non- Sela
contractin ain negara
ng parties ad
beranggota dalah Seneg
a penuh d gal, Afrika S
di atas, neg Selatan dan
gara yang n Uruguay.
tergolong
4.3 Spesie es yang Dik
kelola
Seca yaitu tuna
Gambar Thunnus
cakalangs ara umum
a tropis, tun 3. Jenis
albacores skipjack tun
ada empat na sub-tropi
tuna tropi ,tuna mat
na Katsuwo
jenis kelom is temperat
is terdiri a ta besar b
onus pelami mpok ikan
te , billfish,
atas tuna s bigeye tun
is .
yang dikel , neritic tun
sirip kuning na
Thunnu lola oleh I
nas , dan see
gyellowfin us obesus
OTC, erfish
tuna dan
Kelo Thunnus
orientalis hitam bl
nigricans layaranIn
yang terdi tuna
Aux Euthynnu
Spanish m Scombero
B
Sh Gambar
ompok Tem maccoyii
. Kelompo lack marlin
, setuhuk ndo Pasific
iri dari tuna xis thazard
us affinis
.
mackerel Sc
omorus gutt
Billfish
eerfish 3 Jenis tun
mperate tuna dan tuna
ok billfish t n
Makaira loreng s
sailfish Is
a abu-abu thazard
, b Kelompok
comberomo tatus
.
Tem
na yang dike as terdiri dar
sirip biru P terdiri dari
a indica ,
striped ma stiophorus p
longtail tun bullet tuna
k seerfish orus comme
mperate tun
elola oleh In ri tuna sirip
PasifikPac swordfish
setuhuk b arlin
Tetra platypterus
na Thunnu
Auxis roch terdiri da
ersoni dan
p birusouth cific bluefin
Xiphias g birublue m
apturus au . Kelomp
us tonggol ,
hei rochei ari tenggir
Indo Pacifi tern bluefin
n tuna Thu
gladius , set
marlin Ma
udax dan
pok neritic tongkol fr
, dan kawa rinarrow-b
ic king mac n tuna
unnus tuhuk
akaira ikan
tunas frigate
akawa arred
ckerel
na T
Neritic tu ndian Ocea
Tuna tropis
una n Tuna Com
mission IOTC
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil 5.1.1 Produksi tuna Indonesia di Samudera Hindia
IOTC memfokuskan pengelolaan perikanan tuna di Samudera Hindia. Jenis tuna yang dikelola adalah tuna albakora albacore, tuna mata besar bigeye,
tongkol frigate dan bullet tuna, tongkol comokawakawa eastern little tuna, cakalang skipjack tuna, tuna sirip biru southern bluefin tuna, tongkol abu-abu
longtail tuna, tuna sirip kuning yellowfin tuna. Selain itu jenis billfish yang
terbagi lagi menjadi tujuh spesies yaitu billfish nei, setuhuk hitamblack marlin, setuhuk birublue marlin, tenggiriIndo-Pacific sailfish, short-billed spearfish,
setuhuk lorengstripped marlin dan swordfish. Jenis ikan lainnya yaitu seerfish yang terbagi menjadi empat spesies yaitu tongkol Indo-PasifikIndo-Pacific king
mackerel, narrow-barred Spanish mackerel dan wahoo. Berikut adalah penjelasan
singkat tentang jumlah produksi Indonesia dari masing masing spesies yang dikelola di perairan IOTC.
Ikan jenis tuna merupakan produksi Indonesia paling banyak ditangkap di Samudera Hindia. Jenis tuna yang paling banyak diproduksi adalah kawakawa
atau eastern little tuna yang setiap tahunnya menempati posisi teratas Tabel 4. Sementara itu produksi yang jumlahnya stabil adalah jenis skipjack tuna atau
cakalang Katsuwonus pelamis yang merupakan jenis tuna spesies kosmopolitan Tabel 4. Sementara itu, jumlah produksi yang semakin menurun adalah jenis
tuna sirip biru southern bluefin tuna.
