2.2. Kemunduran Mutu Ikan Segar
Produk perikanan telah lama dikonsumsi masyarakat karena terdapat berbagai manfaat kesehatan dalam produk ini. Manfaat kesehatan dari daging ikan diperoleh
dari kandungan gizinya yang tinggi meliputi protein dengan kisaran jumlah antara 16-21 dari berat tubuh total dan asam lemak tak jenuh dengan kisaran kandungan
lemak antara 0,2-2,5 dari berat tubuh total Tarr 1966. Secara umum, setiap konsumen memilih produk perikanan yang masih terjaga kesegarannya. Kesegaran
ikan berkaitan erat dengan mutu ikan. Setelah ikan mati, seluruh otot ikan mengalami relaksasi dan tekstur menjadi
elastis serta lemas yang bertahan dalam beberapa jam, setelah otot berkontraksi. Otot ikan kemudian menjadi keras dan kaku, seluruh tubuh ikan menjadi tidak fleksibel
dan ikan berada dalam kondisi rigor mortis. Selesainya rigor mortis membuat otot kembali rileks dan menjadi lemas, tapi tidak lebih elastis seperti sebelum rigor.
Kecepatan permulaan dan akhir rigor bervariasi dari spesies ke spesies dan dipengaruhi oleh suhu, penanganan, ukuran, dan kondisi fisik pada ikan FAO 1995.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa mutu ikan setelah mati sangat dipengaruhi oleh keadaan pasar, geografis, dan budaya Pacquit et al. 2008.
MacLeod et al. 1963 mengidentifikasi berbagai enzim antara lain phosphofructokinase, aldolase, enolase, dan pyruvic kinase yang bertanggung jawab
dalam glikolisis ikan rainbow trout maupun ekstraknya. Tarr 1966 menyebutkan bahwa jumlah asam laktat dalam daging ikan dapat meningkat setelah mati. Pada
ikan atlantik cod, ditemukan konsentrasi asam laktat yang tinggi dalam daging dan menyebabkan nilai pH menjadi rendah yakni sebesar 6,8 atau 7,0 Fraser et al. 1961.
Suasana asam pada daging ikan menyebabkan ATPase aktif dan mendegradasi ATP menjadi ADP. ADP selanjutnya didegradasi oleh myokinase
menjadi AMP. AMP deaminase mendegradasi AMP menjadi IMP. Hidrolisis AMP menjadi IMP berjalan sangat cepat. Phosphatase memecah IMP menjadi Inosin dan
orthophosphate. Hidrolisis IMP menjadi inosin lebih lambat dibanding hidrolisis AMP menjadi IMP. Inosin kemudian didegradasi oleh ribosida hidrolase menjadi
hipoksantin dan ribose Tomlinson et al. 1961; Jones dan Murray 1960; Partmann 1965; Kobayashi 1966. Hipoksantin selanjutnya dipecah oleh xantin oksidase
menjadi asam urat Spinelli et al. 1963. Penelitian selama 16 tahun sebelum 1966
menunjukkan bahwa otot beberapa spesies ikan mengandung adenine nukleotida dalam konsentrasi yang hampir sama dengan yang ada pada otot tikus. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa kadar ATP dalam otot ikan yang diistirahatkan berjumlah 500-800 µmol per 100 g otot Saito et al. 1959; Jones dan Murray 1960;
Fraser et al. 1961; Tomlinson et al. 1961 Setelah ikan mati dan mengalami penyimpanan, jumlah mikroorganisme pada
kulit dan permukaan insang meningkat dan menyebar ke jaringan tubuh ikan lainnya. Umumnya, satu atau lebih spesies dikategorikan sebagai Specific Spoilage Organism
SSO. SSO tumbuh berkembang dalam daging ikan tergantung pada kondisi lingkungan dan komponen metabolit yang terkandung dalam daging ikan Hamada-
Sato 2005. Ruskol and Bendsen 1992 melaporkan bahwa bakteri dapat dideteksi dengan mikroskop pada daging ikan ketika jumlahnya di permukaan kulit mencapai
di atas 10
6
cfucm
2
. Dalam keilmuan mikrobiologi pangan, terdapat dua aspek penting yang
menjadi perhatian, yakni keamanan produk dan kesegaran produk. Aspek keamanan pada produk pangan berkaitan dengan keberadaan bakteri patogen berbahaya seperti
C.botulinum dan Vibrio spp. Bakteri patogen ini menghasilkan biotoksin yang
berbahaya bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bakteri patogen ini dapat berasal dari mikroba flora alami daging ikan atau dapat juga dari luar daging ikan
akibat proses pengolahan, penyimpanan, ataupun transportasi Whittle et al. 1990 dan Huss et al. 1997. Aspek kesegaran pada produk pangan berkaitan dengan
pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Pseudomonas spp, Shewarella putrefaciens, dan Photobacterium phosphoreum. Mikroba pembusuk ini mendegradasi komponen
metabolit pada daging ikan sehingga menyebabkan bau amis dan hilangnya flavor khas pada daging ikan Whittle et al. 1990.
