Kedwibahasaan LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Pride yang menyatakan, [one should note that a community whose members prossess one ‘mother tongue’ or pre-school language and many of whom go on to learn and use another la nguage can be referred to as ‘monolingual’ or ‘bilingual’] 15 , maksudnya bilingual dapat siasosiasikan dalam kelompok yang salah satu anggotanya menguasai bahasa ibu dan kemudian belajar dan menggunakan bahasa lain. Para ahli telah memberikan pengertiannya masing- masing dengan apa yang dimaksud dengan kedwibahasaan. Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kedwibahasaan, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan dipengaruhi banyak aspek sosial, seperti individu, pedagogis, dan psikologi.

C. Campur Kode

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Setiap negara tidak hanya memiliki satu bahasa saja karena selain bahasa nasional yang telah ditetapkan suatu negara pastinya sebuah negara memiliki bahasa lain yang mereka gunakan. Seperti negara Indonesia yang bahasa nasionalnya adalah bahasa Indonesia namun, tidak semua masyarakat Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia saja. Mereka juga mempunyai bahasa pertama atau bahasa ibu atau bahasa daerah dari masing- masing daerah yang mereka pergunakan juga untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Selain itu banyaknya budaya di Indonesia mempengaruhi juga banyaknya bahasa yang digunakan. Sebelum berbicara jauh mengenai apa itu campur kode, alangkah baiknya menjelaskan apa itu kode.Pateda menyatakan: seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi baik pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. 15 J. B. Pride, The Social Meaning of Language, London: Oxford University Press, 1971, h. 26 Tindakan itu, misalnya memutuskan pembicaraan atau mengulangi lagi pernyataan. 16 Sementara itu, Poedjosoedarmo dalam Kunjana mengatakan, kode dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa. 17 Menurut Suwito,istilah kodedimaksudkan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan. 18 Dari pemaparan pengertian mengenai kode, dapat disimpulkan, kode adalah sebuah tanda untuk menandakan sesuatu yang telah disepakati bersama untuk dapat dipakai berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Manusia tidak hanya menguasai satu bahasa saja, mereka dapat menguasai dua bahasa atau bahkan lebih dari dua bahasa. Kemampuan seseorang dalam menggunakan dua bahasa atau lebih di sebut multilingual. Suwito menyatakan, apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Oleh karena itu, kontak bahasa dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bahasa. Perubahannya dapat berupa unsur bahasa satu dengan bahasa lainnya yang salah satunya perubahan itu adalah campur kode. Dalam keadaan kedwibahasaan, banyak orang mencampuradukan dua bahasa atau lebih tanpa ada sesuatu yang menuntut untuk mencampuradukan. Membahas campur kode, Aslinda dan Leni menyatakan, campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. 19 Nababan menyatakan, suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa speech act discourse tanpa ada 16 Mansoer Pateda,Sosiolinguistik, Bandung: Angkasa, 1987, h. 83 17 Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 25. 18 Suwito, op. Cit., h. 67 19 Aslinda dan Leni, op. Cit., h. 87 sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur danatau kebiasaannya yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode. 20 Campur kode sering sekali terjadi dalam keadaan informal atau dalam keadaan santai, seperti bincang-bincang bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Campur kode jarang terjadi dalam keadaan formal, kalaupun terjadi itu karena tidak ada ungkapan atau kata yang dapat digunakan dalam bahasa yang dipakai. Dalam kalangan terpelajar, biasanya campur kode terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing Inggris atau Belanda atau yang lainnya. Campur kode juga terjadi lantara biasanya hanya karena sifat kegengsiannya yang tinggi sehingga berkeinginan memamerkan kemampuannya. Subyakto dalam Sarwiji mengatakan, campur kode ialah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, kita dapat dengan bebas mencampur kode bahasa atau ragam bahasa kita; khususnya apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain. 21 Sementara itu, lain halnya dengan apa yang dinyatakan Bell dalam Arsil, [ „language mixture’ far from making communication for bilinguals with substantially shared repertoires more difficult, actually facilitates it] 22 , maksudnya campur bahasa tidaklah membuat komunikasi yang pada dasarnya saling berbagi informasi lebih sulit, pada dasarnya hal itu memudahkan komunikasi. Namun, Suwito dalam Wijana menyatakan, campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, unsur-unsur yang menyisip tersebut tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. pada unsur tersebut dapat disisipi kata, kata ulang, kelompok kata, idiom maupun klausa. 23 Sementara itu, Suwito menyatakan di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan 20 Nababan, op. Cit., h. 32 21 Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa, Surakarta: UNS Press, 2008, h. 87 22 Arsil Marjohan, An Introdution to Sociolingustics, Jakarta: Depdikbud, 1988, h. 51` 23 Putu Wijana, op. Cit,. h. 171