Tabel 4 Jumlah produksi tuna dan sejenisnya di Samudera Hindia Area 57, 2002-2008
Total Per Spesies
Grand Total
2002 2003 2004 2005 2006
2007 2008
232 536 270 625
297 934 296 540
264 853 272 914
337 900 Tunas
Tunas Total 176 441
204 042 230 687
236 168 204 670
219 798 274 363
Albacore 11 646
10 902 2 383
12 893 8 838
Bigeye Tuna 24 132
13 337 14 247
19 733 16 615
Frigate and bullet tunas 14 970
43 012 34 810
35 848 50 526
Kawakawa Eastern little tuna 93 023
95 080 48 866
30 311 38 576
42 553 71 835
Skipjack Tuna 41 271
50 398 50 843
48 668 50 519
51 314 56 147
Southern bluefin Tuna 665
1 831 747
1 079 891
Longtail tuna 36 703
30 779 32 804
24 053 21 743
Yellowfin Tuna 42 147
58 564 42 862
57 328 30 584
32 326 47 769
Tunas nei 1
-
Billfish Billfish Total
- -
6 690 5 817
4 851 5 363
14 957
Billfish nei 723
464 Black Marlin
1 102 691
1 207 298
7 429 Blue Marlin
1 512 1 389
101 39
64 Indo Pacific Sailfish
1 422 1 060
1 395 1 994
1 328 Short-billed spearfish
- 4
5 Striped Marlin
1 181
396 466
3 177 Swordfish
2 653 2 496
1 752 1 839
2 491
Seerfish Seerfish Total
29 918 35 533
33 301 33 956
33 963 25 605
34 688
Indo-Pacific king mackerel 9 498
12 598 9 781
9 454 9 560
10 155 9 337
Narrow-barred Spanish Mackerel
20 420 22 935
23 520 24 502
24 403 15 445
25 348 Wahoo
5 2
Other Others Total
26 176 31 049
27 256 20 599
21 369 22 149
13 892
Sharks Various nei 26 176
31 049 27 256
20 599 21 369
20 688 13 125
Non targeted 1461
767
Sumber: DKP 2008 Satuan:ton
Gambar 4. Perkembangan produksi tuna dan sejenisnya Indonesia di wilayah IOTC
Ikan jenis tuna adalah komoditas utama yang diproduksi Indonesia di Samudera Hindia Gambar 4. Produksi tuna terbesar terjadi pada tahun 2008
sebesar 337.900 ton mengalami kenaikan sebesar 19,89. Produksi ikan jenis tuna terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar
232.536 ton. Ikan jenis tuna terbagi lagi menjadi albacore, bigeye, frigate dan bullet
tuna , kawakawa eastern little tuna, skipjack tuna, southern bluefin tuna, longtail
tuna, yellowfin tuna, tunas nei . Produksi ikan jenis tuna merupakan target utama
penangkapan di Samudera Hindia yang dikelola oleh IOTC. Data tertinggi menunjukkan, tuna jenis kawakawaEastern little tuna merupakan spesies tuna
dengan jumlah terbesar yang dihasilkan oleh Indonesia di perairan Samudera Hindia.
Produksi jenis tuna terkecil dari tahun 2002-2008 adalah jenis southern bluefin tuna
atau tuna sirip biru. Ikan tuna sirip biru Thunnus thynnus adalah
jenis ikan tuna yang memiliki nilai yang paling tinggi dan ditangkap dengan menggunakan rawai tuna di Samudera Hindia. Perairan Samudera Hindia di
sebelah selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merupakan daerah pemijahan dari jenis tuna ini. Ikan ini biasanya bermigrasi ke sebelah selatan pulau Jawa dan Bali.
BRPT, 2002.
50000 100000
150000 200000
250000 300000
2 002 2 003 2 004 2 005 2 006 2 007 2 008
Jumlah produksi
Ton
Tahun
tunas Billfish
Seerfish other
Produksi tuna terbesar terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 19.476 ton, sedangkan ekspor terbesar juga pada tahun yang sama, yaitu 13.049 ton Tabel 5.
Produksi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 10.091 ton, dengan nilai ekspor yang juga rendah, yaitu 6.865 ton.
Tabel 5 Produksi dan ekspor tuna yang dilakukan oleh perusahaan anggota Asosiasi Tuna Longline Indonesia
Tahun Produksi ton
Ekspor ton 2005
13.686 9.776
2006 10.865
7.761 2007
10.091 6.865
2008 16.286 11.620
2009 19.476 13.049
Sumber: ATLI 2009
Ikan tuna dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan, kecuali dengan alat penangkap ikan dasar. Cara penangkapan yang paling efektif dan
efisien adalah dengan menggunakan alat tangkap longline, purse seine dan pole and line
. Alat penangkap lainnya ialah dengan tonda trolling dan pancing hand line
. Saat ini jumlah kapal penangkap ikan Indonesia yang sudah didaftarkan di
IOTC berjumlah 1193 kapal Lampiran 2. Sebagian besar kapal tersebut 95 mengoperasikan tuna longline, sisanya mengoperasikan purseine dan gillnet.
