1.1  Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi informasi berdampak pada perkembangan media massa yang begitu  cepat.  Kemajuan  tersebut  tidak  dapat  dipungkiri  membawa  dampak  terhadap
berbagai  bidang  kehidupan  masyarakat.  Beragamnya  media  massa  yang  ada  telah berperan  besar  dalam  membawa  masyarakat  memasuki  era  informasi.  Dari  berbagai
media massa yang ada, televisi masih dianggap sebagai media yang paling berpengaruh menimbulkan terpaan antar rumah tangga, bahkan antar anggota dalam satu rumah.
Kehadiran  televisi  dalam  kehidupan  manusia  memperlihatkan  suatu  peradaban yang  lebih  maju,  khususnya  dalam  proses  komunikasi  dan  informasi  yang  bersifat
massa.  Televisi  adalah  media  massa  yang  muncul  belakangan  dibanding  media  cetak dan  radio.  Kenyataannya,  televisi  merupakan  media  massa  yang  paling  memberikan
nilai yang luar biasa dalam sisi pergaulan hidup manusia hingga saat ini. Media televisi  memiliki daya tarik  yang sedemikian  besarnya. Daya tarik televisi
mampu  merubah  pola  kehidupan  rutinitas  manusia.  Bahkan  televisi  tetap  tidak  dapat tersaingi  oleh  kehadiran  media  interaktif  terbarukan,  yaitu  Internet.  Di  Indonesia,
populasi  pesawat  televisi  tidak  kurang  dari  40  juta  unit  dengan  pemirsa  lebih  dari  200 juta orang, jauh lebih banyak dibandingkan dengan komputer yang hanya sekitar 5,9 juta
unit Dharmanto, 2007. Media televisi tumbuh dan  berkembang  menjadi panutan  baru bagi  kehidupan  manusia.  Pada  akhirnya,  media  televisi  telah  berwujud  menjadi  alat
ampuh  bagi  kehidupan  manusia  dalam  pencapaian  integrasi,  baik  untuk  kepentingan politik  maupun  perdagangan,  bahkan  untuk  melakukan  perubahan  ideologi  dan
kebudayaan pada sebuah sistem sosial tertentu yang sudah ada sejak lama. Kehebatan  televisi  sebagai  saluran  komunikasi  massa  nyaris  tidak  dapat
dipungkiri.  Media  televisi  lebih  berhasil  dalam  memikat  lebih  banyak  khalayak dibandingkan dengan media massa lainnya. Siaran televisi tersaji secara audiovisual dan
moving,  sehingga  mampu  untuk  memperlihatkan,  mendramatisasi  dan  mempopulerkan potongan-potongan  kecil,  serta  fragmen  kultural  dari  informasi.  Kemampuan  televisi
menguasai  jarak  secara  geografis  dan  sosiologis  memberi  peluang  kepada  khalayak untuk  dapat  menikmati  gambar  dan  suara  yang  nyata  atas  suatu  kejadian  di  belahan
bumi  lain. Selain  itu, siaran televisi  memiliki  kemampuan dalam  menguasai ruang dan waktu, sehingga dapat menjangkau khalayak massa yang cukup besar.
Kelemahan  televisi  sebagai  media  massa  adalah  bersifat  persinggahan  pesan, sehingga  isi  pesannya  sulit  diingat  secara  maksimal  oleh  pemirsanya.  Media  televisi
terikat  oleh  waktu  tayang  program.  Untuk  mengatasinya,  produser  televisi  biasanya memberikan  penekanan  terhadap  suatu  program  tertentu  dengan  menayang-ulang
beberapa  kali  pada  waktu  tayang  lainnya.  Selain  itu,  siaran  televisi  memiliki  tingkat kerumitan  tersendiri  dibandingkan  dengan  media  cetak  dan  radio.  Hal  ini  berkaitan
dengan  penguasaan  teknologi  hingga  keahlian  dalam  membuat  program-progam acaranya.
