Smart Packaging TINJAUAN PUSTAKA 1. Ikan Nila

Duflos et al. 2006 melakukan teknik spektroskopi massa dalam menentukan jenis-jenis zat volatil yang dikeluarkan oleh ikan cod, makarel, dan whiting pada penyimpanan 0 dan 10 hari dalam suhu 4°C. Dalam penelitian tersebut teridentifikasi 20 komponen volatil yang dikeluarkan ketiga spesies ikan tersebut. Komponen- komponen tersebut diantaranya adalah amonia, dimetilamin, dan trimetilamin. Data dari ketiga komponen TVB tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Kesimpulan yang didapat dari Tabel 3 adalah bahwa ketiga komponen volatil bersifat basa karena memiliki nilai pKa lebih dari 7. Tabel 3. Komponen amina terbanyak yang ditemukan selama pembusukan ikan Komponen Rumus Molekul Boiling Point °C Densitas gL pKa Amonia NH 3 -33,4 0,68 9,25 Dimetilamin NCH 3 2 H 7 1,5 10,73 Trimetilamin NCH 3 3 2,9 0,67 9,81 Sumber : Duflos et al. 2006

2.3. Smart Packaging

Day 2008 menjelaskan bahwa active packaging merupakan suatu sistem kemasan yang sengaja ditambahkan dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kemasan dalam menjaga atau memelihara aspek kualitas, keamanan, dan sensori dari bahan pangan. Kemasan aktif memiliki kemampuan untuk memerangkap atau menahan masuk oksigen, menyerap karbondioksida, uap air, etilen, dan atau flavor, bau, noda, mengeluarkan karbondioksida, etanol, antioksidan, serta memelihara kontrol suhu dan bertanggung jawab terhadap perubahan suhu. Pira Internasional Ltd. memberikan estimasi nilai global terhadap penjualan kemasan aktif pada tahun 2005 senilai 1.558 miliar dan diramalkan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2.649 miliar Anonim 2005. Day 2003 menjelaskan bahwa kemasan aktif active packaging memiliki definisi berbeda dengan kemasan cerdas smart packaging. Robertson 2006 mendefinisikan kemasan cerdas smart packaging sebagai kemasan yang memiliki indikator, baik yang diletakkan secara internal maupun secara eksternal dan mampu memberikan informasi tentang keadaan kemasan dan atau kualitas makanan di dalamnya. Pada tahun 1949, Clark telah membuat paten sebuah aplikasi berupa indikator untuk produk pangan yang mampu melihat perubahan irreversible yang disebabkan oleh aktivitas bakteri. Sebuah penentuan langsung terhadap keberadaan karbondioksida dari produk yang telah mengalami pembusukan secara mikrobiologi menggunakan indikator berbasis warna pH telah ditemukan oleh Lawdermilt pada tahun 1962. Smolander 2008 telah merangkum beberapa perkembangan dalam riset indikator kesegaran produk perikanan dari beberapa peneliti smart packaging. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang digunakan pada berbagai smart packaging dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Beberapa indikator penentu kesegaran produk perikanan yang digunakan pada berbagai smart packaging No. Metabolit yang dideteksi Indikator Potensial dan prinsip sensor Produk indikator kesegaran komersial 1. Gas-gas basa volatil DTN pada komponen volatil dari produk dalam kemasan bereaksi dan merubah warna dari pewarna indikator It’s Fresh™ It’s Fresh Inc. 2. Komponen nitrogen volatil TMA, DMA, Amonia Reaksi dilihat berdasarkan perubahan warna menggunakan pewarna sensitif pH, atau dengan sensor optik Fresh Taq USA, freshQ USA 3. Produk degradasi ATP Test strip, biosensor elektrokimia berdasarkan penentuan enzimatis, kontak langsung dengan makanan Transia GmbH Jerman 4. Komponen sulfur DTN pada komponen volatil sulfur dari kemasan, reaksi berdasarkan perubahan warna mioglobin, atau perubahan warna lembaran perak skala nano Freshness Guard Indicator Finlandia Sumber : Smolander 2008 Ada dua indikator yang dapat mendeteksi kualitas makanan non-destruktif yakni, Time-Temprature Integrators TTI dan Food Quality Indicators FQI. Dua indikator ini memiliki prinsip kerja sebagai colorimetric dengan melihat perubahan warna akibat menurunnya mutu produk perikanan di dalam kemasan. Kinerja dari kedua tipe indikator ini berdasarkan prinsip kimia. Perbedaan di antara keduanya adalah TTI memperlihatkan perubahan warna akibat efek perubahan suhu kerena reaksi antara kimia produk dengan indikator sedangkan FQI bereaksi pada perubahan secara kimiawi atau biologi yang ditemukan di dalam kemasan yang menandakan rusaknya produk. Kelemahan dari TTI adalah tidak dapat memberikan indikasi kualitas sebenarnya pada produk makanan. Berdasarkan teknik indikator TTI, metode pada kemasan ini masih belum menjamin akan tingkat kemunduran mutu ikan, terlebih dengan sangat kompleksnya proses kemunduran mutu yang terjadi pada berbagai hasil perikanan Eskin dan Robinson 2001. FQI mampu memberikan informasi menurunnya kualitas akibat proses pembusukan. Parameter yang digunakan FQI adalah tekstur, warna, kemampuan elektrik, dan bau Pacquit et al. 2008. Penilaian amina dalam daging ikan dan analisis TVB-N telah lama digunakan sebagai penilaian mutu Fishery productsFood Hygiene European Legislation 1995 dalam Pacquit 2008. FQI memiliki prinsip pada penghitungan nilai amina dalam ikan. Nilai pH daging ikan meningkat sebagai akibat kadar amina pada daging ikan meningkat. Perubahan pH ini dideteksi oleh pewarna pH yang bertindak sebagai indikasi dari mutu daging ikan. Alat sensor yang berisi pewarna indikator pH diletakkan di dalam membran polimer berbasis selulosa. Konsep FQI terlihat sederhana tetapi memiliki beberapa masalah. Masalah pada FQI diantaranya adalah adanya jarak antara peningkatan jumlah mikroba dan peningkatan konsentrasi amina Pacquit et al. 2008. Kedua teknologi ini TTI dan FQI dapat dipadukan pemanfaatannya dimana TTI yang menjamin kondisi rantai dingin, sementara FQI menjamin kualitas. Smart packaging dapat memberikan informasi aktual mengenai kesegaran dan keamanan pada produk perikanan dalam kemasan, menurunkan kerugian akibat kerusakan produk, dan memberikan estimasi lebih akurat dibandingkan label “baik digunakan sebelum tanggal” Pacquit et al. 2008.

2.4. Chitosan