Kapal-kapal tersebut milik perusahaan yang berdomisili di Jakarta 1136 kapal, 78, Bali 197 kapal, 14, Pekalongan 81 kapal, 6 dan Cilacap 43 kapal,
3. Sebagian kapal tuna longline bersandar dan membongkar muatan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Gambar 5,6, 7 dan 8. Di PPN
tersebut terdapat berbagai fasilitas yang diperlukan oleh armada tuna longline.
Gambar 5. Kapal tuna longline bersandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta
Gambar 6 Bongkar muat di atas kapal tuna longline di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta
Gambar 7 Penanganan ikan dengan pemberian es curah di atas kapal tuna longline
di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta
Gambar 8 Penyimpanan ikan tuna di ruang pendingin di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta
Pasar tuna bersifat monopsoni, yaitu jumlah penjual lebih banyak daripada jumlah pembeli. Penjualan tuna internasional perlu diatur, salah satunya dengan
pembentukan organisasi perikanan regional seperti IOTC. Tujuan ekspor tuna Indonesia adalah negara Jepang dan Amerika.
Volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 131.550 ton sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 91.631 ton
Tabel 5. Kenaikan ekspor pada tahun 2009 disebabkan oleh sistem manajemen perikanan tuna Indonesia yang sudah membaik. Hal ini dapat menjadi bukti
bahwa manfaat bergabungnya Indonesia di organisasi perikanan regional IOTC, sehingga Indonesia dapat melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan,
khususnya perikanan tuna.
Tabel 6 Volume ekspor komoditi perikanan jenis tuna di Indonesia. Tahun
Volume Ekspor ton 2002
92797 2003 117092
2004 94221
2005 91631
2006 91822
2007 121316 2008 130056
2009 131550
Sumber: KKP 2010
5.1.2 Kegiatan yang telah dilakukan Indonesia sebagai anggota IOTC
Keikutsertaan Indonesia di IOTC juga merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk berperan secara aktif dalam kerjasama dengan negara-negara lain
melaksanakan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya tuna di laut lepas Samudera Hindia. Sebagai salah satu RFMO Regional Fisheries
Management Organization , yaitu organisasi pengelolaan perikanan regional di
bawah FAO, IOTC diberi mandat untuk melakukan pengelolaan sumberdaya ikan tuna di wilayah laut lepas Samudera Hindia.
Saat ini IOTC memiliki anggota sebanyak 28 negara full member dan 3 negara cooperating non contracting parties, dimana setiap anggota berkewajiban
untuk menerapkan keputusan-keputusan IOTC dalam berbagai resolusi dengan sistem hukum nasional. Sebagai anggota yang ke-27, Indonesia telah
melaksanakan beberapa kegiatan antara lain: 1.
Program revitalisasi perikanan tuna; 2.
Penyampaian informasi kepada sekretariat IOTC tentang Authorized Vessel dan Active Vessel
atau kapal yang resmi melakukan penangkapan tuna; 3.
Penyusunan Peraturan menteri No PER.03MEN2009 tentang Penangkapan Ikan danatau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas;
4. Persiapan penerapan logbook Perikanan;
5. Program outer fishing Port atau pelabuhan perikanan terluar; dan
6. Bersama Australia menyusun Regional Plan of Action RPOA to Promote
Responsible Fishing Practices including combating IUU Fishing in the
region , yakni rencana aksi dua negara untuk mewujudkan pengelolaan
perikanan yang bertanggung jawab termasuk pemberantasan illegal fishing. www.iotc.org
Ketika masih sebagai contracting parties IOTC, Indonesia mempunyai peluang dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di laut lepas high seas.
Kewajiban Indonesia adalah melakukan kontrol yang efektif terhadap kapal perikanan yang melakukan kegiatan di laut lepas.
5.1.3 Strategi Indonesia sebagai Anggota IOTC
Terdaftarnya Indonesia sebagai anggota IOTC memberikan banyak peluang kepada Indonesia untuk memajukan perikanan tuna Indonesia khususnya di
Samudera Hindia. IOTC merupakan suatu wadah bagi Indonesia untuk memajukan perikanan tuna Indonesia di Samudera Hindia, yaitu dengan cara
berinteraksi langsung dengan negara-negara pelaku penangkapan ikan tuna dan negara-negara lain yang berkepentingan dengan ikan tuna.
Indonesia memiliki akses langsung terhadap Samudera Hindia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan tuna di perairan tersebut. Dalam Satria et al.
2009, Kajian Biro Hukum dan organisasi DKP 2008 menerangkan bahwa, keuntungan bagi Indonesia menjadi anggota penuh dalam IOTC antara lain:
1. Ikut serta dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan tuna melalui penetapan
peraturan-peraturan; 2.
Turut menentukan kuota atas jumlah hasil tangkapan ikan tuna maupun ekspor tuna;
3. Dapat turut aktif melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayah statistik
FAO; 4.
Merupakan media kerjasama penelitian dan pengumpulan data perikanan, TAC total allowable catch, MCS monitoring, controlling, surveilance dan
penegakan hukum, serta pengelolaan dan konservasi yang sangat menguntungkan Indonesia. Semua kegiatan ini membutuhkan tenaga ahli,
waktu dan biaya yang sangat mahal jika dilakukan sendiri tanpa menjadi anggota;
5. Pengumpulan data perikanan di samudera Hindia dan laut lepas lebih mudah
dan murah dilakukan, karena dilakukan secara bersama-sama dengan negara lain melalui organisasi IOTC;
6. Terhindar dari embargo atas ekspor tuna dari Indonesia;
7. Dapat ikut serta mengatur pengelolaan sumberdaya ikan tuna di perairan
samudera Hindia.; 8.
Menanggulangi IUU Fishing; dan 9.
Pengembangan armada perikanan Indonesia akan lebih terbuka untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di laut lepas
samudera Hindia.
5.1.4 Pendapat ahli perikanan terhadap keanggotaan Indonesia di IOTC
Para ahli perikanan berpendapat ada sejumlah manfaat yang diperoleh oleh Indonesia dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh IOTC.
Pernyataan mereka tersebut disajikan pada Tabel 7. Paling sedikit ada 13 jenis manfaat yang diperoleh Indonesia dengan
bergabung pada IOTC Tabel 7. Hal ini dinyatakan oleh setiap narasumber sebagai pernyataan yang saling melengkapi. Narasumber SS Dr. Suseno
memberikan jawaban terlengkap, yaitu sebanyak 9 manfaat. Manfaat itu antara lain terhidar dari praktek IUU, ikut menentukan kebijakan perikanan, khususnya
di samudera Hindia, melegalkan kegiatan penangkapan tuna di samudera Hindia, Indonesia memiliki bargaining position yang kuat, banyaknya kerjasama teknik
lingkup IOTC Indonesia, memperkuat status posisi Indonesia sebagai major fishing player
berbasis sustainable fisheries development, nelayan high sea Indonesia lebih dapat diterima di negara lain, dan pro sustainable development.
Prof Dr. Rokhmin Dahuri, MS, selaku mantan Menteri dan Kelautan dan Perikanan, menyatakan ada sejumlah manfaat yang diperoleh Indonesia dengan
bergabungnya Indonesia di IOTC, manfaat itu antara lain, kemudahan dalam pemasaran tuna, ikut menentukan kebijakan perikanan, khususnya di Samudera
Hindia, memiliki hak suara dalam pertemuan IOTC, melegalkan kegiatan penangkapan tuna di Samudera Hindia, Indonesia memiliki bargaining position
yang kuat, dan Indonesia mendapatkan white list sebagai negara eksportir tuna.
Narasumber lainnya, Prof. Dr. Daniel Monintja selaku guru besar FPIK IPB Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, mengutarakan sejumlah manfaat
yang diperoleh Indonesia, antara lain kemudahan pemasaran tuna, terhindar dari praktek IUU, memiliki hak suara dalam pertemuan IOTC, melegalkan kegiatan
penangkapan tuna di Samudera Hindia, banyaknya kerjasama teknik lingkup IOTC Indonesia, memperkuat posisi Indonesia sebagai major fishing player
berbasis sustainable fisheries development, program pelestarian perikanan tuna di Samudera Hindia dan Indonesia masuk dalam white list sebagai negara eksportir
tuna. Manfaat Indonesia dalam memasuki organisasi internasional dapat dilihat
dari empat segi politik, ekonomi, sosial budaya dan kemanusiaan Deplu, 2009. Begitu juga dengan manfaat yang diperoleh oleh Indonesia sebagai anggota penuh
IOTC. Indonesia memperoleh manfaat dari segi politik, ekonomi sosial budaya dan kemanusiaan. Manfaat tersebut dijabarkan pada sub Bab 5.2.3.