Seperti  halnya  media  massa  lainnya,  televisi  berperan  sebagai  sarana  informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah  secara geografis. Siaran televisi tidak
sekedar memperlancar perubahan, mencegah perubahan atau bahkan tidak menimbulkan perubahan sama sekali. Dampak siaran televisi terhadap khalayak dapat bersifat kognisi,
yaitu berkenaan dengan pengetahuan dan opini, serta afeksi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan, tindakan atau perubahan perilaku McQuail, 1991.
Siaran  televisi  yang  tersaji  secara  audiovisual  menjadikan  televisi  sangat  dekat dengan kehidupan khalayaknya, misalnya sinetron, berita, infotainment, film, iklan, dan
sebagainya.  Siaran  televisi  tersebut  hadir  di  ruang-ruang  keluarga  sebagai  wujud kontribusi  yang  besar  terhadap  kebutuhan  informasi,  hiburan  maupun  pendidikan.
Khalayak  melakukan  penafsiran  yang  berbeda-beda  dan  berperilaku  yang  beraneka ragam  ketika  menyaksikan  siaran  televisi.  Hal  tersebut  terjadi  karena  kebutuhan
khalayak terhadap isi siaran televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi, situasi dan kondisi psikologisnya saat menonton televisi.
Salah  satu  siaran  televisi  juga  berusaha  memikat  khalayaknya  adalah  iklan. Tayangan  iklan  memberi  kontribusi  cukup  besar  bagi  keberlangsungan  siaran  televisi.
Stasiun  televisi  berlomba-lomba  dalam  menyiarkan  program  yang  mampu  memikat khalayak  sebanyak-banyaknya.  Hal  tersebut  dilakukan  dengan  harapan  banyaknya
pengiklan yang beriklan di stasiun televisi tersebut. Perkembangan  dalam  dunia  bisnis  saat  ini  sejalan  dengan  semakin  kompleksnya
kebutuhan  masyarakat  terhadap  barang  konsumsi,  baik  produk  maupun  jasa.  Hal tersebut  membuat  produsen  berlomba-lomba  untuk  memproduksikan  produk  maupun
jasa kepada masyarakat. Produk maupun jasa tersebut diperkenalkan kepada masyarakat melalui  suatu  strategi  yang  dikenal  dengan  komunikasi  pemasaran.  Persaingan  dalam
dunia komunikasi
pemasaran semakin
ketat. Salah
satunya bagaimana
mengkomunikasikan produk maupun jasa  melalui periklanan. Penayangan iklan di televisi dapat dikatakan sebagai cara cepat dan efektif dalam
membawa  perubahan  di  masyarakat  di  mana  dilakukan  melalui  penggunaan  teknologi
berbasis  komunikasi.  Dalam  hal  ini,  televisi  berperan  sebagai  agen  pembangunan mampu  menciptakan  citra  baru,  mobilitas  psikis,  dan  empati  dalam  pemaksimalan
penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat Dilla, 2007. Iklan merupakan bentuk penyampaian pesan dari suatu produk atau merek kepada
khalayak.  Secara  umum,  proses  penciptaan  iklan  berawal  dari  inisiatif  pengiklan. Pengiklan  adalah  pemilik  atau  produsen  dari  produk  atau  merek  tersebut.  Pengiklan
membayar suatu biro iklan untuk menciptakan pesan iklan. Melalui proses perencanaan periklanan, selain menciptakan iklan, biro iklan juga mengkampanyekan pesan produsen
tersebut  kepada  khalayak.  Biro  iklan  yang  disewa  oleh  pengiklan  disebut  sebagai pencipta iklan.
Iklan  disebarkan  kepada  khalayak  melalui  berbagai  media  massa.  Salah  satunya adalah  melalui  media  televisi.  Pada  iklan  televisi,  gambar  yang  tersaji  bersifat
audiovisual  dan  moving.  Pesan  yang  terkandung  dalam  iklan  televisi  memiliki kemampuan  untuk  menarik  perhatian  khalayak  pada  simbol  atau  ide-ide  tertentu.
