Bentuk Pertanggungjawaban Korporasi yang Melakukan Praktek Money

Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dilakukan pada saat: 128 1. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa; 2. terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah danatau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah; 3. terdapat Transaksi keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau 4. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat: 129 1. identifikasi Pengguna Jasa; 2. verifikasi Pengguna Jasa; dan 3. pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.

F. Bentuk Pertanggungjawaban Korporasi yang Melakukan Praktek Money

Laundering Dalam praktek money laundering, apabila korporasi yang melakukan praktek money laundering tersebut, maka timbullah pertanyaan siapakah yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan korporasi tersebut? Merupakan 128 Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 129 Pasal 18 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara suatu hal yang tidak mudah untuk dapat menentukan kemampuan bertanggungjawab korporasi, sebab korporasi tidak mempunyai sifat kejiwaan sebagaimana halnya dengan manusia alamiah. Namun demikian, persoalan ini dapat diatasi dengan diterimanya ajaran atau konsep pelaku fungsional functional daaderschap 130 Menurut Rolling, badan hukum dapat diperlakukan sebsagai pelaku tindak pidana, apabila perbuatan yang terlarang yang pertanggungjawabannya dibebenkan kepada badan hukum atau korporasi dilakukan dalam rangka tugas dan pencapaian tujuan-tujuan korporasi tersebut. Menurutnya, kriteria ini didasarkan pada delik fungsional. 131 Menurut delik fungsional, korporasi tidaklah dibentuk tanpa suatu tujuan, dan dalam pencapaian tujuan suatu korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia alamiah. Dengan demikian, kemampuan bertanggungjawab oleh orang- orang yang berbuat untuk dan atas nama korporasi dapat dialihkan menjadi kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subjek tindak pidana. 132 Menurut Sutan Remi Sjahdeni, ada 4 sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana korporasi yang dapat diberlakukan, antara lain: 133 1. Pengurus korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan karenanya penguruslah yang bertanggungjawab. 2. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan pengurus yang bertanggungjawab. 130 Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit., hlm. 46. 131 Ibid. 132 H. Setiyono, Kejahatan Korporasi Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia , Malang:Bayumedia Publishing, 2003, hlm. 106. 133 Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit., hlm. 55 Universitas Sumatera Utara 3. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan korporasi yang bertanggungjawab. 4. Pengurus dan korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan keduanya pula yang harus bertanggungjawab. Ajaran atau doktrin yang merupakan falsafah pembenaran atas pertanggungjawaban kepada korporasi, yaitu: 1. Doktrin Identifikasi Berdasarkan teori identifikasi, kesalahan dari anggota direksi atau organ perusahaankorporasi yang tidak menerima perintah dari tingkatan yang lebih tinggi dalam perusahaan, dapat dibebankan kepada perusahaankorporasi. 134 Menurut doktrin ini, perusahaan dapat melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan atau korporasi itu sendiri. Dengan demikian, perbuatan itu tidak dipandang sebagai pengganti sehingga pertanggungjawaban perusahaan atau korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. 135 2. Doktrin Strict Liability Menurut Doktrin Strict Liability, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya kesalahan kesengajaan atau kelalaian pada pelakunya. Prinsip tanggungjawab mutlak ini dimaksudkan 134 Bismar Nasution, “Kejahatan Korporasi”, http:www.bismar.wordpress.com20091223kejahatan-korporasi terakhir diakses tanggal 2 April 2013. 135 Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit, hlm. 56. Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan. 136 3. Doktrin Vicarious Liability Doktrin yang pada mulanya diadopsi di Inggris ini sebagaimana disebutkan di penjelasan sebelumnya, menyebutkan bahwa korporasi bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai- pegawainya, agenperantara atau pihak-pihak lain yang menjadi tanggung jawab korporasi. Dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu individu tersebut, kesalahan itu secara otomatis diatribusikan kepada korporasi. Dalam hal ini korporasi bisa dipersalahkan meskipun tindakan yang dilakukan tersebut tidak disadari atau tidak dapat dikontrol. 137 4. Doktrin of delegation Doktrin ini merupakan salah satu dasar pembenaran untuk dapat membebankan pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pegawainya kepada korporasi. Menurut doktrin tersebut, alasan untuk dapat memberikan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah adanya pendelegasian kewenangan dari seseorang kepada orang lain untuk melaksanakan kewenangan yang dimilikinya. Kebijakan hukum telah menentukan bahwa pendelegasian kewenangan yang dilakukan oleh pemberi kerja kepada bawahannnya, tidak dapat menjadi alasan pemaaf bagi pemberi kerja untuk tidak memikul 136 Ibid ., hlm. 58-59. 