Tabel 7 Pernyataan ahli perikanan manfaat bergabungnya Indonesia di IOTC
Manfaat yang diperoleh Indonesia RD SS AB DM AH ST LA
1. Kemudahan pemasaran tuna
√ √
√ √
5. Terhindar dari praktek IUU
√ √
√ 3. Ikut menentukan kebijakan perikanan,
khususnya di Samudera Hindia √
√ √
5. Memiliki hak suara dalam pertemuan
IOTC √
√ 6.
Melegalkan kegiatan penangkapan tuna di Samudera Hindia
√ √
√ √
7. Indonesia memiliki bargaining position
yang kuat. √
√ √
8. Banyaknya kerjasama teknik lingkup
IOTC Indonesia √
√ 9.
Memperkuat posisi Indonesia sebagai major fishing player
berbasis sustainable fisheries development
√ √
10. NNelayan high sea Indonesia lebih
dapat diterima di negara lain √
11. Membangun budaya outward looking di high sea
√ 12.
Pro sustainable development √
13. Program pelestarian perikanan tuna di
Samudera Hindia √
√ √
√ 14.
Indonesia mendapatkan white list sebagai negara eksportir tuna
√ √
√
Keterangan: RD:
Prof. Dr Rokhmin Dahuri, MS Mantan Mentri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong
SS: Dr. Suseno Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Sosial Ekonomi dan
Budaya AB:
Ir. Agus Budiman MAq Direktur Sumberdaya Ikan KKP DM:
Prof Daniel Monintja Guru Besar FPIK IPB AH:
Abdullah Habibi Capture Fisheries WWF ST:
Drs. Soetomo, HP.BSc Direktur Eksekutif ATLI Asosiasi Tuna Longline Indonesia LA:
Dr. Luky Adrianto Anggota Komisi Tuna Indonesia
5.2 Pembahasan
Manfaat ekonomi dari keanggotaan Indonesia dapat dilihat dari produksi dan ekspor tuna Indonesia. Manfaat keanggotaan dapat dilihat dari jumlah ekspor
tuna Indonesia sejak Indonesia bergabung di IOTC. Data dari Asosiasi Tuna Longline
Indonesia ATLI menunjukan selama tahun 2008 dan 2009 merupakan ekspor terbesar yakni sebesar 11.620 ton pada tahun 2008 dan 13.049 ton pada
tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah kapal Indonesia yang didaftarkan di IOTC, sehingga upaya penangkapan optimal. Selain itu pada tahun
2007 Indonesia bergabung menjadi anggota tetap IOTC otomatis Indonesia memiliki akses pasar yang resmi dalam pemasaran tuna yang bersifat monopsoni
jumlah pembeli lebih sedikit daripada jumlah penjual. Volume produksi perikanan merupakan salah satu parameter untuk
mengukur keberhasilan suatu kebijakan perikanan yang diterapkan. Bergabungnya Indonesia di dalam IOTC merupakan sebuah keputusan politik perikanan dimana
jumlah produksi merupakan salah satu yang perlu diperhatikan. Penyebaran tuna terbesar di laut Indonesia terdapat di Samudera Hindia, hal
ini jugalah yang menjadi faktor bergabungnya Indonesia di IOTC, suatu organisasi perikanan regional. Produksi tuna secara keseluruhan terbesar terjadi
pada tahun 2008 sebesar 337.900 ton mengalami kenaikan sebesar hampir 20 Tabel 3.
Indonesia baru bergabung di IOTC pada tahun 2007, selama satu tahun bergabungnya Indonesia di IOTC terlihat peningkatan produksi tuna di kawasan
Samudera Hindia. Hal ini membuktikan adanya pengaruh terhadap produksi perikanan tuna Indonesia dengan bergabungnya Indonesia di IOTC. Selain itu,
pada tahun 2008 kegiatan utama IOTC terfokus kepada pengelolaan hasil tangkapan jenis utama, yakni tuna. Hal ini terbukti dengan beberapa pertemuan
IOTC yang membahas mengenai tagging tuna, membahas mengenai data statistic temperature tuna
dan hal-hal lainnya yang memang difokuskan terhadap peningkatan produksi tuna
www.iotc.org. Hal ini memberikan kontribusi pada peningkatan produksi.
Kenaikan produksi tuna di Indonesia khususnya di Samudera Hindia disebabkan oleh banyak faktor antara lain bargaining position yang lebih kuat
pada tahun 2007 di IOTC. Selain itu, musim penangkapan tuna yang lebih baik pada tahun 2007-2008. Semenjak Indonesia bergabung dengan IOTC, manajeman
penangkapan ikan tuna di Indonesia lebih terkoordinir seperti pengisian logbook perikanan.
Salah satu kewajiban setiap anggota IOTC adalah membayar iuran wajib sebesar 2 milyar tahun. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor atau penjualan
tuna Indonesia, angka ini menguntungkan. Berikut contoh perhitungannya: Besar iuran US 200.000
: Rp 2.000.000.000 tahun Volume ekspor tuna tahun di Samudera Hindia : 95.000 ton=95.000.000 kg
Harga 1 kg tuna segar : 1000 yen=Rp 90.000,-
Devisa = 95.000.000 kg X Rp 90.000,-kg = RP 8.550.000.000.000,- Perhitungan di atas menunjukkan bahwa dengan iuran hanya sebesar 0,02 dari
pendapatan total ekspor, diperoleh devisa yang sangat signifikan. Selain itu, manfaat ekonomi dapat dilihat dari akses pasar. Sifat pasar dari
perikanan tuna merupakan pasar monopsoni, yaitu jumlah pembeli lebih banyak dari jumlah penjual. Untuk itu pemasarannya diatur oleh IOTC, hanya negara
yang menjadi anggota IOTC saja yang dapat mengekspor tuna. jika negara tersebut tidak terdaftar, maka produknya akan di black list di pasar Internasional.
Sebagai anggota resmi IOTC, maka produk tuna Indonesia legal di pasar internasional. Sebagai anggota penuh IOTC Indonesia dapat menjual tuna di
pasar Internasional. Produksi ikan jenis tuna merupakan target utama penangkapan di Samudera
Hindia yang dikelola oleh IOTC. jenis tuna ini terbagi lagi menjadi albakora albacore, tuna mata besar bigeye, frigate dan bullet tuna, kawakawa eastern
little tuna, cakalang skipjack tuna, tuna sirip biru southern bluefin tuna, tuna
abu-abu longtail tuna, tuna sirip kuning yellowfin tuna. Data tertinggi
menunjukkan, tuna jenis kawakawaeastern little tuna merupakan spesies tuna dengan jumlah terbesar yang dihasilkan oleh Indonesia di perairan Samudera
Hindia. Ikan jenis ini merupakan tuna kecil yang hidup bergerombolan. Tuna jenis kawakawaEastern little tuna memiliki jumlah yang cukup banyak tersebar di
Samudera Hindia. Penangkapannya juga tidak sesulit tuna jenis lainnya. Alat tangkap yang digunakan dapat beragam antara lain jaring insang hanyut dan purse
seine . Sehingga jumlah produksi ikan jenis ini cukup besar di Samudera Hindia.
