Campur Kode LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur danatau kebiasaannya yang
dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode.
20
Campur kode sering sekali terjadi dalam keadaan informal atau dalam keadaan santai, seperti
bincang-bincang bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Campur kode jarang terjadi dalam keadaan formal, kalaupun terjadi itu karena tidak ada ungkapan atau kata
yang dapat digunakan dalam bahasa yang dipakai. Dalam kalangan terpelajar, biasanya campur kode terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing
Inggris atau Belanda atau yang lainnya. Campur kode juga terjadi lantara biasanya hanya karena sifat kegengsiannya yang tinggi sehingga berkeinginan
memamerkan kemampuannya. Subyakto dalam Sarwiji mengatakan, campur kode ialah penggunaan dua
bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, kita dapat dengan
bebas mencampur kode bahasa atau ragam bahasa kita; khususnya apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain.
21
Sementara itu, lain halnya dengan apa yang dinyatakan Bell dalam Arsil, [
„language mixture’ far from making communication for bilinguals with substantially shared
repertoires more difficult, actually facilitates it]
22
, maksudnya campur bahasa tidaklah membuat komunikasi yang pada dasarnya saling berbagi informasi lebih
sulit, pada dasarnya hal itu memudahkan komunikasi. Namun, Suwito dalam Wijana menyatakan, campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana
orang mencampur dua atau lebih bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, unsur-unsur yang menyisip tersebut
tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. pada unsur tersebut dapat disisipi kata, kata ulang, kelompok kata, idiom maupun klausa.
23
Sementara itu, Suwito menyatakan di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan
20
Nababan, op. Cit., h. 32
21
Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa, Surakarta: UNS Press, 2008, h. 87
22
Arsil Marjohan, An Introdution to Sociolingustics, Jakarta: Depdikbud, 1988, h. 51`
23
Putu Wijana, op. Cit,. h. 171
timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa yang menggunakan bahasa itu; sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang
hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya.
24
Seseorang bercampur kode harus dilihat dulu siapakah dia, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan,
rasa keagamaan dan sebagainya. Fungsi kebahasaan mempengaruhi sejauh mana seseorang bercampur kode. Seseorang yang mempunyai kemampuan dalam
berbahasa lebih dari satu bahasa akan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam melakukan campur kode. Namun, tidak semua orang yang menguasai lebih
dari satu bahasa dapat bercampur kode karena dilihat juga dari apa yang hendak dicapai oleh seorang penutur. Menurut Suwito:
Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi kebahasaan lingustic convergence yang unsur-unsurnya berasal dari
beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Unsur-unsur demikian dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu yang bersumber dari bahasa asli dengan variasi-variasinya campur kode ke dalam dan bersumber dari bahasa
asing campur kode ke luar.
25
Seorang penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi dengan bahasa daerah seperti bahasa Jawa disebut campur kode ke dalam. Hal ini dapat dikatakan
bahwa seorang penutur adalah orang yang cukup kuat rasa kedaerahannya. Peristiwa semacam ini dapat dikatakan bahasa Indonesia yang kedaerah-daerahan.
Sementara itu, seorang penutur yang berbicara bahasa Indonesia yang disisipi bahasa asing disebut campur kode ke luar. Campur kode dengan penyisipan
bahasa asing dapat menunjukkan bahwa penutur adalah orang yang berpendidikan tinggi. Latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan
menjadi dua tipe yaitu, tipe yang berlatar belakang pada sikap attitudinal type dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan linguistic type.
26
Tipe latar belakang sikap maksudnya sikap seorang penutur ketika berbicara dengan situasi yang
pendengarnya memiliki kemampuan bahasa yang lebih. Sementara itu, tipe latar belakang kebahasaan maksudnya seseorang yang melakukan campur kode karena
24
Suwito, op. Cit., h. 75
25
Suwito, op. Cit., h. 75-76
26
Ibid., h. 77
faktor memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih yang sangat baik. Dari banyak pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa, campur kode adalah penggunaan
dua bahasa atau lebih dalam sebuah percakapan maupun dalam wacana yang dilakukan hanya sebatas serpihan-serpihan kata. Berikut penjelasan mengenai
beberapa wujud campur kode berupa kata, frasa, dan klausa, kalimat, singkatan, dan istilah:
1. Kata
Dalam kajian morfologi, kata adalah satuan terbesar yang bermakna.
