Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Pengiklan dan Pencipta Iklan

konstruksi realitas dalam tingkatan teks. Ketiga, proses konstruksi realitas dalam tingkatan individu. Tingkatan pertama, berlangsung proses kreatif bagi suatu iklan, dalam hal ini iklan televisi rokok Sampoerna A Mild. Proses kreatif ini dilakukan oleh pengiklan dan pencipta iklan sebagai kelompok kerja teamworks. Tingkatan kedua, berlangsung proses interpretasi terhadap tekspesan iklan rokok Sampoerna A Mild yang tertuang di televisi. Interpretasi dilakukan untuk menemukan makna yang sebenarnya tentang positioning rokok Sampoerna A Mild dalam teks iklan televisi sebagai hasil reproduksi sosial pengiklan dan pencipta iklan. Tingkatan ketiga, interpretasi terhadap pesan iklan televisi rokok Sampoerna A Mild bagi individu pemirsa televisi. Tiga 3 tingkatan analisis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

4.1. Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Pengiklan dan Pencipta Iklan

Penentuan dan pembentukan positioning suatu produk dapat diartikan sebagai titik awal yang sangat menentukan dan bersifat strategik dalam memenangkan persaingan untuk menerobos dan merebut sebagian dari kotak persepsi di benak konsumen. Kenyataannya seringkali ketika memposisikan produk harus berhadapan dalam persaingan yang tajam dan ketat dengan produk lain, terutama produk sejenis. Dalam perencanaan periklanan suatu produk pengiklan dan pencipta iklan berperan sebagai penentu strategi positioning dalam memposisikan produknya di benak konsumen. Peran pengiklan dan pencipta iklan tersebut peneliti uraikan sebagai berikut :

4.1.1. Versi Pengiklan

Handoko, Group Brand Manager PT HM Sampoerna dalam Palupi 1996 mengatakan bahwa pada awalnya, sebagaimana rokok-rokok lain, rokok Sampoerna A Mild dikomunikasikan sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat modern yang sukses dan macho. Tidak ada gambaran keunggulan produk, tetapi lebih kepada citra yang disandangnya. Ini barangkali juga karena keterbatasan-keterbatasan peraturan periklanan untuk jenis rokok yang tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok. Pendekatan rokok Sampoerna A Mild yang demikian ternyata tidak menciptakan perbedaan karakter antara merek rokok Sampoerna A Mild dengan rokok-rokok lainnya. Secara skematis, deskripsi di atas memperlihatkan konstruksi realitas rokok Sampoerna A Mild dalam Gambar 4. Gambar 4. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap awal Gambar 4 di atas memperlihatkan bahwa rokok Sampoerna A Mild adalah produk rokok kategori mild yang dikomunikasikan tak ubahnya seperti rokok berkategori sama, misalnya rokok Pall Mall, yaitu sebagai rokok gaya hidup. Cara komunikasi demikian dalam periklanan disebut paritas. Menurut Kasali 2005, konsumen dipastikan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan produknya, dikarenakan tidak adanya karakter berbeda yang mampu menerobos benak konsumen. Artinya, dalam langkah awal memposisikan rokok Sampoerna A Mild, karakter khas produk yang membedakannya dengan produk sejenis belum terbentuk. Agar positioning terbentuk, maka pengiklan perlu melakukan evaluasi. Hal tersebut diakui Handoko dalam Palup 1996 yang mengatakan bahwa evaluasi itu mengubah posisi produk. Sementara posisi baru dipikirkan, kampanye bergerak kepada citra korporat rokok Sampoerna A Mild. Ditampilkanlah serangkaian aktivitas kelompok Sampoerna yang kala itu sangat populer di mata masyarakat, yaitu foto kegiatan drumband oleh karyawan para buruh pabrik Sampoerna yang mencapai sukses di Festival of Roses di Pasadena, Amerika. Suatu terobosan yang menarik, karena rangkaian iklan-iklan tersebut yang menyerbu media cetak dan televisi memperlihatkan upayanya keluar dari pakem iklan-iklan pada umumnya. Semenjak iklan-iklan korporat itu muncul, produksi dan penjualan rokok Sampoerna A Mild mulai bergerak naik. Peneliti menangkap bahwa ditampilkannya aktivitas karyawan PT HM