1993 mempunyai dua unsur utama, yaitu: pertama, meningkatkan tanggung jawab negara bendera. Menurut Pasal III, setiap negara bendera harus menjamin kapal-
kapal perikananannya tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan efektifitas pengelolaan dan konservasi. Selain itu, tidak ada satu negara pihak
manapun yang memperbolehkan kapal ikannya digunakan untuk menangkap ikan di laut lepas kecuali telah diberi izin untuk itu oleh otorita yang tepat dari negara
tersebut. Lebih lanjut, setiap negara pihak tidak boleh memberi izin kepada kapal ikan manapun yang mengibarkan benderanya untuk menangkap ikan di laut lepas
kecuali jika negara tersebut mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan FAO Compliance Agreement 1993.
Kedua, pertukaran informasi tentang aktivitas penangkapan ikan di laut lepas. Menurut pasal 4 negara-negara disyaratkan untuk membuat catatan untuk
kapal-kapal ikan yang telah diberi izin untuk menangkap ikan di laut lepas. Dalam tukar menukar informasi termasuk bahan bukti yang terkait dengan kegiatan
kapal-kapal ikan suatu negara bendera, para pihak harus melakukan kerjasama. Tujuan kerjasama tersebut untuk memudahkan identifikasi pencatatan kapal-kapal
ikan dalam rangka mencegah kegiatan yang dapat mengurangi tindakan pengelolaan dan konservasi Djalal, 2004.
2.2.3 UN Fish Stock Agreement 1995
United Nations for the Implementation of the Provision of the UNCLOS of 19 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling
Fish Stocks atau yang dikenal dengan sebutan UNIA atau UN Fish Stock
Agreement 1995 ditetapkan pada tanggal 4 Desember 1995. Perjanjian ini merinci
asas dasar yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982, bahwa negara-negara harus bekerjasama untuk menjamin pelaksanaan konservasi serta menggalakkan tujuan
pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal baik yang terdapat di dalam maupun di luar Zona Ekonomi Ekslusif.
Lebih lanjut, diungkapkan bahwa perjanjian ini ditujukan agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan menyediakan suatu kerangka kerja sama dalam
konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan. Ketentuan yang dituangkan dalam UN Fish Stock Agreement 1995 dapat dikatakan hampir sama dengan FAO
Compliance Agreement 1993. Perbedaannya yaitu, UN Fish Stock Agreement
1995 hanya mengatur stok ikan yang bermigrasi jauh dan bermigrasi terbatas, sementara FAO Compliance Agreemet 1993 mengatur semua kegiatan perikanan
tangkap di laut lepas Kuemlangan, 2001 dalam Satria et al., 2009. Pengelolaan jenis ikan, baik yang bermigrasi jauh maupun bermigrasi
terbatas dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian precautionary approach. Pelaksanaan pendekatan kehati hatian merupakan bentuk perlindungan
sumberdaya hayati laut dan konservasi lingkungan lautnya. Persyaratan pelaksanaan pendekatan kehati-hatian yang dituangkan pada UN Fish Stock
Agreement 1995 merupakan alternatif lain dari ketentuan UNCLOS 1982, yang
mensyaratkan “best scientific evidence available” dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan.
UN Fish Stock Agreemet 1995 juga mengamanatkan akan pentingnya
kerjasama dalam pengelolaan ikan yang bermigrasi jauh dan bermigrasi terbatas. Berdasarkan pasal 8, kerjasama antara negara-negara pantai dan negara-negara
yang melakukan penangkapan di laut lepas bisa dilakukan secara langsung atau melalui organisasi pengelolaan perikanan sub regional atau regional, dengan
mempertimbangkan karakter khusus dari subregion atau region tersebut untuk memastikan pengelolaan dan konservasi stok ikan secara efektif.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 21, pada wilayah laut lepas yang termasuk dalam wilayah pengelolaan RFMO atau pengaturan subregional atau regional,
inspektur yang berwenang dari suatu negara pihak pada perjanjian ini atau anggota dari RFMO tersebut dapat menaiki kapal dan memeriksa kapal-kapal
perikanan yang mengibarkan negara pihak lain pada perjanjian ini, tanpa memperhatikan apakah negara tersebut juga menjadi anggota RFMO atau menjadi
peserta pada pengaturan tersebut. Apabila suatu kapal terbukti melakukan kegiatan yang bertentangan dengan langkah-langkah pengelolaan dan konservasi,
negara pemeriksa harus mengamankan bukti dan segera memberitahu negara bendera kapal mengenai pelanggaran yang dituduhkan. Adapun tindakan
pelanggaran yang dikategorikan sebagai tindakan yang serius dituangkan dalam pasal 11, yaitu:
1. Melakukan penangkapan ikan tanpa lisensi yang sah, otorisasi atau izin yang
dikeluarkan oleh negara bendera berdasarkan Pasal 18 ayat 3 a; 2.
Gagal untuk memelihara catatan yang akurat mengenai hasil tangkapan dan data yang berkaitan dengan tangkapan, sebagaimana disyaratkan oleh RFMO
atau pengaturan pengelolaan perikanan sub-regional atau regional yang terkait atau memberi laporan tangkap yang tidak benar, bertentangan dengan
persyaratan-persyaratan pelaporan dari organisasi atau pengaturan tersebut; 3.
Melakukan penangkapan ikan pada suatu wilayah yang tertutup, selama musim yang tertutup atau setelah pencapaian dari suatu kuota yang ditetapkan
oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan subregional atau regional;
4. Mengarahkan penangkapan ikan suatu stok yang tunduk pada moratorium
atau pelarangan terhadap kegiatan penangkapan ikan; 5.
Menggunakan alat tangkap yang dilarang; 6.
Memalsukan atau menyembunyikan tanda-tanda, identitas atau pendaftaran dari kapal perikanan;
7. Menyembunyikan atau merusak atau membuang bukti-bukti yang berkaitan
dengan suatu penyelidikan; 8.
Melakukan pelanggaran yang berulang-ulang yang bersama-sama membentuk suatu pelanggaran yang serius terhadap tindakan pengelolaan dan konservasi;
dan 9.
Pelanggaran-pelanggaran lainnya yang mungkin ditetapkan dalam prosedur yang ditentukan oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan
subregional atau regional terkait.
2.3 RFMO Regional Fisheries Management Organization