Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang

Money Laundering sebagai kejahatan kerah putih atau white collar crime telah lama ada. Kejahatan money laundering telah ada sejak tahun 1697, di mana seorang perompak bernama Henry Every melakukan perompakan terhadap sebuah kapal Portugis bernama Gung-i-Suwaie yang dari hasil rompakannya tersebut didapatkanlah barang berharga berupa berlian senilai £325.000 poundsterling. 17 £325.000 poundsterling tersebut dalam kurs sekarang setara dengan Rp. 4.798.625.000,- £ 1 = Rp. 14.765,-. 18 Henry Every kemudian menetap di sebuah kota kecil bernama Devanshire di Bideford dan menanamkan uang hasil rampokan tersebut pada transaksi perdagangan berlian di Bideford. Perdagangan berlian tersebut merupakan sarana untuk melakukan pencucian uang milik perampok lain di darat agar uang hasil kejahatan tersebut seolah-olah berasal dari kegiatan perdagangan berlian. Hasil dari rampokan tersebut kemudian dibagikan kepada anak buahnya dan Henry Every pun berhenti melakukan perompakan. 19 Kemudian pada tahun 1920, Al Pacino sebagai salah satu mafia besar di Amerika yang mendapatkan uang yang berasal dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian dan penyelundupan minuman keras, melakukan pencucian uang agar 17 Tb. Irman S. Op.Cit., hlm. 59. 18 Kurs Valuta Asing, http:www.bankmandiri.co.idresourcekurs.asp, terakhir diakses tanggal 10 Maret 2013. 19 Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara uang yang mereka dapatkan dari hasil kejahatan itu terlihat sebagai uang yang halal. Pencucian uang atau money laundering yang dilakukan oleh Al Pacino adalah melalui usaha laundromats atau tempat cuci otomatis, yang untuk pengoperasiannya dimasukkan uang tunai ke dalam mesin tersebut, sehingga uang tunai hasil dari usaha laundromats bisa mempercepat proses pencucian uang. Dalam kegiatan pencucian uang yang dilakukannya, Al Pacino dibantu oleh Meyer Lansky, orang Polandia, seorang akuntan. 20 Walau demikian, Al Capone tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan tersebut, akan tetapi lebih karena telah melakukan penggelapan pajak. Kegiatan yang dilakukan Al Pacino inilah yang memunculkan istilah money laundering. 21 Selain Al Capone, terdapat juga Meyer Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging. Uang hasil bisnis ilegal ini dikirimkan ke beberapa bank-bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasiaan nasabah, untuk didepositokan. Deposito ini kemudian diagunkan untuk mendapatkan pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. 22 20 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2008, hlm. 1. 21 Ziffany Fardinal, “Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagai Tindak Pidana Yang Berkaitan dengan Perbankan ”, www.ziffa.blogpost.com201102tindak-pidana-pencucian-uang- sebagai.html terakhir diakses tanggal 10 Maret 2013 22 Hafis Mu’addab, “Sejarah Money Laundering”, http:hafismuaddab.wordpress.com20120530sejarah-money-loundring.htm, terakhir diakses tanggal 10 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1980-an, uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah, karenanya kemudian muncul istillah “narco dollar ”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik. 23 Asal muasal money laundering dilakukan oleh organisasi kriminal yang sering dikenal dengan sebutan mafia. Money laundering biasanya dilakukan atas beberapa alasan, seperti karena dana yang dimiliki adalah hasil curiankorupsi, hasil kejahatan semisal pada sindikat kriminal, penjualan ganja, pelacuran, penggelapan pajak, dan sebagainya. Atas hal tersebut maka uang tersebut harus “dicuci” atau ditransaksikan ke pihak ketiga, lewat badan hukum, atau melalui negara dunia ketiga. Sehingga uang tersebut dapat diterima kembali oleh pemilik asal uang tersebut seolah-olah berasal dari hasil usaha yang legal. Untuk itu, perlu diperketat mengenai pengawasan aliran dana baik asal usul sumbernya maupun tujuan dana pemakaian dana tersebut. Tujuannya adalah tidak lain untuk memutus dan mencegah rantai aliran dana yang tidak jelas tersebut yang akan “dicucikan” oleh pemiliknya. 24 Ada dua sumber dana haram yang biasanya digunakan dalam praktek money laundering , yaitu dana yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dana tersebut bergentayangan dan dicarikan tempat yang aman untuk menyimpannya oleh pemiliknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya “Dragon Bank”. “Dragon Bank” merupakan salah satu lembaga keuangan yang mengelola “uang haram” setelah menerima pemutihan money laundering dari 23 A.S. Mamoedin, Analisis Kejahatan Perbankan, Jakarta: Rafflesia, 1997, hlm. 291- 292. 24 Op.Cit., Hafis Mu’addab Universitas Sumatera Utara pemilik dana dan berpusat di Vanuatu Pasifik selatan. Dalam perkembangannya, kasus money laundering tidak hanya melibatkan lembaga keuangan, badan hukum, atau lembaga yang lainnya namun juga, saat ini kasus money laundering sudah mulai merambah atau melibatkan lembaga keagamaan yang menurut orang-orang merupakan tempat yang suci dan sakral seperti masjid, gereja, pura, dan wihara. 25 Berdasarkan hal tersebut, dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering, yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan transnasional ini, maka pada tahun 1988 diadakan konvensi internasional, yaitu United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal dengan nama UN Drug Convention . 26 Di Amerika Serikat, sebelum lahirnya United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances pada tahun 1998, telah ada beberapa ketentuan anti-money laundering, seperti The Bank Secrecy Act pada tahun 1970 dan Money Laundering Control Act pada tahun 1986. 27 Money Laundering Control Act ini dibentuk karena kekhawatiran para pengusaha legal di Amerika yang tidak mampu bersaing dengan pelaku pencucian uang yang memiliki dana yang tidak terbatas dan karena pemerintah juga khawatir terhadap dampak dari pencucian uang tersebut sehingga dikeluarkanlah Money Laundering Control Act 1986 yang merupakan peraturan perundang-undangan tentang pencucian uang yang pertama kali dibuat. 28 25 Ibid. 26 Bismar Nasution, Op.Cit., hlm. 21. 27 Ibid., hlm 20 28 Tb. Irman S., Op.Cit., hlm. 5. Universitas Sumatera Utara Kemudian untuk menindaklanjuti konvensi United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tersebut, pada bulan Juli 1989 di Paris dibentuk Financial Action Task Force FATF pada konferensi tingkat tinggi G7 pada tahun 1989. Sedangkan di Indonesia pembentukan undang-undang anti pencucian uang disebabkan masuknya Indonesia ke dalam daftar Non Cooperative Countries and Territories NCCTs oleh FATF pada bulan Juni 2001. Hal ini karena dengan masuknya suatu negara pada daftar NCCTs tersebut dapat menimbulkan akibat buruk terhadap sistem keuangan negara yang bersangkutan, misalnya meningkatnya biaya transaksi keuangan dalam melakukan perdagangan internasional khususnya terhadap negara maju atau penolakan negara lain atas Letter of Credit LC yang diterbitkan oleh perbankan di negara yang terkena counter-measures tersebut. Sejak diundangkannya UU no. 15 tahun 2002 maka Indonesia telah mengkriminalisasi TPPU. 29 Latar belakang dibentuknya UU No. 15 Tahun 2002 adalah karena berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi, baik dalam batas wilayah suatu negara hukum maupun yang dilakukan, melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain, berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, tenaga kerja, dan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotrika dan psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, 29 Ibid. , hlm. 2-3. Universitas Sumatera Utara terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan dan berbagai kejahatan kerah putih. 30 Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk dulu ke dalam sistem keuangan financial system, terutama ke dalam sistem perbankan banking system. Dengan demikian, asal usul harta tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang atau money laundering. 31 Bagi organisasi kejahatan, harta kekayaan sebagai hasil kejahatan ibarat darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran harta kekayaan melalui sistem perbankan internasional yang dilakukan diputuskan, organisasi kejahatan tersebut lama-kelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya, bahkan menjadi mati. Oleh karena itu, harta kekayaan merupakan bagian yang amat penting bagi suatu organisasi kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan bagi organisasi kejahatan melakukan pencucian uang agar asal usul harta kekayaan 30 Op.Cit., Adrian Sutedi, hlm. 4 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara yang sangat dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. 32 Dalam konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah melainkan bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan maupun perbankan.Oleh karena itu diperlukanlah suatu undang-undang untuk melarang pencucian yang dan menghukum dengan berat para pelaku tindak pidana tersebut, dengan ini keluarlah UU No. 15 Tahun 2002. 33 Sehubungan tidak efektifnya UU tersebut dalam penerapannya maka dibuat dan disahkan UU no. 25 tahun 2003 pada tanggal 13 Oktober 2003 dengan memperhatikan ketentuan rekomendasi FATF . Latar belakang dibentuknya UU No. 25 Tahun 2003 dipengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas dana antar negara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini di samping mempunyai dampak positif, juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana yang berskala nasional ataupun internasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk 32 Ibid. 33 Ibid., hlm. 5 Universitas Sumatera Utara menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana hasil tindak pidana money laundering . 34 Berkenaan dengan itu, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, ketentuan dalam undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang ini antara lain meliputi: 35 a. Cakupan pengertian penyedia jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan, tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada di masyarakat, tetapi belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. b. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 34 Ibid., hlm. 8 35 Ibid., hlm. 9-10 Universitas Sumatera Utara c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp. 500.000.000,00 atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana atau tidak bergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. d. Cakupan tindak pidana asal predicate crime diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan di mana pelaku tindak pidana berupaya meyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil tindak pidana, tetapi perbuatan tersebut tidak dipidana. Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal, antara lain: 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. e. Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi Universitas Sumatera Utara keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak. f. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan transaksi keuangan yang mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik anti-tipping off. Hal ini dimaksudkan, antara lain, untuk mencegah perpindahan hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. g. Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum mutual legal assistance dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral, tetapi juga regional dam multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang terorganisasi. Kemudian, karena dirasakan UU no. 25 Tahun 2003 perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegak hukum, praktik, dan standar Universitas Sumatera Utara internasional maka dikeluarkanlah UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 2003 tersebut.

B. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Asas-Asas Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Ditinjau Dari Sistem Pembuktian

3 54 131

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UU NO 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.

0 1 118

UU 8 2010ttg Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 65

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG uu0082010

0 0 65

BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencur

0 0 44

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 15

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang JURNAL ILMIAH

0 0 35