Sampoerna dalam iklan menunjukkan pengiklan melakukan evaluasi kampanye periklanannya dengan menampilkan realitas sosial. Aktivitas-aktivitas nyata karyawan Rokok Merek lain Rokok Sampoerna A Mild Karakter produk sama Gaya hidup 1. Moderen 2. Sukses 3. Macho Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok tersebut adalah produk realitas sosial yang dituangkan dalam iklan. Artinya, produk realitas sosial tersebut direproduksi ke dalam pesan iklan yang kemudian ditayangkan televisi untuk dikonsumsi khalayak, sebagaimana yang dikatakan Bungin 2001. Berdasarkan evaluasi tersebut, pengiklan melakukan perubahan positioning produk rokok Sampoerna A Mild dengan berusaha menaiki tangga-tangga di dalam benak konsumen. Kasali 1992 mengganggap penting bagi suatu produk untuk menaiki tangga dalam benak konsumen sehingga menempatkan produk dalam posisi yang tepat. Berdasarkan uraian di atas, perubahan positioning rokok Sampoerna A Mild disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap perubahan Semenjak itu, ada kesadaran baru dari manajemen pengelola rokok Sampoerna A Mild bahwa konsumen dapat didekati dengan realitas keunikan dan keunggulan produk, maka didapatkan keunikan rokok Sampoerna A Mild adalah pada kadar tar dan nikotin yang sangat rendah. Keunikan inilah yang akhirnya membawa pada slogan komunikasi cukup panjang usianya, yaitu How Low Can You Go. Upaya komunikasi yang sakti ini, mulanya diragukan sebagian orang, karena komunikasi semacam itu tidak akan nyambung, tetapi ternyata pasar membuktikan, dengan gebrakan serius dan menyeluruh, ternyata konsumen terbius dan bahkan mencintai produk tersebut. Akhirnya terciptalah pasar baru yang tanpa terduga membludag luar biasa Palupi, 1996. Gaya hidup Sukses di Festival of Roses di Pasadena, Amerika Kegiatan drumband buruh pabrik Karakter produk beda Citra korporat Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok Rokok Merek lain Rokok Sampoerna A Mild Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok Keberhasilan rokok Sampoerna A Mild melepaskan diri dari keparitasan, semakin memperkuat posisinya di benak konsumen. Penyajian pesan iklan yang berisi realitas sosial mendorong pengiklan mempertajam diferensiasi dengan menampilkan keunggulan produk, yaitu kadar tar dan nikotin rendah. Rokok Sampoerna A Mild mengandung tar dan nikotin rendah adalah realitas unik yang diklaimnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memposisikan rokok Sampoerna A Mild diasosiatifkan dengan citra produknya. Secara asosiatif, rokok yang mengandung kadar tar dan nikotin rendah memberi peluang kepada perokok yang ingin tetap merokok tetapi peduli kesehatan atau bahkan berhenti merokok. Dalam Gambar 6, peneliti menyederhanakannya sebagai skema positioning kehadiran baru. Gambar 6. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap kehadiran baru Dalam penyajian pesan iklannya, produk rokok dibatasi oleh PP dan kode etik periklanan sebagaimana peneliti uraikan di Bab Tinjauan Pustaka. Namun penyajian pesan iklan rokok Sampoerna A Mild berisi permainan kata-kata yang dikonotasikan memiliki hubungan asosiatif dengan keunggulan produk, seperti kalimat ”How Low Can You Go .” Menurut peneliti kalimat ”How Low Can You.” mengandung makna ”sesuatu yang rendah.” Secara oposisional, kata ”rendah” selalu dihadapkan pada kata ”tinggi”. Gaya hidup Rokok Merek lain Karakter produk beda Rokok Sampoerna A Mild Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok Keunggulan produk How Low Can You Go Kadar tar yang sangat rendah low Kadar nikotin yang sangat rendah low Citra khalayak Pecinta kesehatan Pecinta rokok Bila makna tersebut dihubungkan dengan produk rokok Sampoerna A Mild, maka rokok tersebut mengandung tar dan nikotin rendah. Tar dan nikotin dalam produk rokok adalah kandungan berjenis racun yang didasarkan pada kadarnya. Secara oposisional, rokok yang mengandung tar dan nikotin rendah berhadapan dengan rokok yang mengandung tar dan nikotin tinggi. Semakin tinggi kadar tar dan nikotin yang dikandung rokok, maka semakin berracun rokok tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa produk rokok Sampoerna A Mild unggul dalam kandungan tar dan nikotin. Artinya, kadar tar dan nikotin rendah yang dikandung rokok Sampoerna A Mild lebih sedikit racunnya dibanding produk rokok lain. Kalimat tersebut adalah bentuk pernyataan positioning yang bersifat asosiatif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kasali 2005 bahwa positioning harus diungkapan dalam bentuk suatu pernyataan positioning statement. Pernyataan ini selain memuat atribut-atribut yang penting bagi konsumen, harus dinyatakan dengan mudah, enak didengar, dan harus dapat dipercaya. Secara umum, semakin beralasan klaim yang diajukan, semakin objektif, maka semakin dapat dipercaya. Terhadap positioning tersebut, Kertajaya dalam Palupi 1996 mengatakan bahwa kehadiran rokok Sampoerna A Mild bersamaan dengan gerakan hidup sehat, karena walaupun sebagai perokok, tetap mendambakan hidup sehat, maka satu-satunya jalan adalah memilih rokok rendah kadar tar dan nikotinnya. Dalam hal ini, rokok Sampoerna A Mild menjadi citra khalayak sasaran, yaitu pencinta kesehatan yang juga mencintai rokok Gambar 6. Posisi baru inilah yang berkembang meyakinkan. Kini, era kepercayaan terhadap nikotin dan tar yang rendah sudah tertancap. Rokok Sampoerna A Mild tentu tak hanya tinggal diam, tetapi terus menyegarkan konsep komunikasinya yang tepat. Maka, sejak awal tahun 1996 hadir konsep kampanye baru yang berusaha menyambung gaya hidup How Low Can You Go lewat konsep Bukan Basa Basi. Rokok Sampoerna A Mild bermaksud menegaskan bahwa kepercayaan yang diberikan adalah bukan basa basi Palupi, 1996. Konsep ”Bukan Basa Basi”, menurut informan kunci Teguh Handoko adalah gambaran perilaku target audiens yang selalu berkomentar atau menyuarakan sejujur- jujur hati nuraninya ketika melihat situasi yang ada di dunia ini, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Konsep ”Bukan basa Basi” didefinisikan dengan bahasa yang memang brutally honest, yaitu jujurnya berlebihan sekali atau jujur sekali. Bukan basa basi yang ditujukan untuk suatu kejujuran dalam segala hal. Iklan tersebut akhirnya selalu muncul dikaitkan dengan konteks sosialnya. Artinya, pesan yang disajikan dalam iklan Sampoerna A Mild selalu menggambarkan realitas dalam konteks sosial kekinian. Lebih lanjut, Teguh Handoko mengungkapkan bahwa realitas dalam konteks sosial yang direproduksi dalam bentuk pesan iklan televisi rokok Sampoerna A Mild berkaitan dengan situasi pemilihan umum, birokrasi pemerintah di era reformasi, bulan puasa, lebaran dan semacamnya. Konsep ”Bukan Basa Basi” pada akhirnya menjadi skema paripurna bagi rokok Sampoerna A Mild dalam memposisikan dirinya pada benak khalayak. Hal tersebut termuat dalam Gambar 7 Gambar 7. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap paripurna Di antara tema-tema periklanan yang diberikan, dengan gagah berani dinyatakan bahwa rokok Sampoerna A Mild juaranya. Itu terlihat di layar kaca sebagai simbolisasi suara kucing berantem dalam karung. Pertempuran terselubung itu, akhirnya dimenangkan oleh kucing unggulan yang bukan basa basi. Versi lainnya akan dibahas pada subbab berikutnya. Konsep cerdik ini yang terkesan unik, menantang, dan bahkan sulit dicerna sebagai wujud keyakinan Sampoerna A Mild menggulung pasar rokok yang memang kini ada di tangannya. Suatu pelajaran menarik, korelasi antara konsep How Low Can You Go : kepercayaan yang diberikan Kadar tar yang sangat rendah low Rokok Sampoerna A Mild Gaya hidup Kadar nikotin yang sangat rendah low Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok Rokok Merek lain Karakter produk beda Keunggulan produk Bukan Basa Basi komunikasi dan pemasaran yang menjual. Di tengah ketatnya peraturan iklan rokok, justru rokok Sampoerna A Mild berhasil meningkatkan penjualannya berkat konsep