing-masing sebesar 14,56 ± 0,40 mg N100 g dan nilai log 5,81 ± 0,43 8,1 x 10
5
CFUml. Peningkatan nilai TVBN dan TBC ini sejalan dengan peningkatan nilai absorbans
sensor yang ikut meningkat menjadi 0,273 a.u. dan memberikan perubahan warna pertama kali pada sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat,
PVA dan indikator BTB. Waktu pengamatan jam ke-10 juga memperlihatkan nilai pH yang kembali
meningkat yakni sebesar 6,34 ± 0,73. Peningkatan nilai pH ini diduga disebabkan oleh suasana basa fillet ikan nila dari makin meningkatnya basa-basa volatil
seperti amonia. Nilai TVBN meningkat menjadi 28,42 ± 1,39 mg N100 g. Nilai TBC juga semakin meningkat yaitu sebesar nilai log 7,50 ± 0,54 4,5 x 10
7
CFUml. Peningkatan nilai ketiga parameter tersebut juga memperlihatkan nilai absorbans yang makin meningkat sangat tajam yakni sebesar 0,305 a.u.
Peningkatan nilai absorbans ini menyebabkan sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA dan indikator BTB berubah warna menjadi
hijau. Peningkatan yang sangat tajam pada basa-basa volatil dan jumlah mikroba
fillet ikan nila terjadi pada waktu pengamatan jam ke-15. Nilai pH mencapai 6,44
± 0,25. Nilai TVBN meningkat lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya yaitu sebesar 52,36 ± 1,98 mg N100 ml. Nilai TBC juga meningkat dengan pesat yakni
sebesar nilai log 9,11 ± 0,05 1,3 x 10
9
CFUml. Pada kondisi ini, fillet ikan nila diduga telah mengalami kebusukan. Peningkatan dari nilai-nilai parameter
kemunduran mutu ikan tersebut juga diperlihatkan perubahan pada nilai absorbans sensor meskipun hanya sedikit yaitu sebesar 0,310 a.u. Peningkatan komponen
kimia yang tinggi menyebabkan sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat
, PVA, dan indikator BTB kembali berubah warna menjadi hijau kebiruan. Secara lengkap hubungan antara perubahan nilai absorbans sensor smart
packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB dengan
parameter kemunduran mutu fillet ikan nila dapat dilihat pada Gambar 14.
Wak tu pe nyimpanan J am
5 10
15
A b
s or
b a
n s
a u
S m
a rt
P a
c k
a gi
n g p
a d
a 475,
34 n m
0.24 0.25
0.26 0.27
0.28 0.29
0.30 0.31
0.32
Lo g
TB C
C F
U m
l
4 5
6 7
8 9
10
T V
B N
m g N
10 m
l
10 20
30 40
50 60
Ni la
i p H
5.9 6.0
6.1 6.2
6.3 6.4
6.5 6.6
Absorbans au Smart Packaging pada 475,34 nm Log TBC CFUml
TVBN mg N100 ml Nilai pH
Gambar
14. Grafik hubungan korelasi antara perubahan nilai absorbans
dinamika respon dari sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat
, PVA, dan indikator BTB dengan parameter kebusukan fillet ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam.
Pola perubahan nilai hubungan antara parameter kemunduran mutu ikan dengan nilai absorbans ini juga sejalan dengan Pacquit et al. 2005 yang juga
mendapatkan pola hubungan yang sama dalam hal peningkatan nilai TBC dari ikan cod dan bersifat linier dengan perubahan warna sensor dari film kemasan
selulose-asetat. Selanjutnya Pacquit et al. 2005 menyatakan juga bahwa hasil pengamatan nilai TBC pada waktu pengamatan jam ke-0 berada dalam kisaran
10
4
CFUml dan meningkat lambat hingga jam ke-10. Nilai TBC meningkat tajam mencapai 10
7
CFUml setelah jam ke-18 dan menjadi stabil tidak ada peningkatan nilai TBC pada jam ke-26.
Secara visual, sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki perubahan
warna dari kuning awal pengamatan menjadi hijau kebiruan akhir pengamatan ketika digunakan secara langsung sebagai kemasan cerdas dalam mendeteksi
kebusukan fillet ikan nila. Visualisasi perubahan warna sensor smart packaging dengan bahan dasar chitosan-asetat, PVA, dan indikator BTB saat digunakan
secara langsung sebagai kemasan cerdas dalam mendeteksi kebusukan fillet ikan nila selama waktu pengamatan 15 jam pada kondisi suhu ruang ± 30
o
C dapat dilihat pada Gambar 15.
a. b.