137 Bismar Nasution, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya. 138 5. The Corporate Culture Model Model budaya kerja korporasi ini merupakan pendekatan yang memfokuskan pada kebijakan yang tersurat atau tersirat yang mempengaruhi korporasi dalam melakukan kegiatan atau usahanya. Menurut model budaya kerja korporasi, tidak perlu menemukan orang yang bertanggungjawab atas perbuatan yang melanggar hukum untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatan itu kepada korporasi. Menurut doktrin ini pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada korporasi, apabila tindak pidana tersebut: 139 a Dilakukan atau tidak dilakukan oleh directing mind korporasi. b Diperintahkan oleh directing mind korporasi agar dilakukan atau tidak dilakukan oleh orang lain. Dalam hal tindak pidana money laundering, bentuk pertanggungjawaban dari korporasi pengaturannya terdapat pada pasal 3 sampai pasal 10 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Korporasi dikenakan pertanggungjawaban menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang : 138 Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Op.Cit., hlm. 64. 139 Ibid., hlm. 64-65. Universitas Sumatera Utara 1. Apabila korporasi Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan atas Harta Kekayaan, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan tersebut yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. 140 2. Apabila korporasi menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 141 3. Apabila korporasi Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang 140 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 141 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 142 Tindak pidana sebagaimana di atas dapat dijatuhkan kepada Korporasi dan atau Personil pengendali Korporasi. 143 Personil Pengendali Korporasi adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya. 144 Lalu, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dikatakan, pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang: 145 1. Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; 2. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; 3. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; 4. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah. 146 Selain pidana denda, terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: 147 142 Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 143 Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 144 Pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 145 Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara 1. Pengumuman putusan hakim 2. Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi 3. Pencabutan izin usaha 4. Pembubaran danatau pelarangan korporasi 5. Perampasan aset korporasi untuk negara, danatau 6. Pengambilalihan korporasi oleh negara. Dalam hal korporasi tidak mampu membayar pidana denda, maka pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan. 148 Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar 149 , di mana pidana denda tersebut dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun, 4 empat bulan. 150 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pasal 6 ayat 2 huruf a Undang-Undang No 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pidana dapat dijatuhkan kepada Korporasi apabila tindak pidana pencucian uang dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi adalah berdasarkan kepada 146 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 147 Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 148 Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 149 Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 150 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara doktrin identification theory directing mind theory dan doktrin vicarious liability . Doktrin identification theory menyatakan bahwa orang personil pengendali korporasi yang bertindak bukan berbicara atau bertindak atas nama perusahaan. Ia bertindak sebagai perusahaan, dan akal pikirannya yang mengarahkan tindakannya berarti adalah akal pikiran dari perusahaan. Jika akal pikirannya bersalah, berarti kesalahan itu merupakan kesalahan perusahaan. Dengan kata lain unsur mens rea guilty mind dari pertanggungjawaban pidana korporasi terpenuhi dengan dipenuhinya unsur mens rea pengurus korporasi atau perusahaan tersebut. Begitu pula dengan actus reus guilty act yang diwujudkan oleh pengurus korporasi yang berarti merupakan actus reus perusahaan. 151 Doktrin vicarious liability menyebutkan bahwa korporasi bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai-pegawainya, agenperantara atau pihak-pihak lain yang menjadi tanggung jawab korporasi. Dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu individu tersebut, kesalahan itu secara otomatis diatribusikan kepada korporasi. Dalam hal ini korporasi bisa dipersalahkan meskipun tindakan yang dilakukan tersebut tidak disadari atau tidak dapat dikontrol. 152 151 Bismar Nasution, Op.Cit. 152 Ibid. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Ditinjau Dari Sistem Pembuktian

3 54 131

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UU NO 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.

0 1 118

UU 8 2010ttg Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 65

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG uu0082010

0 0 65

BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencur

0 0 44

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 15

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang JURNAL ILMIAH

0 0 35