komunikasi pemasaran yang dijalankan. Keberhasilan Sampoerna A Mild menggelontorkan batang-batang rokok ke pasaran memang spektakular. Dalam waktu enam 6 tahun, sejak muncul tahun 1989, secara berturut-turut pemasaran A Mild tumbuh dahsyat, hingga di tahun 1996 ini produksi mencapai lebih dari 95 juta batang per hari Palupi, 1996. Menurut Handoko dalam Palupi 1996 produksi rokok Sampoerna A Mild di tahun 1989 mencapai 10 ribu batang per minggu. Lalu awal tahun 1990 meningkat menjadi 14 juta batang per minggu. Selanjutnya pernah mengalami penurunan di kuartal ke-3 tahun 1993 hanya 6 juta batang per minggu dan membumbung tinggi setelah terjadi revisi-revisi dalam konsep komunikasi. Jadi, pergerakan penjualan rokok Sampoerna A Mild berkait erat dengan posisi dan strategi komunikasi yang dijalankan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa skema positioning dalam upaya menerobos benak khalayak bukan hal mudah; di tengah bertaburnya produk sejenis di pasaran. Sebagai strategi komunikasi di awal kampanye rokok Sampoerna A Mild, keunggulan produk berkadar tar dan nikotin rendah sudah diposisikan. Namun penonjolon pesan belum menunjukkan diferensiasi. Pesan rokok Sampoerna A Mild mengesankan keparitasan dengan produk lain. Dalam strategi komunikasi, diferensiasi produk adalah penting. Melalui diferensiasi, khalayak lebih mudah mengenal produk tertentu di bandingkan produk lainnya. Pada akhirnya, melalui skema perubahan, diferensiasi produk rokok Sampoerna A Mild ditunjukkan melalui pesan asosiatif antara keunggulan produk rendah tar dan nikotin dengan realitas sosial. Konsep big idea yang cemerlang, yaitu ”Bukan Basa Basi” mengandung pesan asosiatif bahwa rokok Sampoerna A Mild adalah jujur dan bukan basa basi sebagai produk rendah tar dan nikotin. Positioning statement tersebut diimplikasikan ke dalam pesan setiap iklannya yang mengambil tema-tema realitas sosial.

4.1.2. Versi Pencipta Iklan

Informasi tentang penciptaan iklan rokok Sampoerna A Mild peneliti mulai dengan melakukan wawancara terhadap Teguh Handoko. Beliau adalah salah seorang tim perencanaan periklanan rokok Sampoerna A Mild. Menurutnya, proses terbentuknya positioning suatu produk atau merek dalam periklanan merupakan bagian proses perencanaan periklanan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Proses perencanaan periklanan suatu produk Berdasarkan Gambar 8, Teguh Handoko mengatakan bahwa ada dua 2 tahapan proses terbentuknya positioning dalam periklanan : yang pertama lebih rational proses dan kedua lebih magic proses. Rational proses maksudnya membikin iklan tidak semata- mata mengandalkan intuisi, tetapi ada juga satu hal yang dilakukan, yaitu harus mengetahui produknya, harus mengetahui target audiens dan yang lebih jauh lagi adalah harus mengetahui target audiens tersebut bukan hanya tentang gaya hidup, karakteristik demografis, psikografis dan segala macamnya. Jadi mengenal karakter target audiens lebih jauh. Ketika mengenal karakternya lebih jauh mendapatkan, maka diperoleh data dan informasi tentang target tersebut. Tetapi tidak semua data dan informasi dapat dipakai. Dalam hal ini yang dipilih dan digunakan adalah yang benar-benar sebagai insight dari target audiens. Consumer insight dilakukan untuk mendapatkan data mendalam tentang sistem distribusi, competitor, target market. Melalui consumer insight ini pula akan didapat positioning yang tepat. Melalui insight tersebut didapatkan sesuatu yang benar-benar tidak pernah terpikirkan bahkan oleh target audiens sendiri tentang realitasnya atau sesuatu yang sudah pernah ada sebelumnya, tetapi dikemas dalam bentuk baru. Intinya adalah iklan harus memiliki ciri-ciri seperti suatu kado, maka harus surprise. Jika memberi tahu sesuatu yang khalayak sudah mengetahuinya, maka tidak akan diperhatikan orang. Jadi memang harus selalu ada yang baru. Brand Idea Positioning Client and Agency Creative Idea Creative Execution Bellow the Line Radio