Cakupan jenis tuna yang dikelola IOTC cukup banyak, hampir seluruh jenis yang ada di samudera Hindia. Namun ada satu jenis yang mendapat perhatian
khusus walaupun volume produksinya kecil, yaitu southern bluefin tuna. Produksi jenis tuna terkecil dari tahun 2002-2008 adalah jenis Southern bluefin tuna atau
tuna sirip biru. Ikan tuna sirip biru Thunnus thynnus adalah jenis ikan tuna yang
memiliki nilai yang paling tinggi dan ditangkap dengan menggunakan rawai tuna di Samudera Hindia. Perairan Samudera Hindia di sebelah Selatan Jawa, Bali, dan
Nusa Tenggara merupakan daerah pemijahan dari jenis tuna ini. Ikan ini biasanya bermigrasi ke perairan Selatan Jawa dan Bali. BRPT, 2002. Kecilnya produksi
tuna sirip biru Thunnus thynnus disebabkan oleh jumlah tuna spesies ini yang sangat terbatas di samudera Hindia, sedangkan banyak pengusaha perikanan tuna
yang menjadikan tuna sirip biru sebagai target utama penangkapan, karena harganya yang sangat tinggi, terutama oleh pengusaha tuna yang berasal dari
Taiwan, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Australia. Oleh sebab itu, dibentuklah suatu komisi yang disebut Convention of Southern Bluefin Tuna untuk mengelola
secara bersama-sama sumberdaya yang sangat penting dan populasinya sudah sangat menurun BRPT, 2002
Sejak Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh full member IOTC ke 27 pada tanggal 9 Juli 2007, maka keanggotaan tesebut memberikan manfaat
politik. Terdaftarnya Indonesia sebagai full member IOTC merupakan implementasi dari UU No.31 tahun 2004 yang dirubah menjadi UU No. 45 tahun
2009 tentang perikanan yang mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk ikut secara aktif dalam keanggotaan badanlembagaorganisasi regional dan
internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan. Manfaat itu sekaligus memperkokoh posisi Indonesia sebagai pelaku utama perikanan major
fishing player berbasis pembangunan perikanan yang berkelanjutan sustainable
fishing development. Hal ini disebabkan oleh bargaining position Indonesia yang
kuat setelah resmi menjadi anggota IOTC. selain itu penegakan hukum terhadap pelaku IUU Illegal, Unreported, Unregulated fishing khususnya tuna dapat
dilaksanakan. Pada umumnya kebijakan atau program yang dibentuk oleh IOTC bertujuan
untuk kelestarian sumberdaya ikan tuna yang berada di Samudera Hindia. Indonesia masih terhitung baru bergabung di organisasi ini. Untuk itu
keanggotaan Indonesia harus dioptimalkan, karena program kerja IOTC bertujuan untuk kelestarian sumberdaya perikanan tuna di Samudera Hindia.
Saat ini kebijakan IOTC yang diadopsi oleh Indonesia yakni mekanisme hasil tangkapan dengan logbook. Implementasi ini dilaksanakan dengan baik
untuk ukuran kapal besar 30 GT, untuk dibawah itu implementasi masih belum bisa dilaksanakan karena masih kewenangan propinsi dan kabupaten. Langkah ini
merupakan pelaksanaan kelestarian sumberdaya ikan tuna Indonesia yang ada di Samudera Hindia. Karena dengan adanya log book pemerintah memiliki acuan
untuk membuat kebijakan dan pengelolaan yang bertujuan untuk kelestarian sumberdaya ikan tuna. Sehingga Indonesia dapat membangun perikanan yang pro
sustainable development yaitu pembangunan yang berbasis lingkungan.
Bergabungnya Indonesia di IOTC, juga berpengaruh terhadap sosial dan budaya Indonesia, khususnya di bidang perikanan tuna. walaupun pengaruhnya
belum begitu besar, mengingat Indonesia baru bergabung di organisasi tersebut. Pengaruh itu dapat berupa bantuan teknis perikanan tuna yang diberikan oleh
IOTC, seperti bantuan pelaksanaan pencatatan logbook. Secara budaya, dengan bergabungnya di IOTC, Indonesia dapat membangun budaya outward looking di
high sea. Dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh Indonesia sebagai anggota
penuh IOTC maka Indonesia harus memanfaatkan keanggotaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Indonesia harus melakukan strategi sebagai anggota penuh IOTC
antara lain; 1.
Menghadiri pertemuan IOTC dengan mengirimkan perwakilan yang berkompeten. Karena di pertemuan IOTC, Indonesia dapat menyumbangkan
pemikiran dan memperjuangkan eksistensi perikanan tuna Indonesia khususnya di samudera Hindia.
2. Selalu memperbaharui data perikanan tuna Indonesia, khususnya di samudera
Hindia yang mencakup jumlah produksi tuna, produktivitas ikan tuna, jumlah alat tangkap, jumlah kapal dan potensi penangkapan ikan.
3. Serius dalam memerangi IUU Illegal, Unregulated, Unreported Fishing
dengan melaksanakan aturan dengan tegas. 4.
Penguatan armada penangkapan tuna Indonesia. 5.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pelaku perikanan tuna pengusaha, pemerintah dan nelayan penangkap tuna
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan