Rumpon Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumpon

Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan No. 51KptsIK.250197, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu, penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon. yaitu : 1 Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. 2 Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. 3 Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Menurut Badan Litbang Perikanan 1992, rumpon yang dikembangkan saat ini dikelompokkan berdasarkan: 1 Posisi dari pemikat atau pengumpul agregator, rumpon dibagi menjadi rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. 2 Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap statis dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah dinamis. 3 Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan moderen. Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman 300-2000 m. Rumpon moderen umumnya digunakan oleh perusahaan perikanan swasta dan BUMN. Komponen rumpon moderen biasanya terdiri dari pelampung yang terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja steel wire, tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat 8 biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat yang digunakan umumnya terbuat dari bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan lain-lain Nahumury 2001. SK Mentan No. 51KptsIK.250l97 juga menjelaskan mengenai pengaturan pemasangan dan pemanfaatan rumpon perairan dasar dan dangkal yang lebih jauh diatur oleh Pemerintah Daerah dengan ketentuan sebagai berikut: 1 sampai dengan jarak 3 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II; 2 di atas 3 sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat I. Rumpon laut dalam hanya dapat dipasang oleh perusahaan perikanan; serta instansi pemerintah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perusahaan perikanan dapat melaksanakan pemasangan rumpon laut dalam dengan persyaratan tidak boleh, 1 mengganggu alur pelayaran; 2 dipasang dengan jarak pemasangan antar rumpon satu dengan rumpon lain kurang dari 10 mil laut; 3 mengganggu pergerakan ikan di perairan laut; 4 dipasang pada kedalamn perairan kurang dari 200 meter; 5 dipasang dengan jarak kurang dari 12 mil laut diukur dari garis pasang surut pada waktu air surut dari setiap pulau; atau 6 dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar zig-zag yang mengancam kelestarian jenis ikan pelagis. Adanya aturan pemasangan rumpon seperti yang terdapat pada butir ketiga dalam SK Mentan No. 51KptslK.250l97, pada kenyataannya di lapangan tidak selalu dapat diterapkan seperti halnya yang dilaporkan oleh De San 1982 bahwa posisi rumpon yang terbaik adalah daerah yang diketahui sebagai lintasan ruaya ikan, daerah upwelling, water front, arus eddy, dasar perairan yang datar, tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu palung laut. Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah Subani 1972. Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita 1986, merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device FAD, yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai 9 sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, rumpon pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988. Monintja 1993 menyatakan lebih lanjut bahwa manfaat yang diharapkan dengan penggunaan rumpon selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat Di Indonesia rumpon dikenal dengan berbagai sebutan seperti tendak Jawa. onjen Madura, rabo Sumatera Barat, unjan tuasan Sumatera Utara dan rompong Sulawesi merupakan FAD skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional, ditempatkan pada kedalaman perairan dangkal dengan jarak 5 - 10 mil laut 9 - 1 8 km dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10-20 mil laut 35 km dari pangkalan terdekat Mathews et al. 1996. Rumpon di perairan Kei kecil, disebut juga tendak, merupakan rumpon laut dangkal yang sifatnya menetap. Prinsipnya hampir sama dengan jenis rumpon laut dangkal di wilayah lain tetapi keistimewaan pada rumpon ini penggantian dilakukan hanya pada bahan attraktor saja, yaitu apabila kondisi bahan attraktor sudah rusak, biasanya dilakukan dua minggu sekali. Subani 1972 menerangkan bahwa biasanya kegiatan penangkapan di sekitar rumpon dilakukan setelah sepuluh hari rumpon tersebut dipasang. Beberapa hari setelah rumpon ditanam dan bila diketahui bahwa di sekitar rumpon tersebut banyak kerumunan ikan kemudian baru dilakukan operasi penangkapan. Rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama yaitu 1 pelampung atau float, 2 tali panjang atau rope, 3 pemikat ikan atau attraktor 4 pemberat atau sinker. Pada tali yang menghubungkan antara pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisip-sisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi. tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman 10 laut tempat rumpon tersebut ditanam. Lebih jauh dikemukakan pula bahwa rumpon di laut dangkal umumnya dipasang pada kedalaman antara 30-75 meter. Setelah dipasang kedudukan rumpon ini ada yang dapat diangkat-angkat, tetapi ada pula yang bersifat tetap tergantung pada pemberat yang digunakan Subani 1986. Tim Pengkajian Rumpon Institut Pertanian Bogor 1987 mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah : 1 Pelampung float; mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik bagian yang mengapung di atas 13 bagian, konstruksi cukup kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatnya mudah diperoleh. 2 Pemikat Attraktor; mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. 3 Tali-temali rope; terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul less knot. 4 Pemberat sinker; bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram. Boy dan Smith 1984 menerangkan bahwa appendage atau attraktor yang berupa daun kelapa. tyrewall, jaring dan kumpulan tali-temali yang diikatkan pada bagian rakit telah berhasil meningkatkan efektivitas runpon dalam memikat kelompok ikan. Idealnya, appendage diikatkan pada jarak 5 sampai 20 meter di bawah laut, sehingga pada keadaan ini merupakan daerah primary production dan permulaan terjadinya rantai makanan food veb. Appendage akan menghimpun sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang pada akhirnya akan berkumpul ikan-ikan besar, termasuk cakalang dan tuna. Ikan-ikan akan mulai berkumpul pada daerah ini sekitar tiga sampai empat minggu setelah rumpon ditanam pada suatu lokasi perairan De San 1982 yang diacu oleh Poeng 1987. Keng 1978 mengemukakan bahwa attraktor alami seperti daun kelapa Cocos nucifera Linn, daun kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. dan daun aren Arenga saccharifera Labill masuk ke dalam famili yang sama yaitu famili Cycadaceae, hanya genus dan spesiesnya saja yang berbeda. Bentuk fisik diantara ketiganya 11 hampir sama, yaitu : pohon tinggi, bentuk daun pinnate atau palmate seperti kipas, pelepah daun berserabut, tidak kasar dan bentuknya tidak tubular serta buah simetris. Soedharma 1994 menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan pada rumpon adalah penggantian attraktor secara berkala, karena attraktor merupakan komponen yang paling mudah rusak dibandingkan komponen rumpon lainnya. Umumnya penggantian rumpon di perairan Teluk Lampung dilakukan dua bulan sekali. Attraktor yang digunakan adalah daun kelapa atau daun pinang. Daya tahan daun kelapa diperkirakan adalah 3-4 minggu. Attraktor yang terlalu lama diletakkan pada rumpon akan menyebabkan semakin sedikit ikan-ikan yang berkumpul di sekitanya.

2.2 Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara