2. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
117
3. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. .
118
E. Tanggung Jawab Korporasi Dalam Rezim Anti Money Laundering
Rezim anti-money laundering yang diatur berbagai negara di dunia berkaitan dengan ketentuan United Nation Convention on Against Illicit Traffic in
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of 1988, di mana pengaturan rezim
anti-money laundering di berbagai negara tersebut mirip atau hampir sama dengan United Nation Convention on Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances of 1988, karena sebagian substansi pengaturannya
diambil dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam United Nation Convention on Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of
1988.
119
117
Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
118
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
119
Bismar Nasution, Op.Cit., hlm 20
Universitas Sumatera Utara
Pada tataran internasional, salah satu upaya serius untuk melawan kegiatan pencucian uang adalah dengan membentuk satuan tugas yang disebut The
Financial Action Task Force FATF oleh Kelompok 7 Negara G-7 yang sejauh
ini telah mengeluarkan 40 rekomendasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta 8 rekomendasi khusus untuk memberantas pendanaan terorisme.
120
Untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan suatu negara terhadap rekomendasi yang dikeluarkannya, FATF mengeluarkan NCCTs Non-Cooperative Countries
and Territories Initiative yang bertujuan untuk mengetahui negara-negara yang tidak kooperatif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang. Evaluasi berdasarkan NCCTs Initiative ini menggunakan 25 kriteria yang mengacu pada 40 recommendation untuk mengetahui praktek dan
ketentuan di suatu negara yang masih belum sejalan dengan rekomendasi FATF. Keduapuluhlima kriteria tersebut terbagi dalam 4 empat kelompok besar yaitu
:
121
1. Loopholes in Financial Regulations 11 kriteria;
2. Obstacles raised by other regulatory requirements 3 kriteria;
3. Obstacles to international cooperation 8 kriteria;
4. Inadequate resources for preventing and detecting money
laundering activities 3 kriteria.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh FATF dengan berpedoman pada NCCTs Initiative , pada bulan Juni 2001 Indonesia bersama 5 negara lainnya
dimasukkan ke daftar NCCTs, sehingga pada posisi Juni 2001 yang masuk ke
120
Ibid. hlm. 21.
121
Indra J. Tirtakusuma, “Telaah Sejarah Terhadap UU No. 15 Tahun 2002 – UU No. 25
Tahun 2003”, www.indra5471.wordpress.com, terakhir diakses tanggal 2 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
dalam daftar NCCTs berjumlah 17 negara, karena pada saat yang sama terdapat pula 4 negara yang keluar dari daftar tersebut.
122
Apabila suatu negara masuk ke dalam daftar NCCTs maka dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut :
123
1. Meningkatnya biaya transaksi keuangan dalam melakukan
perdagangan internasional khususnya terhadap negara maju 2.
Penolakan oleh negara lain atas Letter of Credit yang diterbitkan oleh perbankan di negara yang masuk dalam daftar NCCTs
3. Pemutusan hubungan korespondensi antara bank luar negeri
dengan bank domestik 4.
Pencabutan izin usaha kantor cabang atau kantor perwakilan bank nasional di luar negeri
5. Kemungkinan penghentian bantuan luar negeri kepada pemerintah
Sadar akan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dengan masuknya Indonesia dalam daftar NCCTs tersebut membuat pemerintah Indonesia segera
melakukan berbagai langkah perbaikan yang konkrit, khususnya dalam upaya mengatasi berbagai kelemahan yang disorot oleh FATF. Salah satu upayanya
adalah dengan mengundangkan Undang-Undang Pencucian Uang pertama di Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 8
122
Ibid.
123
Bismar Nasution, Op.Cit., hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2010 dan melalui surat tanggal 11 Februari 2005 akhirnya FATF memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs.
124
Oleh karena itu, korporasi di Indonesia sebagai subjek hukum Indonesia harus memenuhi tanggung jawabnya dalam rezim anti-money laundering di
Indonesia yaitu dengan memenuhi rekomendasi FATF yang terdri dari 40+8 rekomendasi dan mematuhi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Contohnya adalah bank sebagai korporasi penyedia jasa keuangan,
memenuhi tanggung jawabnya dalam rezim anti-money laundering di Indonesia menerapkan prinsip Know Your Customer KYC yang tertera dalam pasal 18 ayat
2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu:
125
“Pihak Pelapor wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur
sebagaimana dimaksud pada ayat 1
126
Prinsip mengenali Pengguna Jasa ini adalah Customer Due Diligence CDD dan Enchanced Due Diligence EDD sebagaimana dimaksud dalam
Rekomendasi 5 Financial Action Task Force FATF on Money Laundering. ”
127
124
Indra J. Tirtakusuma, Loc.Cit.
125
Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
126
Bunyi Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. : “Lembaga Pengawas dan Pengatur menetapkan
ketentuan prinsip mengenali Pengguna Jasa.”
127
Penjelasan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dilakukan pada saat:
128
1. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;
2. terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah danatau
mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah;
3. terdapat Transaksi keuangan Mencurigakan yang terkait tindak
pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau
4. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan
Pengguna Jasa Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat:
129
1. identifikasi Pengguna Jasa;
2. verifikasi Pengguna Jasa; dan
3. pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
F. Bentuk Pertanggungjawaban Korporasi yang Melakukan Praktek Money