Print Billboard, etc Television Agency Creative Brief Client’s Brief Marketing Strategy: - Competitor - Positioning - Target Market - Communication Strategy Research Big Idea Bagi biro iklan, positioning sangat diperlukan. Tapi saat ini susah membedakan positioning produk dalam iklan karena kecenderungannya memiliki kesamaan. Meskipun begitu tetap harus ada differ perbedaan yaitu unique, ownable dan campaign. Sebagai kreator iklan harus selalu menunjukkan hal-hal yang baru, karena tidak boleh mengulang sesuatu yang sudah pernah dilakukan. Hal tersebut tidak akan membuatnya menjadi briliant, dan yang penting adalah keunikan. Dalam hal ini selalu dicari sesuatu yang unik dari target audiens tersebut. Selain itu melakukan hal yang sama untuk analisis produk dan menemukan sesuatu yang unik. Dalam positioning ada istilah unique selling proposition yang sebenarnya sebagai terminologi yang tepat. Namun banyak praktisi iklan melihatnya dari kebaikan- kebaikan produk dibandingkan dengan yang lain. Bila melihat kebaikan, maka belum tentu menang. Misalnya, hari ini iklan membicarakan yang paling baik, atau paling murah, besok sudah berubah lagi, atau hari ini bilang yang paling canggih, maka besok sudah berubah lagi. Kalau yang dicari keunikan, maka hal itu tidak akan mungkin dapat ditiru secepat itu oleh pihak lain. Dua 2 keunikan, yaitu target audiens dan produk kalau digabungkan, maka jadilah hal tersebut sebagai sebuah button atau garis besarnya. Dua 2 hal yang tidak berhubungan dijadikan satu, atau menghubungkan dua 2 hal yang tidak berhubungan, maka lahirlah big idea sebagai konsep besar yang belum ada nilai apapun, atau masih sebuah konsep besar. Untuk menemukan big idea, dibutuhkan partner kreatif, karena ketika berpikir hal tersebut akan dimulai dari yang bersifat umum dan mengkerucut sampai sangat sempit hingga keluar big idea. Ketika tercipta big idea, maka hal tersebut diinginkan terbang setinggi-tingginya dan hidup dalam dunianya sendiri, maka diperlukan teman- teman kreatif. Sampai tahap ini, proses yang bersifat rational berakhir. Selanjutnya, bersama teman-teman kreatif memulai tahap yang disebut dengan proses magic, yaitu berpikir dari hal sempit menjadi lebih luas, dengan data sebagai patokannya. Jadi, dengan kunci big idea akan dibuat aplikasinya atau pengejawantahannya. Nantinya ide dapat bermacam-macam, terserah cara memandang idenya seperti apa, tetapi yang pasti, idenya sudah sangat jelas, karena ada big idea di belakangnya. Berkaitan dengan pembentukan big idea rokok Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengatakan : Dalam teori iklan, big idea itu tidak boleh lebih dari tiga 3 kata. Jadi semakin singkat dapat dirumuskan konsep-konsepnya, maka itu lebih baik. Contohnya seperti A Mild. Saya dulu pernah terlibat hampir tiga tahun. A Mild sejak pertama kali didefinisikan brand-nya, maka target audiensnya 17-25 tahun sudah punya karakter. Hal tersebut sesuai dengan hasil riset bertahun-tahun, yang namanya ’bukan basa basi’. ’Bukan Basa Basi’ adalah gambaran perilaku target audiens yang selalu berkomentar atau menyuarakan sejujur-jujurnya hati nuraninya ketika melihat situasi yang ada di dunia ini, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Hal itu didapatkan dari riset, bahwa memang karakter itu begitu tipe-nya, yaitu tidak mau anak-anak muda sekarang bilang ”sok jaim” menutupi hal sebenarnya, atau ”itu basa basi”. Iklan tersebut akhirnya selalu muncul dikaitkan dengan konteksnya. Misalnya, bila saat musim pemilihan umum, maka akan dimunculkan situasi Pemilihan Umum dalam kacamata audiens tersebut, yaitu hal yang paling sejujur-jujurnya yang dapat dilihat tentang pemilu, atau lainnya, seperti lebaran, puasa. Hal yang paling sejujur- jujurnya tentang suatu realitas dan tentang musik. Definisi tentang brand dijaga betul sampai bertahun-tahun hingga hari ini masih melakukan, meskipun dimensi isunya berbeda, karena mengambil realitas sosial bermacam-macam