Bakteri pada ikan yang ditangkap di air bersuhu sedang ± 20°C akan memasuki fase pertumbuhan eksponensial segera setelah ikan mati. Mikroflora pada
ikan cepat beradaptasi pada suhu chilling. Bakteri tumbuh dengan cepat mencapai jumlah 10
8
-10
9
cfug daging atau cm
2
kulit setelah 2-3 minggu penyimpanan dalam es. Bakteri pada ikan yang ditangkap di suhu tropis 28°C-30°C biasanya memiliki
fase lag antara 1-2 minggu jika ikan disimpan dalam es Gram 1990 dan Gram et al. 1990. Semakin meningkatnya jumlah mikroba menyebabkan semakin menurunnya
mutu ikan. Daging ikan yang mengandung 1 juta atau lebih bakteri per gram menunjukkan rendahnya mutu ikan dan tidak layak untuk dipasarkan Griffiths
1937. Beberapa metabolit pada daging ikan yang biasa didegradasi oleh mikroba pembusuk adalah komponen nitrogen volatil, biogenik amin, dan komponen sulfur.
Peptida dan asam amino bebas diproduksi dari proses autolisis protein yang banyak dijumpai pada ikan-ikan pelagis komersial. Masuknya bakteri pembusuk ke
dalam ikan capelin akibat proses autolisis juga ditandai oleh adanya proses dekarboksilasi asam amino, produksi biogenik amin, dan nilai nutrisi ikan yang
semakin menurun secara nyata. Ikan capelin yang telah turun nila gizinya secara nyata akan diolah sebagai tepung ikan untuk keperluan pakan Aksnes dan Brekken
1988. Selain itu, ikan herring yang diolah sebagai tepung pakan ternyata mengandung enzim proteolitik seperti karboksi-peptidase A dan B, kimotripsin, dan
tripsin Aksnes 1989. Enzim-enzim proteolitik yang terdapat dalam ikan adalah penggerak utama proses autolisis. Katepsin merupakan yang paling banyak dijumpai
pada ikan. Katepsin bertugas untuk memecah protein menjadi asam amino yang diperlukan ikan saat masih hidup akan tetapi menjadi tidak terkendali aktifitasnya
saat ikan mati FAO 1995. Reddi et al. 1972 menemukan bahwa sebuah enzim yang dipercaya sebagai katepsin D pada ikan flounder dapat aktif pada kisaran nilai
pH antara 3 hingga 8 dengan aktifitas maksimum pada nilai pH 4. Akan tetapi, katepsin L lebih baik dalam meng-autolisis daging ikan dibandingkan katepsin D.
Yamashita dan Konogaya 1990 menjelaskan bahwa korelasi linier antara aktifitas katepsin L dengan daya rusaknya terhadap daging ikan adalah sempurna dengan nilai
determinasi sebesar 86 pada ikan segar dan 95 pada ikan bekuthawing. Protease terbanyak setelah katepsin adalah kalpain. Kalpain merupakan endopeptida
intraseluler yang mengandung sistein dan kalsium. Kalpain sangat aktif pada kisaran pH fisiologis sehingga mempengaruhi kelenturan daging ikan saat penyimpanan pada
suhu chilling FAO 1995. Kalpain berperan dalam mencerna myosin menjadi molekul lebih sederhana dengan berat molekul 150.000 Da. Kalpain pada ikan jauh
lebih aktif pada suhu rendah sehingga ikan pada perairan dingin lebih mudah di- autolisis oleh kalpain dibandingkan ikan pada perairan tropis Muramoto et al. 1989.