Langsung  maupun  tidak  langsung,  iklan  televisi  harus  mampu  mempersuasif  khalayak melalui  pesan-pesan  komunikasinya  dalam  bentuk  simbol  dari  produk  atau  jasa  yang
dipromosikan.  Selain  itu,  iklan  televisi  harus  memiliki  kemampuan  daya  pikat  dan rangsangan yang kuat agar khalayak sering teringat dan membayangkannya.
Pada dasarnya simbol atau ide tersebut adalah produk sosial yang bersifat khusus yang  sudah  ada  di  masyarakat.  Produk  sosial  tersebut,  antara  lain  kepercayaan,  sikap,
nilai, perilaku,  maupun  hasil karya  nyata  yang ada di  masyarakat. Oleh pencipta  iklan, produk  sosial  tersebut  diinternalisasi  secara  subyektif  dan  kemudian  dituangkan  ke
dalam  sebuah  iklan.  Simbol  atau  ide  tersebut  dikonstruksi  sedemikian  rupa  dengan harapan dapat membentuk citra bagi produk maupun jasa yang diiklankan. Simbol atau
ide tertentu yang tertuang dalam  sebuah  iklan televisi  berbentuk  verbal dan  nonverbal. Proses  demikian  disebut  Bungin  2001  sebagai  hasil  reproduksi  sosial  pada  iklan  di
televisi. Banyaknya  iklan  produk  dan  jasa  di  televisi,  terutama  iklan  sejenis  yang
menyebabkan  pesan  dalam  sebuah  iklan  di  televisi  harus  dapat  memberikan  daya  tarik dan citra tersendiri bagi khalayaknya. Hal tersebut dimaksudkan agar terjadi kesesuaian
antara isi pesan yang terkandung dalam iklan dengan yang dipersepsikan oleh khalayak, sehingga  pesan    tersebut  mampu  memposisikan  merek  dari  produk  atau  jasa  yang
diiklankan  ke  dalam  benak  khalayak.  Contoh  persaingan  iklan  yang  semakin  keras dalam merebut sepotong kavling dalam benak konsumen adalah iklan rokok di televisi.
Konsumen dalam menghadapi keterdedahan tersebut mengalami pertarungan yang hebat dalam  benaknya.  Para  produsen  rokok  melalui  pencipta  iklannya  berusaha
memposisikan  merek  produknya  agar  mudah  dan  selalu  diingat,  serta  diprioritaskan untuk dibeli setiap kali dibutuhkan konsumen.
Rokok merupakan salah satu produk yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, baik pria dan wanita, termasuk yang berusia remaja bahkan anak-anak. Data pada tahun
2005  menunjukkan  produksi  rokok  nasional  mencapai  202,3  milyar  batang  Kompas, 2006.  Pada  tahun  2006  produk  rokok  dengan  kategori  mild  atau  low  tar  low  nicotin,
sebanyak  17,2  persen  dikuasai  oleh  produsen  rokok  HM  Sampoerna  Kompas,  2006. Meningkatnya  jumlah  produk  rokok  sejalan  dengan  bertambahnya  jumlah  perokok,
khususnya  pemula.  Gencarnya  promo  dan  iklan  di  berbagai  media  massa  disinyalir memberi dampak terhadap lahirnya perokok pemula Kompas, 2008.