dan berkembang terus. Namun selalu dilihat dari kacamata anak muda yang memang brutally honest, yaitu jujur yang sejujur-jujurnya terhadap diri sendiri dan keadaan sekitarnya. Core target audiens berusia 17 –25 tahun. Yang diluar itu lebih bersifat aspirasional, misalnya yang berusia di atasnya ingin jadi anak muda atau yang berusia di bawahnya yang ingin masuk dan menjadi kelompok tersebut. Tetapi memang generasi tersebut, ada yang baru kerja dan ada yang masih sekolah, yang mana dunianya selalu menciptakan tema-tema bagi Sampoerna A Mild. Hal tersebut yang membuat Sampoerna A Mild selalu konsisten. Bila dilihat apapun bentuk output kreatifnya, maka yang disebut sebagai reproduksi sosial, Sampoerna A Mild akan selalu diciptakan berdasarkan dimensi tersebut. Kelompok ini tidak akan terpisah dari dunianya. Nuansa lokalnya akan terlihat kuat dan menyoroti apapun yang terjadi di dunia sosialnya. Selamanya akan seperti itu terus. Hal itu dibuktikan hingga sekarang dijalankan terus padahal sudah sepuluh tahun. Total hingga sekarang mungkin sudah 18 atau 19 tahun, dan Sampoerna A Mild tetap konsisten dan tetap relevan. Hal itu adalah proses yang dilakukan Sampoerna A Mild, atau secara umum hampir semua biro iklan melakukannya. Pengaruh dari klien atau pengiklan, menurut Teguh Handoko hanya bersifat mandatori, yaitu sesuatu yang tidak diinginkan klien seperti tidak boleh menggunakan simbol atau warna tertentu. Lebih lanjut dikataknnya bahwa orang punya kemampuan tersendiri yang tidak dimiliki untuk menghadirkan sosok unik target audiens disandingkan dengan sosok unik produknya, kemudian menemukan sebuah ide. Ide ini disebut Big Idea. Ide ini yang akan dibangun untuk brand dan menjaganya. Menjaga brand sama seperti mengkultuskan sesuatu. Hal itu membutuhkan dedikasi, pemahaman dan komitmen. Mungkin orientasi bagi produsen klien bersifat short-term atau menjual produk. Padahal produk brand itu bersifat live forever. Bagi pencipta iklan yang dipikirkan adalah brand. Seperti apa brand di mata target audiens. Image apa yang tertanam dibenaknya serta mau dibangun dan diisi dengan apa. Pada dasarnya pencipta iklan mengharapkan komitmen pengiklan, sebagaimana komitmen pengiklan Sampoerna A Mild. Ada hal menarik dari wawancara dengan Teguh Handoko bahwa pemiliknya sangat luar biasa berkomitmen untuk Sampoerna A Mild. Berikut adalah ungkapannya : Misalnya, mengkoleksi mobil Roll-Royce yang di dunia tidak ada yang punya, sebagai syarat. Warnanya merah marun yang dipilih dengan syarat orang lain tidak ada yang punya, meskipun dia harus keluarkan uang yang besar untuk itu. hal yang dilakukan pemilik adalah demi kepentingan brand, yaitu menjaga kesakralan brand bahwa dengan merah marunnya ada di mana-mana, sehingga membuat stakeholders menghargainya. Brand tercipta bukan hanya peranan agency pencipta iklan, tetapi pemilik juga harus menjaganya untuk sesuatu yang lebih long-term. Jadi pemilik merepresentasikan personal experience supaya brand harus hidup sebagai suatu brand yang selalu diomongin orang. A Mild merupakan keberhasilan semua, karena komitmen semua pihak. Pembentukan dan penempatan positioning dalam gambaran di Iklan bersifat abstrak dan konkrit. Teguh Handoko menyatakan bahwa Positioning sebenarnya adalah apa dan bagaimana menempatkan sesuatu dibenak konsumen berbentuk respon, atau tidak harus berbentuk stimulus, atau abstrak, atau konkrit. Yang paling mudah adalah orang menempatkannya dalam bentuk tagline. Seperti A Mild dengan tagline ”Bukan Basa Basi”, di mana value yang ditanamkan dua 2 hal tersebut. Belakangan ini banyak juga iklan yang abstrak, yang tidak menyebut stimulus sama sekali di mana semua bentuk komponen komunikasinya diarahkan supaya orang meresponnya. Misalnya, kampanye iklan politik, dari mulai stimulus sama respon berbeda, yaitu ”lanjutkan”, tetapi sebenarnya buka itu positioning yang dimaui. Ada sesuatu yang lain yang ada di kepala konsumen adalah positioning yang sebenarnya. Berkaitan dengan penempatan positioning dalam gambaran iklan Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengungkapkan selengkapnya : A Mild dalam hal ini, berupa positioning stimulus yang di sampaikan ”Bukan Basa Basi”, tetapi positioning yang ada dibenak konsumen sebagai brand yang ”paling cool”, dan ”paling mengertinya”. A Mild adalah brand yang paling mengerti konsumennya. Brand yang paling mengerti kelompok audiens perokok dengan sifat sejujur- jujurnya. ”Itu memang brand yang ngerti gue”, katanya, ”Yang lain nggak ngerti gue”. Sifat penempatan positioning A Mild adalah bersifat konkrit maupun abstrak. Sebenarnya A Mild sudah keluar dari kategori sebuah rokok. A Mild sudah menjadi gaya hidup. A Mild sudah keluar dari area itu, meskipun tidak boleh menyebutkan kelebihan produk, area yang diambil adalah gaya hidup target audiens. Misalnya, ketika sesorang mengeluarkan A Mild, maka akan direspon oleh yang lain “Wih A Mild loe”. A Mild selalu menjadi benchmark atau patokan untuk kelompok kategori tersebut, A Mild yang terbaik, dan A Mild sudah mendapatkan keuntungannya, meskipun dengan harga premium dan dengan positioning mendapatkan value. Peran pengiklan dan pencipta iklan sebenarnya berlangsung ketika proses pemahaman terhadap target audiens dan produk berdasarkan informasi rasional yang dikumpulkan. Semua orang terlibat dalam proses ini, termasuk kreatif, media, dan lain- lain. Jadi sejak awal proses periklanan, semua ikut terlibat. Semua belajar bareng- bareng, semua mengenali target audiens dan produk bersama-sama sampai sepakat ke satu big idea. Meskipun punya spesialisasi sendiri-sendiri, tetapi tidak terpisahkan dalam proses tersebut. Misalnya satu tentang strategi, satu tentang kreatifnya dan satu lagi tentang medianya. Ketiga bidang tersebut harus tahu dan terlibat sejak awal untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi klien. Bagi pencipta iklan, tidak akan dapat bekerja tanpa mengetahui masalah. Tetapi adakalanya ada klien yang tidak dapat merumuskan apa masalah yang dihadapinya, maka dibantu untuk menemukan masalah yang sebenarnya dihadapi klien, sampai semua komitmen dengan masalah tersebut, baru dapat bekerja. Masa proses mendapatkan big idea bersifat relatif. Kalau yang tough dengan penelitian kualitatif untuk mendukung asumsi-asumsi, maka diperlukan satu 1 bulan untuk dapat big idea. Dalam hal ini ada juga yang memakai paket cepat. Meski demikian, tetap melakukan metode yang sama, tetapi dalam cakupan yang lebih, dengan istilah ’quick and the fee’, namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ngobrol dengan beberapa orang, tetapi secara mendalam hingga merumuskan hasilnya sebagai insight formula. Sekali lagi hal tersebut bergantung pada kesepakatan masing-masing. Dalam hal ini dapat dilakukan degan penelitian melalui prosedur formal atau langsung menjawab hipotesis. Misalnya, bila sudah tahu masalah apa, hipotesisnya apa, lalu dapat penelitian langsung untuk menemukan jawabannya, maka tidak perlu melakukan penelitian yang lebih besar dan luas lagi, dengan persiapan lebih lama dan biaya lebih besar. Bahkan adakalanya, penelitian yang singkat tersebut tidak hanya menghasilkan big idea, tetapi juga sudah sampai eksekusi kreatifnya. Menurut Teguh Handoko ketika bagian kreatif dilibatkan dalam proses penentuan dan pembetukan positioning, masa proses yang dilakukannya berlangsung relatif sebagaimana yang dituturkannya : Masa proses di bagian kreatif malah lebih lucu, bila dikasih waktu tiga 3 hari, maka dapat diselesaikan sebelum tiga 3 hari. Bila dikasih waktu lima 5 hari, maka hari ke lima 5 ditemukan. Kasih waktu satu 1 hari, satu 1 jam pertama, maka ketemu. Jadi sebenarnya tidak ada rumusan waktu yang baku dan pasti, yaitu selama paham betul big idea tersebut maknanya apa, akan berpikir sendiri secara langsung dari situ. Yang penting big idea itu harus menginspirasi orang kreatif, supaya dapat mengembangkan