Sosiolinguistik LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

mempelajari dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Berbeda dengan Hudson, Made Iwan menyatakan, [sociolingustics ias a branch of linguistics that takes language as an object of study, in a way that is usually distinguished from how syntax, semantics, morphology, and phpnology handle it. It is a field that analyzes language as part of social property]. 7 Maksudnya sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mengambil bahasa sebagai objek studi. Bidang ilmu ini menganalisis bahasa sebagai bagian yang properti sosial. Dapat dilihat dari pemaparan di atas mengenai sosiolinguistikdapat disimpulkan, sosiolinguistik adalah ilmu yang terbagi dari dua disiplin ilmu linguistik dan ilmu sosiologi. Linguistik merupakan kajian yang mempelajari struktur bahasa, sedangkan sosiologi merupakan kajian yang mempelajari ilmu sosial dalam masyarakat. Penelitian sosiolinguistik sendiri terdiri dari struktur bahasa dan faktor-faktor sosial. Jadi, sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membahas aspek kemasyarakatan bahasa, seperti perbedaan variasi bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan dan dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.

B. Kedwibahasaan

Indonesia memiliki beraneka ragam bahasa daerah disamping bahasa nasional negara Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, tidak heran setiap orang menguasai lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi di dalam masyarakat. Hal yang seperti ini sering kita dengar dengan sebutan dwibahasaan.Menurut Wojowasito, dwibahasaan atau bilingualisme adalah seseorang berbahasa dua atau lebih sejak ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa dan memahami apa yang dikatakan atau ditulis dalam bahasa-bahasa tersebut. 8 Haugen dalam Suwito menyatakan, kedwibahasaan sebagai tahu dua bahasa knowledge of two languages. Seseorang dwibahasawan tidak harus menguasai dua bahasa secara 7 Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistics: The Study of Societies’ Languages, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, h. 9 8 Wojowasito, Perkembangan Ilmu Bahasa Linguistik Abad-20, Bandung: Shinta Dharma, 1976, h. 86 aktif, cukuplah apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa. 9 Nababan menyatakan, kalau kita melihat orang memakai dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. 10 Jika kedwibahasaan merupakan biasaan menggunakan dua bahasa atau lebih lain halnya dengan kemampuan menggunakan dua bahasa atau lebih yang biasa disebut kedwibahasawanan atau dapat disebut bilingualitas. Chaer dan Leonie mengatakan, untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus mengguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya disingkat B1, dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya disingkat B2. Orang dapat menggunanakan kedua bahasa itu disebut orang bilingual dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan. 11 Pemaparan di atas menyebutkan istilah bilingualitas. Bilingualitas adalah tingkat penguasaan setiap bahasa, dan jenis keterampilan yang dikuasai seperti berbicara, menyimak, menulis, atau membaca. 12 Aslida dan Leni menyatakan: Kedwibahasaan artinya kemampuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan menggunakan dua bahasa atau bilingualitas dan kebiasaan menggunakan dua bahasa atau bilingualism. 13 Sementara itu, Lesley and Matthew menyatakan, [bilinguals are often unable to remember which language was used in any particular exchange] 14 , maksunya seperti bilingual punya kecenderungan untuk tidak mampu mengingat bahasa yang mereka gunakan saat melakukan pertukaran bahasa. Lain halnya dengan 9 Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal, Surakarta: Henary Offset Solo, 1985, h. 43 10 Nababan, op. Cit., h. 27 11 Abdul Chaer dan Leonie Agustina., op. Cit, h. 112 12 Nababan, op. Cit., h. 6 13 Aslinda dan Leni, op. Cit., h. 8 14 Lesley Milroy and Matthew Gordon, Sociolinguistics: Method and Interpretation, England: Oxford England, 2003, 212 Pride yang menyatakan, [one should note that a community whose members prossess one ‘mother tongue’ or pre-school language and many of whom go on to learn and use another la nguage can be referred to as ‘monolingual’ or ‘bilingual’] 15 , maksudnya bilingual dapat siasosiasikan dalam kelompok yang salah satu anggotanya menguasai bahasa ibu dan kemudian belajar dan menggunakan bahasa lain. Para ahli telah memberikan pengertiannya masing- masing dengan apa yang dimaksud dengan kedwibahasaan. Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kedwibahasaan, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan dipengaruhi banyak aspek sosial, seperti individu, pedagogis, dan psikologi.

C. Campur Kode

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Setiap negara tidak hanya memiliki satu bahasa saja karena selain bahasa nasional yang telah ditetapkan suatu negara pastinya sebuah negara memiliki bahasa lain yang mereka gunakan. Seperti negara Indonesia yang bahasa nasionalnya adalah bahasa Indonesia namun, tidak semua masyarakat Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia saja. Mereka juga mempunyai bahasa pertama atau bahasa ibu atau bahasa daerah dari masing- masing daerah yang mereka pergunakan juga untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Selain itu banyaknya budaya di Indonesia mempengaruhi juga banyaknya bahasa yang digunakan. Sebelum berbicara jauh mengenai apa itu campur kode, alangkah baiknya menjelaskan apa itu kode.Pateda menyatakan: seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi baik pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. 15 J. B. Pride, The Social Meaning of Language, London: Oxford University Press, 1971, h. 26