Lipid pada ikan mengalami degradasi melalui proses oksidasi dan hidrolisis. Hasil dari kedua proses tersebut menghasilkan produk dengan rasa dan bau yang
tidak menyenangkan. Lemak ikan sangat mudah mengalami degradasi lipid yang menimbulkan beberapa masalah pada mutu ikan yang disimpan pada temperatur di
bawah 0°C. Jumlah yang besar dari asam lemak tak jenuh ditemukan dalam lipid ikan dan sangat mudah mengalami oksidasi oleh mekanisme autokatalitik. Proses
autokatalitik menghasilkan produk autooksidasi dengan rantai karbon lebih pendek seperti aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, alkane, dan asam tiobarbiturik.
Pada ikan atlantik cod, produksi asam lemak bebas juga terjadi meskipun pada suhu rendah. Trigliserida dihidrolisis menjadi digliserida dan asam lemak bebas dengan
bantuan trigliserida lipase. Sedangkan fosfolipid dihidrolisis menjadi lisofosfolipid dan asam lemak bebas dengan bantuan fosfolipase. Hubungan antara aktifitas enzim-
enzim ini dengan kehadiran asam lemak bebas belum begitu stabil. Akan tetapi, hidrolisis membantu proses oksidasi dengan baik FAO 1995.
Komponen volatil amin seperti trimetil amin TMA, ammonia NH
3
, dan dimetilamin DMA tergabung dalam komponen nitrogen basa volatil total TVB-
N. Komisi Eropa 2006 telah menjelaskan bahwa kadar TVB-N dapat digunakan sebagai penilaian terhadap kemunduran mutu ikan jika metode sensori dianggap
meragukan. Hebard et al. 1982 menjelaskan bahwa trimetil amin oksida TMAO umumnya ditemukan pada ikan-ikan air laut. Trimetil amin TMA dihasilkan dari
TMAO dari bakteri pembusuk selama penyimpanan ikan dalam keadaan dingin menggunakan es. Hebard et al. 1982 juga menyatakan selama penyimpanan beku,
TMAO pada spesies ikan gadoid dipecah menjadi dimetil amin DMA dan formaldehid FA oleh enzim yang terdapat dalam daging ikan tersebut.
TMAO merupakan bagian penting dalam komposisi kimia daging ikan-ikan air laut karena memiliki fungsi sebagai osmoregulator dan zat anti beku bagi ikan-
ikan laut dalam FAO 1995. Hebard et al. 1982 menjelaskan bahwa jumlah TMAO dalam daging ikan tergantung pada spesies, musim, dan lokasi penangkapan.
Kandungan tertinggi TMAO terdapat dalam daging ikan bertulang rawan dan cumi- cumi sebesar 75-250 mg N100 g. Ikan cod memiliki TMAO sebesar 60-120 mg
N100 g. Akan tetapi, satu pengecualian didapatkan dalam penelitian yang dilakukan Gram et al. 1989 dimana ikan nila perch dan tilapia dari danau Viktoria memiliki
kandungan TMAO yang besar bagi ukuran ikan air tawar yakni sebesar 150-200 mg N100 g.
Duflos et al.
2006 melakukan teknik spektroskopi massa dalam menentukan jenis-jenis zat volatil yang dikeluarkan oleh ikan cod, makarel, dan whiting pada
penyimpanan 0 dan 10 hari dalam suhu 4°C. Dalam penelitian tersebut teridentifikasi 20 komponen volatil yang dikeluarkan ketiga spesies ikan tersebut. Komponen-
komponen tersebut diantaranya adalah amonia, dimetilamin, dan trimetilamin. Data dari ketiga komponen TVB tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Kesimpulan yang
didapat dari Tabel 3 adalah bahwa ketiga komponen volatil bersifat basa karena memiliki nilai pKa lebih dari 7.
Tabel 3. Komponen amina terbanyak yang ditemukan selama pembusukan ikan
Komponen Rumus Molekul
Boiling Point °C
Densitas gL pKa
Amonia NH
3
-33,4 0,68
9,25 Dimetilamin NCH
3 2
H 7
1,5 10,73
Trimetilamin NCH
3 3
2,9 0,67
9,81 Sumber : Duflos et al. 2006
2.3. Smart Packaging