big idea tersebut menjadi sesuatu lebih real nyata yang sudah tidak bersifat konsep lagi. Masa proses inkubasi di bagian kreatif tergantung apakah big idea tersebut menginspirasinya. Proses tersebut disebut creative briefing. Ketika menemukan big idea, bagian kreatif dapat langsung melakukan brief kreatif. Hal ini memperlihatkan apakah orang-orang kreatif terinspirasi atau tidak. Kalau terinspirasi, berarti big idea benar, tetapi bila tidak terinspirasi dan tenang-tenang saja tidak ada respon, maka big idea kurang benar. Bagian kreatif bekerja untuk mencari key word yang pas, bentuk isi pesannya baik verbal, non verbal, simbol-simbol, latar, dan lain-lain. Orang-orang kreatif sangat subyektif, tetapi dalam bekerja landasannya adalah big idea, maka kreatifitasnya harus dijaga dan memberi kebebasan dalam berkreatif, yang penting patokannya dari big idea. Dapat dikatakan bahwa orang kreatif sebagai orang yang berbakat, atau terlatih, namun tetap subyektif. Meskipun subyektif, tetapi dapat dipertanggung- jawabkan secara obyektif, dengan cara mengumpulkan dulu simbol-simbolnya lalu diuji. Dalam hal ini bila diterima, berarti dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, merumuskan warna biru untuk simbol laki-laki, lalu diuji melalui iklan, tetapi orang menangkapnya tidak demikian persepsi apa saja, tetapi beauty of advertising berada di situ. Dalam hal ini, persepsi konsumen yang penting, misalnya suatu simbol berupa gambar gunung, tetapi konsumen dapat menangkapnya sebagai gambar lain. Yang penting persepsi konsumen Perception is reality. Kasus Sampoerna A Mild sudah berkali-kali dilakukan pretest bahwa tidak pernah mengkaitkan ekspektasi produk dengan benefit, teapi konsumen dapat menghubung-hubungkan ekspektasi produk dengan produk benefit. Hal itu dikarenakan permainan persepsinya konsumen tidak dapat melarang. Seperti, Sampoerna A Mild mahal, maka demikian ekspektasinya, tetapi itu tidak masalah. Penggunaan simbol-simbol dalam iklan bagi orang kreatif datang dari langit, tidak ada dasarnya, yaitu intuisi, tetapi memang ada juga yang dapat dipelajari dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, ada pretest berdasarkan eksekusi yang dibuat, lalu melakukan pilihan mana yang dapat dipakai. Hal itu merupakan karunia Tuhan, yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Pemilihan media termasuk proses penting dalam periklanan. Teguh Handoko mengatakan bahwa ketika melakukan proses pencarian big idea, harus dilakukan media dan budget netral. Untuk dapat ide yang terbaik, tidak boleh dibatasi oleh hal-hal tersebut. Biarkan ide tersebut berkembang dahulu sampai dapat dilihat pijakannya ada di mana, maka target audiens bagaimana dan point of context bagaimana secara detail. Di awal saat mencari big idea, tidak boleh dipengaruhi oleh penggunaan media yang diinginkan klien. Ketika ada isu di milis, tidak ada yang menyangka bahwa asumsi-asumsi untuk media berubah. Jadi penggunaan media dapat dipengaruhi atau berlandaskan big idea. Kontribusi televisi bagi penempatan iklan, kalau dari data penelitian atau AcNielson, televisi memang masih teratas. Hingga saat ini televisi masih dianggap sebagai media paling tepat dan cepat dalam membangun awareness khalayak. Namun begitu masih bergantung pada produk, sistem distribusi, target market, dan lain- lain. Tetapi keefektifannya masih unggul di banding media lain. Penentuan dan efektivitas media berhubungan langsung dengan biaya yang besar. Fakta bahwa konsumen target audiens terhadap televisi di Indonesia sangat besar dibanding media lain, tetapi juga untuk jam-jam tertentu bukan televisi. Untuk target audiens Sampoerna A Mild berusia 17-25 tahun, mungkin yang menonton televisi lebih sedikit dibandingkan ber-internet, menonton bioskop, menonton pertunjukkan musik. Secara umum, televisi memang paling efektif dan belum berubah.

4.2. Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Teks Iklan Rokok Sampoerna A Mild di