27
Sementara, dalam sintaksis, kata adalah satuan terkecil, yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih
besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda
kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
28
Chaer menyatakan, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis kata, khususnyayang termasuk kelas terbuka nomina, verba, dan ajektifa dapat mengisi fungsi-fungsi
sintaksis. Sedangkan kata-kata dari kelas tertutup numeralia, preposisi, dan konjungsi.
29
Kata nomina contohnya seperti meja, kursi, kuda, dan lain sebagainya. Sedangkan, kata kerja seperti tidur, makan, nyapu, nyuci, dan lain
sebagainya. Kata sifat seperti cantik, baik, sabar, dan lain sebagainya. Kata keterangan contohnya kemarin, hari ini, lusa, dan lain-lain. Selanjutnya kata
bilangan seperti satu, seribu, ketiga, dan lain-lain. Berbeda dengan Chaer, Hasan Alwi, dkk menyatakan:
Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama verba atau kata kerja, nomina atau kata kerja, adjektiva atau kata sifat,
adverbia atau kata keterangan. Disamping itu, ada satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompok yang
lebih kecil, misalnya preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.
30
27
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskritif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 5
28
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007, h. 219
29
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009, h. 38
30
Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, h. 36
2. Frasa
Frasa atau frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
31
Ramlan dalam Sukini menyatakan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
Maksudnya gabungan dua kata atau lebih tidak melampaui fungsi S subjek, atau fungsi P predikat.
32
Berdasarkan kelas katanya frasa terbagi menjadi: a.
Frasa nominal Frasa nominal adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama
dengan nominakata benda kesamaan distribusi itu terlihat dengan jelas dari jajarannya.
33
Contohnya, pabrik kopi, buku tulis, jilbab bermotif, dan lain sebagainya.
b. Frasa Verba
Frasa verba adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan verba.
34
Contohnya, sedang menari, sudah datang, berdiri lagi, dan sebgainya.
c. Frasa adjektival
Frasa adjektival adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan adjektif.
35
Contohnya, sangat malas, hitam manis, senang gembira, dan sebagainya.
d. Frasa adverbia
Frasa adverbia adalah rasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan
dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.
36
31
Abdul Chaer, op. Cit., h. 222
32
Sukini, Sintaksis: Sebuah Panduan Praktis, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010, h. 20
33
Ibid., h. 30
34
Ibid.
35
Ibid., h. 31
36
Joni Endratmo, Definisi dan Jenis-Jenis Frasa, pada http:joniemudahtersinggung.blogspot.com201201definisi-dan-jenis-jenis-frasa.html
,diakses 10 Juli 2014, pukul 19:58
e. Frasa numeral
Frasa numeral adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata bilangan.
37
Contohnya, dua ribu, tujuh lapis, lima piring, dan sebagainya.
f. Frasa preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang terdiri atas kata depan sebagai perangkai,
diikuti oleh
kata atau
frasa sebagai
aksissumbunya.
38
Contohnya, di dalam rumah, kepada masyarakat, dan sebaginya.
3. Klausa
Klausa adalah tataran sintaksis yang berada di atas frasa dan di bawah kalimat. Chaermenyatakan:
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata
atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lainnya sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat
yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib.
39
Sebagai contohnya meja makan dan adik makan dapat kita bandingkan. Meja makan bukanlah sebuah klausa karena kata meja dan kata makan tidak
bersifat predikatif. Sedangkan adik makan adalah sebuah klausa karena kata adik dan kata makan terdapat sifat predikatif. Adik adalah pengisi subjek dan
makan adalah pengisi predikat.
4. Kalimat
Sukini menyatakan, kalimat adalah kontruksi sintaksis yang berupa klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas, dan mempunyai pola intonasi final.
40
Namun, Alwi: kridalaksana dalam Ida Bagus menyatakan, dalam wujud
37
Ibid.
38
Ibid., h. 32
39
Abdul Chaer, op. Cit., Linguistik Umum, h. 231
40
Sukini, op. Cit., h. 54-55
tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
41
5. Singkatan
Ramlan dan Mahmudah menyatakan, singkatan ialah kependekan yang berupa huruf atau gabungan huruf baik dilafalkan huruf demi huruf seperti
DPR, LSM maupun yang tidak seperti dll. dan dsb.
42
Semenatara itu, Niknik menyatakan, singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
43
6. Istilah
Dalam kamus Linguistik Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat
yang khas dalam bidang tertentu.
44