Menurut riset Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM tahun 2006, sebanyak 9.230  iklan  rokok  terdapat  di  televisi,  1.780  iklan  di  media  cetak  dan  3.239  iklan  di
media  luar  ruang  seperti  umbul-umbul,  papan  reklame  dan  baliho  Kompas,  2007b. Data  tersebut  menunjukkan  bahwa  televisi  merupakan  media  yang  menjadi  primadona
bagi pengiklan dan pencipta iklan rokok. Pemprov  DKI  Jakarta,  melalui  Peraturan  Daerah  No.  2  Tahun  2005,  sejak  tahun
2006 telah memberlakukan pelarangan merokok di kawasan-kawasan tertentu di wilayah DKI  Jakarta.  Untuk  kepentingan  kampanye  periklanan,  Pemerintah  juga  telah
mengeluarkan  Peraturan Pemerintah PP No. 811999 tentang pembatasan  iklan rokok di  media  massa.  Misalnya,  karakter  produk  dalam  iklan  rokok tidak  boleh  divisualkan
secara terang-terangan dalam iklan. Bagi  kreator  iklan,  diduga  hal  tersebut  tentu  membatasi  gerak  kreativitasnya,
namun  kenyataannya  justru  menciptakan  karya-karya  kreatif  bagi  iklan  rokok tersebut. Seperti yang disebutkan Majalah Cakram 2002 bahwa dalam perkembangannya, aturan
ketat tersebut tidak membuat gagasan para pembuat iklan rokok menjadi tumpul. Iklan  rokok  Sampoerna  A  Mild  di  televisi  terbilang  fenomenal  dalam
menampilkan  big  idea  konsepnya.  Penampilan  konsep  iklan  tersebut  berbeda  dengan iklan  rokok  pesaingnya.  Misalnya,  iklan  rokok  Marlboro  dengan  menampilkan
kejantanan,  iklan rokok Djarum 76 dengan  menampilkan cinta dan kasih sayang,  iklan rokok  Pall  Mall  dengan  menampilkan  gaya  hidup,  iklan  rokok  Gudang  Garam  dengan
menampilkan kejantanan dan keberanian laki-laki.
Majalah  Cakram  2002  mengungkapkan  bahwa  iklan  Sampoerna  A  Mild mendobrak tradisi lama iklan-iklan rokok yang saat itu di tengah persaingan ketat rokok
rendah tar dan rendah nikotin. Sampoerna A Mild tetap memantapkan posisinya sebagai pemimpin pasar. Positioning yang ditampilkan Sampoerna A Mild adalah rokok rendah
tar  dan  nikotin,  sehingga  perokok  dapat  tetap  merokok  tanpa  terlalu  banyak  diracuni oleh  nikotin.  Ide  atau  gagasan  dasar  dalam  iklan  rokok  tersebut  melahirkan  berbagai
positioning statement  yang khas,  seperti  How  Low  Can  You Go, Bukan  Basa Basi dan Tanya Kenapa ?
Dalam  ilustrasi  iklannya, Sampoerna  A  Mild selalu  menampilkan  simbol dan  ide realitas sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Pada versi awal dengan headline
”How Low Can You Go?
”, pesan dalam iklan Sampoerna A Mild diposisikan sebagai pelopor rokok pertama di Indonesia yang memiliki kadar tar dan nikotin rendah. Iklan versi ini
muncul  di  televisi,  karena  adanya  anggapan  pada  sebagian  masyarakat  bahwa masyarakat semakin peduli untuk hidup sehat, namun tetap dapat merokok tanpa terlalu
banyak  diracuni  oleh  nikotin.  Pada  versi  lainnya,  yaitu  versi  kursi  dengan  headline: ”Kalo Nggak Dibersihin Kutu Busuknya Nggak Bakalan Pergi”. Iklan tersebut muncul
di  televisi  pada  tahun  2004,  ketika  bangsa  sedang  menikmati  pesta  demokrasi,  yaitu pemilihan umum anggota legislatif.
Adakalanya  pula,  Sampoerna  A  Mild  menampilkan  versi  animasi  dengan headline
: ”Others Can Only Follow”. Versi tersebut menggambarkan sesosok alien yang sedang  membawa  bendera  dan  bergerak  lincah,  kemudian  alien  tersebut  diikuti  oleh
alien-alien lain yang berbaris di belakang dan bergerak lamban.  Tampaknya iklan versi animasi  tersebut  muncul  dengan  maksud  untuk  memperkuat  posisi  produk  yang  sudah
tertanam di benak khalayak. Layaknya persaingan dalam dunia bisnis, terikat hukum ekonomi dan hukum pasar
yang  tidak  lepas  dari  rating  dan  sebagai  market  leader  bagi  produk  sejenis.  Segala sesuatu yang terjadi saat ini bersifat sesaat. Hukum pasar terjadi. Ketika muncul produk
lain dengan positioning yang lebih kuat, maka produk akan ditinggalkan konsumennya, atau setidak-tidaknya jumlah konsumen berkurang. Meskipun hal tersebut adalah wajar
dalam persaingan bisnis, namun bukan yang diharapkan oleh produsen. Selanjutnya,  perlu  diketahui  lebih  mendalam  bagaimana  pengiklan  melalui
pencipta  iklan  mempertahankan  posisi  produk  Sampoerna  A  Mild  melalui  kampanye periklanan di media massa, khususnya iklan di televisi. Untuk itu perlu dilakukan, suatu
penelitian  khusus  mengenai  bagaimana  pencipta  iklan  melakukan  proses  reproduksi
sosial  ke  dalam  iklan  Sampoerna  A  Mild  dan  bagaimana  proses  pembentukan  dan penentuan  positioning  iklan  televisi  melalui  reproduksi  sosial  tersebut  pada  iklan
Sampoerna A Mild. 1.2
Perumusan Masalah Penelitian
Televisi  merupakan  salah  satu  media  massa  yang  paling  banyak  menarik  minat pengiklan  untuk  beriklan.  Pada  iklan  televisi,  gambar  yang  tersaji  bersifat  audiovisual
dan moving, sehingga mampu membangkitkan daya pikat dan rangsangan kuat. Artinya, khalayak  akan  sering  teringat  dan  membayangkannya.  Iklan  televisi  memuat  hasil
reproduksi  sosial  dari  simbol  dan  ide  tertentu  yang  bersifat  khusus  yang  ada  di masyarakat. Simbol dan ide tersebut merupakan produk sosial seperti kepercayaan, nilai,
sikap,  maupun  hasil  karya  nyata  yang  ada  di  masyarakat.  Pencipta  iklan  melakukan reproduksi dan internalisasi terhadap produk sosial tersebut dalam meramu pesan iklan.
Reproduksi  sosial  yang  tertuang  dalam  iklan  televisi  bersifat  subyektif  pencipta  iklan. Penciptaan  iklan  dalam  hal  ini  adalah  peran  besar  copywriter  dan  visualizer  yang
mengkonstruksi simbol atau ide khusus tersebut ke dalam sebuah iklan. Rokok  Sampoerna  A  Mild  bukan  satu-satunya  produk  rokok  yang  menggunakan
televisi  untuk  beriklan.  Hampir  kebanyakan  iklan  rokok  seperti  iklan  rokok  Djarum, iklan rokok Marlboro, iklan rokok Gudang Garam, dan sebagainya, juga beriklan dengan
menggunakan  media  yang  sama.  Hal  tersebut  akan  mempengaruhi  konsumen  dalam menentukan  pilihan-pilihan  terhadap  suatu  produk.    Setiap  pesan  dalam  iklan  rokok
menyajikan  positioning  yang  khas  dan    membedakan  dengan  produk  sejenis  lainnya. Tujuannya adalah agar khalayak sasaran dapat membedakan produknya dengan produk
sejenis  lainnya.  Iklan  rokok  Sampoerna  A  Mild  harus  menyajikan  pesan  dengan  cara memposisikan  produknya  melalui  pembentukan  reproduksi  sosial  yang  khas  dan
berbeda pula. Positioning  produk  yang  sudah  tertanam  dan  tercengkeram  kuat  dalam  benak
konsumen  akan  membuat  konsumen  tidak  perlu  berpikir-pikir  lagi  dalam  menjatuhkan pilihannya.  Dalam  hal  ini,  konsumen  akan  menganggap  keputusan  yang  dipilihnya
adalah tepat. Kemenangan produk di pasar dapat ditentukan oleh keseringan konsumen terdedah  oleh  produk  tersebut  dan  kepercayaan  maupun  persepsinya  terhadap  produk
tersebut. Berdasarkan  latar  belakang  dan  identifikasi  masalah  di  atas,  maka  permasalahan
yang diteliti adalah :
1. Bagaimana  proses  reproduksi  sosial  yang  dilakukan  pencipta  iklan  pada  iklan
Sampoerna A Mild ? 2.
Bagaimana  proses  pembentukan  dan  penentuan  positioning  iklan  televisi  melalui reproduksi sosial pada iklan Sampoerna A Mild ?
1.3 Tujuan Penelitian