Menurut bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di laut, atau setiap individu jenis tumbuhan yang berasosiasi
dengannya. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk setiap individu tumbuhan yang tumbuh di laut, dan kata mangal untuk
menunjukkan komunitas tumbuhan yang terdiri atas jenis-jenis mangrove. Kata mangrove menurut FAO 1982 sebaiknya digunakan untuk individu
jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Dengan demikian hutan mangrove adalah hutan yang dipengaruhi pasang
surut air laut. Nybakken 1982 menyebutkan hutan bakau atau mangal adalah sebutan
umum yang digunakan untuk menggambarkan suat varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Lebih lanjut dikatakan bakau adalah tumbuhan daratan berbunga yang mengisi
kembali pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang
didominasi oleh tumbuhan ini. Menurut Undang-Undang no 5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan, hutan mangrove terdiri dari dua kata, yaitu hutan dan mangrove. Hutan adalah suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Arti kata mangrove adalah vegetasi
hutan yang tumbuh di antara garis pasang dan surut, tetapi dapat juga tumbuh pada pantai karang, dataran koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis tipis pasir
atau ditimbuni lumpur Bappeda Sidoarjo 2008.
2.9 Keragaman Mangrove dan Kondisi Mangrove di Sidoarjo
Keberadaan mangrove di Pesisir Kabupaten Sidoarjo menarik untuk dikaji. Baik menarik dari aspek kelimpahan jenis maupun model zonasinya. Berdasarkan
data dari Bappeda Sidoarjo, sepanjang garis pantai dan arah daratan zonasi mangrove sangat sulit untuk ditentukan. Hal ini karena sepanjang garis pantai
terdapat berbagai jenis yang berbeda-beda antar lokasi desa sepanjang garis
pantai. Demikian pula ke arah daratan zonasi mangrove sulit untuk dilakukan pengelompokan.
Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan Bappeda Sidoarjo tahun 2010 dari plot yang terletak di Dusun Bromo pada Muara sungai Kepitingan
diketahui terdapat kurang lebih 19 spesies mangrove tegakan yaitu; Acrosticum speciosum, Aegiceras flororidum, Avicenia marina, Avicenia lanata, Avicenia
officianalis, Avicenia alba, Excocaria agallocha, Nypa fruticans, Rhizophora mucronata, Soneratia alba, Soneratia caseolaris, Xylocarpus molucensis,
Calotropis gigantea, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Morinda citrifolia, Passiflora foetida, Sesuvium portulacastrum dan Terminalia catappa.
Avicennia alba merupakan mangrove yang dominan pada kawasan tersebut, hal ini ditunjukkan dari nilai Dominasi relatif yang tertinggi dibanding
dengan jenis mangrove yang ada lainnya. Dengan demikian mangrove Avicennia alba merupakan jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan mengkontrol
komunitas pada kawasan tersebut. Avicennia Alba dan Sonneratia Alba menunjukkan sebaran dengan frekuensi tertinggi pada akawasan tersebut.
Avicennia Alba juga merupakan mangorove yang paling adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat dibanding dengan mangrove lainnya.
Hasil perhitungan luasan hutan mangrove berdasarkan data Bappeda Sidoarjo menggunakan citra satelit Spot rekaman september 2010 adalah
sebagaimana tabel berikut berikut. Tabel 5 Luas hutan mangrove di Kabupaten Sidoarjo
Kecamatan Luas Hutan Mangrove Ha
Buduran Candi
Jabon Porong
Sedati Sidoarjo
Tanggulangin Waru
68,844 136,240
1.006,722 15,461
472,690 221,575
10,838 53,875
Total 1.986,245
Sumber : Bappeda Sidoarjo 2010
Data dari Bappeda Sidoarjo juga menyebutkan bahwa ancaman terbesar komunitas hutan mangrove di pesisir Kabupaten Sidoarjo adalah berupa
perubahan fungsi hutan mangrove menjadi tambak yang sebelumnya dilakukan penebangan vegetasikayu mangrove. Ancaman ke depan terkait dengan lahan
hutan mangrove adalah perkembangan kawasan yang membutuhkan lahan sebagai tempat beraktifitas seperti industri, pergudangan, perdagangan, dan
permukiman. Kondisi ini akan semakin meningkat dengan ditetapkannya kawasan timur Kecamatan Sedati sebagai kawasan strategis yang pada akhirnya akan
merubah kondisi lingkungan setempat. Penebangan vegetasi mangrove oleh masyarakat masih sering dijumpai
mengingat kayu mangrove mempunyai nilai ekonomi yang cukup baik. Sebagian kelompok masyarakat sudah memahani peran dan fungsi hutan mangrove bagi
kelangsungan ekosistem dipesisir. Hal ini ditunjukkan dengan kesadaran untuk penanaman mangrove secara swadaya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Januari 2012 dengan daerah penelitian di Desa Sawohan, Kecamatan Buduran, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Kegiatan pengolahan dan analisis dilakukan di Laboratorium Fisik Remote
Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Perangkat Keras Hardware dan Perangkat Lunak Software
Hardware dan Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Seperangkat notebook yang terdapat Software :
- PolSARpro v4.2. - ENVI 4.7
- ERDAS IMAGINE 9.1 - Microsoft Word dan Exel 2010
- Google Earth Pro v5.0.1 b. Kamera digital Kodak C143 Easyshare
c. GPS Garmin Oregon 550
3.3 Data
Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Citra TerraSAR-X dual polarization mode high resolution Spotlight
rekaman Desember 2007 sumber : Departemen ITSL, IPB. b. Citra Quickbird yang terdapat pada google earth rekaman Juli 2010
sumber : google earth Data pendukung lainnya :
a. Peta digital tutupan lahan daerah pesisir Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 sumber : Bappeda Sidoarjo.